Kedudukan Premisse Akta Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
on
Vol. 7 No. 02 Agustus 2022
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Gde Kosika Yasa1, Made Aditya Pramana Putra2
-
1 Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
-
2 Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 18 Mei 2022
Diterima : 4 Agustus 2022
Terbit : 8 Agustus 2022
Keywords :
Legal position, premise of deed, notarial deed
Kata kunci:
Kedudukan hukum, premisse akta, akta notaris
Corresponding Author: Gde Kosika Yasa, E-mail: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2022.v07.i02.
Abstract
The purpose of this article is to find out and analyze the premise arrangement of the deed in the Notary Position Act and the notary's responsibility for the premise of the notary deed. This research examines empty norms with normative research methods, statutory approaches and conceptual approaches. The sources of legal materials used are primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of this study indicate that the position of the premise on the deed has a facultative nature, that is, not all notary deeds are listed on the premise of the deed, but in general the premise is listed on the complicated deed. The premise in an authentic deed has a central role where it contains important information before entering the body (content) of the deed being made. The responsibility related to the premise of the deed is the responsibility of the appearers because from the understanding of the premise above that all parts of the premise are the information given by the appearers. In this case, the role of the notary is passive or only records the notarial deed from the agreement of the appearers who come to the notary which aims to guarantee the rights and obligations of the appearers. So that in the future a problem arises where the error is in the statements of the appearers or in the material truth is the responsibility of the appearers who submit it.
Abstrak
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisa mengenai pengaturan premisse akta dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan tanggung jawab notaris atas premisse pada akta notaris. penelitian ini menelaah norma kosong dengan metode penelitian normatiif, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, Sumber bahan hukum dipergunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini menunjukan Kedudukan premis pada akta memiliki sifat fakultatif yaitu tidak seluruh akta notaris tercantum premis akta, akan tetapi pada pada umumnya premis tercantum pada akta yang sifatnya rumit. Premis dalam akta otentik memiliki peran yang sentral dimana memuat informasi-informasi yang penting sebelum masuk pada badan (isi) akta yang dibuat Pengaturan mengenai premisse akta pada Pasal 38 UUJN-P belum diatur secara khusus. Tanggung jawab terkait pada premis akta merupakan tanggung jawab dari para penghadap karena dari
pengertian premis diatas bahwasannya seluruh bagian premis adalah keterangan yang diberikan oleh para penghadap. Dalam hal ini peran notaris adalah pasif atau hanya mencatat akta notaris dari kesepakatan penghadap yang datang ke notaris yang bertujuan untuk menjamin hak dan kewajiban dari para penghadap. Sehingga dikemudian hari timbul suatu permasalahan yang dimana kesalahan terdapat pada keterangan para penghadap atau pada kebenaran materiil merupakan tanggung jawab para penghadap yang mengajukannya.
-
1. Pendahuluan
Notaris adalah pejabat umum berwenang membuat akta otentik, kewengan tersebut diberikan oleh negara. Jabatan notaris dilantik dan di berhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.1
Negara Indonesia kedudukan notaris terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN-P). Definisi notaris tercantum pada Pasal 1 angka 1 UUJN-P, mengatur “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.
Ditinjau dari teori kewenangan adalah kewenangan atribusi yakni kewenangan yang berasal dari undang-undang. Mengenai kewenangan, setiap jabatan harus jelas kewenangan yang dimiliki dengan beracuan pada peraturan yang berlaku mengatur kewenangan dari jabatan masing-masing. Jika pejabat bertindak melewati batas dari kewenangan telah diatur, sehingga hal tersebut termasuk pelanggaran kewenangan dan tindkan melawan hukum. Kewenagan tidak muncul dari diskusi belakang akan tetapi kewenangan muncul dan dinyatakan secara tegas dalam aturan perundang-undagan sesuai dengan jabatan yang bersangkutan.2
Kewenangan notaris telah diatur pada Pasal 15 ayat (1) UUJN-P mengatur “Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.” Pengertian akta diatur pada Pasal 1867 KUHPerdata, mengatur: “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan
tulisan-tulisan dibawah tangan.”Pengertian akta otentik diatur pada Pasal 1868 KUHPerdata mengatur “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang bekuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya” sedangkan Pasal 1 angka 7 UUJN-P menentuka “akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.” Sudikno Mertokusumo berpendapat, akta yaitu: “surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.”3
Notaris wajib bertindak amanah, saksama, jujur, bersifat menengah (netral) kepada para penghadap dalam membentuk akta otentik. Jika notaris berpihak pada salah satu penghadap terlihat jelas pada klausul hak dan kewajiban yang tertulis pada akta otentik dibuatnya memberikan keuntungan pada pihak satu dan merugikan pihak lainnya. Adapun keotentikan akta notaris yang berpihak pada salah satu pihak menyebabkan akta menjadi dibawah tangan atau sering disebu terdegradasi, sehingga akta notaris bisa digugat pembatalannya ke pengadilan negeri oleh pihak yang dirugikan.4
Terkait mengenai bentuk akta dan anatomi akta notaris harus sesuai dengan prosedur berlaku, mengacu pada Pasal 38 UUJN-P mengatur : “
-
(1) Setiap Akta terdiri atas:
-
a. awal Akta atau kepala Akta;
-
b. badan Akta; dan
-
c. akhir atau penutup Akta.
-
(2) Awal Akta atau kepala Akta memuat:
-
a. judul Akta;
-
b. nomor Akta;
-
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
-
d. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.
-
(3) Badan Akta memuat:
-
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
-
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
-
c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
-
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
-
(4) Akhir atau penutup Akta memuat:
-
a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
-
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;
-
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
-
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.
-
(5) Akta notaris Pengganti dan Pejabat Sementara notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.”
Pada badan akta tercantum mengenai komparisi, premisse dan isi akta pada akta notaris. mengerucut pada premisse akta yang merupakan ringkasan dari keseluruhan isi akta, agar siapapun yang membaca akta tersebut sudah bisa mengira-ngira secara garis besar isinya dengan membaca premisse.5 Terkait mengenai premisse akta pada praktiknya selalu dipergunakan dalam akta otentik, akan tetapi pada Pasal 38 UUJN-P tidak diatur secara khusus mengenai premisse akta atau adanya kosong norma pada UUJN-P.
Berdasarkan pada uaraian diatas, penulis tertarik mengkaji lebih dalam sehingga memperoleh rumusan masalah:
-
1) Bagaimana pengaturan premisse akta dalam Undang-Undang Jabatan Notaris?
-
2) Bagaimana tanggung jawab notaris atas premisse akta pada akta notaris?
Tujuan dalam penulisan artikel ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum kenotariatan, yaitu untuk mengetahui serta memahami mengenai pengaturan premisse akta dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan tanggung jawab notaris atas premisse pada akta notaris.
Orisinalitas terhadap penulisan ini penulis berfokus pada “kekosongan norma mengenai premisse akta pada akta notaris yang pada pelaksanaannya premisse akta selalu dipergunakan pada akta notaris”. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dwi Sandi Nugraha tahun 2020 berjudul “Kedudukan Hukum Premis di Dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli”.6 Penelitian tersebut berfokus pada “kedudukan hukum premis di dalam akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), akibat hukum jika didalam akta Perjanjian Pengikatan Jual beli tidak mencantumkan premis, dan seharusnya Akta Pengikatan Jual Beli dibuat” dan penelitian terdahulu dilakukan oleh Putu Devi Yustisia Utami tahun 2018 berjudul “Kedudukan Hukum Grosse Akta Pengakuan Hutang Notariil Dalam Pemberian Kredit Perbankan”.7 Penelitian ini berfokus pada “kedudukan hukum grosse akta pengakuan hutang notariil disamping adanya akta perjanjian kredit dan akta pengikatan jaminan”. Sedangkan pada
penelitian yang penulis berfokus pada “pengaturan premisse akta dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan tanggung jawab notaris atas premisse akta pada akta notaris”. berdasarkan uraian diatas penulis tertarik mengangkat judul “Kedudukan Premisse Akta Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris”
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Terdapat kekosongan norma dalam UUJN-P terkait mengenai kedudukan premisse akta pada akta notaris. Jenis pendekatan digunaka yaitu pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).8 Sumber bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer yang digunakan sebagai acuan utama dalam penyusunan tulisan ini terdiri dari (KUHPerdata, UUJN-P, Kode Etik), bahan hukum sekunder (buku terkait hukum dan jurnal-jurnal mengenai ilmu kenotariatan), dan bahan hukum tersier (artikel yang berada di internet terkait dengan hukum). Jadi dari bahan yang telah dikumpulkan selanjutnya dapat dilakukan penganalisisan dan hasil dari analisis dijabarkan dengan deskriptif yang menggunakan argumentasi hukum.
Secara yuridis akta otentik berkaitan dengan fungsi atau kedudukannya sebagai alat bukti. Berdasarkan ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata mengatur “suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.” Bentuk akta otenntik telah ditentukan pada UUJN-P dibuat dihadapan notaris berdasarkan kewenangan diberikan negara. Kekuatan pembuktian akta otentik ialah akta tanpa perlu alat bukti lain untuk membuktikan keotentikannya. Jika kekuatan akta otentik diragukan kekuatan pembuktiannya, maka dapat diajukan gugatan kepengadilan dengan membuktikan keabsahan dari akta otentik.9
Akta otentik kekuatan pembuktiannya dibagi menjadi tiga yaitu Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskrancht) adalah diamana akta otentik mampu meyakinkan keotentikan dari akta itu sendiri. Pengingkaran bahwa secara lahir akta notaris diragukan keotentikannya maka dapat dilakukan pembuktian di pengadilan negeri dengan melakukan gugatan bahwa akta notaris tersebut bukan merupakan akta otentik dengan bukti-bukti yang kuat.10 Kekuatan pembuktian formil (Formele beijskracht) Kekuatan pembuktian akta itu sendiri untuk membuktikan bahwa diriya telah dibuat sesua dengan aturan hukum untuk itu dan apa dinyatakandan yang tercantum didalamnya adalah kebenaran yang dilakukan dan disaksikan oleh pejabat
yang membuatnya.11 Kekuatan pembuktian tentang materiil suatu akta, kepastian dari materiil suatu akta yaitu mengenai kehendak yang diinginkan oleh para penghadap yang teletak pada badan akta, notaris bersifat netral pada isi akta otentik. Notaris memiliki tugas mengkonstatir keterangan atau fakta-fakta empiris sebagai fakta-fakta hukum, Sebab keterangan yang diberi dan fakta senyatanya belum tentu sebagaimana yang dimaksud atau belum tentu sesuai dengan kehendak para penghadap di dalamnya.
Akta notaris dilihat dari isi dan cara pembuatannya yaitu Akta Pejabat (Ambtelijke Acte), akta dicatat oleh notaris bersumber pada saat disaksikan serta tindakan yang dilakukannya. Contoh akta pejabat yaitu berita acara undian berhadiah.12 Akta pihak/penghadap (Partij Acte) merupakan akta yang disepakati oleh para penghadap, kedudukan notaris menjadi penengah (netral) atas permintaan atau kesepatan dari para pihak yang melakukan pengikatan.13 Prosedur pembentukan akta otentik diatur dalam Pasal 38 UUJN-P, menentukan akta otentik dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: a. Awal akta :Judul, nomor, jam, hari, tanggal, bulan, tahun pembuatan akta,
b. Badan akta
nama dan tempat kedudukan Notaris : komparisi, Premisse dan Isi akta
-
c. Penutup akta :menguraikan dimana akta dibuat, proses/cara pembuatan dan
penandatanganannya, saksi-saksi dan tentang ada/tidaknya perbaikan.14
Pengaturan mengenai premisse akta pada Pasal 38 UUJN-P tidak mengatur secara khusus atau adanya norma kosong. Pengertian premisse akta sebagai penafsiran yang seutuhnya merupakan pernyataan atau keterangan awal para pihak sebelum masuk pada isi akta otentik. Kedudukan premis pada akta memiliki sifat fakultatif yang dimana tidak seluruh akta notaris tercantum premis akta, akan tetapi pada pada umumnya premis tercantum pada akta yang sifatnya rumit. Pada bagian premis akta harus diperhatikan mengenai bentuknya yang berbentuk pada penyajian fakta (statement of facts), melainkan bukan berbentuk asumsi, tapi harus sesuatu fakta ang benar terjadi saat ini dan terukur dari para pihak.15
Berdasarkan pengertian diatas bila dikaitkan dengan pembentukan akta khususnya pada premis akta merupakan keterangan dari penghadap yang akan melakukan perjanjian pada akta notaris. Alasan mengapa perjanjian dibuat, dimana dalam akta notaris memuat keterangan-keterangan termasuk identitas dari penghadap. Kedudukan premis dalam akta otentik memiliki peran yang sentral dimana memuat informasi-informasi yang penting sebelum masuk pada badan atau isi akta. Premisse juga diartikan sebagai latar belakang menerangkan tujuan akta perjanjian tersebut dibuat oleh para penghadap. Dalam sistematika akta, premisse akta terletak pada
sebelum uraian isi akta dan setelah komparisi, premis akta juga dibedakan menjadi dua sifat yaitu premis bersifat satu arah dan premis bersifat dua arah atau para pihak.16
Premisse akta satu arah yaitu premis yang berisikan keterangan hanya satu komparan saja atau bersifat satu arah. Contoh akta otentik yang menggunakan premis satu arah yakni akta hibah, akta pendiri usaha dagang (perorangan), akta kuasa, akta wasiat dan akta perjanjian lainnya yang sifatnya satu arah. Sedangkan pengertian dari premis akta pihak yaitu termuat latar belakang yang sifatnya dua arah. Contoh premis akta pihak yakni pendirian badan hukum, akta perjanjian kredit, akta perjanjian sewa menyewa, perjanjian jual-beli, pendirian badan usaha, perjanjian kerjasama dan akta pernyataan bersama. Dari dua pengertian premis diatas ada juga varian premis yang termuat pada relaas akta atau berita acara.17
Notaris menjalankan berkewajiban berpedoman pada undang-undang. Teori tanggung jawab hukum sangat melekat pada kewenangan notaris yang berpedoman pada UUJN-P dan hukum perdata. Notaris diwajibkan menjaga moral dan integritas marwah jabatan notaris karena hal tersebut tidak telepas dari tanggung jawab dan etika profesi terhadap notaris. Notaris jika tidak adanya rasa moral dan integritas yang ditanamkan dalam diri sebagai pejabat umum, sehingga notaris tidak munculnya rasa tanggung jawab dan etika terhadap jabatan dan masyarakat akan meragukan jabatan notaris dalam membuat akta otentik.
Terkait pertanggungjawaban notaris mengenai kebenaran materiil dari akta yang telah dibuat. Adapun tanggungjawab notaris terkait kebenaran materiil dibagi menjadi 4 tanggungjawab, yaitu:
-
1. Tanggung jawab berdasarkan kode etik notaris
-
2. Tanggung jawab berdasarkan hukum perdata terkait kebenaran materiil pada akta yang telah dibuat.
-
3. Tanggung jawab berdasarkan hukum pidana terkait kebenaran materiil pada akta otentik.
-
4. Tanggung jawab berdasarkan undang-undang jabatan notaris atas akta yang dibuat.18
Langkah pertama pembuatan akta adalah Notaris mengkonstatir yaitu Rangkaian tindakan notaris mengkualifikasi fakta-fakta empiris atau peristiwa konkrit dari keterangan para pihak sebagai fakta-fakta hukum.19 Selanjutya, notaris mengkonstatir
fakta-fakta tersebut dan dibuatkan akta yang seharusnya ditentukan pada UUJN-P. Suatu contoh memvalidasi data subyek, obyek dan perbuatan atau peristiwa hukum yang dimaksud memalui bertanya langsung kepada (para) penghadap, meminta (para) penghadap bercerita tentang pengetahuannya sehubungan dengan maksud kedatangannya. Meminta penjelasan dari (para) saksi pengenal jika ada, yaitu orangorang yang secara langsung berkaitan dengan subyek dan/atau obyek serta perbuatan hukum yang dikehendaki untuk dibuatkan akta. Selanjutnya notaris Memverleijden yaitu rangkaian tindakan notaris menyusun atau membuat rancangan atau draft minuta akta, membacakan, menjelaskan bilamana diperlukan, menandatangankan akta, mengesahkan minuta akta dan mengeluarkan salinan akta. Presedur dalam pembentukan akta otentik telah sesuai dengan ketentuan dalam UUJN-P, yang menjadi pertanyaan bahwa mengenai premisse akta dalam akta perjanjian tersebut merupakan tanggung jawab siapa. Masuk pada pengertian premisse akta merupakan pendahuluan sebagai keterangan awal yang diterangkan oleh para penghadap.
Pada dasarnya, pertanggungjawaban terkait isi akta bukan merupakan tanggungjawab dari notaris, sehingga isi akta merupakan kehendak yang telah sepakat antara para penghadap karena dalam sistemnya para penghadap sebelumnya telah sepakat atas perjanjian yang dibuatnya lalu kesepakatan tersebut di catatkan oleh notaris dan dibuatkan akta otentik. Sehingga pertanggungjawaban notaris terhdap akta otentik secara formil yang pembentukannya telah ditetapkan pada peraturan yang berlaku. Notaris wajib dimintai pertanggungjawaban berdasarkan KUHPerdata jika melakukan perbuatan melawan hukum. Tanggung jawab terkait premisse merupakan tanggung jawab dari para penghadap karena dari pengertian premis diatas bahwasannya seluruh bagian premis adalah keterangan yang diberikan oleh para penghadap. Dalam hal ini peran notaris adalah bersifat pasif atau hanya menulis akta notaris atas kesepakatan para penghadap, bertujuan untuk menjamin hak dan kewajiban dari para penghadap, pada hakikatnya notaris dapat dimintai pertanggung jawaban hanya pada kebenaran formil, sehingga dikemudian hari timbul suatu permasalahan yang dimana kesalahan terdapat pada keterangan para penghadap atau pada kebenaran materiil merupakan tanggung jawab para penghadap yang mengajukannya.
Ima Erlie Yuana berpendapat, penjelasan UUJN-P notaris bertanggung jawab sebatas kebenaran formal pada akta otentik. Dalam kaitan ini notaris berdudukan penengah (netral) dari salah satu para penghadap dan notaris harus memberikan edukasi terkait kenotariatan yang merujuk pada Pasal 15 ayat (2) huruf e menyatakan “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula :
-
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;”
Sehingga apabila notaris mengedukasi terkait kenotariatan secara keliru sehingga dikemudian hari akta tersebut merugikan salah satu penghadap maka notaris dapat dimintai pertanggungjawaban.20
Premisse akta sebagai penafsiran yang seutuhnya merupakan keterangan awal dari sebuah isi akta. Kedudukan premis pada akta memiliki sifat fakultatif yaitu tidak seluruh akta notaris tercantum premis akta, akan tetapi pada pada umumnya premis tercantum pada akta yang sifatnya rumit. Premis dalam akta otentik memiliki peran yang sentral dimana memuat informasi-informasi yang penting sebelum masuk pada badan (isi) akta yang dibuat Pengaturan mengenai premisse akta pada Pasal 38 UUJN-P belum diatur secara khusus. Tanggung jawab notaris atas premisse akta pada akta notaris adalah notaris bertanggung jawab sebatas kebenaran formal pada akta otentik. Dalam kaitan ini notaris berdudukan penengah (netral) dari salah satu para penghadap dan notaris harus memberikan edukasi terkait kenotariatan yang merujuk pada Pasal 15 ayat (2) huruf e. Dalam hal ini peran notaris adalah pasif atau hanya mencatat akta notaris dari kesepakatan penghadap yang datang ke notaris yang bertujuan untuk menjamin hak dan kewajiban dari para penghadap. Sehingga dikemudian hari timbul suatu permasalahan yang dimana kesalahan terdapat pada keterangan para penghadap atau pada kebenaran materiil merupakan tanggung jawab para penghadap yang mengajukannya.
Daftar Pustaka
Buku
Adjie, Habib, (2021), Penerapan Pasal 38 UUJN-P Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris, CV. Bintang Pustaka Madani: Yogyakarta
Diantha, I.M.P, (2019), Metodelogi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, PRENADAMEDIA GROUP, Jakarta Timur
Habib Adjie, Sjaifurrachman, (2011), Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Maju, Bandung
Moechthar, Oemar, (2017),Dasar-dasar Teknik Pembuatan Akta, cet-1, Airlangga
University Press: Surabaya
Puryatma, I.M, (2016), Teknik Dasar Pembuatan Akta Notaris, Denpasar
Salim H.S., (2016), Teknik Pembuatan Akta Satu: Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk, dan Minuta Akta, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Jurnal
Aisyah, S. (2021). Akibat Hukum Terhadap Akta Notaris Yang Tidak Sesuai Dengan Fakta Hukum. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 10(2), 146-156, Doi http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/repertorium/article/view/1439/433
Ariani, D. (2021). Tinjauan Yuridis Tentang Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri Samarinda. Journal of Law (Jurnal Ilmu Hukum), 6(2), 474-489, Doi
http://ejurnal.untagsmd.ac.id/index.php/DD/article/view/5176/4931
Arsy, E. A., Widhiyanti, H. N., & Ruslijanto, P. A. (2021). Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Cacat Hukum dan Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Pembuatan Akta Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Jurnal Bina Mulia Hukum, 6(1), 130-140. Doi https://doi.org/10.23920/jbmh.v6i1.324
Dalimunthe, S. N. I. S., & Lutfi, K. R. (2019). Implikasi Akta Pernyataan Notaris Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah Dalam Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). ADIL: Jurnal Hukum, 10(1), Doi
https://doi.org/10.33476/ajl.v10i1.1065
Ishak, W., Karim, M. S., & Azisa, N. (2021). Pertanggungjawaban Pidana Notaris atas Akta yang Mengandung Muatan Pemalsuan. Amanna Gappa, 49-60. Doi
https://journal.unhas.ac.id/index.php/agjl/article/view/14198/6901
Kurniawan, I. W. A. (2018). Tanggung Jawab Notaris Atas Akta yang Tidak Dibacakan Dihadapan Para Penghadap. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3), Doi https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p08
Mahadewi, I., Laksmi, G. A. I., & Purwanto, I. W. N. (2021). Tanggung Jawab Notaris Pengganti yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam Pembuatan Akta Autentik. Acta Comitas Jurnal Hukum Kenotariatan Universitas Udayana, 6(2). Doi https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i02.p18
Noer, Z., & Khafid, A. K. (2021). Tangungjawab Notaris Pengganti Terhadap
Kesalahan Akta Otentik Yang Dibuatnya: Akta Notaris, Kewenangan, Tanggungjawab. Jurnal Pro Hukum: Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, 10(1), 71-78. Doi https://doi.org/10.55129/jph.v10i1.1438
NUGRAHA, D. S., Warsito, H., & Adriansyah, H. (2020). Kedudukan Hukum Premis Di dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) (Doctoral dissertation, Sriwijaya University), Doi http://repository.unsri.ac.id/id/eprint/36482
Utami, Y., Devi, P., Diantha, P., Made, I., & Sarjana, I. M. (2018). Kedudukan Hukum Grosse Akta Pengakuan Hutang Notariil Dalam Pemberian Kredit Perbankan (Doctoral dissertation, Udayana University). Doi
Widiasih, N. K. A. E., & Sarjana, I. M. (2017). Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik Pengganti Akta Jual Beli Dalam Lelang. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 5(2). Doi https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/20794/13580
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Diterjemahkan oleh Soedharyo Soimin, 2016, Sinar Grafika Offset, Jakarta.
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432
289
Discussion and feedback