Peran PPAT Dalam Melakukan Pengecekan Sertifikat Secara Elektronik Pada Perjanjian Jual Beli Tanah
on
Vol. 7 No. 02 Agustus 2022
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Peran PPAT Dalam Melakukan Pengecekan Sertifikat Secara Elektronik Pada Perjanjian Jual Beli Tanah
Desak Komang Lina Maharani1, I Ketut Westra2
1Kantor Notaris Ni Made Yastini, SH.,M.Kn, E-mail: [email protected]
2 Fakultas Hukum Universitas Udayana,E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 20 Mei 2022
Diterima : 4 Agustus 2022
Terbit : 8 Agustus 2022
Keywords :
PPAT; Electronic Certificate Checking; Buy and sell;
Abstract
The purpose of writing is to increase knowledge about PPAT's responsibility for discrepancies in the results of checking certificates electronically as well as efforts to resolve discrepancies in results of checking certificates electronically. This writing uses a normative legal research method by reviewing regulations related to the role of PPAT in checking electronic certificates in land sale and purchase agreements, by applying the statutory approach, and the conceptual approach, as well as using primary, secondary and legal materials. tertiary and then the results are described descriptively. The results of the study show that the responsibility of the PPAT who is directly involved in the electronic certificate checking process is to ensure that the data, both juridical data and physical data on the results of electronic certificate checking, are in accordance with the original certificate. Efforts that can be made by PPAT if there is a data discrepancy, then PPAT sends a notification through the relevant information service system so that the inconsistent data is immediately updated or by visiting the BPN office, bringing proof of the results of checking the electronic certificate that has been printed and the original certificate. Then the BPN will provide information by updating the data on the system.
Kata kunci:
PPAT;Pengecekan Sertifikat Elektronik; Jual beli
Corresponding Author:
Desak Komang Lina Maharani, [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2022.v07.i02.p7
Abstrak
Tujuan penulisan adalah untuk menambah pengetahuan tentang tanggung jawab PPAT terhadap ketidaksesuaian hasil pengecekan sertifikat secara elektronik serta upaya penyelesaian terhadap ketidaksesuaian hasil pengecekan sertifikat secara elektronik. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji peraturan terkait peran PPAT dalam melakukan pengecekan sertifikat secara elektronik dalam perjanjian jual beli tanah, dengan menerapkan pendekatan perundang- undangan/statutes approach, dan pendekatan konseptual/conceptual approach, serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier kemudian hasilnya dijabarkan secara deskriptif. Hasil penelitian ditunjukkan bahwa tanggung jawab PPAT yang terlibat langsung dalam proses pengecekan sertifikat secara elektronik adalah menjamin bahwa data-data baik data yurisdis maupun data fisik pada hasil
pengecekan sertifikat secara elektronik sudah sesuai dengan sertifikat aslinya. Upaya yang dapat dilakukan PPAT apabila terdapat ketidaksesuaian data, maka PPAT mengirimkan pemberitahuan melalui sistem layanan informasi terkait agar data-data yang tidak sesuai segera diperbaharui ataupun dengan mendatangi kantor BPN, membawa bukti hasil pengecekan sertifikat elektronik yang sudah di cetak dan sertifikat asli. Kemudian pihak BPN akan memberikan keterangan dengan memperbarui data pada sistem.
-
1. Pendahuluan
Secara yuridis administratif, pengurusan tanah-tanah Negara di Indonesia penguasaannya berada dibawah wewenang Mentri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pelaksanaan pendaftaran atas tanah, untuk mengadakan suatu kegiatan tertentu Kepala BPN membutuhkan bantuan pihak lain, tercantum pada Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP No.24 Tahun 1997) yang menyebutkan “dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”. Pendaftaran tanah adalah cara yang dilakukan secara berkesinambungan oleh Negara atau pemerintah dengan mengumpulkan keterangan atau data-data dalam suatu wilayah, pengelolaan data, penyimpanan, serta mengeluarkan tanda buktinya berupa sertifikat serta pemeliharannya dalam bidang pertanahan.1 Upaya Pemerintah untuk menjamin perlindungan hukum bagi pemilik hak milik atas tanah yaitu dengan melaksanakan pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum serta penegakan hukum terkait hak-hak atas tanah.2
PPAT adalah pejabat umum sebagai mitra BPN dalam menyelenggarakan kegiatan pendaftaran bidang pertanahan untuk menetapkan subjek hak yang bersangkutan di Indonesia.3 Perubahan hak atas tanah yang beralih maupun dialihkan, yaitu contohnya pada jual beli tanah. Jual beli tanah ialah perbuatan hukum menyerahkan hakatas tanah oleh pemilik tanah kepada pihak lain yaitu pembeli, dimana pihak pembeli juga memberikan sejumlah uang seseuai dengan harga tanah yang disepakati. Seluruh perbuatan hukum peralihan hak atas tanah telah terdaftar wajib dilakukan pengecekan seetifikat terlebih dahulu oleh PPAT. Hal ini tercantum di dalam Pasal 4 Permen ATR/BPN No. 5/2017 yang menyatakan bahwa “PPAT wajib melakukan Layanan Informasi Pertanahan berupa pengecekan Sertipikat Hak atas Tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, sebelum membuat akta perbuatan hukum tertentu terhadap Hak atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun.”
Pada pengecekan secara manual, pemohon (PPAT) datang ke kantor BPN untuk melakukan pengecekan sertifikat dengan membawa sertifikat asli dan kelengkapan lainnya. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, perubahan terhadap sistem pelayanan pengecekan sertifikat yang sebelumnya dialkukan secara manual kemudian menjadi secara elektronik sejak diterbitkannya Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2017 Tentang “Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik.” Pasal 1 angka 4 Permen ATR/BPN No. 5/2017 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik adalah proses memberikan informasi secara elektronik meliputi konfirmasi kesesuaian data fisik dan data yuridis sertipikat Hak atas Tanah serta informasi lainnya di pangkalan data.”
Pengecekan secara elektronik dilakukan di kantor PPAT dan tidak perlu mendatangi Kantor BPN. PPAT hanya perlu menginput syarat-syarat dokumen yang diperlukan dalam proses pengecekan. Hal ini tentunya memudahkan PPAT yang ingin melakukan proses pengecekan sertifikat karena sangat efisien. Akan tetapi pada praktiknya yang terjadi data-data dari hasil pengecekan terhadap sertifikat dengan cara sistem pengecekan electronik masih sering dijumpai ketidaksesuaian atas pelayanan informasi data yang diberikan.
Dan apabila terjadi ketidaksesuaian data, PPAT tetap dapat mencetak hasil pengecekan sertifikat tersebut. Berbeda dengan pengecekan sertifikat secara manual, apabila terdapat ketidaksesuaian data maka BPN akan menerbitkan “Surat Keterangan Pendaftaran Tanah” (SKPT) berupa catatan apabila sertifikat sedang terjadi sengketa, pemblokiran atau terdapat pemasangan hak tanggungan. Dengan dikeluarkannya SKPT maka PPAT tidak dapat melanjutkan proses perbuatan hukum salah satunya dalam pembuatan akta jual beli. Apabila PPAT kurang teliti dalam memeriksa data hasil pengecekan sertifikat secara elektonik, maka hal tersebut akan berdampak terhadap PPAT serta pihak pihak yang telah melakukan proses jual beli tanah.
PPAT sebagai pejabat umum memiliki peran guna menjamin kebenaran formal serta kebenaran perbuatan hukum dalam akta yang dibuatnya, termasuk memeriksa seluruh syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengalihan ha katas tanah khususnya yang bersifat administrative. Maka dari permasalahan yang penulis teliti yaitu : (1) Bagaimana tanggungjawab PPAT terhadap ketidaksesuaian hasil pengecekan sertifikat secara elektronik? (2) bagaimana upaya penyelesaian terhadap ketidaksesuaian hasil pengecekan sertifikat secara elektronik? Tujuan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang tanggungjawab PPAT terhadap ketidaksesuaian hasil pengecekan sertifikat secara elektronik serta upaya penyelesaian terhadap ketidaksesuaian hasil pengecekan sertifikat secara elektronik.
Penelitian terdahulu dilaksanakan oleh Ni Made Rian Ayu Sumardani tahun 2021 yang membahas “Tanggung Jawab Hukum Badan Pertanahan Nasional Terkait Ketidaksesuaian Hasil Pengecekan Sertifikat Secara Elektronik”.4 Penelitian tersebut
berfokus pada tanggungjawab BPN terkait katidaksesuaian hasil pengecekan sertifikat dalam Permen ATR/BPN No.5/2017. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada tanggung jawab PPAT terhadap ketidaksesuaian hasil pengecekan sertipikat secara elektronik. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Desi Nurwiyanti pada tahun 2021 dengan artikel berjudul “Keabsahan Validitas Data Hasil Pengecekan Sertifikat Elektronik Dan Pengecekan Langsung” mengkaji keabsahan validitas data hasil pengecekan sertifikat baik melalui sistem pengecekan electronik atau pengecekan langsung pada kantor pertanahan. Penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada upaya penyelesaian terhadap ketidaksesuaian data pada hasil pengecekan sertifikat secara elektronik dengan sertifikat. Berdasarkan persoalan diatas maka penulis tertarik mengajukan penelitian yang berjudul “Peran PPAT Dalam Melakukan Pengecekan Sertifikat Secara Elektronik Pada Perjanjian Jual Beli Tanah”.
-
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji peran PPAT dalam melakukan pengecekan sertifikat secara elektronik dalam perjanjian jual beli tanah. Merujuk pada pemikiran dari Peter Mahmud Marzuki, penelitian normatif diartikan sebagai suatu proses dengan tujuan untuk penemuan aturan hukum, prinsip hukum, ataupun doktrindoktrin hukum untuk menjawab isu atau masalah hukum yang sedang diteliti.5 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan peraturan perundang undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer antara lain UUPA, PP No.24/1997 dan Permen ATR/BPN No.5/2017, bahan hukum sekunder yaitu journal hukumdan bahan hukum tersier yaitu bahan yang didapat bersumber dari internet. Dengam teknik deskriptif kualitatif bahan hukum dikumpulkan kemudian dilakukan analisis, dan diinterpretasikan.6
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Pengertian PPAT berdasarkan PP No.24/2016 “pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun”. Kewenangan PPAT diatur dalam ketentuan Pasal 2 PP No.37/1998 sebagai berikut:
-
1. “Tugas pokok dari seorang PPAT yaitu melakukan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta yang digunakan sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
-
2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah antara lain:
-
a. jual beli;
-
b. tukar menukar;
-
c. hibah;
-
d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
-
e. pembagian hak bersama;
-
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
-
g. pemberian Hak Tanggungan;
-
h. pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan”
Dalam hal jual beli tanah, Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT merupakan sebuah alas pembuktian yang kuat suatu perbuatan hukum tertentu yang akan dijadikan dasar dalam pendaftaran pengalihan hak.7 Dengan proses pendaftaran atas peralihan hak atas tanah tersebut, maka pihak pembeli akan memperoleh sertifikat dengan atas nama pembeli itu sendiri yang akan terdaftar sebagai pemilik yang sah atas tanah atau sering disebut dengan istilah balik nama.8 Untuk mengetahui bahwa sertifikat yang dijadikan obyek jual beli tersebut telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud diatas, maka PPAT wajib melakukan pengecekan sertifikat. Jika status tanah dalam sengketa atau sita maka PPAT akan menolak pembuatan Akta Jual Beli atas tanah. 9
Sejak pada tanggal 20 Maret tahun 2020 diterbitkan Surat Edaran Mentri ATR/BPN Nomor :3/SE-100.TU.03/III/2020 tentang “Pelayanan Pertahanan Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)”, pelayanan pertanahan diselenggarakan melalui sistem elektronik. Hal tersebut bertujuan untuk upaya pencegahan dan meminimalisir penyebaran virus Covid-19. Adapun pelayanan informasi tanah yang diselenggarakan secara elektronik yaitu layanan Hak Tanggungan, Zona Nilai Tanah, dan Pengecekan Sertifikat.
Pelayanan pengecekan sertifikat tanah dalam Pasal 1 angka (5) Permen ATR/BPN No.5/2017 merupakan “Layanan yang dipergunakan untuk pemeriksaan kesesuaian data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat hak atas tanah dengan data elektronik yang terdapat pada pangkalan data BPN”. Adapun yang dapat menjadi pemohon dalam sistem pelayanan eletronik diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Permen ATR/BPN No.5/2017 yaitu :
-
a. “pemegang Hak atas Tanah dan/atau kuasanya;
-
b. PPAT;
-
c. Notaris;
-
d. Kantor Lelang Negara;
-
e. Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi;
-
f. pihak bank; dan
-
g. pihak lain yang ditetapkan oleh Menteri.”
Dengan pelayanan pertanahan yang dilakukan oleh BPN dilakukan secara eletronik, maka masyarakat dapat dengan mudah mengetahui data-data tanah mereka baik data yuridis maupun data fisik yang telah tersimpan pada database BPN.
Pengecekan sertifikat secara elektronik dapat diakses melalui aplikasi “Layanan Informasi Pertanahan”. Pemohon (PPAT) pengecekan sertifikat harus melampiri dokumen yang telah dipindai (scan) yang telah disyaratkan pada Pasal 5 ayat (2) Permen ATR/BPN No. 5/2017, yaitu:
-
1. “Identitas Pemegang Hak atas Tanah atau Kuasanya (yang berupa Kartu Tanda Penduduk serta Kartu Keluarga), apabila menggunakan kuasa maka disertakan dengan Surat Kuasa
-
2. Sertifikat asli dan atau dapat diuraikan dalam surat permohonan yang isi surat permohonan sesuai dengan isi sertifikat asli
-
3. Surat surat pernyataan dari pemegang Hak atas Tanah mengenai:
-
a. keaslian Sertipikat;
-
b. merupakan pemegang hak yang sebenar-benarnya; dan
-
c. beritikad baik dan bertanggung jawab sepenuhnya atas penggunaan data yang diakses dari layanan ini.
-
4. Surat penugasan dari instansi yang berwenang.”
Apabila pengajuan permohonan diatas diterima, Pemohon atau PPAT wajib melakukan pembayaran sejumlah Rp. 50.000 (limapuluh ribu rupiah). Setelah pembayaran telah dikonfirmsi, maka akan terdapat pratinjau data yaitu obyek hak, data subyek hak, serta catatan lainnya antara lain status ha katas tanah apabila sedang dibebankan Hak Tanggungan, blokir atau sita. Terhadap hasil pengecekan sertifikat tersebut PPAT wajib melakukan pemeriksaan terhadap pratinjau tersebut dengan Sertifikat asli. Apabila data-data yang ditampilkan telah sesuai maka PPAT dapat mencetak hasil pemeriksaan sertifikat ha katas tanah tersebut.
Hasil pengecekan tersebut berupa dokumen elektronik (e-doc) atau electronic archive. Pengertian dokumen elektronik dalam Pasal 1 angka (2) Permen ATR/BPN No.5/2017 yaitu “Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”. Terdapat pembatasan waktu berlakunya hasil pengecekan sertifikat tercantum dalam ketentuan Pasal 10 ayat (2) Permen ATR/BPN No.5/2017 “Hasil Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik berlaku selama 7 (tujuh) hari kalender”.
Pada hasil pemeriksaan sertifikat elektronik, seluruh data atau informasi yang terdapat dalam aplikasi Layanan Informasi Pertanahan tidak jarang memberikan data yang
tidak sesuai dengan data di sertifikat aslinya. Apabila pada pengecekan sertifikat secara elektronik terjadi ketidaksesuaian data pada sertifikat, pada aplikasi Layanan Informasi Pertanahan akan tetap mengeluarkan hasil pengecekan sertifikat berupa dokumen elektronik. Apabila data tidak sesuai dengan sertifikat asli maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap proses pemindahan hak atas tanah dan menimbulkan kerugian terutama kepada pihak pembeli.
Kesalahan yang sering terjadi pada pengecekan sertifikat secara elektronik yaitu perbedaan antara sertifikat asli dengan data-data pada sistem pertanahan. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud yaitu pada penulisan nama pemilik, tempat atau tanggal kelahiran pemilik, nomor surat ukur, dan lain-lain. Selain adanya kesalahan tersebut, kesalahan juga dapat terjadi pada status sertifikat, apabila sedang disita jaminan maupun terjadi pemblokiran terhadap sertifikat tersebut. Oleh karena itu PPAT harus teliti dalam memeriksa hasil pengecekan tersebut agar tidak terjadi ketidaksesuaian data.
Kewenangan yang dimiliki oleh pejabat publik, sangat berkaitan erat dengan tanggungjawab serta kewajibannya. Kranenburg dan Vegtig menjelaskan terdapat 2 (dua) tanggungjawab dalam pejabat public. Teori yang pertama adalah “fautes personalles theorry”, adalah teori yang menyatakan bahwa seorang pejabat akan dibebankan kerugian apabila tindakannya mengakibatkan pihak ketiga mengalami rugi.10 Teori kedua yaitu “fautes de service theorry” adalah teori yang menyatakan instansi dari pejabat terkait dibebankan kerugian apabila tindakannya mengakibatkan pihak ketiga mengalami rugi.11 Teori dari Kranenburg dan Vegtig secara khusus menekankan kepada tanggungjawab tersebut dibebankan kepada jabatan.12
Pertanggungjawaban PPAT dapat dibagi menjadi 2 (dua) dua, yaitu pertanggungjawaban etik dan pertanggungjawab hukum. Pertanggungjawaban etik dalam hal ini adalah dalam hubungannya dengan profesi PPAT, sedangkan pertanggungjawaban hukum dalam hal ini adalah dalam kaitannya dengan akta yang dibuat oleh PPAT, yang selanjutnya dapat dijelaskan lagi berdasarkan dengan hukum administrasi, hukum perdata serta hukum pidana.13
Dalam pengecekan sertifikat secara elektronik, PPAT memiliki kewajiban untuk memastikan data-data hasil pengecekan sertifikat telah sesuai dengan buku tanahnya karena PPAT merupakan mitra Kantor Pertanahan yang memiliki tugas dan wewenang dalam pemembuatan akta serta mendaftarkan akta tersebut agar memiliki jaminan kepastian hukum atas kedudukan seseorang sebagai subyek dari hak atas
tanah. Hal tersebut memberikan pertanggungjawaban hukum tersendiri terhadap PPAT yang terlibat langsung sebagai pihak dalam proses pengecekan sertifikat secara elektronik, terutama tentang pertanggungjawaban dalam mencocokkan data-data hasil pengecekan sertifikat dengan sertifikat aslinya.
Dalam hal proses pengecekan sertipikat khususnya yang secara elektronik pada prosesnya yang melibatkan PPAT dalam pelaksanaannya maka hal tersebut menjadi tanggung jawab PPAT jika dalam proses tersebut terdapat kesalahan, PPAT wajib bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya. Jika pada kenyataannya terdapat ketidaksesuaian terhadap dokumen elektornik yang telah dilampirkan, maka proses pengalihan hak milik atas tanah kepada pihak pembeli tidak bisa dilaksanakan hingga data-data hasil pengecekan telah sesuai dengan sertifikat aslinya. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak pembeli bahwa hak atas tanah pada sertifikat yang akan dialihkan tersebut terbebas dari sengketa, tanah tersebut tidak dalam jaminan atau tanah tersebut tidak sedang disita atau terhadap perubahan atas data-data.
BPN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang memiliki tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pertanahan berdasar dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pelayanan elektronik dalam penyajian data pertanahan oleh BPN merupakan salah satu implementasi dari Tujuan pendaftaran tanah adalah seluruh masyarakat mempunyai hak untuk dapat mengetahui data-data pada tanah mereka yang telah terdaftar dan tersimpan pada sistem BPN.14
BPN bertanggungjawab atas kesalahan hasil pengecekan yang dilakukan, dimana hal tersebut diatur didalam ketentuan Pasal 10 ayat (4) Permen ATR/BPN No.5/2017 yang menyebutkan bahwa “Kantor Pertanahan bertanggung jawab atas informasi yang tercantum dalam hasil informasi pertanahan secara elektronik”. BPN bertanggungjawab atas kesalahan hasil pengecekan yang dilakukannya, karena BPN mempunyai kewenangan dalam proses pendaftaran tanah dalam aplikasi Layanan Informasi Pertanahan. Kewenangan BPN tersebut ialah kewenangan yang diperoleh dan bersifat asli disebabkan berasal dari ketentuan perundangundangan atau yang sering disebut dengan kewenangan atribusi.15
Sebagai pejabat yang berwenang dalam melakukan pendaftaran tanah melalui perbuatan hukum jual beli, maka PPAT bertanggung jawab menjamin kepastian hukum terutama terkait pada hasil pengecekan sertifikat secara elektronik yang sering menimbulkan ketidaksesuaian data. Upaya yang dapat dilakukan PPAT apabila terdapat ketidaksesuaian data adalah dengan mengirimkan pemberitahuan melalui sistem layanan informasi terkait. Melalui pemberitahuan tersebut, pejabat yang berwenang akan meneliti data pada sistem menyesuaikan data pada buku tanah pada kantor BPN. Selain mengirimkan pemberitahuan melalui sistem, upaya yang dapat
dilakukan PPAT yaitu dengan mendatanig Kantor Pertanahan setempat dengan membawa sertifikat asli yang berkaitan. Kemudian pihak BPN akan memberikan penjelasan dengan memperbaiki atau membaharui data-data dalam sistem database, sehingga BPN memberikan penjelasan kepada PPAT dan memperbaiki data yang tidak sesuai tersebut. Hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (5) Permen ATR/BPN No. 5/2017 yang menyebutkan bahwa “Dalam hal terdapat ketidaksesuaian hasil Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik dengan Sertifikat Hak atas Tanah maka pemohon dapat meminta klarifikasi secara elektronik atau menghubungi Kantor Pertanahan setempat dengan membawa bukti pendaftaran permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Berkaitan dengan hasil dari pengecekan sertifikat yang telah dicetak oleh PPAT akan tetapi terdapat data-data yang tidak sesuai dengan sertifikat aslinya, maka PPAT dalam hal ini dapat mengulang melakukan pengecekan terhadap sertifikat tersebut dengan cara elektronik dan dengan prosedur yang sama. Sebelum dilakukannya pemindahan ataupun peralihan terhadap hak atas tanah, PPAT wajib memastikan data-data pada hasil pengecekan telah sesuai dengan sertifikat aslinya, guna menjamin kepastian hukum atas ha katas tanah tersebut apakah telah terjadi perubahan terhadap data pendaftaran atas tanah yang bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan pihak pembeli, agar obyek tanah yang akan dibeli bukan merupakan tanah sengketa, terblokir, sita ataupun sedang dibebani hak tanggungan.
-
4. Kesimpulan
Tanggung jawab PPAT menjadi pihak yang secara langsung terlibat dalam pengecekan sertifikat secara elektronik adalah menjamin bahwa data-data baik data yuridis maupun data fisik pada hasil pengecekan sertifikat secara electronik sudah sesuai dengan sertifikat aslinya. Oleh karena itu PPAT harus teliti dalam memeriksa hasil pengecekan tersebut agar tidak terjadi ketidaksesuaian data. Upaya yang dapat dilakukan PPAT apabila terdapat ketidaksesuaian data, maka PPAT mengirimkan pemberitahuan melalui sistem layanan informasi. Selain mengirimkan pemberitahuan melalui sistem, upaya yang dapat dilakukan PPAT yaitu dengan mendatanig Kantor Pertanahan setempat dengan membawa sertifikat asli yang berkaitan, kemudian pihak BPN akan memperbaharui data pada database sehingga BPN sesuai dengan sertifikat aslinya.
Daftar Pustaka/ Daftar Referensi
Buku:
Anggito, A. & Setiawan, J. (2018). Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi:CV. Jejak
Arba, H.M. (2018). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Erwiningsih, Winahyu & Sailan, F.Z. (2019). Hukum Agraria Dasar-Dasar dan Penerapannya di Bidang Pertanahan.Yogyakarta: UII Press.
ND, M. F., & Achmad, Y. (2013). Dualisme Penelitian Hukum Normatif Empiris, Jakarta:Pustaka Pelajar.
Ridwan HR. (2013). Hukum Administrasi Negara. Jakarta:Raja Grafindo Persada
Jurnal :
Agustina, A. & Tanawijaya, H. (2016). Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Penandatanganan Akta Jual Beli Yang Didasari Atas Blangko Kosong. Jurnal Hukum Adigama, 1(2). DOI:
http://dx.doi.org/10.24912/adigama.v1i2.2755
Felix Rocky W., AA. Istri AAD. (2022). Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Milik atas Tanah sebagai Alat Bukti Kepemilikan yang Sah. Acta Comitas:Jurnal Hukum Kenotariatan, 7(1). 94-103. doi: https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i01.p08
Juniarta, A.A Bagus & Swardhana, G.M. (2021). Tanggung Jawab Notaris dan PPAT Terkait Dengan Akta Jual Beli Tanah. Acta Comitas:Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(2). 340-352 DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i02.p10
Monika, D. (2020). Analisis Yuridis Eksistensi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Perspektif Pendaftaran Tanah di Kecamatan Tanjungpinang Timur (Studi Penelitian Dikantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Afika Hersany). Jurnal Selat, 7(1). DOI : https://doi.org/10.31629/selat.v7i1.1534
Nur Fitriayu Surachman. (2022). Kajian Pembuatan Akta Jual Beli Dari PPATS Sebelum Dan Sesudah Perkaban No. 8 Tahun 2012. Otentik’s: Jurnal Hukum Kenotariatan, 4(1). 55-79. doi: https://doi.org/10.35814/otentik.v4i1
Putri, M.S, dkk. (2018). Kedudukan Hukum Akta PPAT Setelah Terbitnya Sertifikat Karena Peralihan Hak Atas Tanah. Acta Comitas:Jurnal Hukum Kenotariatan, 6 (2). doi https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i01.p03
Rismayanthi, I. A. W. (2016) Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Terhadap Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Yang Menjadi Objek Sengketa. Acta Comitas:Jurnal Hukum Kenotariatan, 1(1). 77-93. DOI:
https://doi.org/10.24843/AC.2016.v01.i01.p07
Sri Wulan, Muh Hasrul, Muh Ilham H. (2022). Tanggung Jawab Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Atas Hilangnya Lembar Pertama Akta. Widya Pranata Hukum. 4(1). 1-14. DOI : https://doi.org/10.37631/widyapranata.v4i1.554
Sumardani, N. M. R. dan Bagiastra, I. N. (2021). Tanggung Jawab Hukum Badan Pertanahan Nasional Terkait Ketidaksesuaian Hasil Pengecekan Sertifikat Secara Elektronik. Acta Comitas:Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(2), 223 – 237,
doi: https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i02.p01.
Peraturan perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 tahun 1960, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2016)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 tahun 1998 tentang Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1998)
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 612)
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
266
Discussion and feedback