Vol. 7 No. 03 Desember 2022

e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas di Indonesia Menurut Hukum Positif Indonesia

Maria Wulan Sistiya Astari1, I Dewa Ayu Dwi Mayasari2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 14 Juli 2022

Diterima : 02 Desember 2022

Terbit : 21 Desember 2022

Keywords :

Accountability; Limited

Liability; Shareholder


Kata kunci:

Tanggung Jawab; Terbatas;

Pemegang Saham

Corresponding Author:

Maria Wulan, E-mail: [email protected]

DOI :

10.24843/AC.2022.v07.i03.

p9


Abstract

The purpose of this paper is basically to know and understand in more detail the responsibilities of the shareholders of a limited liability company. This research uses a normative research method using a statue approach and conceptul aprroach. The result of the research is that the Company as a legal entity has assets that are separate from its shareholders. This separation of assets is also accompanied by limited liability. Shareholders of the company have limited liability the provisions regulated under Article 3 paragraph (2) of the Company Law in which shareholders with limited liability can change to unlimited if the shareholders commit bad faith which then causes the limited liability to change to unlimited so that the personal assets of the shareholders are not separated from the assets of the limited liability company.

Abstrak

Tujuan yang dimiliki oleh penulisan ini pada dasarnya yaitu untuk mengetahui dan memahami secara lebih rinci perihal bagaimana tanggung jawab yang dimiliki oleh para pemegang saham perseroan terbatas. Penelitian ini, menggunakan suatu metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundangan-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian yaitu Perseroan sebagai bentuk usaha yang berbadan hukum memiliki harta yang terpisah dari pemegang sahamnya. Pemisahan harta ini juga diikuti dengan pertanggung jawaban yang terbatas. Pemegang saham perseroan memiliki pertanggung jawaban yang terbatas hal ini diatur berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tetapi pertanggungjawaban terbatas itu dimungkinkan menjadi tidak terbatas ketika memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur berdasarkan “Pasal 3 ayat (2) UUPT" dimana para pemegang saham yang memiliki tanggung jawab terbatas dapat berubah menjadi tidak terbatas apabila para pemegang saham melakukan itikad buruk yang kemudian menyebabkan tanggung jawab pemegang saham yang semula terbatas kemudian beralih menjadi tanggung jawab tidak terbatas sehingga harta pribadi milik pemegang saham menjadi tidak terpisah dari harta perseroan terbatas.

  • I.    Pendahuluan

Perusahaan adalah satu dari beberapa faktor yang turut serta berpengaruh dalam perekonomian pada suatu negara, dimana perusaahaan melakukan suatu kegiatan usaha tertentu yang usahanya tersebut dilakukan secara berkelanjutan dan tetap sehingga mencapai suatu tujuan yakni diperolehnya keuntungan dari kegiatan usaha itu. Perusahaan tersebut dapat berbentuk sudah berbadan hukum ataupun belum berbadan hukum, dimana perusahaan kemudian dijalankan oleh perseorangan atau badan usaha. Usaha Perusahan atau kegiatan dalam menjalankan perusahaan merupakan pengertian dari penjualan atau usaha perdagangan dimana usaha tersebut dijalankan secara berkelanjutan dan secara terang-terangan dimana bertujuan agar diperolehnya suatu keuntungan usaha.

Salah satu indikator yang memiliki peran yang penting serta menentukan pada terciptanya kemudahan berusaha yaitu “starting a business” atau dimulainya usaha tersebut, dimana banyak kita temukan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia memilih untuk berbadan usaha Perseroan Terbatas.1 Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut dengan PT) merupakan salah satu pilihan utama masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha dalam beberapa tahun terakhir. 2 PT memiliki salah satu alasan yang disukai oleh banyak individu yang disebabkan oleh suatu fakta yang konkrit terkait dengan masuknya PT ke dalam golongan dari badan usaha yang telah berbadan hukum di Indonesia serta pertanggungjawaban yang dimiliki bersifat terbatas.

PT ialah sebuah badan hukum dimana pendiriannya didasarkan pada adanya suatu perjanjian antar para pihak yang berkaitan, dimana perseroan menjalankan kegiatan usahanya menggunakan modal berupa saham, yang pembagian modal tersebut keseluruhannya dibagi dalam bentuk saham, serta dalam melakukannya suatu usaha harus mengutamakan dan memenuhi persyaratan yang telah disepakati sebelumnya dalam peraturan hukum. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) mengatur bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Definisi umum dari PT juga dapat dijabarkan sebagai suatu persekutuan modal yang dimana dalam prakteknya modal dasar dari perseroan telah terbagi atas saham. PT juga temasuk ke dalam badan hukum yang memiliki harta kekayaannya sendiri yang telah tercatat atas nama PT itu sendiri dimana harta kekayaan itu dalam bentuk saham, yang dapat dialihkan kepada orang lain. PT meliputi dua kata yaitu yang pertama kata

perseroan yang memiliki arti modal PT yaitu dari kata sero atau disebut juga dengan istilah saham dan yang kedua terdiri dari kata terbatas dengan penjabaran kata yang menjerumus dalam sifat terbatas yang dimana sifatnya berkenaan pada suatu nilai dari saham yang telah dimiliki. Hal ini diatur berdasarkan “Pasal 40 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang selanjutnya disebut KUHD yang mengatur bahwa Para Pesero atau pemegang saham atau andil tersebut tidak bertanggung jawab untuk lebih daripada jumlah penuh andil-andil itu.” Kemudian hal ini diatur juga berdasarkan Pasal 3 ayat ayat (1) UUPT yang menentukan “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.” Kesimpulan yang dapat diambil dari adanya pasal ini ialah bahwa harta yang dimiliki oleh badan usaha PT telah terpisah oleh harta kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang saham sehingga pihak PT memiliki harta kekayaannya sendiri tanpa ada yang bisa mengganggu gugat keberadaannya.

Dalam hukumnya, walaupun sifat terbatas yang ada pada tanggung jawab mutlak yang dimiliki oleh pemegang saham, yang harta kekayaannya terpisah dengan harta kekayaan PT, apabila pemegang saham tesebut beritikad buruk atau terjadinya penyatuan harta pribadi atas kepemilikan para pemilik saham dengan Perseroan, maka akan diakibatkan suatu kemungkinan tidak mutlaknya tanggung jawab terbatas yang telah dimiliki oleh para pemegang saham. Jika pemegang saham dapat dibuktikan melakukan itikad buruk maka tanggung jawab terbatas yang dimilikinya menjadi tidak terbatas. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan tidak berlakunya atau terhapusnya sifat terbatas yaitu “piercing the corporate veil”.

Berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia bahwasannya PT memiliki kaitan yang begitu erat dengan hukum perdata di Indonesia. Dalam penjabarannya yang berkaitan dengan PT para pemegang saham memiliki tanggung jawab yang bersifat terbatas, dimana harta yang dimiliki terpisah dari harta kekayaannya, namun apabila pemegang saham memiliki itikad buruk atau terjadinya penyatuan harta milik pribadi dari pihak pemegang saham dengan harta yang dimiliki oleh pihak perseroan, maka sesuai dengan hukum yang berlaku, hal tersebut dapat mengakibatkan hilangnya tanggung jawab yang bersifat terbatas menjadi bersifat tidak terbatas. Dilihat dari yang penulis sampaikan pada latar belakang penulisan di atas, penulis kemudian tertarik mengambil judul “Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas di Indonesia Menurut Hukum Positif Indonesia” yang kemudian dirumuskan dalam suatu rumusan masalah yaitu bagaimana kedudukan PT yang berperan sebagai badan hukum serta bagaimana sifat terbatas dalam tanggung jawab pemegang saham menjadi tidak terbatas ?. Tujuan penulisan ini pada dasarnya yaitu untuk mengetahui dan memahami secara lebih rinci perihal bagaimana tanggung jawab yang dimiliki oleh para pemegang saham perseroan terbatas.

Penulisan ini merujuk pada penelitian-penelitian yang sebelumnya lebih dahulu ada. Penelitian oleh “Tasya Nailul Fikriya yang berjudul Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas milik BUMN dengan fokus pembahasan yang terletak pada

tanggung jawab direksi perseroan pada suatu perseroan terbatas.”3 Serta penelitian oleh “Siti Hapsah Isfardiyana yang berjudul Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Fiduciary Duty pada penelitian ini berfokus pada kecerobohan dari salah seorang direksi yang pada akhirnya melakukan sebuah pelanggaran fiduciary duty, yang berakibat pada penerapan piercing the corporate viel pada direksi.”4

Berdasarkan penelitian sebelumnya di atas maka dapat dilihat terdapat perbedaan mengenai substansi dan kajian pada penelitian ini dengan yang sebelumnya. Pada penelitian ini berfokus pada bagaimana tanggung jawaban pemegang saham PT di Indonesia dan tanggung jawab pemegang saham perseroan perseorangan di Indonesia dengan adanya prinsip ”piercing the corporate viel”.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini, menggunakan suatu metode penelitian normatif. Pada dasarnya, hukum normatif ini termasuk ke dalam studi kepustakaan.5 Pendekataan Perundang-undangan atau yang disebut dengan statue approach dan pendekatan konseptual atau disebut juga dengan conceptual approach digunakan dalam penelitian ini. Penulisan ini juga mengggunakan dua bahan hukum yaitu primer dan sekunder sebagai landasan dalam mengumpulkan bahan, yang dimana masing-masing dari bahan hukum tersebut berasal dari literatur yang ada di Indonesia dengan berdasarkan hukum perdata. Studi dokumen digunakan sebagai teknik pengumpulan bahan hukum yang dapat memberikan informasi yang terkait dalam dalam penelitian ini. Selanjutnya teknik anlisis yang digunakan dalam penulisan ini tidak lain adalah teknik analisis deskriptif.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    3.1    Kedudukan Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

Berdarkan Pasal 1 Angka 1 UUPT tentang Perseroan Terbatas mengatur “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Berdasarkan uraian tersebut berikut kriteria-kriteria PT yaitu :

  • 3.1.1    Badan Hukum

Subyek hukum dan juga badan hukum pada dasarnya memiliki definisi yang sama dimana keduanya adalah bagian dari teknis yuridis yang termasuk ke dalam sesuatu

yang mendukung hak serta kewajiban pada bidang hukum.6 Proses PT menjadi badan hukum harus melalui proses hukum dimana harus dilandaskan dengan peraturan yang berlaku. Pengaturan mengenai badan hukum berbentuk PT pada UUPT bersifat memaksa. 7 Berdasarkan “Pasal 7 ayat (4) UUPT menentukan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan." Pendirian Perseroan dilakukan oleh dua orang atau didirikan oleh beberapa orang sebagaimana diatur berdasarkan “Pasal 7 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.” Dalam akta pendirian terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dimuat didalamnya sebagaimana diatur berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UUPT menentukan bahwa “Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.” Kemudian mengenai hal-hal lainnya tercantum lebih jelas berdasarkan “Pasal 8 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa Keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian perseroan memuat sekurang-kurangnya:

  • a.    Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,  dan

kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan

  • b.    Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat

  • c.    Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.”

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UUPT menentukan “Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT, pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:

  • a.    nama dan tempat kedudukan Perseroan

  • b.    jangka waktu berdirinya Perseroan

  • c.    maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan

  • d.    jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor

  • e.    alamat lengkap Perseroan.”

Dalam mengisi format isian yang sebagaimana dimaksud dalam mengajukan sebuah nama perseroan adalah merupakan tahap pertama. Apabila para pendiri tidak memiliki kesempatan dalam mengajukan permohonan pendiri maka yang bersangkutan dapat memberi kuasa kepada Notaris dalam tugasnya mengajukan permohonan dimana hanya para notaris yang dapat diberi kuasa.

  • 3.1.2    Persekutuan Modal

PT wajib mempunyai modal dimana seluruh modal itu terbagi dalam saham. Modal dasar tersebut adalah seluruh nominal saham yang terdapat pada perseroan. Pada hakekatnya, perseroan dalam melakukan kegiatan usaha memerlukan modal yang berperan penting didalamnya. Modal dalam perannya sebagai suatu hal yang sangat dibutuhkan, sudah dipastikan memiliki beberapa tahap untuk bisa didapatkan. Di dalam belahan dunia manapun, modal merupakan hal yang penting dalam melakukan kegiatan yang berkecimpung di dunia perekonomian. Modal dalam Bahasa inggris disebut dengan “authorized capital” dan dalam Bahasa belanda disebut dengan “maatschapelijk kapitaal” atau “statutaire kapitaal”, dimana pada akta pendirian perseroan ataupun pada anggaran dasar perseroan jumlah modal itu dimasukkan serta disebutkan didalamnya. Terbaginya suatu modal dan yang terdiri dalam suatu saham akan dimasukkan oleh para pemegang saham yang berperan sebagai anggota dalam perseroan tersebut yang nantinya akan melaksanakan pembayaran saham kepada perseroan yang dimaksud.8 Pemegang saham nantinya akan diberikan oleh Perseroan terkait dengan bukti yang sah atas kepemilikan saham yang bentuk kepemilikian tersebut dituangkan kedalam Anggaran Dasar.9

Berdasarkan “Pasal 31 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.” Penjelasan yang dapat diambil yaitu perkalian yang dihasilkan dengan jumlah dari saham yang dimiliki PT dengan nilai nominalnya.10 Pada hakekatnya, perseroan memiliki beberapa modal dasar yang tidak terdiri atas nominalnya yang sebagaimana telah diatur secara rinci di dalam Pasal 31 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal.” Bentuk mata uang modal dasar perseroan yaitu yang berupa nilai nominal saham diatur berdasarkan “Pasal 49 ayat (1) UUPT yang menentukan nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah”.

Besarnya jumlah minimum modal dasar diatur berdasarkan “Pasal 32 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”. Tetapi ketentuan ini kemudian diubah berdasarkan “Pasal 109 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Cipta Kerja) yang mengubah ketentuan Pasal 32 UUPT yang menentukan bahwa Perseroan wajib memiliki modal dasar dimana modal dasar tersebut ditentukan berdasarkan keputusan pendiri perseroan.” Artinya penentuan besarnya jumlah modal dasar ditentutkan atas dasar kesepakatan bersama pendiri perseroan.

Setiap adanya perubahan pada Modal Perseroan baik pengurangan maupun menambahan modal merupakan perubahan anggaran dasar perseroan. Jikalau tejadi suatu perubahan modal dari perseroan, maka perubahan yang telah dijelaskan tersebut harus dilakukan dengan dasar dasar keputusan pada RUPS. Berdasarkan hukum yang berlaku maka perubahan yang terjadi pada modal PT pada dasarnya harus

mendapatkan persetujuan langsung dari menteri sebagai pihak yang berwenang dalam permasalahan ini.

  • 3.1.3    Didirikan Berdasarkan Perjanjian

Definisi perjanjian berdasarkan “Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUHPerdata) menentukan bahwa Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Ketentuan tersebut selaras dengan ketentuan pada Pasal 109 UU Cipta Kerja Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia.” Definisi yang menjelaskan perihal didirikannya perseroan berlandaskan dengan perjanjian yang telah diikat karena pada hakekatnya perseroan dapat didirikan oleh dua belah pihak yang telah memenuhi persyaratan sah dalam hukum perdata. Pendirian Perseroan berdasarkan perjanjian juga ditegaskan definisi secara umum dari PT yang diatur berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UUPT menentukan “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Dalam pasal 1320 KUHPerdata syarat “sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu sebagai berikut :

  • 1.    Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

  • 2.    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

  • 3.    Suatu hal tertentu

  • 4.    Suatu sebab yang halal.”

Dalam melakukan pendirian perseroan berdasarkan asal dari PT tersebut adalah bagian dari hukum perdata, maka pendirian dari PT harus berdasarkan syarat yang sesuai dengan aturan di atas. Apabila sudah terpenuhinya keempat persyaratan tersebut, menyebakan terikatnya pihak-pihak yang telah menyepakati perjanjian tersebut dan juga yang terkait dengan perjanjian tersebut.

Dalam hukumnya juga dijabarkan bahwasannya PT juga wajib halnya memenuhi persyaratan pendirian dengan akta serta pengakuan yang telah dibuat oleh Notaris. “Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undangundang lainnya.” Akta yang dimaksud dalam penjabaran ini adalah akta pendirian PT dimana akta tersebut bersifat autentik. Pengertian akta autentik diatur pada ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata yang menentukan “akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.”

  • 3.1.4    Melakukan Kegiatan Usaha

Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh perseroan rata-rata menyangkut tentang hal bisnis serta usaha baik itu yang berada dalam sektor jasa, industri, perdagangan, dan lainya dimana tujuan dari kegiatan usaha tersebut adalah untuk mendapatkan atau memperoleh laba atau keuntungan. Bahwa dalam menjalankan usahanya tersebut berdasarkan Pasal 2 UUPT menentukan bahwa “Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.” Perseroan memiliki maksud dan tujuan yang tercatat dan kemudian wajib dituangkan pada suatu anggaran dasar perseroan yaitu ditentukan berdasarkan “Pasal 18 UUPT yang menentukan bahwa Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Maksud dan tujuan atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak PT pada intinya telah dituangkan secara jelas serta lebih rinci pada anggaran dasar yang dimana maksud serta tujuan tersebut tidak diperbolehkan melanggar atas apa yang telah dituangkan pada anggaran dasar tersebut.

  • 3.1.5    Memenuhi Persyaratan Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanannya

Sebagai negara hukum yang patuh akan undang-undang, Indonesia tentunya memiliki aturannya sendiri agar masyarakatnya bisa dengan baik menerima norma-norma yang berlaku. Dalam prakteknya juga yang didasarkan dengan hukum, sudah pasti wajib untuk dipatuhi agar tidak diinginkan kejadian perbuatan yang merugikan beberapa pihak, terlebih lagi dalam hukum perdata yang berlaku.

Dalam melakukan suatu tindakan yang terkait dengan hukum, memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya mematuhi aturan serta kaidah-kaidah yang telah diterapkan, agar dapat mencapai ketenteraman dalam bermasyarakat. Hal ini juga berlaku dalam membangun sebuah PT yang berbadan hukum.

Di Indonesia berlaku hukum yang menjadi suatu landasan perihal persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan perikatan terlebih lagi dalam melakukan kegiatan usaha, segala halnya harus didasarkan dengan persyaratan yang mengacu pada ketentuan hukum perdata di Indonesia dalam Peraturan Perundang-Undangan seperti dalam UUPT dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta peraturan-peraturan pelaksanaanya. Setelah dijelaskannya persayaratan yang telah diatur di dalam kaidah hukum Indonesia, maka dengan ditekankan lagi bahwasannya hal tersebut tidak boleh dilanggar.

  • 3.2 Beralihnya Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menjadi Tanggung Jawab Tidak Terbatas

Di Indonesia sendiri pada umumnya terdapat banyak subjek hukum, salah satunya yaitu Perseroan yang disahkan melalui beberapa tahap. Perseroan pada dasarnya juga melewati beberapa tahap yang sulit agar dapat diakui sebagai subjek hukum yang sah dan diakui. Perseroan secara independen dapat dilakukan melalui perbuatan hukum yang dijelaskan dalam halnya seperti membuat transaksi atas nama pihak perseroan yang menjadi badan usahanya, melakukan perikatan, menjual asset serta menggugat dan tergugat dapat juga selama jangka waktunya berdirinya yang dalam hal ini

dituangkan pada Anggaran Dasar perseroan selama belum berakhir. Pada dasarnya PT tidak dapat dipenjara, tetapi dalam hal lain berlandaskan hukum yang berlaku maka PT dapat dijadikan sebagai subjek perdata atau bisa juga dijadikan tuntutan pidana dimana nantinya dapat diberikan sanksi berupa denda. Sebagai badan hukum yang independen utang perseroan merupakan kewajiban serta tanggung jawab dari perseroan dimana hal itu terpisah dari tanggung jawab para pemegang saham.11 Pemegang saham terpisah dari perseroan sejak perseroan oleh menteri yang berwenang ditetapkan menjadi suatu badan hukum, istilah pemisahan yang digunakan adalah “separate legal personality” dimana perseroan merupakan individu yang berdiri sendiri.12

Di Indonesia sendiri memiliki subjek hukum yang diminati yaitu PT yang juga dapat memudahkan perkembangan perekonomian di negara Indonesia sendiri. Diminatinya PT sebagai mana yang telah tejadi di lapangan juga memiliki beberapa alasan, salah satunya yaitu karena adanya prinsip “limited liability” atau disebut juga dengan pertanggung jawaban terbatas. Prinsip “limited liability” adalah para pemegang saham perseroan hanya memiliki tanggung jawab sejumlah nominal saham yang dipunyainya pada perseroan dimana ia memiliki saham. Hal itu diatur pula berdasarkan “Pasal 3 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.”

M. Yahya Harahap berpendapat mengenai pertanggung jawaban terbatas yaitu sebagai berikut :”

  • a.    Para pemegang saham memiliki utang yang pada prakteknya bukanlah sebagai tanggungjawab yang dimiliki oleh perseroan atau yang biasa disebut dengan istilah not liable of it shareholders atau sebaliknya yang menjabarkan bahwasannya para pemegang saham juga tidak berkewajiban memiliki pertanggungjawaban atas utang yang dimiliki oleh perseroan.

  • b.    Para pemegang saham yanya memiliki tanggung jawab seputar jumlah nominal saham yang mereka miliki.

  • c.    Pertanggung jawaban atas kreditor perseroan tidak ditanggung oleh para pemegang saham atas hak pribadi mereka.”

Tanggung jawab secara mutlak yang dimiliki oleh para pemegang saham dapat saja berubah dari bersifat terbatas menjadi bersifat tidak terbatas . Terdapat prinsip “piercing the corporate veil” dimana prinsip ini merupakan suati prinsip yang mengecualikan prinsip umum dimana pemegang saham yang melakukan penyimpangan terhadap tanggung jawab yang terbatas harus melaksanakan atau bertanggung jawab atas perbuataanya dengan menyebabkan tanggung jawab pemegang saham yang terbatas tidak lagi terbatas atau dengan kata lain apabila dalam prakteknya ditemukan pemegang saham tersebut secara itikad buruk yang juga dapat disebut dengan istilah “bad faith” yaitu ia secara pribadi memperalat perseroan untuk kepentingan pribadinya, sehingga tanggung jawabnya menjadi tidak terbatas oleh karena itu harta pribadi milik pemegang saham ikut digunakan untuk mengganti kerugian yang disebabkan olehnya. Maka karenanya dengan adanya prinsip “piercing the corporate veil” jika pemegang saham membuat penyimpangan atau pelanggaran yang merugikan perusahaan, sudah

sepatutnya sifat pertanggung jawaban terbatas pemegang saham dihapuskan. Diterapkannya prinsip “piercing the corporate veil” maka akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi “stakeholders” (para pemangku kepentingan) yang dirugikan perbuatan pelanggaran pemegang saham dan agar para pemegang saham mematuhi ketentuan-ketentuan Undang-Undang dan beritikad baik. Dalam UUPT prinsip ini diatur berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa “tanggung jawab terbatas pemegang saham tidak berlaku apabila :

  • a.    Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuh

  • b.    Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi

  • c.    Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan

  • d.    Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.”

Pertanggung jawaban tidak terbatas sebagaimana disebutkan diatas dapat beralih menjadi tidak terbatas dapat terjadi karena hal-hal berikut :

  • a.    Persyaratan Perseroan belum menjadi badan hukum atau perseroan tidak berbadan hukum. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUPT menentukan “dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.” Dengan kata lain pertanggung jawaban tersebut merupakan tanggung jawab dari pemegang saham itu sendiri dan bukan merupakan tanggung jawab perseroan. Hal tersebut diatur pula pada ketentuan “Pasal 39 KUHD yang mengatur selama pendaftaran dan pengumuma tersebut belum diselenggarakan, sekalian pengurus adalah orang demi orang dan masing-masing bertanggungjawab untuk seluruhnya, atas tindakan mereka terhadap pihak ketiga”.

  • b.    Itikad buruk yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung oleh para pemegang saham dengan mengambil manfaat dari perseroan guna kepentingan pribadinya. Itikad buruk ini terjadi jika memenuhi hal-hal sebagai berikut :13 1. Melakukan penipuan kepada kreditor (defrauding creditor)

  • 2.    Kapitalis tipis (thin capitalization) yaitu keadaan dimana perseroan memeiliki kekurangan modal.

  • 3.    Perampokan, ialah sebuah asset yang pada dasarnya dimiliki oleh perseroan yang ditransfer oleh pemegang saham dengan catatan bahwa transfer tersebut termasuk ke dalam perjanjian transaksi yang melanggar aturan hukum, yang dilakukan perseroan serta pemegang saham untuk menipu kreditor.

  • 4.    Melakukan pencurangan terhadap   peraturan perundang-undangan

(circumventing a statute)

  • 5.    Mengindari kewajiban (evoiding an exsisting obligation)

  • c.    Tindakan melawan hukum pada intinya dapat dilakukan oleh pihak mana saja tanpa terkecuali termasuk pihak perseroan dan para pemegang saham ikut serta dalam melakukan tindakan terlarang tersebut. Perbuatan melawan hukum atau disebut juga perbuatan melanggar hukum diartikan sebagai perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur kesalahan baik yang sengaja ataupun merupakan kelalaian, kerugian,

adanya hubungan yang menjerumus ke dalam sebab akibat yang terjadi antara kesalahan dan kerugian, dan unsur penggantian atas kerugian kepada pihak yang dirugikan yang diberikan oleh pihak yang menyebabkan kerugian. 14 Jika tidak terpenuhinya salah satu dari unsur-unsur tersebut maka perbuatan hukum itu bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Tindakan melawan hukum dapat diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1367 KUHPerdata.

  • d.    Pemegang saham menggunakan kekayaan yang dimiliki Perseroan yang dilakukan dengan melawan hukum entah dalam prakteknya secara langsung ataupun dengan cara tidak langsung yang kemudian menyebakan harta kekayaan milik perseroan tidap mencukupi untuk dapat melunasi utang milik perseroan tersebut. Perbuatan yang dilakukan pemegang saham ini termasuk perbuatan yang mengambil atau mencuri harta kekayaan dari perseroan. Akibat yang terjadi dalam hal tersebut dapat menjerumus ke dalam sifat yang dimiliki para pemegang saham dari terbatas menjadi tidak terbatas, maka pemegang saham dimungkinkan untuk dituntut sampai harta kekayaan miliknya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Hal ini disebakan karena pemegang saham itu sendiri telah menyalahgunakan harta kekayaan milik perseroan dimana kemudian perseroan tidak dapat melunasi utangnya karena harta kekayaan milik perseroan tersebut tidak cukup sehingga pemegang saham tersebut wajib bertanggung jawab termasuk harta kekayaan miliknya bukan hanya dari nominal saham yang dimiliknya saja.

Prinsip “piercing the corporate veil” ini juga berlaku pada perseroan perseorangan yaitu diatur berdasarkan Pasal 153 J ayat (2) UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:

  • a.    Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

  • b.    Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

  • c.    Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

  • d.    Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.”

Dalam ketentuan kaidah hukum diatas memiliki suatu kesimpulan yang yaitu perseroan perseorangan juga mengenal prinsip “piercing the corporate veil” yang merancu kepada tanggung jawab pemegang saham yang sebelumnya bersifat terbatas berubah menjadi tidak terbatas apabila memenuhi keempat unsur yang ditetapkan dalam kententuan tersebut sehingga pemegang saham dapat bertanggung jawab sampai dengan harta pribadinya.

  • 4. Kesimpulan

Perseroan sebagai bentuk usaha yang berbadan hukum memiliki harta yang terpisah dari pemegang sahamnya. Pemisahan harta ini juga diikuti dengan pertanggung jawaban yang terbatas. Pemegang saham perseroan memiliki pertanggung jawaban yang terbatas atau disebut juga dengan sebutan “limited liability” hal ini diatur berdasarkan

Pasal 3 ayat (1) UUPT, tetapi pertanggungjawaban terbatas itu dimungkinkan menjadi tidak terbatas atau disebut juga “piercing the corporate veil” ketika memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur berdasarkan “Pasal 3 ayat (2) UUPT dan Pasal 153 J ayat (2) UU Cipta Kerja, dimana pemegang saham yang memiliki tanggung jawab terbatas dapat berubah menjadi tidak terbatas apabila para pemegang saham melakukan itikad buruk atau dikenal juga dengan istilah “bad faith” yang kemudian menyebabkan perubahan dimana tanggung jawab terbatas pemegang saham menjadi tanggung jawab tidak terbatas sehingga harta pribadi milik pemegang saham menjadi tidak terpisah dari harta PT. Hal ini bertujuan agar pemegang saham tidak dapat memanfaatkan perseroan semata-mata hanya untuk memenuhi keperluan pribadinya.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

R. S, Soekanto. (2013). Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta : Raja Grafindo Persada

Prodjodikoro, W. (2010). Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung : Alumni.

Prasetya, R. (2013). Perseroan Terbatas : Teori dan Praktik. Jakarta : Sinar Grafika.

Yahya Harahap, M. (2013). Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika.

Jurnal

Agung, S.Y. (2021). Pengaturan Organ Komisaris Dalam Perseroan Terbatas Perseorangan Menurut Perspektif Undang-Undang Cipta Kerja. Acta Comitas : Jurnal Hukum            Kenotariatan.            6(3),            474–490.            DOI:

https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i03.p2.

Budiono, H. (2012). Arah Pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dalam Menghadapi Era Globaliasi. Jurnal Rechtsvinding, 1 (2), 187198. DOI:http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v1i2.96.

Chairany, M.P. (2020). Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Atas Terjadinya Hibah Saham Yang Dilakukan Berdasarkan Surat Kuasa Yang Telah Berakhir. Jurnal Notary Indonesia. 2(4), 351-367.

Fikriya, T.N. (2020). Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas Milik Badan Usaha Milik Negara. Jurnal lex Ranaissance. 3(5),   592-606. DOI:

https://doi.org/10.20885/JLR.vol5.iss3.art6

Isfardiyana, S.H. (2015). Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Fiduciary   Duty.   PJIH :   Jurnal Ilmu Hukum. 2(1),   168-191. DOI:

https://doi.org/10.22304/pjih.v2n1.a10

Kurniawan. (2014). Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum      Positif.      Jurnal      Mimbar      Hukum.      26(2),      70-83.

DOI:https://doi.org/10.22146/jmh.16055

Lubenna, F (2022). Kepeastian Hukum Pendirian Perseroan Perseorangan Tanpa Akta Notariil Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan. 7(1), 133-145. DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i01.p03.

Paula. (2021). Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi. Acta Diurnal. 4(2), 332-349. DOI:https://doi.org/10.23920/acta.v4i2.595

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

470