Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Pengaturan Status Pada Jabatan Notaris Saat Mencalonkan Diri Sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota

Achmad Yudha Yogaswara1, I Gede Yusa2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 11 Juli 2022 Diterima : 4 April 2023

Terbit : 25 April 2023


Keywords :

Notary, DPRD, Double Job


Abstract

This paper aims to find out how the legal arrangements regarding notaries, regional people's representatives and concurrent positions, as well as the legal status of a notary who is running for a member of the regional people's representative council, whether to take leave or not to practice. The research method used is normative law, a method by using an approach through legislation then a conceptual approach, along with sourced from primary legal materials and then secondary legal materials. The result of the discussion of this paper is that based on the explanation of Article 17 letter d of the UUJNP, a notary who is elected as a member of the regional people's representative council, the notary must apply for leave, and appoint a substitute notary.

Kata kunci:

Notaris, DPRD, Rangkap

Jabatan


Corresponding Author:

Achmad Yudha

Yogaswara , E-mail: achmadyudhayogaswara5@ gmail.com


DOI :

10.24843/AC.2023.v08.i01.p10


Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hokum mengenai notaris, dewan perwakilan rakyat daerah dan rangkap jabatan, serta bagaimana status hokum seorang notaris yang mencalonkan diri menjadi anggota dewan perwakilan rakyat daerah, apakah harus mengambil cuti atau harus tidak berpraktek. Metode penelitian yang dipakai ialah hukum normatif sebuah metode dengan memakai pendekatan melalui perundang-undangan selanjutnya pendekatan konsep, beserta bersumber pada bahan hukum yang bersifat primer selanjutnya bahan hukum yang bersifat sekunder. Hasil dari pembahasan tulisan ini ialah berdasarkan penjelasan Pasal 17 huruf d UUJNP, notaris yang terpilih menjadi anggota dewan perwakilan rakyat daerah, maka notaris wajib mengajukan cuti, dan menunjuk notaris pengganti.


  • I.    Pendahuluan

Republik Indonesia melambangkan Negara yang berpegang teguh pada Hukum yang didasarkan pada ayat (3) Pasal 1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia pada Tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUNRI), tercapai apapun yang dilakukan seluruh lapisan masyarakat Indonesia harus berdasarkan atas negara Indonesia yang memiliki hukum yang berlaku. Negara hukum sejatinya memiliki suatu konsep dengan memastikan ketertiban serta kepastian dan yang pastinya keadilan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang sejahtera di Indonesia. Mencapai suatu keadilan selanjutnya kebenaran hanya dapat dilihat dari suatu hak selanjutnya kewajiban seseorang sebagai alat bukti pada masyarakat sebagai subjek hukum. Pembuktian dalam kepastian hak selanjutnya kewajiban seseorang dapat dibuktikan dari suatu peran Notaris, penjelasan Pasal 1 nomor 7 Undang-Undang Jabatan Notaris Perubahan mengatur yaitu Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk selanjutnya tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.” Berlandaskan beserta penjelasan Pasal terkemuka ditarik kesimpulan yaitu salah satu produk hukum Notariis yaitu akta autentik yang dibuat berdasarkan ketentuan selanjutnya tata cara dari Undang-Undang guna mencapai kepastian hukum. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Perubahan mengatur yaitu Notaris adalah pejabat umum yang kekuasaan untuk membuat akta autentik selanjutnya memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.Fungsi Pejabatan umum (Notaris) sangatlah memiliki sifat dengan sangat berguna bagi masyarakat dalam kehidupan berbangsa serta bernegara, karena bagi pejabat umum melihat pembuatan akta yang bersifat autentik sangat dilihat kebenarannya sebagai bukti tertulis dan tidak membutuhkan bukti lainnya.1 Notaris dapat dikatakan sebagai suatu profesi yang mulia karena sangat bersinggungan beserta kehidupan manusia.

Indonesia menggunakan konsep pemerintahan Trias Politika beserta memisahkan kekuasaan pada berbagai Lembaga-lembaga pemerintah melaikan tidak pada satu struktur kekuasaan politik. Pembagian kekuasaan berdasarkan tiga Lembaga berbeda yaitu legislatif yang merupakan Lembaga pembuat suatu peraturan perundang-undangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), selanjutnya kedua yaitu eksekutif yang merupakan Lembaga pelaksana dari suatu peraturan perundang-undangan, selanjutnya yang terakhir yaitu yudikatif, merupakan Lembaga yang berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintah serta negara secara keseluruhan, selain itu fungsi lainnya menginterpretasikan Undang-Undang jika terjadinya suatu sengketa yang permasalahannya dari Produk Undang-Undang tersebut, selanjutnya yang terakhir dapat melempar akibat hukum untuk Lembaga selain itu perseorangan lainnya yang menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Notaris merupakan sebuah jabatan beserta pekerjaan yang memiliki sifat mandiri, individual, tidak aselanjutnyaya atasan, kepercayaan yang dipegang secara erat oleh Notaris kepada client-clientnya selanjutnya memerlukan moral yang kuat sebagai

manusia yang memiliki sifat Ketuhanan, selain itu pelaksaan tugas selanjutnya kewenangan Notaris rentan terhadap suatu pelanggaran dari norma-norma hukum yang ada. Pelaksanaan tugas Notaris pada jabatannya diperbolehkan menggunakan cap/tanda atau stempel dengan dimuat lambang negara pada Republik Indonesia, oleh karenanya Notaris dalam pelaksaan jabatannya membawa gesah kewibawaan dari Negara dalam pengesahan produk hukum, diatur pada Pasal 16 ayat (1) huruf L UUJNP selanjutnya mengatur sebagai berikut mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia selanjutnya pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, selanjutnya tempat kedudukan yang bersangkutan.

Kewenangan untuk membuat suatu kekuasaan berdasarkan pada pelaksanaan aturan, maka Notaris dalam hal ini melaksanakan kewenangannya atas dasar aturan pada Undang-Undang Jabatan Notaris. Kewenangan yang tidak diberikan oleh peraturan kepada Notaris, maka tidak menjadi kewenangan bagi Notaris itu sendiri untuk melaksanakannya (non executable).2

Dekrit kementeri Hukum tahun 2004 Nomor: M.39-PW.07.10 termasuk motif kerangka dikemukakan pada “mengingat peranan selanjutnya kewenangan notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku selanjutnya perbuatan notaris dalam menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, maka lembaga pembinaan selanjutnya pengawasan terhadap notaris perlu diefektifkan.”3

Setiap warga negara Indonesia diberikan hak untuk bisa menjadi wakil dari rakyat dan hak itu tidak bisa diganggu oleh siapapun, begitu pula seorang yang berprofesi sebagai Notaris juga diberikan hak untuk mencalonkan diri jika berminat. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Dapat disebut juga UUPPK) mengatur pejabat negara dengan pengertian, bahwa Pejabat Negara adalah pimpinan selanjutnya anggota Lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang. Lembaga pada Indonesia yang tercantum pada sebuah jabatan pejabat negara berdasarkan ayat (1) Pasal 11 UUPPK, mengatur bahwa :

Pejabat Negara terdiri atas :

  • a.    Presiden selanjutnya Wakil Presiden;

  • b.    Ketua, Wakil Ketua, selanjutnya Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;

  • c.    Ketua, Wakil Ketua, selanjutnya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;

  • d.    Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, selanjutnya Hakim Agung pada Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil Ketua, selanjutnya Hakim pada semua Baselanjutnya Peradilan;

  • e.    Ketua, Wakil Ketua, selanjutnya Anggota Dewan Perwakilan Agung;

  • f.    Ketua, Wakil Ketua, selanjutnya Anggota Baselanjutnya Pemeriksaan Keuangan;

  • g.    Menteri selanjutnya jabatan yang setingkat Menteri;

  • h.    Kepala Pewakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa selanjutnya Berkuasa Penuh;

  • i.    Gubernur selanjutnya Wakil Gubernur;

  • j.    Bupati/Walikota, selanjutnya Wakil Bupati/Wakil Walikota; selanjutnya k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.”

Notaris tidak boleh dalam memegang kekuasaan melewati dari 1 (satu) jabatan, sesuai beserta ketentuan Pasal 3 huruf g UUJNP, berikut mengatur bahwa tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak seselanjutnyag memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap beserta jabatan Notaris. Karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terdalam ke dalam katagori pejabat negara maka seorang Notaris yang ingin mencalonkan diri menjadi DPRD harus memilih antara jabatan sebagai Notaris atau sebagai DPRD. Pelarangan Notaris sebagai jabatan diatur Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Perubahan mengatur :

“Notaris dilarang :

  • a.    Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

  • b.    Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

  • c.    Merangkap sebagai pegawai negeri;

  • d.    Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

  • e.    Merangkap jabatan sebagai advokat;

  • f.    Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai baselanjutnya usaha milik negara, baselanjutnya usaha milik daerah atau baselanjutnya usaha swasta;

  • g.    Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;

  • h.    Menjadi Notaris Pengganti; atau

  • i.    Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan beserta norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan selanjutnya martabat jabatan Notaris.”

Penjelasan Pasal itu sangat jelas dan tegas untuk mengatur profesi pada jabatan Notaris tidak diperbolehkan oleh UUJNP sebagai pejabat negara dalam hal merangkap jabatan, sehingga jabatan Notaris jika ingin mencalonkan diri sebagai pejabat negara harus mengajukan cuti dari jabatan Notaris tersebut, sesuai beserta Pasal 11 ayat (1), (2), selanjutnya (3) UUJNP, bahwa :

  • (1)    “Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti;

  • (2)    Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku jabatan sebagai pejabat negara;

  • (3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur beserta Peraturan Menteri.”

Berlandaskan beserta dijelaskan dari Pasal tersebut dinyatakan bahwa seorang Notaris harus meminta cuti dari notaris sebagai sebuah jabatan jika ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten/kota selanjutnya cuti tersebut akan berakhir pada saat masa jabatan sebagai anggota DPRD Kabupaten/kota selanjutnya bisa menjadi atau melanjutkan profesi Notaris. Diaturnya ketentuan tentang cuti seorang Notaris dalam mencalonkan diri menjadi DPRD sebagai pejabat negara menimbulkan permasalahan baru terkait adanya perbedaan kata dan makna antara pengaturan tersebut, antara lain diatur di Pasal 240 ayat (1) huruf L Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Pemilu), yang mengatur bahwa bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang selanjutnya jasa yang berhubungan beserta keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan beserta tugas, wewenang, selanjutnya hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, selanjutnya DPRD Kabupaten/Kota sesuai beserta ketentuan peraturan perundang-undangan. Disini aselanjutnyaya perbedaan pengaturan tentang frasa cuti pada UUJNP beserta frasa tidak berpraktik, mengakibatkan kebingungan apakah seseorang Notaris harus mengambil cuti atau tidak berpraktik sebagai Notaris.

Semua orang pada partai politik mempunyai hal yang harus diterima untuk dimajukan oleh Partai politik sebagai bakal anggota DPRD sesuai beserta Undang-Undang merupakan maksud dan tujuannya tersebut, karena setiap partai boleh mengajukan peralihan anggotanya. Kebalikannya orang pada parpol harus mengikuti selanjutnya mengikuti dengan bijak dan baik peraturan yang termuat pada UU selanjutnya angaran dasar rumah tangga (ADART) Parpol, disertai beserta akibat baik darii UU selain itu akibat yang timbul pada organisasi Parpol.4

Berlandaskan latar belakang yang telah dipaparkan di atas terkait beserta perbedaan ketetapan pengaturan perundang-undangan saat menetapkan profesi jabataan Notariis, hasilnya saya terbujuk untuk meneliti sebuah karya dengan kemampuan ilmiah dengan diberikan judul Pengaturan Status Pada Jabatan Notaris Saat Mencalonkan Diri Sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Dprd) Kabupaten/Kota”.

Bertolak atas pembahasan judul tersebut maka dapat diambil 2 (dua) rumusan masalah yang sekiranya sangat wajib agar bisa dikembangkan sebagai karya ilmiah ini, antara lain yaitu : (1) Bagaimana Pengaturan Hukum tentang Notaris, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Rangkap Jabatan?; selanjutnya (2) Bagaimanakah Status Hukum Seorang Notaris yang Mencalonkan Diri Menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Apakah Harus Mengambil Cuti atau Tidak Berpraktek?.

Tujuan dari penulisan karya ilmiah berdasarkan rumusan masalah yang diambil dari judul tersebut maka antara lain : (1) Untuk mengetahui bagaimana pengaturan Hukum tentang Notaris, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Rangkap Jabatan; selanjutnya (2) Untuk menganalisis sebuah profesi dari jabatan Notaris dalam hal

Status Hukum dalam Mengajukan Diri untuk perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Apakah memungkinkan wajib Mengambil Cuti atau selain itu Tidak Berpraktek.

Berkaitan beserta penulisan karya ilmiah ini, turut disertakan karya-karya ilmiah lainnya yang telah ter-published yang memiliki keragaman kesamaan dalam hal topik serta pembahasannya yang penulis teliti, dijelaskan antara lain :

Karya Ilmiah yang ditulis oleh Agus Setiawan, yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum, Universitas Maranatha Christian. Berjudul “Notaris yang Melakukan Rangkap Jabatan sebagai Dosen”. Beserta permasalahan hukum yang diangkat yaitu : bagaimana tinjauan dalam hal yuridis pada pengemban profesi pejabat umum pada rangkap jabatan sebagai pengajar (dosen), serta apakah bias dikatakan sebagai pelanggaran kode etik notaris atau tidak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya kaji ialah berada pada kekhususan objek yang dikaji, penelitian ini hanya mengkaji dari sisi rangkap jabatan sebagai dosen, sedangkan saya mengkaji dari sisi anggota parlemen pemerintah dalam hal ini DPRD.5

Karya Ilmiah yang ditulis oleh Emi Sugiarti, yang diterbitkan oleh Magister Kenotariatan, Universitas Narotama Surabaya. Berjudul “Rangkap Jabatan Notaris Sebagai Pemimpin Badan Usaha”. Beserta permasalahan hukum yang diangkat yaitu : Pemikiran hukum menurut akal sehat pada sebuah larangan bagi Notaris rangkap jabatan di pemimpin badan usaha, selanjutnya apakah akibat dari perbuatan hukum serta penyelesaian Notaris sebagai pemimpin badan usaha. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya kaji ialah berada pada kekhususan objek yang dikaji, penelitian ini hanya mengkaji dari sisi rangkap jabatan sebagai pemimpin badan usaha, sedangkan saya mengkaji dari sisi anggota parlemen pemerintah dalam hal ini DPRD.6

Karya Ilmiah yang ditulis oleh Bima Ridho Halim dan Rachmi Sulistyarini, yang diterbitkan oleh Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya. Berjudul “Pengaturan Rangkap Jabatan Notaris Dengan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat”. Beserta permasalahan hukum yang diangkat yaitu : Harmonisasi dan pengaturan Notaris sebagai anggota DPR sekarang dan yang akan datang (ius constituendum). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya kaji ialah berada pada kekhususannya, penelitian ini membahas lebih umum pada rangkap jabatan, sedangkan saya membahas lebih khusus pada rangkap jabatan sampai ke daerah.7

Semua penelitian yang telah dipublish hanya membahas pada ketentuan pelanggaran notaris terkait pembuatan akta pada status notaris sedang menjabat atau tidak, sedangkan penelitian yang saya teliti memfokuskan pada sebuah perpu berbeda

dengan peraturan yang lainnya, sebagai bahan penelitian saya membandingkan UUUJN dengan UU Pemilu.

  • 2.    Metode Penelitian

Tulisan karya berbasis ilmiah tersebut adalah sebuah penelitian normatif beserta menerapkan antara lain pendekatan peraturan perundang undangan, selanjutnya pendekatan konseptual pada konsep rangkap jabatan atau jabatan ganda. Dimana penggunaan penelitian hukum normatif dipilih karena pada dasarnya dilakukan beserta melakukan analisa suatu peraturan beserta peraturan lainnya yang dilakukan secara regular atau terstruktur.8 Beserta menggunakan sumber bahan hukum primer yaitu UUJNP, selanjutnya menggunakan pendekatan perundang-undangan ini bertujuan mengkaji beragam peraturan perundang-undangan yang relevansi beserta rangkap jabatan, dimana selanjutnya norma konflik, sebagaimana antara ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUJNP beserta Pasal Pasal 240 ayat (1) huruf L UU Pemilu, dimana Pasal 11 ayat (1) UUJNP menggunakan Frasa “cuti” selanjutnya Pasal 240 ayat (1) huruf L UU Pemilu menggunakan Frasa “tidak berpraktek”. Pendekatan yang menggunakan suatu konsep dalam hal ini konseptual (Conceptual Approach), berawal dari sebuah teori para ahli yang berkembang pesat pada bidang keilmuan hukum. Mempelajari pandangan serta teori para ahli pada bidang keilmuan hukum, mengetahui pemikiran yang melahirkan pengertian pada keilmuan hukum, konsep ilmu hukum serta asas-asas pada hukum yang berkaitan pada isu yang di temui. Sebuah pengetahuan pada teori para ahli tersebut merupakan pedoman bagi peneliti dalam menemukan suatu argumentasi hukum dalam memecahkn isu hukum yang dihadapi. Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan hukum dilakukan dengan sistematika bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tersebut untuk memudahkan dalam hal analisis dan kontruksi. Adapun Teknik yang digunakan sebagai pengumpulan bahan hukum dengan menggunakan metode bola salju (snow ball method) yaitu dengan mendeteksi bahan hukum yang berdasarkan kepustakaan yang satu kepada kepustakaan yang lain dengan maksud dan tujuan peneliti menemukan sumber kepustakaan yang pertama. Analisis bahan hukum menggunakan empat Teknik, yang antara lain Teknik deskripsi yang berarti menguraikan secara jelas terhadap suatu posisi dari proposiisi-proposisi hukum atau non hukum, yang kedua Teknik interpretasi yang berarti menggunakan penafsiran gramatikal. Historis, sistematis, kontekstual, yang ketiga Teknik evaluasi yang berarti memberikan penilaian kepada sesuatu atas efektifitas norma hukum yang terdapat di bahan sekunder, primer serta argumentsi dengan berarti memberikan sebuah penilaian atas dasar alasan-alasan yang kuat dalam penalaran hukum.

  • 3.    Hasil Selanjutnya Pembahasan

    • 3.1.    Pengaturan Hukum tentang Notaris, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), selanjutnya Rangkap Jabatan

Dalam keilmuan pengertian notaris merupakan seorang yang dipilih oleh pemerintahan untuk menjalankan tugas negara dalam pembuatan akta otentik. Notaris

merupakan pejabat yang memiliki sifat umum, seseorang berperan sebagai pemegang kekuasaan secara umum apabila ia dipilih selanjutnya dihentikan oleh pemerintahan selanjutnya diberi kewenangan selanjutnya suatu hal yang wajib untuk melayani publik dalam pembuatanh suatu perikatan.9 Angka 1 Pasal 1 UUJNP mengatur tentang ketentuan dari penafsiran Notaris, maka “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik selanjutnya memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Berdasarkan definisi Notaris tersebut dapat diambil kesimpulan mengenai Notaris yaitu seseorang yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk membuat akta autentik dalam kata lain mewakili tugas negara dalam kewenangannya. Satu unsur penting berawal pengertian notaris ialah notaris sebagai “pejabat umum”. Hal ini memiliki arti bahwa seorang profesi Notaris diberikan kewenangan untuk menjalankan tugas yang seharusnya dilaksanakan oleh Negara namun ditugaskan kepada Notaris karena Notaris merupakan pejabat yang memiliki sifat umum. Bertindak secara dominasi umum notaris dipilih dari Negara/Pemerintah selanjutnya bekerja untuk pelayanan kepentingan secara umum, walapun Notaris berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil atau pejabat negara lainnya yang tidak langsung digaji oleh negara melainkan mendapatkan uang honorarium dari produk akta yang dibuatnya, Notaris di diberhentikan atau pensiun dari Negara serta Pemerintah tiudak menerima dana purnabakti berasal pemerintah. Notaris dalam kewenangannya mewakili gesah tugas negara yaitu mengeluarkan akta autentik dalam bentuk yaitu minuta akta yang selanjutnya akan dikeluarkan Salinan akta untuk diberikan kepada para penghadap. Ketentuan pengaturan tentang akta notariil diatur pada angka 7 pasal 1 UUJNP, mengatur “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk selanjutnya tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini”. Selanjutnya penjelasan tentang minuta akta Notaris termuat pada Pasal 1 angka 8 UUJNP, mengatur maka “Minuta Akta adalah asli Akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, selanjutnya Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris”. Sebab yang lain dari pada minuta akta notaril juga mengeluarkan Salinan akta, diatur pada Pasal 1 angka 9 UUJNP, menetapkan sebagai berikut :

“Salinan Akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh Akta selanjutnya pada bagian bawah salinan Akta tercantum frasa (diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya).”

Notaris berlaku pejabat yang bersifat umum, diberikan kekuasaan oleh negara untuk melakukan kewenangan yang diwajibkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris guna membuat perjanjian, penetapan, serta mengesahkan tanda tangan, memastikan kepastian tanggal dan lain-lain. Guna melaksanakan jabatannya Notaris wajib melengkapi persyaratan ketentuan yang telah diatur oleh UU Pasal 3 UUJNP, berikutnya mengatur mengenai persyaratan agar bisa diajukan sebagai Notaris, banyak syarat yang bisa dilengkapi antara lain bahwa :

“Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

  • a.   warga negara Indonesia;

  • b.   bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

  • c.    berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

  • d.    sehat jasmani selanjutnya rohani yang dinyatakan beserta surat keterangan sehat dari dokter selanjutnya psikiater;

  • e.    berijazah sarjana hukum selanjutnya lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

  • f.    telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

  • g.    tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak seselanjutnyag memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap beserta jabatan Notaris; selanjutnya

  • h.    tidak pernah dijatuhi piselanjutnyaa penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak piselanjutnyaa yang diancam beserta piselanjutnyaa penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”

Jabatan profesi Notaris bisa dijalankan selain memiliki kebisaan selanjutnya syarat juga memiliki larangan yang harus dipatuhi guna menjaga harkat jabatan profesi Notaris, dimuat ketika Pasal 17 ayat (1) UU Jabatan Notaris Perubahan, mengatur maka :

“Notaris dilarang :

  • a.    menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

  • b.    meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

  • c.  merangkap sebagai pegawai negeri;

  • d.  merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

  • e.  merangkap jabatan sebagai advokat;

  • f.    merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai baselanjutnya usaha milik negara, baselanjutnya usaha milik daerah atau baselanjutnya usaha swasta;

  • g.    merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;

  • h.    menjadi Notaris Pengganti; atau

  • i.    melakukan pekerjaan lain yang bertentangan beserta norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan selanjutnya martabat jabatan Notaris.”

Pengaturan Dewan Perwakillan Rakyat Daerah (DPRD) diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republiik Indonesiaa Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut UU MPR, DPR, DPD, DPRD), mengatur bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Selanjutnya diatur pada Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

(selanjutnya disebut UUDNRI) mengatur bahwa “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, selanjutnya kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”.

Kewenangan serta tugas DPRD diatur dalam Pasal 366 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, DPRD yang menentukan bahwa :

“DPRD kabupaten/kota mempunyai wewenang selanjutnya tugas:

  • a.    membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;

  • b.    membahas selanjutnya memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan selanjutnya belanja daerah kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota;

  • c.    melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah selanjutnya anggaran pendapatan selanjutnya belanja daerah kabupaten/kota;

  • d.    mengusulkan pengangkatan selanjutnya pemberhentian bupati/walikota selanjutnya/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan selanjutnya/atau pemberhentian;

  • e.    memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati/wakil walikota;

  • f.    memberikan pendapat selanjutnya pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

  • g.    memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota;

  • h.    meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;

  • i.    memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama beserta daerah lain

atau beserta pihak ketiga yang membebani masyarakat selanjutnya daerah;

  • j.    mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai beserta ketentuan

peraturan perundang-undangan; selanjutnya

  • k.    melaksanakan wewenang selanjutnya tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Suatu keadaan saat seseorang memegang sebuah jabatan lebih dari satu entah dari sisi pemerintah atau swasta dikatakan sebagai rangkap jabatan. Aturannya antara lain: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam Pasal 25 mengatur “anggota direksi dilarang memangku jabatan rangkap.” Selanjutnya pada Pasal 33 juga “melarang anggota komisaris merangkap jabatan”; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pada Pasal 17a mengatur “penyelenggara pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari instansi pemerintah, baselanjutnya usaha milik negara, selanjutnya baselanjutnya usaha milik daerah.” Berikutnya dalam Pasal 54 ayat (7) mengatur “sanksi bagi anggota direksi selanjutnya anggota dewan komisaris yang melakukan rangkap jabatan akan dikenai sanksi berupa pembebasan dari jabatan.”; Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2015 tentang Persyaratan selanjutnya Tata Cara Pengangkatan selanjutnya Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris selanjutnya Dewan Pengawas BUMN. Dalam Bab V mengatur “anggota dewan komisaris dilarang

memangku jabatan rangkap sebagai direksi, Selain itu juga dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris kecuali berdasarkan penugasan khusus dari menteri.”; Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/02/2015 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan selanjutnya Pemberhentian Anggota Direksi Baselanjutnya Usaha Milik Negara. Dalam Bab IV mengatur alasan selanjutnya tata cara pemberhentian direksi BUMN, yaitu “tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Direksi berdasarkan ketentuan anggaran dasar selanjutnya peraturan perundang-undangan termasuk rangkap jabatan yang dilarang selanjutnya pengunduran diri.”; Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 Tahun 2014 tentang Direksi selanjutnya Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Berbeda POJK malah menyetujui untuk direksi selanjutnya komisaris menjalankan dua jabatan sekaligus sebagai mana pada pasal 6, salah satu syaratnya yaitu “tidak boleh bertentangan beserta peraturan perundang-undangan lainnya.”

Praktik jabatan berlebihan bukan itu saja bertolak belakang dari UU, selain itu melangar prinsip “good governance” Aselanjutnyaya jabatan berlebihan pasti menimbulkan kemunculan masalah kepentingan, seperti praktik-praktik penggelapan, konspirasi, selanjutnya nepotisme.

  • 3.2.    Kedudukan Notaris Sebagai Subjek Hukum Dalam Mencalonkan Diri Sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Apakah Notaris Diwajibkan Mengambil Cuti atau Tidak Berpraktek

Lembaga ataupun profesi yang diciptakan oleh negara yaitu profesi Notaris. Pemerintah dalam menjalankan tugas serta kepentingan masyarakat memerlukan suatu Lembaga yang memiliki sifat umum namun legalitas hukumnya tetap terjamin, profesi notaris memiliki spesifikasi seperti yang dimaksud beserta kewenangan yang dimilikinya berdasarkan administrasi negara dnegan serius melihat tujuan yang dapat dibenarkan oleh hukum. Politik nasional pernah membahas posisi ganda yang menjadi perdebatan sampai saat ini, entah itu pada posisi eksekutif ataupun legislatif. Karena pada dasarnya 2 jabatan dikendalikan oleh 1 orang akan banyak menimbulkan persepsi selanjutnya kepentingan di dalam mengambil suatu keputusan bagi publik, selain itu akan menutup kesempatan bagi seluruh anak bangsa untuk bisa mewujudkan potensinya dalam menjalankan tugas negara. Sampai saat ini eksekutif selanjutnya legislatiflah yang paling dilihat dalam kepentingan 2 jabatan.

Berdasarkan pada Pasal 11 ayat (1) selanjutnya (2) UUJN, “notaris dalam hal mencalonkan diri sebagai pejabat negara diwajibkan untuk menunjuk notaris pengganti sebagai penerima protokolnya setelah itu tidak melakukan kegiatan kenotariatan selama menjadi pejabat negara, namun jika masa jabatan sebagai pejabat negara telah usai maka dapat meneruskan Kembali jabatannya sebagai pejabat umum yaitu notaris”, Notaris pengganti melaksanakan jabatannya menjadi pengganti notaris sebelumnya harus berhati-hati pada pembuatan akta autentik untuk menjamin keautentikan akta tersebut karena kehadirannya sangat diharapkan masyarakat Indonesia yang pemenuhan asas keadilannya terdapat pada produk hukumnya tersebut.10 selanjutnya yang pada Pasal 240 ayat (1) UUPemilu, mengatur bahwa

“notaris dilarang berpraktek atau dilarang menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris.” pada pengaturan ayat (1), (2) Pasal 11 UU Jabatan Notaris, “Notaris diwajibkan untuk mengangkat notaris pengganti guna menerima protokolnya, selanjutnya setelah tidak lagi bertugas sebagai pejabat negara, maka orang tersebut dapat selanjutnya terus tugas jabatannya sebagai Notaris” dimana diatur dalam ayat 3 dan 6 Pasal 11 UU Jabatan Notaris, selanjutnya bisa disimpulkan bahwa notaris yang sedang melakukan praktek akan digantikan oleh notaris pengganti jika akan mendaftarkan diri sebagai wakil rakyat akan tetapi papan nama jabatan masih menggunakan papan nama notaris sebelumnya, disitu dapat diartikan bahwa notaris tersebut masih berpraktek, jika Notaris tersebut tidak bepraktek seharusnya papan nama jabatan juga diturunkan, diganti atau tidak dipasang lagi.

Pasal 240 ayat (1) huruf L UU Pemilu, yang mengatur bahwa bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang selanjutnya jasa yang berhubungan beserta keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan beserta tugas, wewenang, selanjutnya hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, selanjutnya DPRD Kabupaten/Kota sesuai beserta ketentuan peraturan perundang-undangan. UUPemilu mengartikan Notaris harus berhenti berpraktek, beserta maksud lain notaris selanjutnya berhubungan tidak lagi melakukan cuti dari pekerjaannya, tapi diharus menarik diri dengan kata lain berhenti secara tetap sebagai profesi notaris serta memberikan protokol bagi notaris lainnya yang ditunjuk selanjutnya menurunkan papan namanya serta tidak mengaktifkan kantornya. Kosekuensi hukum yang diterima pada saat mengundurkan diri maka pada saat selesai menjalankan tugas sebagai pejabat negara, orang tersebut tidak bisa melanjutkan profesi notarisnya secara langsung, namun harus melewati prosedur paa pengangkatan notaris baru sehingga tidak aselanjutnyaya sifat keistimewaan. Kedua aturan yang telah dijelaskan di atas secara normatif tidak 1 jalur penafsiran selanjutnya ketentuan.

Setelah mengkaji selanjutnya meneliti, dapat dinyatakan pendapat atas permasalahan tersebut yaitu pejabat umum yang dipilih sebagai bagian DPRD enggak perlu selesai sesuai beserta undang-undang pemiilu. Namun posisi seorang notaris melambangkan suatu posisi berikut ditunjuk dari negara berlandaskan UU Jabatan Notaris, setuju seorang notaril harus mengikuti aturan UUJN. Pengaturan mengenai jabatan yang berlebihan pas diatur dalam UUJN, yaitu Pasal 17 huruf d selanjutnya Pasal 11 ayat (1), (2), selanjutnya (3). Mengatur “larangan notaris merangkap jabatan sebagai pejabat negara selanjutnya wajib mengangkat notaris pengganti yang akan menerima protokolnya, setelah tidak lagi memangku jabatan sebagai pejabat negara, maka notaris dapat melanjutkan lagi tugas jabatannya sebagai notaris.” berikut itu untuk meyeklaraskan jabatan posisi notaris. Alhasil Undang-Undang Pemilu merupakjan lex generali serta UUJN merupakan lex specialist, yang dimana harus mengutamakan pengaturan yang lebih khusus ketimbang yang lebih umum.

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari rumusan masalah pertama tentang Pengaturan Hukum tentang Notaris, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), selanjutnya Rangkap Jabatan ialah dalam Pasal 17 huruf d UUJNP maka “Notaris dilarang merangkap

sebagai pejabat Negara”, maka Notaris dengan sangat jelas dilarang untuk memegang lebih dari satu jabatan publik agar dengan maksud tidak terjadinya konflik kepentingan dalam pelaksanaan jabatan. Notaris diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik, dan jika dalam pembuatan akta tersebut Notaris bertindak sebagai wakil rakyat juga maka akta autentik sebagai produk Notaris tidak dapat dipastikan kebenarannya secara formal.

Berdasarkan pembahasan dari rumusan masalah kedua tentang kedudukan notaris sebagai subjek hukum dalam mencalonkan diri sebagai anggota dewan perwakilan rakyat daerah (dprd), apakah notaris diwajibkan mengambil cuti atau tidak berpraktek ialah Pengaturan Jabatan Notaris serta memuat kepada jabatan notaris pada saat pencalonan dan dia berhasil menduduki jabatan negara tersebut diharuskan untuk mengajukan cuti. Seorang yang berprofesi Notaris diwajibkan untuk tidak merangkap jabatan sebagai Pejabat Negara. Pejabat umum dalam hal ini notaris yang berhasil menduduki posisi pejabat negara yaitu DPRD, diatur pada pengaturan Pasal 17 hruf d Undang-Undang Jabatan Notaris ialah kewajiban untuk tidak memiliki status ganda dalam jabatan. UUJNP mengharuskan cuti bagi notaris yang berhasil menjadi anggota parlemen. Akan tetapi UU Pemilu mengharusnya tidak berpraktek, seharusnya semua istilah pada UU Pemilu mengikuti UUJNP dengan frasa “cuti”. Apabila frasa cuti tersebut dipakai maka Notaris berdasarkan perintah Undang-Undang memilih pengganti notaris untuk menggantikannya dalam pelaksanaan tugas jabatan, setelah tugas jabatan negara tersebut selesai maka dapat dilanjutkan profesi notaris.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

Budi Untung. (2015). 22 Karakter Pejabat Umum (Notaris dan PPAT) Kunci Sukses Melayani. CV.Andi Offset. Yogyakarta

Efendi, J., & Ibrahim, J. (2018). “Metode Penelitian Hukum: Normatif selanjutnya Empiris”. Prenadamedia Group

Jurnal

Halim, B. R., & Sulistyarini, R. (2020). Pengaturan Rangkap Jabatan Notaris dengan Anggota  Dewan Perwakilan Rakyat. Jurnal  Ilmiah Pendidikan  Pancasila dan

Kewarganegaraan, 4(2), 250-258. Doi : http://dx.doi.org/10.17977/um019v4i2p250-258

Hendra,  R. (2012). Tanggungjawab  Notaris Terhadap Akta  Otentik  yang

Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1). Doi : http://dx.doi.org/10.30652/jih.v3i01.1029

Krisnayanti, N. N. C., Widiati, I. A. P., & Astiti, N. G. K. S. (2020). Tanggung Jawab Notaris Pengganti dalam Hal Notaris yang Diganti Meninggal Dunia Sebelum Cuti Berakhir. Jurnal       Interpretasi       Hukum, 1(1),       234-239.       Doi       :

https://doi.org/10.22225/juinhum.1.1.2218.234-239

Pradnnyana, K. T., & Merttha, I. K. (2021). “Kedudukan Pejabat Sementara Notaris dalam Hal Notaris Diberhentikan Sementara dari Jabatannya”. Acta Comitas, 6(02). Doi: https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i02.p12

Putra, D. N. R., & Purwanii, S. P. M. (2016). “Pengawasan Notaris Oleh Majelis Pengawas Notaris Daerah Pasca Putusan MK No. 49/Puu-X/2012”. Jurnal Magister Hukum Udayana, 5(4), 783-804. Doi: https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p11

Putri, G. A. (2018). “Pemecatan Anggota Partai Politik Karena Menjadi Pengurus

Organisasi        Kemasyarakatan”.        Acta        Comitas, 3(02).        Doi:

https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i02.p12

Setiawan, A. (2018). Notaris yang Melakukan Rangkap Jabatan sebagai Dosen. Dialogia

Iuridica:      Jurnal      Hukum      Bisnis      dan      Investasi, 9(2).      Doi      :

https://doi.org/10.28932/di.v9i2.972

Sugiarti, E. (2019). RANGKAP JABATAN NOTARIS SEBAGAI PEMIMPIN BADAN USAHA. JURTAMA, 1(2), 83-97. Doi : https://doi.org/10.33121/jurtama.v1i2.916

Pengaturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

133