Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas


Kedudukan Penggunaan Premisse Pada Akta Notaris Dalam Pelaksanaan Jabatan


Lutfi Aldi Bing Slamet1, Made Aditya Pramana Putra2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]


Info Artikel

Masuk : 29 Juni 2022 Diterima : 4 April 2023

Terbit : 25 April 2023


Keywords :

Premisse, Dead, Notary


Kata kunci:

Premis, Akta, Notaris


Corresponding Author: Lutfi Aldi Bing Slamet, E-mail: [email protected]


DOI :

10.24843/AC.2023.v08.i01.p5


Abstract

Research purposes of this research is to determine the juridical review of the use of premissee on a notary deed in carrying out his position and also the role of a notary of a deed. This study use normative legal research method by using the statue approach and conceptual approach. Based on the result of this research of this study, it is concluded that the use of the premisse is still not regulated in law number 2 of 2014 concerning about theposition of a notary (UUJN) but the law only regulates the beginning of the deed, the body of the deed and the end or closing. In making a deed without using the premise of the deed that he made does not result in legal defects as long as it does not change contents of the deed and the role of the Notary in this case must be careful because if the Notary is negligent in making the deed. In carrying out his position, he will be held accountable and sanctioned in accordance with the laws and regulations. valid invitation. arrange a notary and its implementation in his office. Thus, a clearer regulation is needed regarding the premisse of the transaction in the authentic deed section in order to realize legal certainty and legal protection for the parties in the authentic deed.

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan premisse dalam akta notaris dan peran notaris dalam pembuatan akta tanpa menggunakan premissee pada akta. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa keduduukan penggunaan premisse ini masih belum diatur pada undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notaris (UUJN) melainkan undang-undang hanya mengatur awal akta, badan akta dan akhir atau penutup. Pada pembuatan akta tanpa menggunakan premisse pada akta yang dibuatnya tidak mengakibatkan cacat hukum selama tidak merubah isi pada akta tersebut dan peran notaris dalam hal ini harus cermat karena jika notaris lalai dalam menjalankan jabatannya akan dapat dimintai pertanggung jawaban dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang notaris dan pelaksanaan dalam jabatannya. Maka, diperlukan pengaturan lebih jelas mengenai premisse akta pada


bagian akta otentik agar terlaksananya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berada di dalam akta otentik.

  • I.    Pendahuluan

Pejabat umum adalah jabatan yang diberi kuasa oleh undang-undang dalam membuat akta otentik, antara lain Notaris dalam pelaksanaan Jabatan Notaris yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan selanjutnya disebut dengan UUJN. Pasal 15 ayat (1) UUJN mengatur “notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang pembuatan akta-akta”. Maka bahwa notaris kedalam pembuatan akta otentik telah diatur oleh peraturan dan harus sesuai dengan aturan. Notaris ialah suatu profesi yang menempati posisi pejabat umum.1 Jabatan ini merupakan jabatan kepercayaan.2

Notaris berwenang melakukan penyuluhan hukum setiap kegiatan atau perjanjian yang ditentukan oleh peraturan untuk dicatat sebagai akta otentik, Hal ini diatur pada Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN mengatur tentang “pemberian penyuluhan hukum tentang pembuatan akta”. Akta otentik kedalam Pasal 1868 KUHPerdata mengatur tentang akta dibuat dalam ditentukan oleh undang-undang dihadapan pejabat umum yang memiliki kewenangan. Suatu akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna karena tidak memerlukan pembuktian lain dan menjamin keyakinan hukum berbeda dengan akta dibawah tangan. Akta di bawah tangan yang dimaksud ialah surat yang dibuat oleh pihak yang memuat penggambaran keinginan dari para pihak tersebut dan ditandatangani, perbedaanya dengan akta autentik adalah akta dibawah tangan masih memelurkan bukti lainnya untuk mendukung pembuktian. Notaris menjalankan sebagaian kekuasaan negara teruma hukum perjanjian.3 Notaris membuat akta wajib berisikan keterangan sesuai keinginan atau kehendek para pihak yang datang berhadapan kepadanya.4

Akta merupakan surat yang berisikan tulisan dengan sengaja dibuat sebagai dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan digunakan dalam pembuktian. Akta terbedakan menjadi 2 jenis, antara lain akta otentik dan akta dibawah tangan. Kekuasaan notaris untuk membuat suatu akta pada umumnya berkaitan dengan jabatan yang diembannya

termasuk wewenang mengenai hal itu, yang dimaksud dengan notaris adalah dapat membuat akta untuk siapapun terkecuali dirinya sendiri ataupun memiliki hubungan keluarga, baik perkawinan ataupun hubungan darah dalam garis keturunan dengan tidak dibatasi derajat dan garis samping hingga derajat ketiga. Kewenangan terhadap hal tersebut, notaris diperbolehkan membuat akta otentik sepanjang pembuatan akta tersebut belum ditentukan. Kewenangan dalam hal waktu, notaris dapat membuat akta asli secara tiba-tiba sehubungan dengan waktu tersebut, kecuali pada saat ia benar-benar cuti dari keadaannya. Tentang tempat kekuasaan, notaris bisa saja membuat akta otentik diwilayah dengan jabatan wewenangnya.

Kekuatan pembuktian yang sempurna pada akta otentik yaitu

  • a.    Kekuatan pembuktian diri (uitwendigge bewijskracht)

Acta publica probat sese ipsa” akta otentik bisa dibuktikan dengan keabsahannya artinya jika sebuah akta kelihatan dari bentuk sebagai akta otentik sehingga akta tersebut dianggap sebagai akta otentik bagi setiap orang hingga bisa dibuktikan sebaliknya bahwa akta itu bukan otentik.

  • b.    Kekuatan pembuktian formil (formele bewijkskracht)

Kekuatan pembuktian akta dinyatakan dengan dibuat sesuai dengan aturan hukum untuk itu dan apa dinyatakan dan yang tercantum di dalamnya adalah kebenaran yang dilakukan dan disaksikan oleh pejabat pembuatnya.

  • c.    Kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskracht)

Notaris mempunyai keahlian yang luar biasa dalam menjadikan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna seperti disinggung dalam Pasal 1870 KUHPerdata, bahwa akta otentik adalah bukti yang sempurna bagi para pihaknya terkait apa yang terkandung di dalamnya. Keberadaan notaris sangat penting mengingat dalam kemampuannya dipercaya dalam membuat suatu akta otentik, sehingga ia juga dipandang sebagai otoritas publik yang pada umumnya berupaya untuk mencegah terjadinya bentrokan. Segala sesuatu yang tidak tetap (constatir) adalah sah, ia yaitu pembuat bukti yang kokoh dalam proses hukumnya. “Pembuktian itu bisa menunjukkan secara sah dan tegas mengenai peristiwa hukum maka lebih menimbulkan kepastian hukum (Rechtszerkerheid)”. Notaris dalam membuat akta otentik mencakup kedudukan dengan mendengarkan para pihak menyatakan kehendaknya, memberikan nasehat-nasehat yang sah, kemudian membaca isi akta kepada para penghadap, langsung menandai akta, dan sebagainya. Akta tersebut harus memuat atau ditulis bahwa akta tersebut memuat apa yang dibutuhkan para pihak karena kehendak yang bebas dibawa ke dunia suatu perjanjian dengan hampir tidak ada tekanan, paksaan atau penyalahgunaan dan kesempatan kehendak yang tidak terbatas namun hanya dibatasi dengan alasan yang sah.5

Dalam pembuatan akta otentik yang memuat data-data penting sepanjang pembuatan akta, hal itu menuju pada badan (isi) akta tersebut. Kekuasaan otoritas publik ini menyiratkan bahwa otoritas publik memiliki situasi kekuasaan dalam regulasi bersama. Tempat seorang notaris diadakan atau diharapkan kehadirannya oleh hukum dan ketertiban dengan tujuan akhir membantu dan melayani masyarakatnya yang memerlukan pembuatan akta yang sifatnya mutlak dan mengikat.

Premise akta dalam akta merupakan penegasan dari pihak yang akan menandatangani akta notaris. Motivasi yang melatar belakangi mengapa pemahaman tersebut dibuat, juga berisi data mengingat namun tidak terbatas pada data karakter pelapor ke notaris. Kedudukan alasan memegang peranan penting dalam suatu akta karena memuat data-data penting sepanjang pembuatan akta yang mendorong tubuh (isi) akta yang dibuat. Alasan tersebut juga dapat dijadikan landasan untuk memahami mengapa dibuat pemahaman antara pihak yang dirujuk dalam segmen korelasi. Dalam sistematika akta, alasan ini terletak setelah korelasi dan sebelum penggambaran tubuh akta. Premisse adalah ringkasan dari keseluruhan isi akta, agar siapapun yang membaca akta tersebut sudah bisa mengira-ngira secara garis besar isinya dengan membaca premise. Namun hal ini belum diatur pada peraturan jabatan notaris dalam pembuatan akta otentik melainkan hanya mengatur awal akta, badan akta dan akhir akta. Premisse sangatlah penting dikarenakan dapat membebaskan keterangan palsu dari para pihak yang tidak menjunjung asas itikad baik.

Dari penjelasan yang telah dikemukakan diatas dalam penulisan ini permasalahannya: 1) bagaimana kedudukan premisse dalam akta notaris?

  • 2)    Bagaimana peran notaris dalam pembuatan akta otentik tanpa mencantumkan premisse akta?

Tujuan penelitian ini guna mengetahui dan memahami tentang kedudukan premisse dan peran notaris dalam pembuatan akta tanpa menggunakan premisse akta.

Orisinalitas penelitian ini berfokus mengenai “kekosongan norma pada premisse akta didalam akta notaris yang belum diatur secara khusus kedalam Undang-Undang Jabatan Notaris”. Penelitian pendahulu yang dilaksanakan oleh Putu Devi Yustisia Utami Tahun 2018 berjudul “Kedudukan Hukum Grosse Akta Pengakuan Hutang Notariil Dalam Pemberian Kredit Perbankan”.6 ‘Penelitian ini berfokus pada kedudukan hukum grosse akta pengakuan hutang notarial disamping adanya akta perjanjian kredit dan akta pengikatan jaminan’ dan penelitian pendahulu dilaksanakan oleh Gde Kosika Yasa Tahun 2022 berjudul “Kedudukan Premisse Akta Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris”.7 Penelitian ini berfokus pada “pengaturan premisse akta dalam undang-undang jabatan notaris dan tanggung jawab notaris atas premisse akta pada akta notaris”. Sedangkan pada penilitian ini berfokus pada kedudukan premisse dalam akta notaris dan peran notaris dalam pembuatan akta otentik tanpa mencantumkan premisse akta. Maka sesuai pembahasan di atas penulis mengangkat judul “Tinjauan Yuridis Penggunaan Premisse Pada Akta Notaris Dalam Pelaksanaan Jabatan”

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penelitian hukum normatif. Belum adanya aturan mengatur tentang keberadaan premise dalam akta notaris. Dimana premisse suatu akta

notaris tidak diatur secara khusus pada UUJN-P sebagai ciri suatu akta notaris. Jenis pendeketan yang dipakai yaitu pendeketan perundang-undangan (the statue approach) dan pendeketan konseptual (conceptual approach). Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum primer sebagai acuan utama dalam penyusunan tulisan terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UUJN-P dan Kode etik, bahan hukum sekunder menggunakan buku terkait hukum dan jurnal ilmu kenotariatan dan bahan hukum terseir (artikel di internet berkaitan hukum). Jadi bahan yang terkempulkan dapat dilakukan penganalisisan dan hasil dari analisis diterangkan dengan dekriptif menggunakan argumentasi hukum.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Kedudukan Premisse dalam Akta Notaris

Kedudukan premise dalam akta notaris pada awalnya akan dimaknai tentang alasan awal bahasanya terlebih dahulu. Premisse dalam bahasa Latin disebut "praemissae" dan itu berarti "suatu kasus yang merupakan pembenaran di belakang, atau protes terhadap, kasus lain. Pada akhirnya, itu adalah pernyataan yang dianggap sah di dalam latar suatu pertentangan menuju suatu tujuan. Kata/istilah premisse digunakan untuk menjelaskan alasan rasional, sehingga premise adalah penjelasan yang diupayakan untuk menjadi sah dalam suatu perkembangan pertentangan dalam perkembangan suatu tujuan dan premise sebagai pernyataan atau artikulasi primer yang sebagai dasar pokok permasalahan dikelola pada suatu akta. Jadi dalam alasan ini harus sebagai pernyataan realitas atau melalui pengenalan realitas, bukan dalam kerangka berpikir penilaian pada kesempatan, juga tidak mengandung sesuatu yang akan berhasil atau sesuatu yang diharapkan untuk terjadi, namun harus menjadi kenyataan yang sampai sekarang ada ketika dimiliki oleh para penghadap atau para pihak. Premise sendiri memiliki beberapa komponen, antara lain:

  • a)    Pernyataan;

  • b)    Sesuatu yang dipandang nyata (yang dialami, dilihat, diinginkan dan diketahui);

  • c)    Bertujuan untuk menyampaikan suatu tujuan (menghasilkan suatu pengertian atau alasan untuk membuat suatu akta).

Selanjutnya ilustrasi pemanfaatan premis dalam akta notaris diawali dengan kalimat berikut:

”Para pengadap menerangkan….;

  • -P ara pengadap awalnya memaknai sebagai berikut atau;

  • -P ara pengadap berjalan seperti yang digambarkan sebelumnya”.

Kedudukan premise dalam suatu akta notaris bukan sekedar rangkaian kalimat yang menjelaskan hal-hal yang terdapat dalam akta atau berisi penjelasan, tetapi juga pertimbangan-pertimbangan dalam pembuatan akta tersebut. Bagaimanapun juga, hukuman pokok dari premisse tersebut membuat notaris tidak keikutan serta dalam perjanjian para pihak melainkan membantu menuangkan saja, mengingat notaris dalam menjalankan jabatannya telah benar-benar melakukan kewajibannya menurut undang-undang jabatan notaris dan seperangkat prinsip mengingat premisse akta merupakan penjelasan yang pasti yang merupakan penegasan atau pernyataan dalam premisse pengesahan akta kelahiran dari itikad baik dari pihak yang menghadap. Premisse adalah

ringkasan keseluruhan isi akta agar siapapun membaca akta sudah bisa mengira-ngira garis besar isinya.8

Kalimat premisse dalam akta notaris: “Para penghadap menyatakan serta menjelaskan....” adalah bukti bahwa notaris hanya menegaskan tujuan dan harapan dari para pihaknya, bukan sebagai pihak yang melakukan tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihaknya.

Sedangkan kalimat dalam akta untuk para pihak bahwa para pihak itu bertanggung jawab sepenuhnya atas kenyataan dari apa yang ia maksudkan atau ungkapkan, yang menjadi alasan diadakannya para pihak selain itu juga dinyatakan dengan alasan premisse, landasan, serta "tempat" untuk menyatakan alasan yang sah untuk diadakannya suatu kesepahaman oleh para mufakat untuk memenuhi keadaan demi keabsahan kesepahaman mengingat Pasal 1320 KUHPerdata sehingga akta dibuat oleh notaris menjadi suatu akta yang benar dengan pembuktian sempuarna dan suatu akta otentik bukan dengan kekuatan pembuktian di bawah tangan. Terdegradasi dicirikan sebagai penurunan mutu, disintegrasi atau menempatkan pada kedudukan yang lebih rendah dalam kekuatan sebagai alat bukti yang lengkap dan sempurna sebagai awal mula pembuktian serta mempunyai ketidaksempurnaan hukum yang dapat mengakibatkan hapusnya atau kekurangannya akta notaris. Sehingga pembuatan akta yang dibuat oleh notaris karenanya tidak dapat disebut akta otentik karena hal-hal formil semakin berkurang kekuatannya9. Maka pembuatan akta dengan menggunakan premis ini dapat menjadikan kesempurnan akta seperti halnya akta bagaikan anatomi tubuh manusia dengan menggunakan metode pembuatan akta dengan model lingkaran kecil, lingkaran sedang dan lingkaran besar yang berarti lingkaran kecil Pasal 1320 KUHPerdata sebagai esensialia akta, lingkaran sedang Pasal 1868 KUHPerdata legalitas akta dan lingkaran besar menggunakan UUJN, Kode etik dan perundang-undangan lain yang menentukan keberlakukan akta otentik notaris.

Jadi kedudukan premisse dalam akta notaris sangatlah berperan penting dalam melaksanakan jabatannya namun premisse ini sendiri masih belum di atur di undang-undang jabatan notaris ataupun peraturan kode etik notaris melainkan UUJN-P hanya mengatur awal akta, badan akta dan akhir atau penutup akta terdapat pada Pasal 38 UUJN-P, sementara itu kata-kata didalam premisse tersebut dapat menyelamatkan notaris dari perbuatan atau kesalahan para penghadap dengan berperilaku tidak baik dengan contohnya seperti memberikan keterangan palsu atau membawa dokumen palsu yang dapat membuat notaris tersebut keikutsertaan tersandung kasus hukum yang telah dibuat oleh para penghadap atau para pihak yang menghadap kepada notaris sehingga berakibatkan notaris dapat dikenai sanksi perdata, administratif, etika, bahkan sanksi pidana.

  • 3.2.    Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Tanpa Menggunakan Premisse Akta Peran notaris pembuatan akta tanpa menggunakan premisse akta, dalam pembuatan akta tanpa menggunakan atau mencantumkan premisse tidak mengakibatkan cacat hukum atau akta tersebut menjadi terdegradasi menjadi akta dibawah tangan selama notaris tersebut tidak merubah isi didalam akta, karena premisse tersebut masih belum diatur secara mengenai penggunaan premisse pada akta notaris maka dengan begitu notaris harus secara cermat menggunakan premisse akta agar akta yang dibuat tidak menjadikan akta dibawah tangan dan menghindari permasalahan dilain hari. Notaris wajib melaksanakan penyuluhan hukum lebih terdahulu dipahami oleh para pihak penghadap oleh notaris.10 Fungsi penyuluhan hukum sebagai Langkah pencegahan, Langkah pemeliharaan, korektif dan pengembangan.11

Notaris dalam melaksanakan jabatannya dan Premisse akta sifatnya tidak mengikat akan tetapi hanya menerangkan keadaan jadi yang mengikat hanyalah pasal demi pasal yang dituangkan pada akta tersebut. Maka frase ini menengai kewenangan bertindaknya jika adanya gugatan dari pihak lain dikemudian hari.

Notaris dalam pembuatan suatu akta mempunyai standar asumsi yang sah dimana pedoman ini dikenal sebagai akta notaris akan senantiasa dipandang sah dan sempurna dalam suatu pembuktian sebelum ada pihak yang mengingkarinya di pengadilan dengan kewenangan aturan ini, akta tersebut bersifat membatasi atau setiap orang yang mempunyai kepentingan terhadap akta demi akta sebagai akibat dari kekuasaan umum, penilaian terhadap akta notaris harus dilakukan berdasarkan asumsi yang substansial.12. dan notaris harus menerapkan asas ke hati-hatian dalam menjalankan jabatannya dalam rangka melindungi kepentingan notaris dan para pihak untuk menghindari keterangan palsu dalam pembuatan akta. Kepentingan para pihak pada akta notaris tersebut akan terhambat apabila notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan jabatannya.13

Dari penjelasan di atas, pekerjaan notaris yang memiliki kemampuan dan target dapat dimanfaatkan dengan alasan notaris menjadi pejabat yang dipercaya. Kemudian, dengan harapan Notaris, yang membuat akta sebagai dokumen dengan bukti yang kuat. Notaris adalah otoritas publik yang memiliki kekuasaan, apa yang dilakukannya, kesepakatan dan perjanjian, dan memberikan duplikat dari keseluruhan selama rencana pengaturannya tidak

mempermasalahkan. Karena UUJN merupakan eksekusi dari Pasal 1868 KUHPerdata. Pasal 1868 KUHPerdata ini telah memilih suatu badan umum untuk membuat suatu akta otentik, dan salah satu badan umum yang disetujui itu adalah Notaris.

Karena hukum notaris dalam membuat suatu akta harus sesuai dengan kenyataan dengan dukungan, notaris ialah pejabat publik yang melayani masyarakat dalam membuat akta-akta kebenaran yang digunakan sebagai alat bukti. Akta tersebut merupakan laporan negara.14 Sesuai dengan kewenangannya notaris dalam Pasal 15 ayat 1, khususnya notaris mempunyai kedudukan untuk membuat akta yang dapat dipercaya. Dalam hal apapun dalam menjalankan kekuasaan ini juga terdapat suatu kewajiban penting yang dilakukan oleh seorang notaris, khususnya Pasal 16 ayat 1 huruf a yang menyatakan bahwa seorang notaris dalam menerapkan posisinya harus bertindak dengan sungguh-sungguh, lengkap, bebas, adil, dan menjaga kepentingan para pihak yang terlibat dalam pembuatan peraturan.

Suatu akta notaris mempunyai kemampuan sebagai syarat yang patut bagi suatu hubungan hukum tertentu dan juga dapat berfungsi untuk pembuktian tanpa memerlukan pembuktian lain, namun apabila notaris tersebut melakukan kelalaian dalam membuat akta notaris, hal itu dapat menimbulkan akta notaris menjadi akta yang tidak autentik dan sangat merugikan pihak yang bersangkutan dengan akta notaris.

Akta notaris yang tidak memperhatian standar kehati-hatian pada para penghadap dengan melihat dulu keabsahannya, dengan asumsi kesalahan itu berasal dari para penghadap, maka hasil akta tersebut dapat menjadi suatu akta dibawah tangan. Jika selama waktu pembuatan akta itu terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh penghadap dan bertentangan dengan asas-asas hukum yang bersangkutan, maka pada saat itu akta otentik itu dapat menjadi tidak sah dan batal demi peraturan dan dapat dibatalkan melalui putusan hakim. Untuk sementara, hasil regulasi notaris tersebut terbukti belum menerapkan pedoman kehati-hatian. Apabila notaris terbukti mengingkari komitmen dan ingkar janji notaris sebagaimana diatur dalam pengaturan pasal 16 dan 17 UUJN, dapat dikenakan sanksi jika notaris terbukti melakukan kesalahan, salah satu penghadap yang dirugikan bisa meminta pertanggunngjawaban pembayaran khusus, lalu bisa meminta pertanggung jawaban pidana melalui putusan pengadilan dan risiko hukum dan penghadap bisa meminta ganti rugi. Jadi alasan ini sendiri dapat memberikan asuransi hukum. Jaminan hukum bagi notaris yang menjalankan kedudukan dan kewenangannya yang dapat diandalkan dari pertanyaan-pertanyaan dapat menimbulkan malapetaka bagi notaris itu sendiri dan para pihaknya.

Kewajiban Notaris Berdasarkan UUJN, notaris dalam menyelesaikan kewajiban dan kemampuannya diatur oleh Kemenkunham melalui aturan. Hal ini telah diatur dalam UUJN dalam Pasal 67 - 81. Pengamanan yang sah untuk para

pihak dapat menjamin notaris sesuai dengan Pasal 84 UUJN. Majelis Pegawas Daerah atau disebut MPD tidak hanya menyetujui untuk memeriksa dan mengatur notaris tetapi pada saat yang sama disetujui untuk memberikan sanksi dengan asumsi notaris telah terbukti menyalahgunakan pengaturan untuk pelaksanaan jabatan notaris. Dalam Pasal 85 mengenai pengaturan sanksi yang diberikan oleh MPD kepada notaris yang melakukan pelanggaran, diantara:

  • a.    Sanksi lisan;

  • b.    Sanksi tertulis;

  • c.    Pemberhentian sementara;

  • d.    Pemberhentian dengan hormat;

  • e.    Pemberhentian dengan tidak hormat.

Sanksi yang dijelaskan diatas, tanggung jawab notaris meliputi tanggung jawab pidana, administrasi dan perdata.15 Maka dengan begitu adanya premisse sangatlah penting bagi notaris untuk menghindari permasalahan di kemudian hari yang dimungkinkan di sengaja oleh para penghadap untuk menguntungkan individu para pihak sendiri dikarenakan notaris hanya menuangkan suatu perbuatannya, perjanjiannya, ketatapan dalam bentuk akta notaris.

  • 4.    Kesimpulan

Kedudukan premisse dalam akta notaris belum di atur secara normatif dalam UUJN ataupun peraturan kode etik notaris melainkan UUJN hanya mengatur awal akta, badan akta dan akhir atau penutup akta terdapat kedalam Pasal 38 UUJN dan belum mengatur secara khusus bagian premisse. Peran notaris dalam pembuatan akta tanpa menggunakan premisse akta atau mencantumkan premisse tidak mengakibatkan cacat hukum atau akta tersebut menjadi terdegradasi menjadi akta dibawah tangan selama notaris tersebut tidak merubah isi didalam akta, maka notaris harus secara cermat dan teliti menggunakan premisse akta agar menghindari permasalahan dikemudian hari sehingga berakibatkan notaris dapat dikenai sanksi hukum. Maka diperlukan pengaturan lebih jelas mengenai premisse akta pada bagian akta otentik agar terlaksananya perlindungan hukum dan kepastian hukum untuk para pihak yang berada didalam akta otentik.

Daftar Pustaka

Buku

Adjie, H. (2018). Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anand, G. (2018). Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.

Makarim, Edmon. (2018). Notaris dan Transaksi Elektronik Kajian Hukum Tentang Cybernotary Atau Electronic Notary. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Puryatma, Pieter I. M. (2016). Teknik Dasar Pembuatan Akta Notaris. Denpasar.

Jurnal

Amanda, B. O. (2021). PRINSIP KEHATI-HATIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN YANG SEMPUNA (Doctoral    dissertation,    magister    kenotariatan).    Doi:

https://doi.org/10.22437/rr.v4i1.13815,h.5

Arliman, L. (2016). Pemanggilan Notaris Dalam Rangka Penegakan Hukum Paska

Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris. Justitia et  Pax, 32(1). Doi:

https://doi.org/10.24002/jep.v32i1.758,h.2

Kencana, C. M., & Putra, M. F. M. (2022). Pembatalan Penjatuhan Sanksi Pemberhentian Jabatan      Notaris. Jurnal      Legislasi      Indonesia, 19(1),      56-67.      Doi:

https://doi.org/10.54629/jli.v19i1.917

Latifah, L. (2021). Tanggung Jawab Notaris Dalam Pelanggaran Kode Etik Notaris. Jurnal

OfficiumNotarium, 1(1),144-154.Doi: https://doi.org/10.20885/JON.vol1.iss1.art15

Purnayasa, A. T. (2018). Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris yang Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan Akta Autentik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3), 395409. Doi https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p01

Putra, F., & Anand, G. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Yang Dirugikan Atas Penyuluhan Hukum Oleh Notaris. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 4(2), 26-36. Doi: https://doi.org/10.23887/jkh.v4i2.15460, h.29

Sri Devi, N., & Westra, I. (2021). Akibat Hukum serta Sanksi Pemalsuan yang

Dilakukan Notaris Kepada Penghadap Ketika Pembuatan Akta Otentik. Acta Comitas :   Jurnal Hukum Kenotariatan,   6(02),   248   –   258. Doi:

https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i02.p03 , h.7

Theixar, R. N., & Dharmawan, N. K. S. (2021). Tanggung Jawab Notaris Dalam Menjaga Keamanan Digitalisasi Akta. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(01), 1-15. Doi: https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i01.p01, h.9.

Utami, P. D. Y., Diantha, I. M. P., & Sarjana, I. M. (2017). KEDUDUKAN HUKUM GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG NOTARIIL DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN Oleh. Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 201. Doi https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i01.p15

Wulandari, A. (2019). Tanggung Jawab Notaris Akibat Batalnya Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Karena Cacat Hukum. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3), 436-445. Doi: https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p04, h.437.

Yasa, G., & Putra, M. (2022). Kedudukan Premisse Akta Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan,  7(02), 279 - 289. Doi:

https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i02.p9

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Peraturan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten 29-30 Mei 2015

71