Akibat Hukum Protokol Notaris Yang Telah Meninggal Dunia Yang Belum Diserahkan Oleh Ahli Waris
on
Vol. 7 No. 02 Agustus 2022
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Akibat Hukum Protokol Notaris Yang Telah Meninggal Dunia Yang Belum Diserahkan Oleh Ahli Waris
Ida Bagus Kade Wahyu Sudhyatmika1, Gde Made Swardhana2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 25 Mei 2022
Diterima : 4 Agustus 2022
Terbit : 8 Agustus 2022
Keywords:
Notary Protocol; Heir;
Regional Supervisory Council
Kata kunci:
Protokol Notaris; Ahli Waris;
Majelis Pengawas Daerah
Corresponding Author:
Ida Bagus Kade Wahyu Sudhyatmika,
E-mail:
DOI:
10.24843/AC.2022.v07.i02.p11
Abstract
The purpose of this study was to find out and analyze the procedure for submitting the protocol of a notary who had died and the efforts of the regional supervisory board if the protocol of a notary who had died was not submitted by the heir. The writing of this journal uses a normative type of research where an assessment of applicable laws and regulations is carried out and uses secondary data as the main data. Based on the results of the study, the following conclusions can be formulated: (1) Article 63 UUJN submission of the protocol of a notary who has died to another notary who receives the protocol is carried out no later than 30 (thirty) days by making a report on the submission of the Notary Protocol signed by the submitter, namely heirs of a notary who has died; and (2) The submission of the protocol of a notary who has died to a notary who receives the protocol is also the authority of the Regional Supervisory Council based on Article 63 of the UUJN which states that if the notary protocol is not submitted within 30 (thirty) days, the Regional Supervisory Council is authorized to take the protocol.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia dan upaya majelis pengawas daerah apabila protokol notaris yang meninggal dunia tidak diserahkan oleh ahli waris tersebut. Penulisan jurnal ini menggunakan jenis penelitian normatif dimana dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menggunakan data sekunder sebagai data utama. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut : (1) Pasal 63 UUJN penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia kepada notaris lain penerima protokol dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan yaitu ahli waris dari notaris yang telah meninggal dunia; dan (2) Penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia kepada notaris penerima protokol juga merupakan kewenangan Majelis Pengawas Daerah berdasarkan Pasal 63 UUJN yang menyatakan bahwa apabila protokol notaris tidak diserahkan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil protokol tersebut.
-
I. Pendahuluan
Notaris, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut sebagai UUJN) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Akta autentik adalah akta yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.1 Pasal 1868 Burgelijk Wetboek (selanjutnya disebut sebagai BW) memberi pengertian akta autentik yaitu akta yang dibuat dalam bentuk yang telah di tentukan oleh Undang-Undang dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta tersebut dibuat. Notaris mempunyai peranan yang sangat penting karena dalam melakukan tindakan bukan untuk kepentingan pribadi tetapi juga untuk kepentingan umum.
Kedudukan notaris sebagai pejabat umum, dalam arti kewenangan yang ada pada notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, selama sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lain. Sesuai dengan ketentuan tersebut, maka notaris adalah satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.2 Pejabat lain yang diberikan kewenangan membuat akta autentik selain Notaris antara lain :
-
1. Consul (berdasarkan Conculair Wet);
-
2. Bupati Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 2 PJN S1860-3);
-
3. Notaris Pengganti;
-
4. Juru Sita pada Pengadilan Negeri; dan
-
5. Pegawai Kantor Catatan Sipil.3
Meskipun pejabat ini hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum akan tetapi mereka itu bukan Pejabat Umum. Mengenai otentisitas suatu akta Notaris, lebih lanjut Soegondo Notodisoerjo, menyatakan bahwa untuk dapat membuat akta autentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang advokat, meskipun ia seorang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta autentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat
umum.4 Sebaliknya seorang Pegawai Catatan Sipil (Ambtenaar van de Burgerlijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta autentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.5
Kewenangan notaris diatur dalam Pasal 15 UUJN yaitu membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan atau yang di kehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan di dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan salinan dan kutipan akta. Akta notaris merupakan suatu alat bukti yang sempurna sehingga dapat menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berintikan kebenaran dan keadilan.6
Dalam kewajibannya, pada Pasal 16 ayat (2) UUJN juga disebutkan bahwa Notaris salah satunya wajib untuk membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris, dan dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN disebutkan bahwa Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga keautentikan suatu Akta dengan menyimpan Akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya.
Protokol notaris merupakan bagian dari administrasi kantor notaris yang mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting agar notaris dapat menjalankan jabatan yang baik dan benar. Protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus disimpan dan dipelihara serta dikelola dengan baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.7 Berdasarkan Pasal 62 UUJN apabila notaris meninggal dunia, telah berakhir masa jabatannya, atas permintaan sendiri, tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun, diangkat menjadi pejabat negara, pindah wilayah jabatan, diberhentikan sementara, atau diberhentikan dengan tidak hormat, maka protokol notaris harus diserahkan kepada notaris lain. Meskipun notaris meninggal dunia, tetapi akta notaris akan tetap ada dan mempunyai umur yuridis yang melebihi umur biologis notaris itu sendiri.8
Penyerahan Protokol pada Pasal 63 ayat (1) UUJN dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris. Penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah. Ahli waris dalam hal ini, berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata, yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan si suami atau si istri yang hidup terlama. Memperhatikan ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam UUJN tersebut di atas, Notaris memiliki protokol dengan sistem tersendiri dalam penyerahannya. Setelah berakhir masa jabatannya, tidak ada ketentuan didalam UUJN yang menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap notaris yang telah berakhir masa jabatannya. Sedangkan dari segi pertanggungjawaban, secara jelas dinyatakan dalam Pasal 65 UUJN, bahwa: Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara bertanggungjawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol Notaris.
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa protokol notaris merupakan salah satu arsip negara menurut Pasal 1 ayat (13) UUJN. Oleh karenanya protokol notaris haruslah diperlakukan layaknya dokumen Negara yang harus disimpan dan dijaga agar tetap autentik. Dengan demikian protokol Notaris sebagai kumpulan dokumen harus selalu disimpan dan dipelihara dalam keadaan apapun meskipun notaris si pemilik protokol tengah cuti, pensiun, maupun meninggal dunia. Notaris dalam mengemban jabatan sebagai Pejabat Umum dibatasi oleh umur biologis yaitu hingga 65 tahun dan dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan, hal ini tentunya akan berdampak juga terhadap protokol Notaris yang disimpannya. Disamping itu protokol notaris yang telah disimpan tentu dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh umur kertas yang hanya beberapa belas tahun, termakan oleh rayap, atau bahkan hilang karena suatu bencana alam yang menimpa di daerah tempat kedudukan kantor notaris yang bersangkutan, maupun hilang karena kelalaian oleh pemegang protokol notaris tersebut. Namun mengingat tanggung jawab notaris sebagaimana yang diatur dalam UUJN, protokol notaris harus tetap disimpan walaupun, notaris mengambil cuti, notaris memasuki usia 65 tahun atau bahkan notaris sudah meninggal dunia.9 Apabila protokol notaris tersebut belum diserahkan, maka akan menghambat para pihak yang membutuhkan pelayanan atas salinan dari protokol tersebut karena protokol notaris tersebut masih berada di bawah penguasaan Majelis Pengawas Daerah
Berdasarkan Pasal 57 UUJN, pihak yang berhak mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan surat di bawah tangan yang dilekatkan pada akta yang disimpan dalam Protokol Notaris, hanya dapat dikeluarkan oleh Notaris yang membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang Protokol Notaris yang sah, sehingga apabila protokol Notaris masih berada di bawah penguasaan Majelis
Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Daerah tidak berwenang untuk mengeluarkan Salinan akta.
Berdasarkan Pasal 63 ayat (2) dan ayat (6) UUJN diketahui bahwa baik Ahli Waris maupun Majelis Pengawas Daerah memiliki kewajiban dalam penyerahan protokol notaris dari notaris yang telah meninggal kepada notaris lain penerima protokol karena protokol notaris merupakan arsip negara yang harus dijaga dan diserahkan kepada notaris lain penerima protokol agar tidak merugikan para pihak yang membutuhkan pelayanan dalam pemberian Salinan akta atas protokol notaris tersebut. Oleh karena itu, sangatlah diperlukan analisis lebih lanjut mengenai penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia dan kewajiban dari ahli waris, serta kewajiban Majelis Pengawas Daerah mengenai penyerahan protokol apabila ahli waris tidak melaporkan notaris sudah meninggal dunia sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh Undang-Undang.
Dari paparan masalah diatas maka diangkatlah karya ilmiah Akibat Hukum Protokol Notaris Yang Telah Meninggal Dunia Yang Belum Diserahkan Oleh Ahli Waris. Dengan rincian rumusan masalah yaitu : Bagaimana prosedur penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia ? dan Bagaimana Kewenangan dan Upaya Majelis Pengawas Daerah Apabila Protokol Notaris yang Meninggal Dunia Tidak Diserahkan oleh Ahli Waris ? Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia dan akibat hukum tidak diserahkannya protokol notaris oleh ahli waris.
Setelah melakukan berbagai penelusuran ada beberapa judul artikel jurnal yang berhubungan dengan penelitian jurnal ini, yaitu : Penelitian dari Ida Ayu Md Dwi Sukma Cahyani dengan judul “Kepastian Hukum Penyerahan Protokol Notaris Kepada Penerima Protokol”, dengan rumusan masalah : (1) Apakah konsekuensi hukum dari Protokol Notaris yang belum diserahkan setelah lewat batas waktu penyerahan? dan (2) Bagaimana pengaturan sanksi terhadap Notaris yang tidak bersedia menerima protokol?.10 Kemudian terdapat pula penelitian jurnal yang mirip yaitu : Penelitian dari Ni Nyoman Candra Krisnayanti dengan judul “Tanggung Jawab Notaris Pengganti dalam Hal Notaris yang Diganti Meninggal Dunia Sebelum Cuti Berakhir”, dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana status hukum Notaris Pengganti dalam hal Notaris yang diganti meninggal dunia sebelum cuti berakhir? dan (2) Bagaimana mekanisme penyelesaian administrasi Protokol Notaris Pengganti apabila Notaris yang diganti meninggal dunia sebelum cuti berakhir?.11 Membandingkan secara seksama kedua penelitian dari Ida Ayu Md Dwi Sukma Cahyani dan Ni Nyoman Candra Krisnayanti memiliki rumusan masalah serta topik pembahasan yang berbeda dengan tulisan ini. Dimana tulisan ini memfokuskan pada prosedur dan kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam hal penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia oleh ahli waris. Sehingga tulisan ini memiliki orisinalitas tersendiri dalam kajian penelitian hukum.
-
2. Metode Penelitian
Penulisan artikel ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Berdasarkan Pasal 63 UUJN ini terdapatnya kekosongan norma yang pada penyerahan Protokol Notaris yang dilaporkan oleh ahli waris kepada Majelis Pengawas Daerah notaris yang selanjutnya nantinya akan diserahkan kepada notaris penerima protokol. Norma kosong yang dimaksud adalah tidak adanya kepastian siapa yang bertanggungjawab terhadap protokol Notaris tersebut. Sedangkan jenis pendekatakan yang penulis gunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatatan analisis konsep hukum.12 Pendekatan perundang-undangan, digunakan karena yang penulis teliti adalah aturan hukum yaitu Undang-Undang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang menjadi fokus sentral dalam penelitian ini. Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan konsep-konsep hukum yang disertai dengan berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya, yang relevan dengan judul yang penulis angkat. Teknik analisis yang digunakan yaitu deskripsi, interprestasi dan argumentasi.13
Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan suatu arsip Negara yang harus disimpan dan dijaga keberadaannya dalam keadaan apapun meskipun Notaris pemilik Protokol yang pensiun maupun telah meninggal dunia sebagaimana yang di atur dalam peraturan perundang-undangan.14 Berdasarkan pada Pasal 65 UUJN, terkait tanggung jawab Notaris terhadap protokol-protokolnya, Notaris berkewajiban serta bertanggungjawab secara penuh terhadap seluruh protokol yang dimilikinya, pertanggungjawaban tidak hanya sebatas telah usainya masa jabatan seorang Notaris melainkan tanggung jawabnya melekat seumur hidup Notaris tersebut.
Praktek Penyerahan Protokol Notaris yang telah meninggal dunia, yang mana merupakan suatu perbuatan hukum untuk dapat memindahkan kepemilikan dan tanggung jawab terkait dengan protokol-protokol Notaris yang meninggal dunia kepada Notaris penerima Protokol Notaris. Dengan telah diserahkannya protokol Notaris tersebut kepada Notaris penerima protokol maka Notaris penerima protokol mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan menyimpan protokol tersebut dan mempunyai kewenangan terhadap protokol sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan oleh Undang-Undang
Pada prinsipnya, setiap kali ada Notaris yang meninggal dunia maka seluruh arsip atau protokolnya harus dipindahkan kepada Notaris lain selaku Notaris penerima Protokol oleh ahli waris dari Notaris yang telah meninggal dunia tersebut, sebagaimana penjelasan pada Pasal 35 UUJN, Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai derajat kedua warisnya wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris ditempat wilayah kerja Notaris yang meninggal tersebut, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, maka tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. Kemudian Pejabat Sementara Notaris tersebut menyerahkan protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia tersebut kepada Majelis Pengawas Daerah dengan jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris tersebut meninggal dunia.15
Dalam hal Notaris meninggal dunia tersebut, maka protokol Notaris tersebut akan diserahkan kepada Notaris lain selaku Notaris penerima Protokol Notaris (Pasal 62 huruf a UUJN). Penyerahan protokol dalam hal Notaris meninggal dunia, dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris (Pasal 63 ayat (2) UUJN). Melalui pasal ini dapat kita lihat bahwa Notaris lain yang akan menerima protokol Notaris yang meninggal dunia adalah Notaris yang telah ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah berdasarkan usulan dari ahli waris. Penyerahan protokol tersebut dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima protokol Notaris.
Proses yang harus dilakukan, apabila seorang Notaris meninggal dunia maka ahli waris melakukan pengajuan Notaris penerima protokol kepada Majelis Pengawas Daerah, yang mana prosesnya meliputi :
-
1) Ahli Waris wajib memberitahukan secara manual maupun elektronik kepada Majelis Pengawas Daerah di wilayah jabatan Notaris yang meninggal dunia tersebut perihal meninggalnya Seorang Notaris, dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak Notaris meninggal dunia Pasal 35 ayat (2) UUJN, sedangkan pada Pasal 56 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris (selanjutnya disebut Permenkumham 19 Tahun 2019) menyebutkan Dalam hal Notaris meninggal dunia ahli waris wajib
memberitahukan secara manual atau elektronik kepada Majelis Pengawas Daerah di Wilayah jabatan Notaris yang meninggal dunia tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
-
2) Dalam hal Notaris tidak memiliki ahli waris maka pemberitahuan secara manual atau elektronik kepada Majelis Pengawas Daerah dilakukan oleh
karyawan Notaris yang meninggal dunia tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 56 ayat (2) Permenkumham 19 Tahun 2019.
-
3) Setelah pelaporan dari ahli waris atau karyawan Notaris, Majelis Pengawas Daerah segera melakukan Rapat Intern yang dihadiri oleh sebagian Notaris yang menjabat selaku Majelis Pengawas Daerah untuk membahas mengenai Serah Terima Protokol Notaris.
-
4) Setelah diadakannya Rapat Intern dilaksanakanlah Rapat Umum yang
membahas mengenai Serah Terima Protokol Notaris. Dalam rapat tersebut Majelis Pengawas Daerah terlebih dahulu akan menawarkan kepada Notaris lainnya yang ingin menerima secara suka rela protokol Notaris yang telah meninggal dunia, apabila tidak ada yang ingin menerima protokol Notaris tersebut Majelis Pengawas Daerah akan menunjuk Notaris untuk menerima protokol Notaris yang telah meninggal dunia tersebut.
-
5) Setelah dilakukan penunjukan Notaris Penerima Protokol akan dibuatkannya berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris. Penyerahan Protokol Notaris yang telah meninggal dunia dilakukan oleh ahli waris Notaris.
-
3.2 Kewenangan dan Upaya Majelis Pengawas Daerah Apabila Protokol Notaris yang Meninggal Dunia Tidak Diserahkan oleh Ahli Waris
Majelis Pengawas Daerah memiliki peran penting dalam penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia kepada notaris lain penerima protokol yang telah ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah. Akan tetapi, dalam penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia kepada notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah, terdapat banyak kendala yang menyebabkan penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia tersebut menjadi tertunda dan tidak dapat mengikuti waktu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Kendala-kendala yang dapat terjadi adalah ahli waris yang tidak tahu menahu mengenai kewajiban ahli waris untuk melaporkan kematian dari notaris tersebut kepada Majelis Pengawas Daerah sehingga Majelis Pengawas Daerah belum dapat mengambil tindakan karena belum mendapatkan laporan. Namun, apabila Majelis Pengawas Daerah telah mendapat laporan atas meninggalnya salah satu notaris di daerah tersebut, maka Majelis Pengawas Daerah harus ikut aktif dan segera menunjuk notaris penerima protokol yang nantinya akan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan diterbitkan Surat Keputusan mengenai notaris penerima protokol
Meskipun dalam Pasal 63 (2) UUJN disebutkan bahwa Majelis Pengawas Daerah menunjuk notaris lain untuk menjadi notaris penerima protokol, yang sebenarnya Majelis Pengawas Daerah bukan menunjuk, melainkan mengusulkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang akan menunjuk notaris penerima protokol tersebut berdasarkan Surat Keputusan, karena terdapat kemungkinan notaris yang diusulkan oleh Majelis Pengawas Daerah ditolak oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia apabila notaris tersebut bermasalah, meskipun pada umumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia akan menerima usulan dari Majelis Pengawas Daerah mengenai notaris penerima protokol yang ditunjuk tersebut. Penunjukan notaris penerima protokol oleh Majelis Pengawas Daerah bersifat sementara, karena penyerahan protokol notaris yang meninggal dunia bersifat mendadak dan mendesak, sebelum kemudian akan ditetapkan melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, karena seharusnya notaris penerima protokol harus resmi berdasarkan penetapan Menteri.
Apabila kemudian setelah lebih dari 30 (tiga puluh) hari protokol notaris yang telah meninggal dunia tersebut tidak segera diserahkan oleh ahli waris, maka Majelis Pengawas Daerah juga diberikan wewenang oleh Pasal 63 ayat (6) UUJN untuk dapat mengambil protokol notaris. Apabila tidak segera diserahkan, sehingga upaya yang dapat dilakukan Majelis Pengawas Daerah apabila protokol notaris yang telah meninggal tersebut tidak segera diserahkan adalah mengambil protokol tersebut dan langsung menyerahkannya kepada notaris penerima protokol yang telah ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah agar tidak terjadi keterlambatan dalam penyerahan protokol notaris yang meninggal dunia agar tidak merugikan para pihak yang membutuhkan salinan atas minuta dari protokol tersebut. Seharusnya dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat diatur lebih jelas lagi mengenai prosedur pengambilan protokol notaris yang telah meninggal dunia yang tidak segera diserahkan, dengan penjelasan mengenai kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam mengambil protokol tersebut, yaitu diberikannya wewenang untuk mengeksekusi protokol tersebut meskipun tempat disimpannya protokol tersebut terkunci sehingga protokol dapat segera diserahkan kepada notaris penerima protokol yang telah ditunjuk.
Notaris yang telah ditetapkan menjadi notaris penerima protokol juga tidak dimungkinkan untuk menolak protokol yang telah diserahkan kepadanya. Seorang notaris wajib menerima protokol dari notaris sebelumnya, yang telah ditentukan/ ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah. Menolak menerima Protokol Notaris termasuk dalam perbuatan melawan hukum, dan masuk dalam golongan pelanggaran Kode Etik Notaris yang dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan atau teguran tertulis dari Majelis Pengawas Notaris yang bersifat internal.16
-
4. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa melihat Pasal 63 UUJN penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia kepada notaris lain penerima protokol dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan yaitu ahli waris dari notaris yang telah meninggal dunia dan yang menerima Protokol Notaris yaitu notaris penerima protokol, yang dilakukan setelah ditunjuknya notaris penerima protokol oleh Majelis Pengawas Daerah, maka dapat diketahui bahwa penyerahan protokol merupakan kewajiban ahli waris. Serta Penyerahan protokol notaris yang telah meninggal dunia kepada notaris penerima protokol juga merupakan kewenangan Majelis Pengawas Daerah berdasarkan Pasal 63 UUJN yang menyatakan bahwa apabila protokol notaris
tidak diserahkan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil protokol tersebut, sehingga Majelis Pengawas Daerah berwenang mengambil protokol tersebut dan menyerahkan kepada notaris penerima protokol yang telah ditentukan serta dapat melakukan upaya paksa yaitu mengambil protokol notaris tersebut dan menyerahkannya kepada notaris penerima protokol apabila telah lebih dari 30 (tiga puluh) hari setelah ditunjuknya notaris penerima protokol oleh Majelis Pengawas Daerah.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Adjie, H, (2017), Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris, Refika Aditama, Bandung
Budiono, H, (2013), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
Marzuki, P. M, (2010), Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Jurnal
Afifah, K., (2017), Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya. Lex Renaissance, 2 (1), h. 148. DOI : https://doi.org/10.20885/JLR.vol2.iss1.art10
Akhmad, S. N, (2019), Kekuatan Akta Autentik Yang Dibuat Oleh Notaris Untuk Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 3 (1), h. 89. DOI : https://doi.org/10.33474/hukeno.v3i1.1921
Anugroho, B.L., (2021), Tanggung Jawab Ahli Waris Notaris dan Perlindungan Hukum terhadap Penghadap atas Protokol Notaris yang Hilang atau Rusak, JUPIIS: JURNAL PENDIDIKAN ILMU-ILMU SOSIAL, 13 (1), h. 280. DOI :
https://doi.org/10.24114/jupiis.v13i1.25112
Cahyani, I. A. M. D. S., Usfunan, Y., & Sumardika, I. N, (2017), Kepastian Hukum Penyerahan Protokol Notaris Kepada Penerima Protokol, Acta Comitas, Vol. 2, No. (1), h. 139. DOI : 10.24843/AC.2017.v02.i01.p13
Cahyowati, R.R. and Djumardin, D., (2017), Kewenangan Camat Dan Kepala Desa Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Setelah Berlakunya UUJN, NOTARIIL Jurnal Kenotariatan, 2 (2), h. 93. DOI
: https://doi.org/10.22225/jn.2.2.349.84-100
Dirgantara, P., (2019), Tanggung Jawab Saksi Pengenal Terhadap Keterangan yang Diberikan dalam Pembuatan Akta Autentik, Acta Comitas, 4 (2), h. 187. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2019.v04.i02.p03
Edwar, E., Rani, F.A. and Ali, D., (2019), Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau Dari Konsep Equality Before The Law, Jurnal Hukum & Pembangunan, 49 (1), h. 181. DOI : https://doi.org/10.21143/jhp.vol49.no1.1916
Krisnayanti, N. N. C., Widiati, I. A. P., & Astiti, N. G. K. S, (2020), Tanggung Jawab Notaris Pengganti dalam Hal Notaris yang Diganti Meninggal Dunia Sebelum Cuti Berakhir, Jurnal Interpretasi Hukum, 1 (1), h. 236. DOI :
https://doi.org/10.22225/juinhum.1.1.2218.234-239
Muljono, B.E., (2014), Keabsahan Akta Nota Riil Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Jurnal Independent, 2 (2), h. 4. DOI :
https://doi.org/10.30736/ji.v2i2.22
Putra, E. P., Yuliandri, Y., & Fendri, A., (2020), Kedudukan dan Tanggung Jawab Notaris Penerima Protokol Notaris yang Meninggal Dunia, Al Hurriyah: Jurnal Hukum Islam, 5 (1), h. 63. DOI : https://doi.org/10.30983/alhurriyah.v5i1.2608
Rahman, Y. P., (2019), Pengaturan Penyerahan Protokol Notaris yang Telah Meninggal Dunia dan Prakteknya di Provinsi Sumatera Barat. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 5 (1), h. 6. DOI : https://doi.org/10.33760/jch.v5i1.120
Roeri Andriana, Munsyarif Abdul Chalim, (2017), Akibat Hukum Bagi Notaris Yang Menolak Protokol Dari Notaris Lain, Jurnal Akta, 4 (2), h. 6. DOI :
https://doi.org/10.30659/akta.v4i2.1787
Yuhana, D. A., (2021), Peran Majelis Pengawas Daerah dan Notaris Penerima Protokol Terhadap Penyimpanan Protokol Notaris Yang Telah Berumur 25 Tahun. Jurnal Officium Notarium, 1 (1), h. 56. DOI :
https://doi.org/10.20885/JON.vol1.iss1.art6
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5491)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601)
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris
314
Discussion and feedback