Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Keabsahan Akta Autentik Dalam Pembacaan Akta RUPS Apabila Para Pihak Tidak Mengaktifkan Kamera/Tidak Saling Melihat

Komang Utista Cahya Otiana1, I Gede Pasek Eka Wisanjaya2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 3 Agustus 2022 Diterima : 4 April 2023 Terbit : 25 April 2023


Keywords :

Authentic     deed,     video

conference, RUPS


Abstract

In this research, the main objective is to find out the validity of the authentic deed in reading the deed of the General Meeting of Shareholders (GMS) if the parties do not activate the camera or do not see each other. The author uses the application of normative research with a statutory and conceptual approach, the sources of legal materials for this research are primary and secondary sources of legal materials. The author gets the result that the validity of the deed is authentic in the reading of the GMS deed if the parties do not activate the camera or do not see each other. That Article 77 Paragraph (1) of Law of the Republic of Indonesia Number 40 of 2007 which states "besides organizing a GMS as referred to in Article 76, a GMS can also be conducted via teleconference media, video conferences, or other electronic media facilities that allow all GMS participants to see each other and listen directly to and participate in meetings”. Whereas with this matter the implementation of the GMS can be carried out through electronic media such as video conferencing, but if during the implementation there are parties who do not activate the camera due to signal constraints or other matters then this will not cause legal consequences as long as the parties can still hear, see, understand and understand the contents of the deed and the deed is considered as an authentic deed.

Kata kunci:

Akta autentik, video konferensi, RUPS.


Corresponding Author:

Komang Utista Cahya Otiana, E-mail: [email protected]


DOI :


10.24843/AC.2023.v08.i01.p1


Abstrak

Dalam penelitian ini adapun tujuan utama adalah untuk menegetahui keabsahan akta autentik dalam pembacaan akta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) apabila para pihak tak mengaktifkan kamera atau tidak saling melihat. Penulis menggunakan penerapan penelitian normatif dengan pendekatan peraturan undang-undang dan konseptual, sumber bahan hukum penelitian ini ialah sumber bahan hukum primer dan sekunder. Penulis mendapatkan hasil bahwa keabsahan akta autentik pada pembacaan akta RUPS apabila para pihak tidak mengaktifkan kamera atau tidak saling melihat. Bahwa pasal 77 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 yang menyebutkan “selaian penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melaui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar langsung serta berpatisipasi


dalam rapat”. Bahwa dengan hal ini implementasi RUPS mampu dilaksanakan lewat media elektronik misalnya video konferensi, namun apabila dalam pelaksanaan terdapat para pihak yang tidak mengaktifkan kamera karna kendala sinyal atau hal lainnya amka hal ini tiidak menimbulkan akibat hukum selama para pihak masih bisa mendengar, melihat, memahami dan mengerti dari isi akta tersebut dan akta tersebut dianggap sebagai akta autentik.

  • 1.    Pendahuluan

Konsep cyber notary merupakan suatu konsep yang sudah ada guna mengembangkan konsep cyber notary di Indonesia. Adanya konsep cyber notary telah didasari juga dari perkembangan teknologi masa kini yang dapat mempermudah pekerjaan seorang notaris dalam tingkat efisien waktu. Cyber notary merupakan suatu penggunaan dan pemanfaatan teknologi dengan menggunakan teknologi berupa komputer, jaringan komputer ataupun melalui video conferece dalam menjalankan tugas dan kewenangan notaris. Teknologi ini antara lain dengan adanya tanda tangan yang berbentuk digital (digital signature) serta video conference. Perkembangan fungsi dan kewenangan dari jabatan notaris saat melakukan transaksi elektronik yang diistilahkan sebagai cyber notary.1

Notaris saat menjalankan serta melaksanakan tugasnya dan jabatannya haruslah tunduk pada aturan yang diuraikan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mengenai Jabatan Notaris (Selanjutnya dapat disebut sebagai UU JN). Bahwa pada konsideran UU JN ini seorang notaris memiliki fungsi untuk membuatkan akta autentik. Akta autentik yakni bentuk akta dengan daya pembuktian terbaik untuk terjaminnya suatu kepastian hukum, perlindungan, serta ketertiban hukum. Adapun Pasal 1868 KUHPerdata menentukan tiga elemen yang wajib dipenuhi saat membuat akta autentik yakni: “akta tersebut dibuat harus sesuai dengan bentuk yang ditentukan dalam Undang-Undang, dibuat oleh pejabat yang berwenang, dan pejabat yang tersebut berwenang membuat ditempat kedudukannya.” Akta autentik berfungsi sebagai instrumen pembuktian yang sempurna. Adapun alat bukti yang sempurna merupakan suatu akta sebagai syarat formil dari suatu perjanjian.

Jabatan seseorang notaris memiliki suatu kaitan yang erat dengan pelayanan kepada masyarakat dalam kegiatan melayani usaha. Dengan hal ini notaris wajib bersemangat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang dibutuhkannya.2 Notaris bertanggungjawab atas segala amanah yang telah diberikan kepadanya, apabila notaris mengabaikan norma-norma, etika, martabat dan integritasnya

maka hal ini akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat.3 Bagi seorang yang terjun pada dunia usaha, seseorang membutuhkan suatu kepastian hukum, kecepatan dan keluwesan. Adanya UU JN, kini dapat memberi kepastian hukum bagi masyarakat yang terjun pada dunia usaha, karena UU JN telah memberi berbagai kewenangan pada Notaris dengan menerbitkan akta autentik sehingga dapat memberi pembuktian yang sempurna.Dengan adanya laporan Ease Of Doing Business (EODB) bahwa keberadaan dunia usaha agar menghendaki dan mendukung kemudahan bisnis dalam setiap negara-negara.

Adapun penerapan cyber notary ini penting bagi Indonesia supaya Indonesia dapat menjadi peringkat paling tidak 10 besar indeks EODB, karena kini Indonesia masih terdapat pada peringkat 73 di dunia,4 sehingga dari implementasi cyber notary seharusnya notaris bisa merespon tuntutan zaman dan teknologi. Demi mendapatkan efektifitas bisnis, maka Notaris kini memiliki wewenang untuk membuat akta pendirian PT sesuai dengan aturan UUJN. Melihat perkembangan aktivitas usaha di Indonesia juga dapat mempengaruhi keberadaan Notaris yang tertuang pada Pasal 22 UU JN, dimana jumlah Notaris ditentukan dengan melihat pertimbangan kegiatan usaha, jumlah penduduk dan rerata akta yang dibuatkan oleh Notaris tiap bulannya.

Terlihatnya aktivitas dunia menentukan adanya jumlah kebutuhan notaris disuatu daerah yang memiliki kaitan yang erat dengan kegiatan dunia usaha. Saat ini dengan adanya teknologi yang terus berkembang ini memberikan manfaat dalam kemudahan individu atau badan agar mudah serta praktis, alhasil kegiatan usaha berjalan dengan efektif dan efisien.5 Sebab itu, ini peran notaris harus memiliki kemampuan untuk merespon kegiatan dunia usaha untuk memberikan efisiensi waktu dalam proses pembuatan akta. Adapun saat ini konsep cyber notary dapat dilakukan secara online seperti halnya pendaftaran fidusia, hak tanggungan elektronik.

Saat ini ini profesi notaris cenderung melayani dunia usaha. Bagi dunia usaha efisien waktu dan kemudahan pembuatan akta autentik merupakan hal terpenting selain akta autentik sebagai kebutuhan alat bukti. Namun permasalahannya seorang notaris dalam bekerja harus tunduk pada UUJN. Akta dapat berubah sebagai akta dibawah tangan disaat notaris pada saat menyusun akta tidak tunduk pada UUJN.

Bank dunia mencetuskan kemudahan berusaha atau EODB guna menilai aturan terkait dunia usaha serta pengaturan penegakan hukum yang berkaitan dengan

aktivitas usaha. Suatu kegiatan tatap muka bagi pemerintah merupakan penghalang untuk meningkatkan indeks kemudahan berusaha. EODB mengenal istilah “less than one day” sebagai suatu prosedur yang dapat dilakukan secara online. Hal ini dapat menaikan indeks kemudahan berusaha yang ada di Indonesia dengan memperbaiki mekanisme serta waktu supaya semakin efisien. Disinilah peran penting notaris dalam men-implementasikan cyber notary untuk memenuhi kriteria less than one day. Sehingga pemerintah Indonesia kini melakukan perubahan sertifikasi elektronik yang dilakukan melalui online yang sebelumnya dilakukan secara offline demi tujuan untuk perubahan yang berdampak pada penilaian kemudahan dalam berusaha.

Adanya aturan mengenai UU JN, maka diharapkan dapat membuka peluang bagi pelaksanaan Notaris dalam menjalankan konsep cyber notary yang efektif dan mempertegas wewenang cyber notary seperti pembuatan akta autentik. Penggunaan media elektronik kini memiliki kehendak bagi para pihak yang tidak berhadapan secara langsung seperti pelaksanaan video conference hingga digital signature secara online, hal ini ditujukan untuk mempermudah aktivitas usaha dan pelaksanaan wewenang Notaris dalam membuat akta autentik. Dengan adanya konsep cyber notary dapat memberikan kemanfaatan teknologi untuk notaris dalam membuatkan akta autentik untuk penandatangan akta dengan elektronik serta RUPS melalui teleconfrence. Aktivitas tersebut akan memudahkan pihak-pihak yang tinggal berjauhan tanpa harus hadir secara langsung dengan face to face.6

Konsepsi cyber notary diuraikan di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Selanjutnya dapat disebut sebagai UU PT) dalam Pasal 77 Ayat (1) dan Pasal 76 yang memaparkan penjelasan tentang penyelenggaraan RUPS dapat diselenggarakan lewat mediatelekonfrensi, video conference, ataupun fasilitas media elektronik lain yang memberi peluang bagi seluruh peserta RUPS agar saling melihat juga mendengarkan langsung dan berpatisipasi saat rapat. Hal ini memberi peluang pembacaan RUPS mampu dilaksanakan lewat video konferensi ataupun telekonfrensi. Akan tetapi yang menjadi masalah yakni bagaimana apabila penghadap dalam pembacaan RUPS tidak mengaktifkan kamera dan tidak berada pada lokasi suatu perusahaan tersebut. Apakah tindakan pembacaan ini dapat dikatakan sah demi hukum serta akta RUPS yang dibuatkan oleh Notaris dikatakan sah dan bernilai keautentikan. Dengan hal ini adanya kekaburan norma hukum.

Bedasarkan uraian tersebut diatas haruslah dilakukan kajian secara mendalam mengenai akta pembacaan RUPS yang kaitannya dengan keautentikan suatu akta. Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah keautentikan suatu akta dalam pembacaan akta RUPS yang diselenggarakan secara video konferensi apabila dalam pelaksanaan rapat terdapat para pihak yang tidak mengaktifkan kamera. Dengan ini penulis melakukan penelitian yang berjudul “Keabsahan Akta Autentik Dalam Pembacaan Akta RUPS Apabila Para Pihak Tidak

Mengaktifkan Kamera/Tidak Saling Melihat”. Adapun beberapa rumusan permasalahan yang ditarik Penulis di penelitian ini sebagaimana diuraikan diatas yakni:

  • 1.    Bagaimana jika penyelenggaraan RUPS yang dilaksanakan secara video conference dengan tidak mengaktifkan kamera dapat dikatakan sah?

  • 2.    Apa akibat hukum jika para pihak RUPS tidak mengaktifkan kamera selaras dengan peraturan yang berlaku ?

Tujuan yang ingin diwujudkan Penulis dalam penelitian ini ada 2 maksud. Pertama, mengetahui dan memahami apakah pembacaan akta RUPS yang dilakukan melalui video conference dapat dikatakan sah apabila terdapat para pihak yang tidak mengaktifkan kamera. Kedua, mengetahui dan memahami akibat hukum para pihak yang tidak mengktifkan kamera dalam pelaksanaan RUPS.

Sebelum adanya penulisan artikel ini, sebagai bentuk perbandingan atas adanya penelitian terhadulu yang pada pokoknya hampir sama dalam objek penelitian namun berbeda pembahasannya yaitu pada jurnal yang disusun oleh Dwi M., Annalisa Y., Agus T. pada Repertorium Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Volume 9 Nomor 1 Mei 2020 yang berjudul “Kewajiban Pembacaan Akta Autentik oleh Notaris Di Hadapan Penghadap Dengan Konsep Cyber Notary”, dengan rumusan masalah yakni: 1. Apakah filosofi akta notaris harus dibacakan di depan penghadap, 2. Bagaimana kekuatan hukum akta yang pembacaan akta serta penandatanganan aktanya mempergunakan konsepsi cyber notary ?, dan 3. Bagaimana semestinya aturan konsepsi cyber notary diberlakukan kedepannya mengenai kewajiban notarus membacakan akta dihadapan penghadap bedasarkan Pasal 16 Ayat (1) huruf m UUJN? Adapun hasil penelitian pada jurnal tersebut pada pokoknya kewajiban notaris pada pembacaan akta autentik di depan penghadap dari konsep cyber notary tidak jelas apabila diatur di UUJN. Pembacaan akta melalui video conference yang diatur pada Pasal 77 UU PT hanyalah menguraikan terkait akta RUPS dari atas pembacaannya diperbolehkan dilaksanakan lewat video konferensi namun akta lainnya belum terdapat aturan yang mengatur dengan detail. Pembacaan akta RUPS lewat video conference tetaplah sah selama pihak-pihak menyatakan persetujuan serta dicantumkan pada akta tersebut. 7

Berdasarkan hal diatas, maka terdapat perbedaan antara penelitian dari Penulus dengan penelitian sebelumnya terdapat pada sasaran daru penelitian yakni Penulis memfokuskan pada kebsahan akta autentik dalam pembacaan akta RUPS melalui video conference apabila para pihak tidak nengaktifkan kamera atau tidak saling melihat, sedangkan pada penilitian sebelumnya memfokuskan pada kewajiban pembacaan akta autentik melalui konsep cyber notary, dimana pembacaan akta RUPS melalui konsep cyber notary dianggap sah selama para pihak menghendakinya.

  • 2.    Metode Penelitian

Jenis penelitian berdasarkan dengan rumusan judul dan rumusan masalah di atas yakni penelitian hukum normatif. Adapun Peter Mahmud Marzuki menelaah penelitian hukum normatif, menurutnya penelitian hukum normatif ialah menemukan aturan dari hukum tersebut, doktrin-doktrin yang menyangkut dengan pokok pembahasan, dan prinsip-prinsip hukum, yang bertujuan untuk menjawab segala isi hukum yang ada dimasyarakat. Selain itu dengan mencoba untuk mengkaji dan mendalami dari apa yang seharusnya menjadi jawaban dari setiap permasalahan.8 Adapun metode pendekatan menggunakan peraturan perundang-undangan (statue approach) sesuai dengan permasalahan diatas. Penulis menggunakan bahan hukum untuk penelitian ini dari bahan hukum primer dan sekunder. Adapun bahan hukum primer yang mencangkup mengenai berbagai aturan undang-undang yang berkaitan dengan penelitian kali ini. Sebuah bahan hukum sekunder bersumber dari literature-literatur tambahan mengenai permasalahan yang dikaji. Metode pengumpulan bahan yang didapat dari bahan hukum primer ataupun sekunder misalnya tesis, artikel ilmiah hukum, buku-buku, dan yang lainnya yang terkait dengan penelitian hukum.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Keabsahan Pembacaan Akta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) oleh Notaris melalui video conference

Sesuai UU PT adapun pelaksanaan atau penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan pelaksanaannya dengan RUPS yang dilakukan secara konvensional yang dibahas pada Pasal 76 UU PT serta cara kedua penerapan RUPS yang dilaksanakan lewat instrumen elektronik yang dipaparkan dalam Pasal 77 Ayat 1 UU PT. Pada pelaksanaan RUPS yang dilaksanakan lewat instrumen elektronik ini bahwa para pihak tidak harus datang pada suatu tempat yang sama, akan tetapi para pihak dapat mengikuti berjalannya rapat dengan mendengar ataupun melihat dan menyaksikan terkait bahasan dalam forum rapat yang dibahas dalam RUPS dan pembacaan Akta RUPS melalui melalui media video conference ataupun instrumen elektronik lain.

Pasal 77 Ayat (1) UU PT memaparkan: “selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar langsung serta berpatisipasi dalam rapat.” Bahwa berjalannya RUPS bisa dilaksanakan lewat video konferensi ataupun instrumen elektronik lain. Sebelum terdapat video konferensi, pelaksanaan RUPS dilaksanakan atau diselenggarakan melalui tahap konvensional yang mana para peserta dikumpulkan di sebuah ruang yang sama dengan waktu yang telah ditentukan. Namun terbitnya Pasal 77 Ayat (1) UU PT menyebabkan RUPS saat ini mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya teknologi. Bahwa RUPS saat ini dapat dilaksanakan melalui video konferensi, yang mana peserta RUPS mampu saling melihat serta mendengar juga berpatisipasi pada kegiatan RUPS

meskipun tak berada pada suatu lokasi yang sama. Pada bunyi Pasal 77 Ayat (1) UU PT memaparkan, implementasi RUPS yang dilaksanakan melalui instrumen elektronik ini yang dimaksud ialah video conference.

Ada juga yang diistilahkan sebagai teleconference yang merupakan sebuah agenda pertemuan antara para pihak dengan memakai media seluler yang mewajibkan peserta rapat turut hadir ditempat pertemuan teleconference dengan menggunakan jaringan internet agar para perserta rapat dapat melihat serta mendengar satu dengan yang lain.9 Konsep cyber notary dengan ketentuan peraturan undang-undang yang teruraikan dalam UU JN serta Ketentuan dijelaskan pada Pasal 15 Ayat (3) yang menyebutkan “selain kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Adapun cangkupan wewenangan lainnya yang disebutkan pada hal ini ialah kewenangan dalam mensertifikasikan transaksi elektronik dalam membuatkan akta mengenai wakaf serta hipotek dari pesawat terbang.

Notaris merupakan jabatan untuk melakoni tugas Negara pada ranah hukum perdata yang memiliki wewenang dalam membuatkan sebuah akta autentik yang dibutuhkan oleh para pihak.10 Jabatan seorang notaris dilantik dan berhentikan oleh Menteri Hukum dan HAM.11 Notaris bertugas membuatkan akta, adapun akta yang dibuatkan notaris haruslah autentik dengan hal ini akta keautentikan akta notaris berasal dari “Pasal 15 UU JN Jo. Pasal 1868 KUHPerdata”. Keautentikan suatu akta yang dibuatkan oleh notaris bersifat autentik sebab pembuatan suatu akta dibuat didepan Pejabat Umum yang dijelaskan sesuai dengan Pasal 1868 KUHPerdata.12 Adapun dua tipe akta autentik yang dibuatkan oleh pihak notaris, yaitu sebagai berikut:

  • a.    Akta relaas yakni pembuatan akta dari notaris, yang memiliki isi dari akta tersebut menguraikan secara autentik perbuatan atau tindakan dalam suatu keadaan yang diliat secara langsung oleh notaris dan disaksikan sendiri olehnya dalam melaksanakan jabatannya. Isi dari akta tersebut menguraikan atas apa yang dilihat langsung oleh notaris. Adapun yang dimaksud dalam hal ini ialah akta RUPS PT seperti Berita Acara RUPS maupun Pernyataan Keputusan RUPS, akta pencatatan budel serta akta lain.

  • b.    Akta partij yang merupakan akta dengan dibuatkan di depan notaris dengan berhadapan langsung yang memuat uraian yang ditetapkan oleh pihak lain yang data dihadapan notaris serta memberi penjelasan tersebuat ataupun melalukan tindakan itu didepan notaris, supaya penjelasan itu dikonstatir pada sebuah akta autentik oleh notaris. Adapun contohnya ialah pembuatan wasiat oleh penghadap, kuasa, dan lainnya.

Akta-akta yang dibuat bedasarkan hasil RUPS dapat dikategorikan sebagai akta autentik apabila terdapat beberapa syarat yang terpenuhi sebagai berikut:

  • a.    Ketentuan undang-undang yang telah menetapkan bentuk akta yang sesuai dengan peraturan tersebut. Dalam hal ini kententuan mengenai bentuk akta harus sejalan dengan aturan yang ada pada Pasal 38 UUJN.

  • b.    Akta autentik yang dibuatkan langsung oleh pihak notaris dengan cara berhadapan langsung oleh pejabat umum yang mempunyai kewenangan tersebut. Notaris merupakan perjabat umum yang memiliki tugas dan fungsi membuatkan akta autentik dengan berlandaskan dalam Pasal 1868 KUHPerdata.

  • c.    Akta autentik dengan pembuatan oleh pejabat umum yang mempunyai wewenang. Apabila terdapat notaris yang sedang melaksanakan cuti ataupun diberhentikan temporer dengan hal ini notaris tidak memiliki wewenang untuk membuatkan akta autentik. Ini juga berlaku bagi notaris yang belum dilakukan pengambilan sumpah untuk tidak dapat menyusun akta yang memiliki sifat autentik.

Akta dengan dibuatkan dari Notaris yakni akta yang memaparkan sesuai kondisi sebenarnya terkait perbuatan yang dilaksanakan ataupun kondisi yang dilihat sendiri oleh pihak notaris. Seperti halnya Akta berita acara RUPS oleh PT yang dibuatkan serta dibacakan oleh Notaris. Bahwa konsep cyber notary mampu juga diketahui dalam UU PT Pasal 77 Ayat (1) memaparkan, disamping menyelenggarakan RUPS seperti dijelaskan pada Pasal 76, RUPS pun mampu dilaksanakan dari penggunaan video teleconference, ataupun media elektronik lain yang memberi peluang bagi seluruh peserta RUPS untuk saling mendengar serta melihat juga berpatisiopasi dalam rapat.

Pelaksanaan ataupun penyelenggaraan RUPS merupakan kegiatan yang seharusnya dilaksanakan saat RUPS tahunan yang pelaksanaannya wajib dijalankan dengan ketentuan maksimal enam bulan setelah tahun buku telah usai. Tetapi belakangan ini dengan adanya covid-19 pelaksanaan RUPS dapat dilakukan secara tidak berhadapan fisik. Penggunaan media elektronik ini merupakan suatu langkah hukum baru dengan adanya ketidak hadiran secara fisik dari semua peserta pemegang saham. Hal ini bertujuan untuk mempermudah transaksi elektronik bagi para pihak. Dengan adanya teleconference ini akan memudahkan para pemegang saham dalam menghadiri RUPS. Konsepsi cyber notary dibidang kenotariatan yang menerapkan perkembangan teknologi dalam menjalankan profesinya di dunia maya dan menjalankan tugas pekerjaannya. Adapun contoh penerapan ini dalam hal pelaksanaan pembacaan akta RUPS.13 Konsep ini memberikan suatu pelayanan yang cepar, tepat, dan efisien.14

Menurut Pasal 76 ayat (1) UU PT, pelaksanaan RUPS wajib dilaksanakan ditempat kedudukan perseroan ataupun di lokasi perseroan melaksanakan

aktivitas usaha utama seperti dituliskan pada anggaran dasar. Kemudian, ketentuan dari Pasal 76 Ayat (2) RUPS mampu diselenggarakan pada wilayah kedudukan bursa tempat saham Perseroan tercatat. Adapun Pasal 76 Ayat (3) lokasi RUPS seperti dijelaskan di ayat (1) serta (2) wajib berlokasi di NKRI. Pasal 76 Ayat (4) apabila pada RUPS dihadiri dan/atau diwakilkan seluruh pemilik saham serta seluruh pemilik saham setuju diselenggarakan RUPS yang memiliki topik khusus, maka RUPS mampu diselenggarakan dimana saja namun tetap mengacu ke aturan sebagaimana disebutkan di ayat (3). Ketentuan pada pasal 76 tersebut, menentukan bahwa penyelenggaraan RUPS harus dilakukan di lingkup perusahaan tersebut atau pada wilayah Republik Indonesia dengan melalui media conference atau video conference dengan saling melihat serta mendengar sesama pemegang saham saat RUPS.

Adapun pelaksanaan pembacaan akta yang dilakukan pihak notaris yakni suatu bentuk keharusan dalam membuat akta autentik. Ketentuan ini dijelaskan pada Pasal 16 Ayat (1) huruf m UU No. 2 Tahun 2014 jadi pelaksanaan penyusunan sebuah akta termasuk elemen peresmian oleh pembacaan serta penandatanganan akta terkait. Seorang notaris wajib melakukan pembacaan akta tersebut oleh dirinya sendiri yang tidak dapat diwakilkan oleh pihak ketiga seperti halnya pegawai notaris. G.H.S Lumban Tobing menuturkan, notaris yang membaca akta, pihak penghadap di satu pihak memiliki jaminan apabila para pihak sudah mendandatangani apapun yang telah mereka dengar saat itu serta pihak lainnya, para penghadap serta notaris mempunyai kepercayaan jika akta berisikan apapun yang diinginkan pihak penghadap.

Apabila dalam pelaksaannya para pihak menghendaki untuk tidak dilakukannya pembacaan akta tersebut. Seorang notaris wajib tetap harus membacakan akta supaya akta itu sah sebagai akta autentik. pembacaan akta ini memiliki manfaat bagi notaris dan juga para penghadap. Bahwa penghadap dapat memperbaiki kesalahan yang tak nampak, pihak penghadap dapat mengajukan pertanyaan terkait hal yang belum dimengerti di dalam isi akta sebelum akta diresmikan. Namun pada saat berjalannya RUPS yang dilakukan lewat video conference terkadang mengalami permasalahan yang diluar kendali setiap orang, salah satunya adalah kendala sinyal. Dalam hal tersebut, menyebabkan salah satu pemegang saham atau peserta rapat tidak dapat mengaktifkan kamera atau tidak dapat mendengar secara jelas jalannya pembacaan akta RUPS yang dibacakan oleh Notaris. Sehingga hal ini mengakibatkan jalannya pembacaan akta RUPS mengalami kendala. Namun selama para pihak memahami dengan cara mendengar dan menyetujui melalui digital signature, maka akta RUPS seperti akta berita acara RUPS dan pernyataan keputusan RUPS yang disetujui para pihak akan sah sebagai akta autentik.

  • 3.2    Akibat Hukum Jika Para Pihak Tidak Mengaktifkan Kamera Pada Saat Pembacaan Akta RUPS

Notaris pada lalu lintas hukum terkhusus pada aspek hukum perdata, notaris memiliki tugas serta fungsi sebagai seorang pejabat publik yang memiliki tugas

serta fungsi mengenai pembuatan akta serta wewenang yang lainnya.15 Dalam menjalankan tugasnya notaris diharuskan bersikap profesional untuk menghasilkan suatu produk seperti akta autentik yang memberi kepastian hukum bagi penghadap.16 Konsepsi cyber merupakan satu dari sekian contoh kemajuan teknologi pada aspek kenotariatan salah satunya ialah saat pembacaan akta RUPS. Pembacaan akta RUPS merupakan suatu hal yang penting karena para peserta rapat dianggap mengerti dan memahami isi dari akta RUPS tersebut bedasarkan hasil jalannya RUPS. Bahwa penyelenggaraan RUPS dalam suatu perseroan akan diuraikan pada akta berita acara RUPS termasuk akta autentik dari pembuatan pihak notaris yang memiliki kekuatan hukum pembuktian yang terbaik. Merujuk dalam Pasal 76 serta 77 UU PT, para pihak yang tidak mengaktifkan kamera pada saat pembacaan akta RUPS masih dapat dinyatakan sah-sah saja selama memenuhi 2 persyaratan, yaitu lokasi para pihak memiliki kedudukan di wilayah Indonesia serta para peserta RUPS memiliki risalah rapat dengan keputusan dan disetujui dengan suara bulat serta ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Maka, apabila pihak-pihak dalam pelaksanaan pembacaan akta RUPS tidak mengaktifkan kamera, maka hal ini tidak menimbulkan akibat hukum sepanjang para pihak dapat mendengar, memahami, mengerti, dan setuju terkait hasil penyelenggaraan RUPS tersebut.

  • 4.    Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik ialah bahwa keabsahan pembacaan akta RUPS melalui video conference ataupun sarana konferensi dengan syarat para pihak pemegang saham wajib mengaktifkan kamera, mendengar, dan saling melihat dapat dinyatakan sah-sah saja dan dapat dijadikan sebagai akta autentik. Hal tersebut dikarenakan Pasal 76 dan 77 UU PT menjelaskan bahwa selama peserta RUPS memahami, mengerti dan setuju terkait hasil penyelenggaraan RUPS serta menyetujui hasil dari RUPS melalui digital signature, maka penyelenggaraan RUPS dapat dikatakan sah sebagai akta autentik. Namun apabila para pihak tidak mengaktifkan kamera pada saat berjalannya pembacaan RUPS tidak akan menimbulkan akibat hukum selama para pihak masih bisa mendengar, melihat, memahami, dan mengerti dari isi akta tersebut. Dan akta RUPS tersebut dianggap sebagai akta autentik. Adapun saran yang dapat diberikan Penulis ialah dalam pelaksanaan pembacaan akta RUPS untuk menghindari adanya kesalahpahaman ataupun ketidakjelasan dikemudian hari, diharapkan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan pembacaan akta RUPS dalam koneksi sinyal yang baik dengan mengaktifkan kamera jadi peserta rapat berkesempatan saling melihat serta memahami isi dari akta tersebut.

Daftar Pustaka

Buku:

Edmon Makarim, (2013). Notaris dan Transaksi Elektronik (Kajian Hukum Tentang Cyber Notary atau Electronic Notary), PT Raja Grafindo Perkasa, 2013.

Habib Adjie, (2014). Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama.

Nurita, Emma, (2012). Cyber Notary Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran”, Refika Aditama.

Peter Mahmud Marzuki, (2016). Penelitian Hukum : Edisi Revisi, Cetakan Ke-12, Prenadamedia Group.

R.A. Emma Nurita, (2012). Cyber Notary (Pemahaman Awal Dalam Konsep Pemikiran), Refika Aditama.

Salim Hs, (2015). Teknik Pembuatan Suatu akta, Raja Grafindo Persada.

Jurnal:

Alifiyah, Ninik., Mohammad Saleh. (2021). Impilikasi Yuridis Pembacaan Penandatanganan Akta Risalah e-RUPS Yang Dibuat Oleh Notaris. Kosmik Hukum Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwekerto, 21(2), 1-10, DOI: 10.30595/kosmikhukum.v21i2.10283.

Bahri, S., Yahanan, A., & Trisaka, A., (2019). Kewenangan Notaris Dalam

Mensertifikasi Transaksi Elektronik Dalam Rangka Cyber Notary. Repertorium:  Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan,  142-157. DOI:

http://dx.doi.org/10.28946.rpt.v0i0.356

Dewi, Mira Nila Kusuma. (2016). Kedudukan Hukum Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS) Melalui Media Elektronik. Arena Hukum Universitas               Brawijaya,               1-20.               DOI:

http://dx.doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2016.00901.7

Dharmawan, N.K.S. (2015). Keberadaan Pemegang Saham Dalam RUPS Dengan Sistem Teleconference Terkait Jaringan Bermasalah Dalam Prespektif Cyber Law. Jurnal Magister Hukum Udayana, 4(1), 44188, DOI: 10.24843/JMHU.2015.V04.i01.p.15

Kurniawan, I. W. A. (2018). Tanggung Jawab Notaris Atas Akta Yang Tidak Dibacakan Dihadapan Para Penghadap. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3), DOI: htpps://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.po8

Merlyani, Dwi., Annalisa Yahanan., Agus Trisaka. (2020). Kewajiban Pembacaan Akta Otentik Oleh Notaris Di Hadapan Penghadap Dengan Konsep Cyber Notary. Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan (Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya). 1-12, DOI:10.28946/rpt.v%vi%i.358

Pratiwi A., (2020). Sanksi Terhadap Notaris Dalam Melanggar Kode Etik,

Repertorium Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, DOI: 10.28946/rpt.v9i2.637

Sanjaya, R. (2016). “Kajian Terhadap Kepailitan Notaris di Indonesia”. Diponegoro

Law             Journal.             5(4).             DOI             :

http://www.ejournals1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Online/World Wide Web:

Administrator, (2021). Menggenjot Peringkat Kemudahan Berusaha di Indonesia.

Retrieved from:  https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-

angka/2670/menggenjot-peringkat-kemudahan-berusaha-di-indonesia?lang=1#:~:text=Pemerintah%20menargetkan%20EoDB%20In donesia%202021,Dunia%20terhadap%2010%20indikator%20EoDB., diakses pada 15 Desember 2022.

Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgelijk Wetboek Voor Indonesie, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

12