Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum Notaris Terhadap Kewenangannya Membuat Party Acte

I Gusti Ngurah Md Rama Andika1, Cokorda Dalem Dahana2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 11 Juli 2022 Diterima : 4 April 2023

Terbit : 25 April 2023

Keywords :

Law Responsibility; Legal Protection; Notary


Kata kunci:

Pertanggungjawaban Hukum; Perlindungan hukum; Notaris

Corresponding Author:

I Gusti Ngurah Md Rama

Andika, E-mail:

[email protected]

DOI :

10.24843/AC.2023.v08.i01.p13


Abstract

This research has purpose to inform about law protection and responsibilities Notary for party acte they have made. This research is studied using normative methodthat based on the theory of responsibility and protection that help to emphasize the scope of both, so that the legal responsibilities and protections for Notaries can be identified in making a party act. The results of this study conclude that there are three (3) forms of legal responsibility of a Notary in making a party act, namely first legal responsibility for the UUJN and applicable laws and regulations, second legal responsibility based on sanctions, namely administrative, criminal and civil, third absolute legal responsibility and based on error. Legal protection for a Notary is provided by laws and regulations through the rights/obligations of a Notary and based on an institution, is given by the Notary Honorary Council. The position of a Notary who is noble and dignified must be carried out with full responsibility and protected by law from parties who want to degrade the position of a Notary.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait perlindungan serta tanggung jawab hukum Notaris dalam membuat party acte. Penelitian ini dibuat dengan metode normatif menggunakan teori perlindungan dan tanggung jawab dimana membantu dalam mempertegas ruang lingkup antara keduanya, dari sinilah Notaris dalam memuat party acte dapat diketahui tanggung jawab dan perlindungan hukumnya. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa saat pembuatan party acte didalamnya memuat 3 (tiga) bentuk tanggung jawab hukum bagi Notaris, pertama tanggung jawab hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini kaitannya dengan UUJN, kedua tanggung jawab hukum berdasarkan sanksi, baik secara administratif, pidana maupun perdata, dan yang ketiga tanggung jawab hukum absolut/mutlak dan berdasarkan kesalahan. Notaris diberikan Perlindungan hukum melalui peraturan perundang-undangan dengan hak/kewajiban ingkar Notaris serta melalui Majelis Kehormatan Notaris sebagai lembaga. Pelaksanaan Jabatan Notaris dilaksanakan dengan tanggung jawab yang merupakan jabatan mulia dan bermartabat serta dilindungi oleh aturan hukum dari pihak yang hendak merendahkan jabatan maupun pejabat Notaris.

  • I.    Pendahuluan

Notaris merupakan Pejabat umum dimana pembuatan akta autentik merupakan wewenang yang dimilikinya serta mempunyai wewenang yang lain sesuai dengan yang tertuang pada “UU No. 30/ 2004 tentang Jabatan Notaris” sebagaimana telah dirubah menjadi “UU No. 2/2014 tentang perubahan atas UU No.30/2014 tentang Jabatan Notaris”. Dari hal tersebut maka dapat dikatakan wewenang sebagai Pejabat Umum yang dimiliki Notaris sebagaimana menurut Sjaifurrachman adalah membuat akta autentik yang sifatnya umum, sedangkan ada pengecualian terkait wewenang pejabat lainnya, artinya membuat akta autentik sebagaimana kewenangannya tidak boleh kurang dari wewenang tersebut yang dengan jelas diperintahkan kepadanya oleh undang-undang.1

Pasal 15 UUJN di dalamnya tertuang wewenang Notaris yaitu “pembuatan akta autentik, terkait segala perbuatan, perjanjian hingga penetapan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan maupun yang memang dimintakan kepadanya oleh orang yang berkepentingan untuk dibuatkan akta autentik”, itu semua merupakan kewenangan yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (1), sedangkan pada ayat (2) hingga ayat (3) diatur wewenang lainnya lebih lanjut.2

Party acte menurut Sudikno Mertokusumo merupakan akta yang mana pembuatannya dilakukan dihadapan para pihak yang ingin membuat itu berdasarkan kehendaknya sendiri serta dimuka pejabat yang berwewenang untuk itu oleh mereka. Herlien Budiono mendukung pendapat Sudikno tersebut.3 Berdasarkan hal tersebut didapatkan bahwa Party acte adalah akta yang berisikan keterangan-keterangan yang dimintakan Notaris untuk dituliskan di dalamnya oleh para pihak yang menghendaki hal tersebut dimana para pihak menghadap, dan memberikan keterangan kepada Notaris dan Notaris menuangkannya dalam bentuk akta notaris tersebut. Nantinya akta tersebut disahkan dengan adanya penandatanganan dari para pihak, sehingga disebut party acte yang dibuat dihadapan notaris sebagai Pejabat yang berwenang sehingga dapat dikatakan lebih sah dan legal. 4

Notaris disini pada dasarnya berposisi sebagai pejabat yang bertugas mencatat segala peristiwa hukum yang disampaikan para pihak kepadanya dalam pembuatan party acte tersebut yang dituangkan nantinya dalam bentuk akta autentik. Akta jual beli, akta pendirian perusahaan, pengakuan hutang, dan lainnya merupakan beberapa contoh party acte dan salah satu cirinya terdapat perbandingan dari keterangan yang disebutkan

didalamnya mengandung kewenangan dalam bertindak dari para pihak dalam hal ketika akan berbuat suatu perbuatan hukum yang tertuang pada akta tersebut. 5 Berkaitan dengan kepastian hukum terhadap pembuatan akta itu sendiri karena dimohonkan kepadanya oleh para pihak yang berkepentingan membuat akta, maka sebesar itulah tanggung jawab dari Notaris terhadap party acte tersebut. Menurut Sjaifurrachman ada 2 (dua) bukti yang menjadi kebenaran dalam Party acte yaitu kebenaran material selanjutnya adalah kebenaran formal.6 Kebenaran akan dokumen maupun surat-surat yang disampaikan kehadapan Notaris merupakan pengertian dari kebenaran formal adapun bentuk dari dokumen yang dimaksud seperti identitas berupa KTP maupun SIM misalnya yang dicantumkan dalam komparisi. Sedangkan keterangan dari subyek hukum yang datang dimana nantinya dimasukkan dalam akta yang dibuat Notaris merupakan kebenaran material, ini termasuk juga pada produk hukum yang dihasilkan seperti perikatan maupun perjanjian antara para pihak.

Didasarkan pada party acte yang mana menjadi tanggungjawab Notaris, Notaris semestinya tidak dianggap bersalah karena keterangan yang dituangkan dalam akta notaris tersebut merupakan keterangan dari para pihak, apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan maupun ditemukan kepalsuan dari isi akta yang dituangkan, maka bukanlah menjadi tanggung jawab Notaris karena Notaris bukan peramal yang tau akan hal tersebut. Apabila salah satu pihak mengingkari akta mereka, Notaris juga tidak dapat dipersalahkan untuk itu, karena didalamnya hanya mengikat para pihak tidak termasuk Notaris sebagai pembuat akta. Namun faktanya, dalam perkara di pengadilan Notaris dituntut dengan dasar keterangan palsu atau setidaknya dianggap membantu pemalsuan tehadap akta tersebut dapat terjadi yang mana menimbulkan sengketa para pihak maupun jika ada pihak ketiga yang dianggap terjadi karena akta yang dibuat notaris itu.

Dari hal tersebut di atas, penulis menganggap pasal 54 UUJN terkait frasa “..orang yang memperoleh hak...”sebagaimana bunyinya hanya sebatas memberikan, memberitahu serta memperlihatkan isi, grosse, Salinan ataupun kutipan akta hanya kepada para pihak yang memiliki kepentingan secara langsung, seperti ahli waris, atau orang yang memiliki/diberikan hak untuk itu, disamping jika ditentukan Undang-Undang itulah peran Notaris. Dari frase ini tidak jelas diatur siapa kategori orang yang memperoleh hak tersebut apakah harus ada bukti tertulis atau perintah pengadilan bahwa seseorang memiliki hak mengetahui isi akta tersebut. Karena dalam hal ini menyangkut perlindungan hukum tidak hanya pada para pihak namun juga pada notaris, sebagai kewajiban dari jabatannya merahasiakan akta yang dibuatnya atau di hadapkan padanya.

Berkaitan dengan orisinalitas dari penelitian ini yaitu Kunni Afifah melalui jurnal berjudul “Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya” mengkaji permasalahan terkait tanggungjawab dan perlindungan hukum secara perdata bagi Notaris terhadap akta yang telah notaris buat.7

Dan Nawaaf Abdullah “Kedudukan dan Kewenangan Notaris Dalam membuat Akta Otentik” dengan mengkaji permasalahan mengenai kedudukan Notaris dalam membuat Akta Otentik.8

Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu bagi Notaris untuk memahami pertanggung jawaban hukum atas akta yang notaris buat serta memahami betul perlindungan hukum apa saja yang diberikan aturan hukum padanya, sehingga kedepannya Notaris dapat terlindungi dari tuntutan yang sebenarnya bukan kesalahannya, untuk itu perlu mengetahui legalitas dari keterangan para pihak dan berhati-hati dala setiap menangani permasalahan. Maka karena hal tersebut, penulis tertarik untuk membuat Jurnal berjudul “Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum Notaris Terhadap Kewenangannya Membuat Party Acte” dengan mengangkat rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana tanggung jawab hukum notaris dalam pembuatan party acte?, 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris dalam pembuatan party acte?.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan ialah normatif yang mana meneliti hukum dari perspektif internal dimana terdapat kekaburan norma hukum pada pasal 54 UUJN frasa “...orang yang memperoleh hak...”yang menimbulkan multi tafsir dan kerancuan apa saja kategori yang dimaksud, dan bagaimana cara membuktikan serta memperoleh hal tersebut, karena berkaitan dengan kewajiban atau disebut tanggung jawab Notaris untuk menyimpan rahasia produknya. Maka penelitian ini menerapkan pendekatan Perundang-Undangan, analisis hingga konseptual. Adapun beberapa pedoman berupa bahan hukum yang dipakai merupakan bahan hukum primer (UUJN serta Permenkum Ham No.7/2016 ttg majelis Kehormatan Notaris), bahan hukum sekunder (buku termasuk jurnal hukum), serta tersier (artikel internet yang berkaitan dengan hukum). Selanjutnya dilakukan penganalisisan terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan lalu hasilnya dijabarkan secara deskriptif dengan argumentasi hukum.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Tanggung Jawab Hukum Notaris dalam Pembuatan Party Acte

Tanggung jawab hukum dapat dibedakan atas beberapa bidang adapun administrasi, pidana hingga tanggung jawab perdata. Dalam hal perdata ini muncul karena tidak dipenuhinya prestasi oleh para subyek hukum termasuk juga dilakukannya Perbuatan Melawan Hukum. Jadi prestasi disini didefinisikan sebagai hal orang yang memiliki tanggung jawab untuk itu harus dipenuhi olehnya dan apabila tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya maka pertanggungjawabannyat dapat dimintakan kepadanya agar menyelesaikan prestasi tersebut atau membayar kerugian berupa biaya ganti rugi sebagaimana tertuang dalam aturan hukum yang dalam hal ini perjanjian maupun Undang-Undang (tercantum dalam Pasal 1243 KUH Perdata).

Dalam hal seperti disampaikan di atas, subyek hukum harus membayar ganti rugi jika terbukti dilakukannya PMH, sebagaimana Pasal 1365 KUH Perdata dituangkannya

dengan jelas.9 Ini dikarenakan subyek hukum yang satu tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperintahkan kepadanya sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga. Kesalahan yang dimaksud dapat dikategorikan PMH (perbuatan melawan hukum) yang menurut HIR 1919 yaitu bertentangan dengan Undang-Undang terkait kewajiban hukumnya, melanggar hak milik orang lain, tidak sesuai dengan kesusilaan yang kita anut serta melawan hal yang dipatuhi dalam suatu masyarakat.

Dari hal tersebut, tanggung jawab yang dimiliki subyek hukum untuk melaksanakan kewajiban atau prestasinya yang baik diberikan Undang-Undang maupun dalam bentuk perikatan perjanjian kepadanya ataupun atas dasar kesalahan yang dilakukannya itulah yang merupakan suatu tanggung jawab hukum, sehingga subyek hukum memiliki tanggung jawab di mata hukum untuk perbuatan tersebut dan menimbulkan konsekuensi tadi yang harus dipenuhi nantinya.

Setelah pengucapan sumpah dan penyerahan jabatan, Notaris terikat akan sumpah atau janjinya dan sejak saat itu memegang tanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan hukum yang sedang berlaku dan tetap berpaku pedoman itu. Pembuatan akta autentik salah satunya menjadi kewenangan yang diberikan kepadanya dari UUJN sebagaimana hal tersebut tertuang pengaturannya pada pasal 15 yaitu mengharuskan pembuatan Akta autentik yang isinya dibebaskan namun tidak bertentangan dengan regulasi baik penetapan maupun perjanjian yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan maupun para pihak yang memohonkan kepadanya, memberikan grosse, menjamin apakah tanggal pembuatan akta sudah pasti, memberikan salinan atau kutipan akta tersebut, melakukan penyimpanan, itu semua dilakukan dari awal pembuatan akta sampai akhir, sepanjang ada akta tertentu yang dikecualikan dibuatkan oleh pejabat lain bukan dari Notaris seperti PPAT misalnya dan akta risalah lelang jika belum menjadi pejabat lelang kelas 2.10

Selain hal tersebut di atas, ada juga ketentuan mengenai wewenang diluar tersebut yang mana terdapat dalam UUJN, adapun berikut:

  • a.    Melakukan pembukuan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking akta);

  • b.    Dilakukannya pengesahan tanda tangan dan agar ditetapkannya tanggal pasti surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi akta);

  • c.    mengesahkan fotokopi dengan mencocokan surat asli dengan kopiannya (legalisir akta);

  • d.    mengkopi surat asli yang pembuatannya di bawah tangan dimana merupakan salinan dimana isinya uraian tertulis dan dideskripsikan dalam surat tersebut. (copy collationae akta);

  • e.    melakukan penyuluhan hukum berkaitan tentang bagaimana mekanisme dalam pembuatan Akta;

  • f.    Selain wewenang yang dimiliki PPAT sebagaimana “PP tentang PPAT Nomor 37 tahun 1998 tepatnya pasal 2 ayat (2)”, yaitu membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan juga dapat dibuat Notaris ; atau

  • g.    Bagi Notaris yang telah diangkat menjadi Pejabat lelang kelas 2 dapat membuat Akta risalah lelang.

Selain hal itu, Notaris juga memiliki kewenangan diluar itu dimana tertuang lebih lanjut selain daripada hal tersebut di atas yang dikehendaki aturan perundang-undangan.

Tanggung jawab Notaris lahir dikarenakan kewenangan yang dimiliki subyek hukum yaitu Notaris itu sendiri dalam hal ini dalam pembuatan akta dan melaksanakan kewajibannya menjalankan tugas jabatannya. Kewenangan Notaris yang hanya dapat membuat akta autentik pengaturannya terdapat dalam UUJN pasal 15, dan wewenang selain tersebut di atas yang dimilikinya tertuang dalam aturan hukum lain. Dari hal ini diketahui bahwa kewajiban Notaris sebagai pejabat umum sangat erat kaitannya dengan tanggung jawab yang ia miliki.

Tanggung jawab yang mana timbul dari adanya aturan hukum disebut tanggung jawab berdasarkan sanksi , inilah salah satu tanggung jawab Notaris selain yang disebutkan dalam UUJN sebelumnya. Tanggung jawab sanksi biasa disebut juga tanggung jawab hukum dikarenakan berasal dari kewajiban atau perintah yang diberikan aturan hukum kepada subyek hukum. Menurut Teori Hans Kelsen, terdapat keterkaitan antara tanggung jawab, kewajiban dan sanksi begitu juga keterkaitan antara kewenangan, keautentikan dan kewajiban Notaris dalam pembuatan akta autentik berdasarkan padaUUJN, maka dari sini, tiga tanggung jawab hukum Notaris yaitu berupa administrasi, pidana dan perdata merupakan kewajiban yang harus dipenuhi Notaris dalam pembuatan party acte.

Berdasarkan teori Hans Kelsen, yang merupakan pertanggungjawaban hukum Notaris salah satunya yaitu pertanggungjawaban hukum secara absolut/mutlak dan bedasarakan kesalahan.11 Apabila Notaris secara sadar melakukan kesalahan dalam pembuatan akta autentik, inilah yang dikatakan pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan, jadi ia harus bertanggung jawab akan perbuatannya. Penuntutan berupa ganti rugi maupun bunga dapat dilakukan kepadanya, karena perbuatannya tersebut menimbulkan kerugian para pihak. Namun sebaliknya pertanggung jawaban absolut/mutlak terjadi jika Notaris telah berhati-hati dalam bertindak dan menjalankan tugas jabatannya sesuai UUJN dan membuat akta dengan berhati-hati, tetapi tetap menimbulkan kesalahan yang tidak disengaja.

Saat pembuatan akta, Notaris diharapkan jangan sampai terlibat kesalahan nantinya terutama yang berhubungan dengan kepentingan pihak yang menghadap padanya, karena nantinya akan menyebabkan batal demi hukumnya maupun dapat dibatalkannya akta yang telah dibuat, hal ini dapat disebabkan karena tidak sesuai

dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur KUHPerdata, jadi Notaris harus menghindari kelalaian ataupun kesalahan yang dapat terjadi karenanya, tidak hanya melihat dari sudut pandang para pihak. Dan hal ini memungkinkan terjadinya kerugian para pihak dan dapat dituntutnya Notaris atas kesalahannya hal ini dianggap tanggung jawab secara perdata Notaris kepada para pihak untuk membayar kerugian kepada mereka.

Membuat party acte yang memang menjadi tanggung jawab hukum Notaris dapat dilihat dari tiga (3) nilai pembuktian akta yaitu secara materil, lahiriah, dan formal. Sesuai dengan ketentuan UUJN, Notaris memiliki tanggung jawab dalam pembuatan akta autentik yang mana ini merupakan kewenangan dan kewajibannya. Hal tersebut bertujuan agar Notaris dalam membuat akta menghasilkan akta yang memenuhi segala kriteria yang seusai dan nantinya memiliki kekuatan dalam membuktikan secara lahiriah sebagai akta autentik.

Notaris dalam membuat party acte beranggungjawab terhadap produknya ketika akan dituangkan dalam akta autentik juga harus benar-benar atas dasar kehendak dari para pihak itu sendiri. Pengurangan ataupun penambahan keterangan tidak boeh dilakukan Notaris kecuali berupa nasehat hukum untuk mereka yang menghadap padanya dan disetujui oleh mereka juga nantinya. Untuk itu Notaris bertanggung jawab dalam memastikan bahwa benar atau tidaknya keterangan yang diberikan para pihak seperti yang tertuang dalam akta nantinya. Dari sini akta dapat memiliki nilai pembuktian formal. Yang ketiga, Notaris memiliki Tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan pembuktian ketiga yaitu materil. Kekuatan pembuktian ini memiliki kaitan dengan isi akta yang berisi kebenaran atau nilai dari isi akta tersebut. Tanggung jawab Notaris hanya sampai pada apa yang dituliskan sebagai keterangan para pihak dalam party acte sepanjang dinyatakan benar. Untuk selanjutnya apakah pernyataan tersebut benar atau tidaknya itu diluar tanggung jawab Notaris.

  • 3.2.    Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Pembuatan Party Acte

Keterangan ataupun kehendak yang dituangkan Notaris sebagai produk hukum berupa perikatan maupun perjanjian yang dimohonkan padanya dari pihak yang nantinya dimasukan menjadi akta autentik dimana bisa digunakan sebagai alat bukti sah dan sempurna merupakan pengertian dari Party acte. Yang dikatakan Para pihak hanyalah para pemohon yang memberikan keterangan atau menjabarkan peristiwa hukum, Notaris tidak termasuk di dalamnya sehingga kedudukannya tidak terikat dengan perjanjian para pihak tersebut, Notaris hanya memiliki wewenang menyalurkan keterangan para pihak menjadi produk hukum berupa perikatan atau perjanjian tersebut. Sehingga jika timbul sengketa atau masalah di kemudian hari, Notaris tidak dapat dipersalahkan untuk akta tersebut, dan melalui hak/kewajiban ingkar yang diberikan UUJN kepada Notaris, dimana Notaris wajib merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diberikan para pihak sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf f, dalam hal persidangan menandakan perhatian yang diberikan aturan hukum kepada Notaris.

Sebagai profesionalisme, Notaris yang merupakan pejabat umum memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan khususnya secara legalitas hukum yang bisa juga melalui Majelis Kehormatan Notaris dalam menjalankan jabatannya termasuk juga atas

produk hukum yang telah dibuatnya. Perlindungan hukum berhak didapatkan melalui aturan hukum berupa undang-undang, berikut beberapa aturan hukum yang didalamnya mencantumkan substansi dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada Notaris.

  • a.    KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) yaitu pada pasal 1909 dan Pasal 146 HIR

  • b.    KUHP (Wetboek van Strafrect) pada pasal 322

  • c.    KUHAP pada pasal 170 ayat (1)

  • d.    “UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris” sebagaimana telah dirubah dengan “UU No. 2/2014 tentang Perubahan atas UU No.30/2014 tentang Jabatan Notaris” terdapat dalam ketentuan pada pasal 4 ayat (2), 16 ayat (1) dan 54 ayat (1)

  • e.    “UU No.51/2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara” Pasal 89 (1) huruf

Kewajiban Notaris sebagaimana ketentuan mengaturnya bahwa Notaris diharuskan merahasiakan tentang apa saja yang telah ia selesaikan dalam tugasnya (dalam hal membuat akta autentik), sehingga nantinya ini dijadikan bentuk perlindungan hukum untuk para pihak yang menghadap padanya termasuk produk berupa akta yang telah dibuat hingga Notaris itu pun juga. Terlindunginya rahasia para pihak yang membuat akta pada Notaris tersebut dari adanya Pihak lain atau pihak ketiga yang mana tidak memiliki kepentingan di dalamnya. Bentuk perlindungan hukum terhadap akta berupa tetap dijaganya keautentikan dari sebuah akta yang telah dibuat dengan penjaminan terhadap kesempurnaannya juga. Sehingga ini juga berdampak pada perlindungan hukum kepada Notaris, karena pihak lain tidak dapat menyeretnya ke Pengadilan mengingat pihak lain tidak berkepentingan dan Notaris tetap menjaga rahasia dengan baik sesuai tugas jabatannya.

Kewajiban notaris memegang rahasia para pihak yang mana salah satunya akta yang menjadi produknya karena hasil keterangan dari para pihak. Selain itu juga melalui hak ingkar yang diberikan undang-undang kepada Notaris, sehingga dalam hal proses peradilan Notaris dapat menarik diri ketika diharuskan menjadi saksi. Maka dari itu diperoleh bahwa diberikannya upaya perlindungan hukum untuk Notaris sesuai wewenang dan tugas jabatannya yang dimiliki dalam bentuk Undang-Undang melalui UUJN.

Sebagaimana sidang pada tahun 2012, “Putusan MK No. 49/PUU-X/2012” memutuskan melakukan pencabutan aturan hukum bagi Notaris, sehingga tanpa adanya perlindungan dari lembaga seperti Majelis Kehormatan Notaris (MKN) yang baru ada tahun 2016, Notaris langsung dapat dibawa untuk kepentingan peradilan tanpa persetujuan, sehingga proses penyidikan, penuntut umum hingga hakim dengan wewenangnya dapat diambilnya surat penting terkait dan/ atau fotokopi Minuta Akta yang penyimpanannya menjadi kewenangan Notaris menjaga itu, serta bebas melakukan pemanggilan kepadanya agar hadir untuk diperiksa maupun diminta keterangan sebagai saksi karena akta yang telah dibuatnya tersebut sebagaimana UUJN mengaturnya dalam pasal 66 ayat (1).

Produk hukum berupa akta yang dibuat Notaris berdasarkan terbitnya Putusan MK yang menghancurkan payung hukum Notaris dapat diambil sewaktu-waktu untuk keperluan persidangan dan Notaris dapat dipanggil juga sewaktu-waktu tanpa proses approval dari pihak/badan/lembaga manapun, hal ini berlansung selama 2 tahun sebelum dirubahnya UUJN pada tahun 2014 yang akhirnya memuat ketentuan MKN sebagai approval hal tersebut. Dengan dibangkitkannya frasa “ ...dengan persetujuan... “ sehingga baik penyidik, hakim hingga jaksa penuntut umum tidak boleh asal comot, melainkan harus ada approval dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN), inilah yang menjadi bentuk payung hukum baru sebagai perlindungan hak ingkar Notaris. Ini semua tertuang dalam perubahan UUJN pasa 66 ayat (1).

Sebelum dilakukan perubahan UUJN, sebagai lembaga yang baru, Majelis Kehormatan Notaris (MKN karena belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Setelah adanya UUJN No.2/2014 barulah muncul mengenai MKN sebagai bentuk perlindungan hukum bagi Notaris memberikan Menteri tugas baru dalam upaya pembentukan atau perumusan aturan terkait tupoksi MKN khususnya. Baru pada tahun 2016 setelah 2014 perubahan atas UUJN, Menteri mengeluarkan Peraturan mengenai MKN. 12

Sebagai bentuk aplikasi ketentuan dalam pasal UUJN tersebut , terdapat “Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris”. Menurut Pasal 1 angka 1, MKN merupakan badan atau lembaga yang berwenang dalam memutuskan setuju atau tidak, boleh atau tidak bahkan menolak atau menerima penyidikan dan proses peradilan melaksanakan pembinaan kepada Notaris dan memberikan approval atau tidaknya pengambilan Salinan dari Minuta Akta hingga dilakukannya pemanggilan agar Notaris hadir di dalam suatu pemeriksaan dengan mana ada kaitannya dengan akta yang dibuat dan disimpannya.

Notaris yang telah taat menjalankan tugasnya sebagaimana perintah undang-undang maupun para pihak yang memohon kepadanya harus diberikan perlindungan hukum, untuk itu MKN diharapkan tegas dalam bertindak. Tugas MKN melakukan pemeriksaan terhadap Notaris sebelum nantinya dinyatakan boleh untuk diikutsertakan dalam proses peradilan atau tidak. Hal ini sebagai bukti bahwa Notaris berhak sebagai pejabat umum untuk mendapatkan equality dan justice yang sama di muka hukum. Sebagai pejabat umum yang diperintahkan oleh aturan hukum yang ada, Notaris saat pembuatan akta autentik sebagaimana sebagai sebagian urusan pemerintah sudah sewajibnya perlindungan hukum itu diperoleh ketika melaksanakan kewajibannya. 13Sebagai lembaga/badan dengan mana ditunjuk oleh peraturan sesuai regulasi, MKN menurut penulis wajib memberikan perlindungan hukum kepada Notaris merupakan suatu ha yang sangat pas, karena nantinya ketentuan yang diatur dalam undang-undang terlaksana dengan diberikannya perlindungan hukum kepada Notaris.

Jadi dari hal tersebut, beberapa perlindungan hukum yang didapatakan Notaris dalam menjalankan jabatannya sesuai tugas kewenangan dan tanggung jawabnya yaitu adanya Majelis Kehormatan Notaris yang tertuang dalam UUJN pasal 66 ayat (1) yang mana peraturan pelaksana dapat ditemukan dalam “Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris”dimana MKN sebagai lembaga approval dalam hal jika Notaris akan dipanggil dan diperiksa di muka pengadilan . Perlindungan hukum selanjutnya dalam hal Notaris dipanggil di muka pengadilan untuk diperiksa maupun bersaksi atas akta yang dibuatnya, Notaris memiliki hak dan kewajiban ingkar yang melindunginya sebagaimana diatur dalam UU PTUN Pasal 89 ayat (1) huruf b dan UUJN Pasal 16 ayat (1).

  • 4.    Kesimpulan

Pembebanan atas tanggung jawab hukum dimana diberikan pada Notaris terkait party acte dalam pelaksanaan tugas jabatannya seharusnya dapat dibagi menjadi tiga (3) yaitu Notaris bertanggungjawab sebagai saksi baik secara administratif maupun dalam hukum pidana dan hukum perdata nantinya selanjutnya tanggung jawab dalam UUJN yang dibebankan padanya dan yang terakhir tanggung jawab mutlak atau absolut serta berdasarkan pada kesalahan. Terdapat 2 (dua) hal yang didapatkan Notaris dalam hal perlindungan hukum ketika sebagai pembuat party acte yaitu perlindungan sebagaiana diberikan Undang-undang berupa “UUJN Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 54 ayat (1)” juga ada dari KUH Perdata yaitu padal 1909, pada KUHAP pasal 170 ayat (1), Pasal 322 KUHP hingga dalam HIR yaitu pasal 146, dimana didalam itu semua mencantukan hak serta kewajiban ingkar dari Notaris dalam hal dihadapkan di situasi peradilan.14 Pasal 89 ayat (1) huruf b “UU PTUN No. 51/2009 yang merupakan Perubahan Kedua atas UU No. 9/2004” yang juga perubahan atas “UU Nomor 5/1989” juga mengatur didalamya, selanjutnya perlindungan hukum berikutnya yaitu dengan adanya pasal 66 ayat (1) yang mana melalui MKN bahwa baik penuntut umum, penyidik dan hakim apabila ingin membawa akta notaris yang menjadi persoalan ataupun membawa Notaris sebagai pembuatnya untuk hadir dalam proses peradilan yang terjadi haruslah ada persetujuan dari MKN. Melalui “...dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris...” yang tertuang dalam UUJN dapat didefinisikan secara harfiah sebagai suatu bukti dari perlindungan hukum UUJN melalui lembaga tersebut kepada pejabat Notaris termasuk akta yang telah dibuatnya yang merupakan rahasia.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

Adjie, Habib. (2013). Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik. Bandung: Refika Aditama.

Budiono, Herlien. (2013). Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Kelsen, Hans. (2008). Pure Theory of Law, Terjemah, Raisul Muttaqien, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Cetakan Keenam. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Sjaifurachman. (2011). Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta.

Bandung: Bandar Maju.

Susanto, Herry. (2010). Peranan Notaris dalam Menciptakan Kepatutan dalam Kontrak.

Yogyakarta: UII Press.

Jurnal

Abdullah, Nawaaf. (2018). Kedudukan dan Kewenangan Notaris Dalam membuat

Akta       Otentik.       Jurnal       Akta,       4(4),       655-664.       DOI:

http://dx.doi.org/10.30659/akta.v4i4.2508

Afifah, Kunni. (2017). Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris Secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya. Jurnal UII Lex Renaissance, 2(1), 147-161. https://doi.org/10.20885/JLR.vol2.iss1.art10

Aman, A. (2019). Perlindungan Hukum Notaris Dalam Melaksanakan Rahasia Jabatan. Jurnal        Recital        review,        1(2),        59-71.        https://online-

journal.unja.ac.id/RR/article/view/7452

Darusman, Y.M. (2016). Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik Dan Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jurnal Hukum Adil, 7(1), 36-56. https://doi.org/10.33476/ajl.v7i1.331

Dyani, V.A. (2017). Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris Secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya. Lex  Renaissance,  2(1),  11.

https://doi.org/10.20885/JLR.vol2.iss1.art11

Endang, Purwaningsih. (2011). Penegakan Hukum Jabatan Notaris dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Pancasila dalam rangka Kepastian Hukum. Jurnal Adil, 2(3), 323-335. https://doi.org/10.33476/ajl.v2i3.846

Enggarwati, I.D. (2015). Pertanggungjawaban Pidana dan perlindungan Hukum Bagi Notaris Yang Diperiksa Oleh Penyidik Daam Tindak Pidana Keterangan Palsu Pada Akta     Otentik.     Journal     magister     Kenotariatan     FH     Unbraw.

https://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1394

Hendra, Rahmad. (2017). Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Penghadapnya Membpergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1), https://doi.org/10.30652/jih.v3i01.1029

Iryadi, Irfan. (2018). Kedudukan Akta Otentik dalam Hubungannya dengan Hak Konstitusional Warga Negara. Jurnal Konstitusi,    15(4),    796-815.

https://doi.org/10.31078/jk1546

Mowoka, V.P. (2014). Pelaksanaan Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta yang

Dibuatnya. Jurnal lex Societatis, 2(4), 59-67. https://doi.org/10.33476/les.v2i4.4671

Sasauw, Christin. (2015). Tinjauan yuridis Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta Notaris.          Jurnal          Lex          Privatum,          3(1),          98-109.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/7030

Peraturan Perundang-Undangan

KUHPerdata (“Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”)

KUHP (“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”)

KUHAP (“Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”)

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara RI Nomor 160 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5079 Tahun 2009).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara RI Nomor 3 Tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5491 Tahun 2014)

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris

173