Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Oleh Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Penegakan Hukum Pidana
on
Vol. 7 No. 02 Agustus 2022
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Oleh Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Penegakan Hukum Pidana
Dw. Ngk. Gd. Agung Basudewa Krisna1, I Nyoman Suyatna2
1Fakultas Hukum, Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
2Fakultas Hukum, Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
Info Artikel
Masuk : 21 Mei 2022
Diterima : 4 Agustus 2022
Terbit : 8 Agustus 2022
Keywords:
Notary, Criminal Law Enforcement, Suspicious Financial Transactions
Kata kunci:
Notaris, Penegakan Hukum Pidana, Transaksi Keuangan Mencurigakan
Corresponding Author:
Dw. Ngk. Gd. Agung Basudewa Krisna, E-mail: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2022.v07.i02.p10
Abstract
In this study, the main objective is to determine the role of a Notary as a public official in the enforcement of criminal law. This study applies a normative method, a statutory approach and a conceptual approach, the sources of legal materials used are primary legal materials and secondary legal materials. The results of this study indicate the role and authority of a Notary in providing authenticity to his writings about the agreements, actions, and decisions of the parties facing him. Because Notaries have other powers described in the Act as referred to in "Article 15 paragraph (3)", then this opens the opportunity to increase the role of Notaries. Notaries have an important role as reporting suspicious financial transactions in an effort to enforce criminal law which can be done non-electronically or electronically through the goAML application. This is contained in PP Number 43 of 2015 regarding the Reporting Party in terms of Preventing and Combating the Criminal Action of Money Laundering. This must be done by Notaries considering that there is an evaluation of compliance with reporting obligations for Notaries carried out by the Supervisory and Regulatory Agency and/or PPATK. In addition, the role of the Notary is very crucial in the enforcement of criminal law, especially regarding the crime of money laundering as regulated in Law Number 8 of 2010 concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering.
Abstrak
Dalam penelitian ini, tujuan utamanya adalah untuk mengetahui peranan Notaris sebagai pejabat umum dalam penegakan hukum pidana. Penelitian ini menerapkan metode normatif, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan peranan dan kewenangan Notaris dalam memberikan otentisitas atas tulisannya tentang kesepakatan, perbuatan, serta ketetapan dari pihak-pihak yang menghadapnya. Dikarenakan Notaris memiliki wewenang lainnya yang dijelaskan pada Undang-Undang seperti disebut di Pasal 15 ayat (3), maka hal ini membuka peluang untuk menambah peranan Notaris. Notaris memiliki peranan penting sebagai pelapor
transaksi keuangan yang mencurigakan sebagai upaya untuk melakukan penegakan hukum pidana yang dapat dilakukan secara non-elektronik maupun elektronik melalui aplikasi goAML. Hal ini terdapat dalam PP Nomor 43 Tahun 2015 terkait Pihak Pelapor dalam hal Mencegah serta Memberantas Tindakan Pidana Pencucian Uang. Hal tersebut wajib dilakukan oleh Notaris mengingat terdapat pengevaluasian atas kepatuhan kewajiban pelaporan untuk Notaris yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengawas serta Pengatur dan/ataupun PPATK. Selain itu, peranan Notaris tersebut sangatlah krusial pada penegakan hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana money laundering seperti diatur pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan serta Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
-
I. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara berkembang telah melakukan berbagai upaya pembangunan untuk dapat mewujudkan cita-cita nasional, salah satunya adalah melalui sektor teknologi. Pembangunan teknologi di Indonesia bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Selain itu, pembangunan teknologi juga dapat menciptakan keadaaan masyarakat yang adil, sejahtera, serta makmur sesuai UUD 1945 yang merupakan visi dari Negara Republik Indonesia.
UUD 1945 memaparkan, Indonesia yaitu negara yang mempunyai landasan hukum. Dampak logis yang mampu ditarik dari pasal itu yakni hak serta kewajiban Notaris wajib dijelaskan pada aturan yang dicetuskan oleh negara dan wajib diaati oleh tiap individu, jika ada pihak yang melakukan pelanggaran tentu akan dikenakan sanksi hukum. Tatanan Undang-Undang di Indonesia yakni Undang-Undang Dasar (UUD), Ketetapan MPR, UU, PP, Perpres, Perda Provinsi, serta Perda Kabupaten/Kota.
Aturan undang-undang itu sejalan dengan asas hukum paling baru menggeser hukum yang lama (lex posteriori derogate legi priori) serta asas hukum yang bersifat lebih tinggi menggeser hukum yang sifatnya lebih rendah (lex superiori derogate legi inferiori), dengan kata lain, hukum yang letaknya lebih rendah tak boleh bertolak belakang dengan hukum diatasnya. Ini berlaku untuk keseluruhan aturan perundang-undangan, entah pada bidang budaya, ekonomi, politik, pendidikan, sosial, administrasi, serta teknologi.1
Kemajuan teknologi informasi serta komunikasi yang kian pesat memberi sejumlah kesempatan juga tantangan. Adapun bidang yang terkena pengaruh perkembangan teknologi informasi, salah satunya adalah bidang administrasi. Sejumlah bidang kehidupan sudah mengimplementasikan sistem informasi, entah itu sektor perdagangan, industri, transportasi, pemerintahan, pariwisata, bahkan industri finansial. Jangkauan sistem teknologi informasi mulai dari mengumpulkan,
menyimpan, memproses, memproduksi serta mengirim, dari serta ke industri ataupun masyarakat dengan efektif juga cepat.
Saat ini, negara-negara sedang menghadapi Revolusi Industri 4.0 yakni era inovasi yang disruptif. Perkembangan inovasi yang pesat dapat menciptakan pasar-pasar baru. Namun, inovasi ini pun dapat merusak pasar yang telah ada, parahnya lagi bahkan dapat mensubstitusi teknologi yang telah ada.2
Perkembangan teknologi informasi menyebabkan dunia semakin tak terbatas serta mengakibatkan tingkat perubahan sosial menjadi begitu cepat, demikian juga halnya dengan ekonomi, budaya, serta tatanan penegakan hukum yang gesit. Teknologi informasi mempermudah individu untuk melakukan komunikasi jarak jauh di seluruh dunia dalam hitungan detik. Instrumen yang dipergunakan dapat berupa televisi, radio, telegram, handphone, faksimile, serta internet.
Tanpa disadari, kehidupan kini telah memasuki Era Society 5.0, yang mengarahkan individu untuk berorientasi terhadap keseimbangan. Era ini membuat internet tak hanya menjadi penyaluran informasi, tetapi guna menjalankan kehidupan. Era Society 5.0 dimaknai sebagai era ketika teknologi sudah menjadi elemen tak terpisahkan dari individu serta berkembangnya teknologi mampu memperkecil kesenjangan sosial maupun permasalahan perekonomian di masa mendatang.3
Implementasi Society 5.0 mempunyai tujuan membangun individu yang dapat menyelesaikan sejumlah rintangan sosial dengan cara menerapkan inovasi revolusi industri 4.0 ke tiap sektor kehidupan. Jadi, pada masa mendatang dapat terbentuk kehidupan bermasyarakat yang lebih baik serta berkelanjutan.4
Teknologi informasi juga merupakan tantangan yang besar serta membutuhkan penyelesaian yang serius, khususnya dibidang kenotariatan. Hal tersebut dikarenakan selalu akan ada akibat positif maupun negatif dibalik kemajuan teknologi informasi. Masyarakat Indonesia dengan dinamikanya yang baru tumbuh serta berkembang menjadi masyarakat industri, seakan masih sangat dini untuk mengikuti kemajuan teknologi. Selain memberi sumbangsih untuk perkembangan kesejahteraan serta adab individu, kemajuan teknologi informasi pun memberi celah terciptanya perilaku yang melanggar hukum, akan tetapi bisa juga membantu terlaksananya penegakan hukum serta mempermudah urusan administrasi, termasuk kenotariatan.
Notaris dalam hal ini telah dibantu perkembangan teknologi informasi dalam menjalankan profesinya. Oleh karena itu, Pemerintah dalam mendukung profesi Notaris dalam pemanfaatan teknologi informasi telah mengeluarkan “Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”.
Disamping itu, kemajuan teknologi informasi pun memengaruhi kehidupan masyarakat, alhasil memaksa pemerintah mencetuskan “Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Berlakunya aturan itu diharap mampu memberi
jaminan atas perkembangan teknologi guna mendorong efektivitas serta efisiensi pelayanan publik, serta mempermudah Notaris dalam menjalankan profesinya.
Notaris sebagaimana diatur pada “Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris merupakan pejabat umum dengan wewenang menerbitkan akta otentik serta memiliki wewenang lain seperti dijelaskan pada Undang-Undang ini ataupun sesuai Undang-Undang lain”. Walaupun di pengertian itu ditekankan bahwasanya Notaris ialah pejabat umum (openbare ambtenaar), namun berdasarkan aturan kepegawaian negeri, Notaris bukanlah pegawai negeri. Selain dari penjelasan diatas Notaris juga merupakan pejabat umum dengan wewenang membuatkan akta otentik selama akta otentik tersebut atas pembuatannya tak dikhususkan ke pejabat umum yang lain. Adapun pembuatan sebuah akta otentik ada yang diwajibkan oleh undang-undang sebagai wujud membangun ketertiban, kepastian, serta perlindungan hukum. Sebuah akta otentik yang ditulis oleh ataupun didepan Notaris tidak semata diwajibkan oleh Undang-Undang namun juga diinginkan oleh para pihak yang mempunyai kepentingan. Ini guna memberi kepastian kewajiban serta hak para pihak, demi terciptanya ketertiban, kepastian, juga perlindungan hukum untuk pihak-pihak tersebut, pun untuk publik secara umum. “Kekuatan pada akta Notaris itu Sendiri sebagai alat bukti terletak pada kekhasan karakter pembuatnya dimana dalam hal seorang Notaris yang ditunjuk langsung oleh Undang-Undang sebagai pejabatumum yang diberikan sebuah wewenang untuk membuat sebuah akta”.5
Notaris juga bertanggung jawab “atas amanah yang telah diberikan kepadanya dengan selalu memegang teguh norma-norma etika, martabat, dan integritasnya”. “Jika hal tersebut diabaikan oleh oleh notaris, maka menimbulkan kerugian bagi masyarakat6 Notaris yang menjalankan tugasnya harus mampu bertindak secara profesional dengan kepribadian yang luhur dengan selalu menegakkan hukum dalam menjalankan tugas Notaris sesuai dengan etika profesinya yaitu Kode Etik Notaris”.
Notaris melaksanakan sejumlah kekuasaan kenegaraan pada aspek hukum perdata guna memberi pelayanan atas kepentingan publik yang membutuhkan berkas hukum berwujud akta otentik yang keberadaannya mendapat pengakuan negara sebagai bukti terbaik. Keaslian akta Notaris bukanlah pada fisik kertas, tetapi akta itu dibuatkan didepan Notaris yang merupakan Pejabat Umum dengan seluruh wewenangnya. Jadi akta yang dibuatkan oleh Notaris bersifat otentik sebab akta itu dibuatkan didepan Pejabat Umum sesuai dengan yang dijelaskan pada Pasal 1868 KUHPerdata. 7
Kemajuan masyarakat yang diiringi dengan kemajuan transaksi elektronik menyebabkan notaris pun dalam menjalankan tugas harus bergandengan dengan perkembangan teknologi. Dalam melaksanakan kewajibannya itu, sudah dijelaskan pada “Pasal 15 ayat (3) Undang- UndangNomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa Notaris memiliki wewenang lain sebagaimana dijelaskan pada Undang-Undang”.
Adapun Notaris yang menjalankan profesinya dengan memanfaatkan teknologi biasa dinamakan Cyber Notary. Konsepsi Cyber Notary sendiri yaitu bidang kenotariatan yang menerapkan perkembangan teknologi dalam menjalankan profesinya di dunia maya dan melaksanakan tugas Notarisnya. Sebagai contoh, penandatanganan elektronik atas akta serta Rapat Umum Pemegang Saham dengan telekonferensi.8 Ini bertujuan memudahkan pihak-pihak yang lokasinya jauh, jadi keberadaan Cyber Notary mampu menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan perkembangan teknologi informasi tersebut dapat mempertemukan para pihak tanpa harus berhadapan dan/atau hadir secara langsung secara face to face,9 karena terdapat konsep bekerja Notaris menggunakan cyber notary yakni “melakukan sebuah pelayanan dengan jasa-jasa Notaris, dan dokumen secara elektronik”.10 “Dengan berkembangnyafungsi dan peran Notaris dalam suatu transaksi elektronik yang dimaksud, Notaris dituntut secara sigap dan siap dalam mengaplikasikan konsep Cyber Notary sehingga memberikan suatu pelayanan jasa yang cepat, tepat, dan efisien, sehingga mampu mempercepat laju pertumbuhan ekonomi”.11
Cyber Notary bertujuan mempermudah serta mengefisiensikan tugas serta wewenang Notaris terkait keseluruhan perilaku, kesepakatan, ataupun kebijakan yang diwajibkan oleh aturan atau apapun yang diinginkan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan guna dicantumkan pada akta otentik. Gagasan Cyber Notary, memiliki ruang lingkup yang lebih spesifik kepada profesi hukum yang serupa oleh Notaris publik pada umumnya, dengan cakupan pekerjaan yang sama hanya saja memakai media yang berbeda, yakni dokumen elektronik.12 “Kewenangan Notaris dalam mensertifikasi secara elektronik memiliki tujuan untuk jaminan memiliki ketertiban, kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat dengan perkembangan teknologi yang semakin kencang, maka kepentingan akan suatu alat bukti yang sah, yang juga berkarakter autentik terhadap perbuatan hukum, penetapan, perjanjian dan peristiwa hukum yang dibentuk oleh pejabat yang memiliki kewenangan tersebut”.13
Berkaitan dengan penggunaan teknologi tersebut dalam bidang kenotariatan, selain untuk membuat akta dan melakukan penandatanganan akta secara elektronik, Notaris juga dituntut untuk berperan sebagai pelapor transaksi keuangan yang mencurigakan. Peran tersebut merupakan peran penting dalam konteks “Anti Pencucian Uang &
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT)”. Peranan tersebut sudah diberlakukan di beberapa Negara melalui sistem pencegahan pencucian uang serta dana terorisme pada bidang notaris, dimana penilaian risiko sektor tersebut dan pengembangan kebijakan serta prosedur pengendalian internal APU/PPT adalah tanggung jawab badan pengatur sendiri yang menjamin keseragaman persyaratan penerapan kebijakan ini di bidang kenotariatan. 14
Berdasarkan uraian tersebut, haruslah dilakukan kajian secara mendalam mengenai bidang kenotariatan dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana. Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tugas Notaris sebagai pihak pelapor aktivitas finansial yang mencurigakan pada penegakan hukum pidana, yang mana Penulis melaksanakan penelitian yang berjudul, “Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Oleh Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Penegakan Hukum Pidana”.
Adapun beberapa rumusan masalah yang ditarik Penulis dalam penelitian ini sebagaimana uraian di atas, yaitu bagaimana kewenangan Notaris berdasarkan hukum positif di Indonesia? dan bagaimana peranan Notaris sebagai Pejabat Umum dalam penegakan hukum pidana mengenai adanya pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan?
Tujuan yang hendak dicapai oleh Penulis dalam penelitian ini adalah supaya mengetahui dan memahami kewenangan Notaris berdasarkan hukum positif di Indonesia, serta untuk mengetahui dan memahami peranan Notaris sebagai Pejabat Umum dalam penegakan hukum pidana mengenai adanya pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan.
Sebelum adanya penulisan artikel ini sebagai bentuk perbandingan atas adanya penelitian terdahulu yang pada pokoknya hamper sama dalam objek penelitian namun berbeda pembahasannya, yaitu pada jurnal yang disusun oleh “Teuku Ulya Murtadha, Dahlan Ali, dan Mohd, Din dalam Syiah Kuala Law Journal Vol 3 (3) Desember 2019 pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, yangberjudul Kewajiban Notaris Melaporkan Transaksi Mencurigakan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan rumusan masalah yakni: 1 Apakah kewajiban melaporkan transaksi mencurigakan dalam penggunaan jasa notaris dapat mengganggu independensi notaris sebagai pejabat umum? dan 2 Bagaimanakah seharusnya wujud implementasi kewenangan pihak pelapor khususnya notaris? Adapun hasil penelitian pada jurnal tersebut pada pokoknya Notaris pada esensinya bertugas membuat akta otentik yang diwenangkan oleh Undang-Undang dalam rangka mewujudkan kepastian hukum yang merupakan salah satu unsur dari tiga tujuan hukum itu sendiri, sehingga tidak ada ketentuan mengenai kewajiban notaris dalam pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan, namun perluasan kewajiban Notaris terdapat pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017 tetapi hanya bersifat pasif”.
Berdasarkan hal tersebut, maka perbedaan dengan penelitian dari Penulis dengan penelitian sebelumnya tersebut terdapat pada sasaran dari penelitian yakni Penulis
memfokuskan pada penegakan hukum pidana secara umum, namun dalam penelitian terdahulu mengkhususkan pada tindak pidana pencucian umum mengenai adanya transaksi keuangan yang mencurigakan.
Penelitian ini berjenis penelitian normatif dengan tujuan mencari kebenaran koherensi. Penelitian ini mempergunakan “Statute Approach serta Conseptual Approach, Statue Approach adalah suatu pendekatan yang menelaah aturan perundang-undangan yang sesuai dengan kasus yang sedang ditinjau sedangkan Case Approach adalah suatu pendekatan yang akan dilaksanakan melalui penelaahan konsepsi ataupun teori yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian”. Bahan hukum yang dipergunakan yakni bahan hukum primer serta sekunder. Bahan hukum primer mencakup aturan Undang-Undang serta Putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan kasus. Metode mengumpulkan bahan hukum yang didapat dari bahan hukum primer maupun sekunder seperti tesis, artikel ilmiah hukum, buku, opini hukum, serta yang lainnya terkait dengan permasalahan hukum yang dibahas.
Notaris adalah suatu jabatan yang melaksanakan tugas Negara dalam hal hukum keperdataan, kewenangan notaris adalah membuat suatu akta otentik yang dibutuhkan oleh para pihak15. Definisi Notaris sesuai kamus hukum yaitu: “orang yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya”.16 “Notaris mempunyai penranan yang sangat penting dalam lalu lintas hukum, khususnya dalam bidang hukum keperdataan, karena notaris berkedudukan sebagai pejabat publik yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta dan kewenangan lainnya”17
“Notaris dapat dikatakan sebagai pegawai pemerintah yang tidak menerima gaji dari pemerintah, Notaris dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pensiun dari pemerintah. Oleh karena itu, bukan saja notaris yang harus dilindungi tetapi juga para konsumennya, yaitu masyarakat pengguna jasa Notaris”.18 Adapun wewenang tersebut merupakan bagian dari peranan Notaris dalam menjalankan tugasnya. Secara lebih lengkap, wewenang Notaris telah dijelaskan di “Pasal 15 ayat (1), (2), serta (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris” yang memaparkan: 1. “Notaris berwenang membuatkan sebuah akta yang otentik terkait kesepakatan, perbuatan, serta penetapan yang dicantumkan di undang-undang ataupun yang diminta oleh pihak yang mempunyai kepentingan guna dicantumkan pada akta otentik, memastikan tanggal dibuatnya akta, mengarsipkan akta, memberi grosse,
kutipan serta salinan akta, seluruhnya selama pembuatan akta tak ditugaskan ataupun dikecualikan pada pejabat lainnya ataupun pihak lain yang disebutkan oleh ketentuan perundang-undangan”
-
2. Selain dari wewenang yang dijelaskan di ayat (1), seorang Notaris mempunyai kewenangan:
-
a. Melakukan pengesahan tanda tangan serta menentukan tanggal surat bawah tangan dan mencatatnya pada buku khusus;
-
b. Melakukan pembukuan surat bawah tangan dengan membuat daftar di buku khusus;
-
c. Melakukan pembuatan salinan dari surat asli dibawah tangan yang mencakup penjelasan seperti yang tertulis serta tergambarkan di surat asli;
-
d. Mengesahkan kesesuaian salinan dengan aslinya;
-
e. Memberi sosialisasi hukum terkait pembuatan akta;
-
f. Melakukan pembuatan akta terkait pertanahan; ataupun
-
g. Melakukan pembuatan akta risalah lelang
-
3. Tak hanya wewenang seperti yang dijelaskan di ayat (1) serta (2), Notaris memiliki wewenang lainnya yang dijelaskan pada aturan Undang-Undang”.
Sedangkan terkait kewajiban Notaris terdapat pada Pasal 16 ayat (1) menjelaskan bahwa ketika melaksanakan tugasnya Notaris wajib:
-
a. Berlaku jujur, amanah, seksama, netral, mandiri, serta melindungi kerahasiaan pihak-pihak yang melaksanakan tindakan hukum;
-
b. Membuatkan Akta berbentuk Minuta Akta serta mengarsipkannya sebagai elemen dari Protokol Notaris;
-
c. Membubuhkan sidik jari serta melampirkan surat maupun dokumen pada Minuta Akta;
-
d. Menerbitkan Salinan, Grosse, ataupun Kutipan Akta sesuai Minuta Akta;
-
e. Memberi layanan selaras dengan aturan, terkecuali jika terdapat alasan untuk melakukan penolakan;
-
f. Menjaga kerahasiaan segala hal terkait Akta yang dibuat serta penjelasan yang didapatkan untuk membuatkan Akta selaras dengan sumpah jabatan, terkecuali jika undang-undang menetapkan hal lain;
-
g. Melakukan penjilidan atas Akta yang ia buat selama satu bulan, dijadikan sebuah buku yang mencakup maksimal 50 Akta, apabila Akta tak cukup digabungkan dalam sebuah buku, maka Akta itu boleh dijilid lebih dari satu buku, serta melakukan pencatatan atas total Minuta Akta, bulan, serta tahun pembuatan di sampul tiap buku;
-
h. Membuatkan daftar atas Akta protes atas tak diterima ataupun tak dibayarnya surat berharga;
-
i. Membuatkan daftar atas Akta yang terkait surat wasiat sesuai waktu membuat Akta tiap bulan;
-
j. Mengirim daftar Akta seperti dijelaskan pada huruf I ataupun daftar nihil sehubungan dengan surat wasiat kepada pusat daftar surat wasiat di kementerian yang mengurusi urusan pemerintah pada sektor hukum dengan periode lima hari di minggu pertama tiap bulan selanjutnya;
-
k. Mencatatkan pada repertorium tanggal mengirim daftar wasiat di tiap akhir bulan;
-
l. Memiliki stemple ataupun cap yang berisikan lambang negara serta tertulis nama, jabatan, serta tempat kedudukan yang bersangkutan di ruang yang melingkarinya;
-
m. Mengumumkan Akta dihadapan para pihak serta dihadiri setidaknya dua saksi, ataupun empat saksi yang bersifat khusus dalam membuat Akta wasiat bawah
tangan, serta dibubuhkan tanda tangan Notaris, saksi, serta penghadap ketika itu juga;
-
n. Menerima program magang para calon Notaris.
Berdasarkan kewenangan dan tugas Notaris seperti yang dipaparkan, tak ada peranan Notaris mengenai kewajibannya untuk melakukan pelaporan dalam transaksi keuangan mencurigakan dalam penegakan hukum pidana. Walaupun demikian, dikarenakan Notaris memiliki wewenang lainnya yang dijelaskan pada Undang-Undang seperti disebut di “Pasal 15 ayat (3)”, maka hal ini membuka peluang untuk menambah peranan Notaris.
-
3.2. Peranan Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Adanya Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan
Apabila ditelusuri lebih mendalam mengenai pengaturan yang berkaitan dengan Notaris pada aturan undang-undang di Indonesia, maka akan ditemukan mengenai tambahan peranan Notaris sebagaimana terdapat di PP Nomor 43 Tahun 2015 terkait Pihak Pelapor dalam hal Mencegah serta Memberantas Tindakan Pidana Pencucian Uang. Pada ketentuan tersebut, pelapor dimaknai sebagai tiap individu yang harus melaporkan ke PPATK terkait pencegahan serta pemberantasan tindakan pencucian uang. Notaris diatur sebagai contoh dari bagian pelapor aktivitas yang dianggap mencurigakan dalam aturan tersebut.
Adapun definisi transaksi keuangan yang mencurigakan di antaranya:
-
a. Transaksi Keuangan yang tak sesuai dengan identitas, karakter, ataupun kebiasaan transaksi oleh Pemakai Jasa yang bersangkutan;
-
b. Transaksi Keuangan oleh Pemakai Jasa yang perlu dicurigai bertujuan menghindar dari pelaporan Transaksi bersangkutan yang harus dilaksanakan oleh Pelapor sebagaimana dijelaskan pada aturan undang-undang yang membahas perihal usaha preventif serta represif atas tindakan pidana pencucian uang;
-
c. Transaksi Keuangan yang dilaksanakan ataupun tidak jadi dilaksanakan mempergunakan aset yang dicurigai bersumber dari hasil tindakan pidana; ataupun
-
d. Transaksi Keuangan yang dimintakan oleh PPATK untuk dilapor oleh Pelapor sebab terlibat dengan aset yang dicurigai bersumber dari hasil tindakan pidana.
Berdasarkan temuan penelitian PPATK, Notaris termasuk pihak yang cukup rentan diperdaya oleh pelaku tindakan pencucian uang guna menyamarkan bahkan melenyapkan sejarah aset yang merupakan hasil tindakan pidana. Hal tersebut dilakukan dengan berlindung diri dibalik kerahasiaan relasi profesi dengan pihak Pengguna Jasa sebagaimana dijelaskan di undang-undang.
Beberapa pengaturan yang berkaitan dengan peranan Notaris dalam penegakan hukum pidana sebagai pelapor transaksi keuangan yang patut dicurigai yaitu:
-
a. “PP No. 43 Tahun 2015 terkait Pihak Pelapor Dalam Mencegah serta Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang
-
b. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan serta Analisis Transaksi Keuangan No. 11 Tahun 2016 terkait Tata Cara Menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan yang Mencurigakan Bagi Profesi
-
c. Peraturan Kementerian Hukum & HAM Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 perihal Implementasi Prinsip Mengenal Pengguna Jasa Bagi Notaris
-
d. Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2018 perihal Implementasi Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Sebagai Wujud Pencegahan serta Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Tindak Pidana Pendanaan Terorisme”.
Notaris yang menjadi pihak pelapor mempunyai peran untuk melaporkan transaksi keuangan yang dicurigai ke PPATK guna kepentingan ataupun untuk serta atas nama Pengguna Jasa, terkait:
-
- Jual beli properti;
-
- Aktivitas kelola modal, efek, dan/ atau produk keuangan lain;
-
- Aktivitas kelola rekening tabungan, deposito, giro, dan/ atau efek;
-
- Aktivitas operasi serta kelola entitas; dan/ atau
-
- Pendirian, pembelian, serta penjualan sebuah badan hukum.
Hal itu wajib dilaksanakan oleh Notaris mengigat terdapat terdapat evaluasi kepatuhan atas sebuah kewajiban pelaporan atas Notaris yang dijalankan oleh Lembaga Pengawas serta Pengatur dan/atau PPATK. Selain itu, peranan Notaris tersebut sangatlah krusial di penegakan hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana money laundering sebagaimana diatur di “Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentangPencegahan serta Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”.
Notaris wajib memberikan segala keterangan yang berkaitan dengan profesi Notaris sesuai dengan “Pasal 4 (2) Terkait Pasal 16 (1) (F) Undang-Undang (Perubahan) Jasa Notaris”. Kecuali ditentukan lain oleh undang-undang, sertifikat yang berisi informasi pelanggan, informasi yang disampaikan oleh pelanggan, dan hal-hal lain yang terkait dengan isi akta.
Tindak pidana pencucian uang yang merupakan ciri utama tindak pidana pencucian uang yang berlipat ganda dalam bentuk pencucian uang kini marak terjadi sehingga memerlukan perhatian terhadap penerimaan dan penyidikan berkas serta informasi yang diterima. “Tindak Pidana Pencucian Uang yangmana merupakan kejahatan yang dilakukan secara ganda dengan bentuk Pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat Follow Up Crime (Kejahatan Lanjutan), sedangkan kejahatan asalnya disebut sebagai Predicate Deffense/Core Crime atau sebagai unlawful activity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses pencucian(Munir Fuady,2013)”.
Berdasarkan ketentuan dalam “Pasal 18 UU No 8 tahun 2010 memaparkan bahwa Pihak Pelapor wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa, Jo Pasal 8 PP 43 tahun 2015 Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU” yang menyatakan bahwa “pihak pelapor wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa, Prinsip Mengenali pengguna jasa yang harus dilakukan Notaris yakni: a. Identifikasi yaitu pengumpulan informasi dan dokume pengguna jasa;
-
b. Verifikasi yaitu meniliti informasi dan dokumen yang diberikan pengguna jasa dan melakukan pertemuan langsung pengguna jasa;
-
c. Pemantauan transaksi yaitu mengetahui kesesuaian transaksi yang dilakukan dengan profil pengguna jasa”.
Sedangkan menurut “Pasal 2 ayat (4) huruf A sampai dengan D Permenkumham Nomor 9 Tahun 2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa, Notaris berkewajiban dalam menerapkan Prinisp Mengenali Pengguna Jasa, dilakukan pada saat:
-
a. Melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa;
-
b. Terdapat transaksi keuangan dengan mata uang rupiah dan atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah);
-
c. Terdapat transaksi keuangan yang terkait tindak pidana pencucian uang;
-
d. Notaris meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan pengguna jasa”.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan ketentuan “Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut sebagai UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU) Jo Pasal 3 PP 43 Tahun 2015”, Pemerintah menempatkan Notaris sebagai pihak pelapor.
“Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut sebagai PP Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU) yang menyebutkan bahwa pihak pelapor selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup juga:
-
a. Advokat;
-
b. Notaris;
-
c. Pejabat Pembuat Akta Tanah;
-
d. Akuntan;
-
e. Akuntan Publik;
-
f. Perencana Keuangan”.
Hingga saat ini, seorang Notaris memiliki kewajiban untuk mengenal lebih jauh profile, latar belakang clien, kemudian ia memiliki wewenang untuk melaporkan apabila terdapat kecurigaan terhadap klien berkaitan dengan transaksi keuangan mencurigakan berbeda dengan identitas sebenarnya, Notaris, di sisi lain, tunduk pada peraturan pemerintah tentang pencegahan dan pengecualian pencucian uang, yang mengharuskan notaris untuk mengidentifikasi pengguna jasa secara rinci dan untuk mengetahui seberapa banyak yang harus diperhatikan oleh notaris yakni profil, latar belakang pelanggan, sumber pendanaan. Hal ini karena tidak secara tegas disebutkan dalam undang-undang notaris.
Ketentuan pelapor tentang pencegahan dan pengecualian PP pencucian uang, khususnya Pasal 3 dapat membahayakan pelaksanaan tugas notaris dan dilaporkan oleh pengguna jasa atas pelanggaran pencucian uang. Anda wajib melaporkan perbuatan hukum.. Semua notaris adalah wajib melaporkan berbagai jenis perbuatan yang dijanjikannya untuk dilaporkan, seperti pengesahan dan pencucian uang.
Dalam kasus lain, notaris wajib melaporkan dugaan transaksi keuangan yang mencurigakan. Tapi itu juga merupakan ancaman bagi profesinya. Namun, jika notaris tidak melaporkannya, ia akan diancam berdasarkan "Pasal 322 KUHP". Hal ini karena jabatan atau penggeledahannya, sekarang dan di masa lalu, penjara paling lama sembilan bulan, atau denda paling banyak Sembilan ribu rupiah.
Pelaporan transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan mampu dilaksanakan melalui dua upaya yakni berbasis elektronik dan manual. Pelaporan yang dilaksanakan dengan basis elektronik mampu dijalankan dengan mengirim laporan lewat Aplikasi Pelaporan ke jaringan telekomunikasi dan ditujukan secara langsung menuju sistem PPATK19.
Pelaksanaan peranan Notaris yang menjadi pelapor transaksi keuangan yang mencurigakan sebagai upaya untuk melakukan penegakan hukum pidana dapat dilakukan melalui aplikasi Go Anti Money Laundering (goAML). Dalam menaikkan efisiensi serta efektivitas implementasi tugas PPATK demi menjalankan pencegahan serta pemberantasan tindakan pidana pencucian uang serta pendanaan terorisme, mulai semester 2 di tahun 2019, pihak PPATK mengalihkan sistem penyampaian laporan APU PPT menuju ke aplikasi goAML20.
Perangkat lunak goAML tersebut dibuat oleh pihak UNODC dan termasuk sistem yang bertujuan mendigitalisasi tahapan bisnis Lembaga Intelijen Keuangan (FIU), mulai dari tahap mengumpulkan data, menganalisis, serta mendiseminasi hasil analisis ke pihak yang berkepentingan. Perangkat lunak tersebut memberi dukungan untuk efisiensi tahapan serta keamanan data pelaksanaan tugas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Laporan dari pihak pelapor, permintaan informasi oleh pihak yang berkepentingan, tahapan penganalisisan serta penyampaian hasil, keseluruhannya dilaksanakan secara digital. Pertukaran informasi dengan FIU di negara lain pun sudah menerapkan perangkat lunak tersebut.
Sesuai penjelasan yang sudah dipaparkan sebagaimana di atas, diketahui Notaris memiliki peranan dalam menegakkan hukum pidana khususnya atas tindakan pidana money laundering. Pelaksanaan peranan Notaris adalah pelapor aktivitas keuangan yang dianggap mencurigakan sebagai upaya melakukan penegakan hukum pidana dapat dilakukan melalui aplikasi Go Anti Money Laundering (goAML). Hal tersebut wajib dilakukan oleh Notaris mengingat terdapat pengevaluasian atas kepatuhan kewajiban pelaporan untuk Notaris yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengawas serta Pengatur dan/ataupun PPATK. Selain itu, peranan Notaris tersebut sangatlah krusial pada penegakan hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana money laundering seperti diatur pada “Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan serta Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”.
Daftar Pustaka/ Daftar Referensi
Buku
Adjie. H, Hukum Notaris Indonesia Cetakan, Bandung: Refika Aditama, 2014.
Adjie. H, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2013
Emma, N. Cyber Notary Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, Bandung: Refika Aditama, 2012.
Marzuki, M. Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2017.
Salim Hs, Teknik Pembuatan Suatu akta,Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015
Simorangkir, J.C.S, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru, 2013.
Sjaifurrachman, & Adjie. H, Aspek pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta. Bandung, Mandar Maju, 2012
Jurnal Akademik
Bahri, S., Yahanan, A., & Trisaka, A. (2019). Kewenangan Notaris Dalam Mensertifikasi Transaksi Elektronik Dalam Rangka Cyber Notary. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 142-157. DOI: http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v0i0.356
Dharmawan, N. K. S. (2015). Keberadaan Pemegang Saham Dalam Rups Dengan Sistem Teleconference Terkait Jaringan Bermasalah Dalam Perspektif Cyber Law. Jurnal Magister Hukum Udayana, 4(1), 44188. DOI:
10.24843/JMHU.2015.V04.i01.p.15
Darmaangga, I. D. G. C. D., & Mayasari, I. D. A. D. (2021). Legalitas Peresmian Akta Notaris Berbasis Cyber Notary Melalui Media Konferensi Zoom. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(01). h. 1. DOI:
http://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i01.p.16
Bahri, S., Yahanan, A., & Trisaka, A. (2019). Kewenangan Notaris Dalam Mensertifikasi Transaksi Elektronik Dalam Rangka Cyber Notary.Repertorium: Jurnal Ilmiah Huk um Kenotariatan, 142-157.DOI:http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v0i0.356.
Ni Nyoman Lisna Handayani dan Ni Ketut Erna Muliastrini, (2020), Pembelajaran Era Disruptif Menuju Era Society 5.0 (Telaah Perspektif Pendidikan Dasar), Prosiding Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya. 1-14.
Pratiwi A., (2020). Sanksi Terhadap Notaris Dalam Melanggar Kode Etik, Repertorium Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan , h. 96, DOI: 10.28946/rpt.v9i2.637
Putri, C. C., & Budiono, A. R. (2019). Konseptualisasi dan Peluang Cyber Notary dalam Hukum. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 4(1), 2936.32. DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um019v4ip29-36.
Rosadi, Sinta Dewi. (2015). “Privasi atas Data Pribadi: Perlindungan Hukum dan Bentuk Pengaturan di Indonesia”. Jurnal De Jure, 15 no. 2, 163-183.
Sanjaya, R. (2016). “Kajian Terhadap Kepailitan Notaris di Indonesia”. Diponegoro Law Journal. 5(4). h. 2. DOI : http://www.ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
Wawan S., (2019). Tinjauan Hukum Terhadap Kewenangan Pemberian Sanksi
Pemberhentian Kepada Notaris Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal IUS Vol.VII No.02. h. 15. DOI : https://doi.org/10.51747/ius.v7i2.669
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Peraturan Kepala pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor Per-09/1.02.2/ PPATK/09/12 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi keuangan Tunai bagi Penyedia Jasa Keuangan
Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Profesi
Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
Internet/Website
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, “Laporan Semester 1 PPATK 2020”, diakses dari https://ppid.ppatk.go.id/
UINL, “Good Practices On The Prevention Of Money Laundering And Terrorist Financing In The Notarial Sector”, diakses dari https://uinl.org/
303
Discussion and feedback