Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Dalam Likuidasi Bank
on
Vol. 7 No. 02 Agustus 2022
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Wahyu Tantra Setiadi1, Putu Tuni Cakabawa Landra2
1Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 12 April 2022 Diterima : 4 Agustus 2022
Terbit : 8 Agustus 2022
Keywords :
Guarantee Execution, Fiduciary Guarantee, Bank
Liquidation
Kata kunci:
Eksekusi Jaminan, Jaminan
Fidusia, Likuidasi Bank
Corresponding Author:
Wahyu Tantra Setiadi, E-mail: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2022.v07.i02.p8
Abstract
The purpose of this study is to find out the procedure for registering fiduciary guarantees, to analyze the legal consequences of bank liquidation on fiduciary guarantees and to analyze the execution of fiduciary guarantees that are not registered in bank liquidation. This article used normative juridical research method. The results of the study show that (1) The procedure for registering a fiduciary guarantee is divided into two stages, namely the imposition stage and the registration stage of the fiduciary guarantee and then the guarantee is registered online by accessing the online AHU site to issue a fiduciary guarantee certificate. (2) The legal consequences of bank liquidation on fiduciary guarantees, then all bank operational activities will be stopped due to the revocation of banking business licenses and accelerate the collection of debtor credit debts which are authorized by the Deposit Insurance Corporation. (3) Execution of fiduciary guarantees that are not registered in bank liquidation can still be executed guarantees, the most important thing is that the non-registration of fiduciary guarantees is the negligence of the creditor. Therefore, creditors represented by the liquidation team must be able to prove that there is a debtor who is in default and if the debtor still does not acknowledge the existence of a default, the liquidation team must take legal action with a lawsuit against the court related to default and if proven, then a court decision that has permanent legal force can execute a fiduciary guarantee object.
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami tata cara pendaftaran jaminan fidusia, serta untuk memahami dan menganalisis akibat hukum likuidasi bank terhadap jaminan fidusia dan untuk mengetahui dan menganalisis eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam likuidasi bank. Artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang memfokuskan pada kajian norma dan kaidah hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Tata cara pendaftaran jaminan fidusia terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pembebanan dan tahap pendaftaran jaminan fidusia serta selanjutnya jaminan didaftarkan secara online dengan mengkases situs AHU online hingga terbitkan sertifikat jaminan fidusia. (2) Akibat hukum likuidasi bank terhadap jaminan fidusia maka seluruh kegiatan
operasional bank akan terhenti akibat pencabutan izin usaha perbankan dan mempercepat penagihan utang kredit debitur yang kewenangan dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (3) Eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam likuidasi bank tetap dapat dilakukan eksekusi jaminan, hal terpenting bahwa tidak didaftarkannya jaminan fidusia merupakan kelalaian dari kreditur. Oleh karenanya kreditur yang diwakili oleh tim likuidasi harus dapat membuktikan adanya debitur yang wanprestasi dan apabila debitur tetap tidak mengakui adanya wanprestasi, maka tim likuidasi harus melakukan upaya hukum dengan gugatan ke pengadilan terkait wanprestasi dan bila terbukti maka dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia.
Kehidupan bermasyarakat di era modern ini memiliki kebutuhan hidup yang beranekagaram. Oleh karenanya masyarakat berlomba-lomba untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia menghasilkan materi dapat dilakukan dengan berbagai hal dari berdagang, bekerja di perusahaan, menjadi pegawai negeri sipil dan lainnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak selalu dapat dipenuhi dalam waktu cepat, dapat pula dilakukan dengan alat bantu yaitu dengan pinjaman kredit bank. Kredit bank dapat digunakan di sektor produktif ataupun konsumtif.
Bank sebagai lembaga keuangan yang memiliki fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan atau bentuk lainnya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit agar dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Setiap pemberian kredit, bank memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitur salah satunya harus adanya jaminan. Jaminan baik benda bergerak maupun tidak bergerak, dalam pembahasan ini yaitu jaminan fidusia atas benda bergerak.1 Tujuan diberlakukannya syarat dengan jaminan khususnya jaminan fidusia untuk memberikan kepastian kepada kreditur untuk menerima pelunasan dari debitur dan debitur juga memberikan kepastian untuk berkomitmen dan mampu melunasi kredit yang dipinjamnya.2
Namun terjadinya likuidasi bank menyebabkan operasional bank seluruhnya terhenti dan percepatan penagihan seluruh piutang bank yaitu kredit debitur, dikarenakan likuidasi bank merupakan pemberesan seluruh aset dan kewajiban bank akibat dicabutnya izin usaha bank. Oleh karenanya debitur yang memiliki kredit pada bank akan ikut terdampak dari likuidasi bank. Tetapi tidak akan semua debitur dapat melunasi kreditnya dalam proses likuidasi bank, dikarenakan kredit yang diajukan oleh debitur memiliki jangka waktu lebih panjang dari pada waktu proses likuidasi bank. Ketidakmampuan debitur melunasi kredit sebagaimana yang ditentukan tim likuidasi, menyebabkan eksekusi jaminan fidusia tidak dapat dihindarkan untuk
mempercepat proses likuidasi. Bahwa kewenangan likuidasi bank dimiliki oleh Lembaga Penjamin Simpanan yang diatur pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UU LPS). Pada peraturan tersebut dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf d adanya kekaburan norma pada pada frasa “tanpa persetujuan” yang menciptakan ketidakpastian hukum bagi debitur dalam rangka likuidasi bank serta pada penjelasan pasal pun tidak ditentukan lebih lanjut. Kekaburan norma tersebut berdampak saat proses likuidasi terjadi, dikarenakan jaminan-jaminan yang sedang dalam jaminan kredit bank apakah termasuk dalam bagian aset bank atau tidak.
Dampaknya dapat mengakibatkan debitur dirugikan dalam proses likuidasi, karena debitur-debitur yang masih memiliki pinjaman kredit bank maka jaminannya masih dalam penguasaan bank, namun pengaturan pada UU LPS Pasal 6 ayat (2) dalam mengalihkan aset perbankan tanpa persetujuan debitur dan kreditur. Sedangkan eksekusi jaminan juga perlu dilakukan karena dampak dari debitur tidak dapat membayar kreditnya sebagaimana ditentukan oleh tim likuidasi. Oleh karenanya menjadi penting untuk mengangkatnya sebagai karya ilmiah jurnal hukum dengan judul “EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN DALAM LIKUIDASI BANK”
Rumusan masalah yang digunakan sesuai dengan uraian diatas, yaitu: (1) bagaimana tata cara pendaftaran jaminan fidusia?; (2) bagaimana akibat hukum likuidasi bank terhadap jaminan fidusia?; dan (3) bagaimana eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam likuidasi bank?.
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengembangkan pemahaman terkait ilmu hukum pada umumnya dan khususnya pada tata cara pendaftaran jaminan fidusia agar dapat memberikan kepastian hukum atas jaminan benda bergerak yang digunakan sebagai jaminan utang bank. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum likuidasi bank terhadap jaminan fidusia dan ketiga untuk memahami dan menganalisis terkait eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam likuidasi bank. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena disaat terjadinya likuidasi bank, maka akan dilakukan pemberesan aset perbankan dan menghentikan seluruh kegiatan operasional bank. Oleh karena itu dapat merugikan debitur yang masih mampu melunasi kreditnya, namun karena kelalaian pihak bank dalam mengelola usahanya yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sehingga terjadinya likuidasi bank. Dampak likuidasi bank yaitu mempercepat penagihan piutang bank berupa kredit yang telah disalurkan kepada debitur, sehingga hal tersebut sangat merugikan debitur khususnya yang masih mampu melunasi kreditnya, namun harus dilunasi lebih awal daripada jangka waktu perjanjian kredit yang telah ditentukan.
Penelitian ini mengangkat hasil dari pemikiran dan orisinalitasnya demi kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya pada ilmu hukum. Walaupun ada beberapa pembahasan yang menyerupai tulisan lainnya yang terdauhlu. Tetapi tulisan ini memiliki unsur-unsur pembaharuan. Adapun tulisan terdahulu yang digunakan sebagai perbandingan yaitu penelitian ditulis oleh Khifni Kafa Rufaida Dan Sacipto, Universitas Ngudi Waluyo. Judul Tinjauan Hukum Terhadap Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Tanpa Titel Eksekutorial Yang Sah. Rumusan masalah yang diangkat yaitu mengenai pendaftaran jaminan fidusia dan pengaturannya di Indonesia, eksekusi
berdasarkan sertifikat jaminan fidusia, dan pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia tanpa titel eksekutorial yan sah3, dan penelitian ditulis oleh Ayu Adnyaswari dan Suatra Putrawan, Universitas Udayana. Judul Kekuatan Hukum Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan. Rumusan masalah yang diangkat yaitu mengenai akibat hukum akta jaminan fidusia yang didaftarkan terhadap keabsahan perjanjian jaminan, dan akibat hukum akta jaminan fidusia yang tidak terdaftar terhadap kedudukan kreditur.4 Berkaitan dengan kedua penulisan karya ilmiah tersebut, maka tidak adanya niatan ataupun upaya untuk melakukan peniruan dari tulisan yang telah ada terdahulu. Tulisan ini memiliki pembaharuan dalam pembahasan permasalahannya yaitu yaitu pertama bagaimana tata cara pendaftaran jaminan fidusia, kedua bagaimana akibat hukum likuidasi bank terhadap jaminan fidusia, dan ketiga bagaimana eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam likuidasi bank.
Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam melakukan suatu penelitian dalam pemecahan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yang berkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Penelitian ini beranjak dari adanya kekaburan norma hukum, dikarenakan pengaturan yang kurang jelas terkait ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf d adanya kekaburan norma pada pada frasa “tanpa persetujuan” yang menciptakan ketidakpastian hukum bagi debitur dalam rangka likuidasi bank serta pada penjelasan pasal pun tidak ditentukan lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan beberapa jenis pendekatan seperti pendekatan perundang-undangan dengan pendekatan konseptual.5 Adapun menggunakan teknik studi kepustakaan yang menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Apabila telah terkumpul seluruh bahan hukum yang diperlukan, maka akan dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif dan secara sistematis.
Jaminan fidusia sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF). Fidusia adalah pengalihan hak kebendaan berdasarkan kepercayaan dan bendanya tetap pada penguasaan pemberi fidusia. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud. Berdasarkan Pasal 27 UUJF, pemegang hak tanggungan berhak menerima pembayaran dari kreditur lain yang didahulukan. Selain itu, diperlukan suatu jaminan khusus untuk memberikan kepastian bahwa kreditur dapat menerima pelunasan kredit dan debitur memberikan kepastian untuk dapat melunasi kreditnya.6
Oleh karena itu, demi kepastian dan keselamatan para pihak perlu adanya jaminan terhadap benda bergerak dan didaftarkan dengan jaminan fidusia. Dari pemaparan tersebut dapat ditarik unsur-unsur di pada obyek jaminan fidusia meliputi: 1) benda bergerak yang berwujud dan tidak berwujud; 2) benda tidak bergerak, terutama bangunan yang tidak dapat didaftarkan denga hak tanggungan..7
Suatu benda dapat dikatakan sebagai benda bergerak dikarenakan sifatnya yang mudah dipindakan kepada pihak lain. Subjek dari jaminan fidusia merupakan mereka yang secara sukarela mengikatkan dirinya pada perjanjian yang dibuat untuk pengikatan jaminan fidusia, subjek tersebut antara debitur merupakan pemberi fidusia serta penerima fidusia adalah kreditur.8 Bahwa subjeknya pemberi dan penerima fidusia dapat berupa pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Penggunaan jaminan fidusia yang paling sering ditemui adalah di bank dalam pemberian fasilitas kreditur oleh bank. Jaminan fidusia cukup sering digunakan dalam pemberian kredit karena salah satu penyebabnya karena sebagaian besar dari calon debitur sudah memiliki objek jaminan fidusia seperti kendaraan bermotor yang dapat digunakan sebagai jaminan kredit dengan fidusia. Oleh karenanya bank dalam menyalurkan kredit bank akan selalu menggunakan mekanisme atau cara yang dapat memberikan kepastian atas pelunasan hutang kredit debitur apabila dikemudian hari debitur mengalami wanprestasi. Jaminan fidusia memberikan kepastian hukum karena penerima fidusia memiliki hak untuk didahului menerima pelunasan dari kreditur lainnya, oleh sebab itu bank dalam menjalankan usahanya harus memikirkan dampak terburuk bila debitur wanprestasi, dan kreditur harus mendapatkan pelunasan kredit yang telah disalurkan kepada debitur untuk mencegah kerugiannya.9
Adapun tahapan pemberian kredit oleh bank, sebelum jaminan fidusia didaftarkan yaitu : (1) permohonan kredit bank oleh calon debitur, (2) analisa kredit, (3)
persetujuan kredit, (4) pencairan kredit, terlaksananya jaminan fidusia melalui 2 tahapan yaitu :
-
1) Tahapan Pembebanan Jaminan Fidusia: Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan perjanjian tambahan dari perjanjian pokok yang
menerangkan benda yang digunakan sebagai jaminan fidusia.
-
2) Tahapan Pendaftaran Jaminan Fidusia: Jaminan fidusia wajib didaftarkan untuk memenuhi syarat terbitnya sertifikat jaminan fidusia. Pendaftaran dilakukan secara online dengan mengakses situs ahu.go.id.
Adapun pengaturan yang mengkhusus terkait pendaftaran jaminan fidusia pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut PP Nomor 21 Tahun 2015). Adanya aturan tersebut bahwa permohonan pendaftaran jaminan
fidusia, perbaikan sertifikat jaminan fidusia, perubahan sertifikat jaminan fidusia dan pemberitahuan penghapusan sertifikat jaminan fidusia dilakukan pada sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik.
Jaminan fidusia diperlukan pendaftaran untuk memberikan kepastian hukum, pendaftaran dilakukan secara online dengan mengakses situr AHU online dan pendaftarannya dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penandatanganan akta. Bila suatu akta jaminan fidusia tidak didaftarkan hingga ke hari 31 (tiga puluh satu) maka akta tersebut tidak dapat digunakan lagi dan harus dibuatkan akta yang baru.10 Tujuan diberlakukannya jangka waktu tersebut, untuk dapat mempercepat proses pendaftaran dan mencegah debitur untuk melakukan fidusia ulang pada objek yang sama. Melakukan pendaftaran jaminan fidusia dilanjutkan dengan melakukan pembayaran biaya pendaftaran, setelah itu dilakukan pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal sertfikat jaminan fidusia dicetak.11 Apabila terjadinya kesalahan dalam pencetakan sertifikat, maka dapat diajukan lagi dengan jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari dari tanggal terbitnya sertifikat.
Perbankan memiliki dasar hukum yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk lainnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bank dalam menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit. Kredit adalah penyediaan dana atau persamaan dengan itu yang didasarkan dengan perjanjian pinjam meminjam uang antara para pihak yang berkepentingan seperti bank dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu beserta pengenaan bunga.
Dunia perbankan mengalami masa kelam pada tahun 1998 pada krisis moneter, sehingga Bank Indonesia mengambil langkah untuk melikuidasi 16 bank dikarenakan termasuk bank yang tidak sehar dan para nasabahnya menarik dana secara bersam-sama dalam jumlah besar. Tragedi tersebut menciptakan citra perbankan kian negatif sehingga ada prasangka menyimpan dana di bank belum tentu aman. Oleh karenanya untuk menciptakan nama baik dunia perbankan, pada saat itu perbankan menawarkan bunga sebesar 20 hingga 60 persen pertahun untuk mendapatkan dana masyarakat kembali untuk disimpan di bank.
Likuidasi bank adalah tindakan pemberesan aset beserta kewajiban yang dimiliki bank, dampak dari dicabutnya izin usaha. Terjadinya likuidasi bank akibat dari bank yang tidak memiliki kemampuan menyelesaikan permasalahan terkait keuangannya di
usahanya. Permasalahan keuangan seperti utang perusahaan dalam extreme leverage, utang yang akan jatuh tempo dalam jumlah besar, perusahaan mengambil langkah strategis yang salah, kepemilikan aset dan likuiditas tidak cukup untuk menstabilkan keadaan, kebijakan perusahaan yang hanya melesaikan permasalahan jangka pendek dan menyebabkan masalah jangka panjang akan menumpul.12 Kesehatan bank merupakan indikator yang dapat digunakan sebagai penilaian suatu perbankan baik atau tidaknya dalam mengelola usahanya. Masalah utama perbankan yang menyebabkan dapat dikategorikan sebagai bank yang tidak sehat yaitu banyaknya kredit macet, penyaluran modal yang dimiliki perbankan melebihi batas minimal pemberian kredit, pendapatan perbankan menurun dan lainnya. Alasan hukum bank dapat dicabut izin usahanya sebagaimana diatur pada UU Perbankan Pasal 37 ayat (2).
Kewenangan dalam pencabutan izin usaha dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaiaman diatur pada Undang-Undangn Nomor 21 Tahun 2011 pada Pasal 7 huruf a. Pengaturan terkait likuidasi bank diatur dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Likuidasi Bank (selanjutnya disebut PLPS Nomor 1 Tahun 2011). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS berwenang mengambil alih bank gagal berserta hak dan wewenang RUPS serta pemegang saham sejak dicabutnya izin usaha bank. Kewenangan dari LPS dalam melaksanakan proses penanganan bank gagal yaitu dengan kewenanga yaitu mengambil alih seluruh hak dan kewenangan dalam RUPS, menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur
Penerapan prinsip kehati-hatian bank sangat berpengaruh dalam jangka panjang kepada bank, namun likuidasi tak akan dapat dihindari bila bank mulai mengesampingkan prinsip kehati-hatian yang sebenarnya tujuannya untuk mencegah bank mengambil tindakan yang menyalahi aturan-aturan yang telah ditetapkan.13 Prinsip kehati-hatian untuk dapat menjaga kelangsungan usaha demi menjaga kepercayaan nasabah untuk menyimpan dananya di bank. Oleh karena itu akibat hukum terjadinya likuidasi bank maka seluruh kegiatan operasional bank terhenti akibat pencabutan izin usaha bank yang kewenangannya dimiliki oleh OJK. Selanjutnya dilakukan peralihan kewenangan untuk melakukan proses likuidasi bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur pada PLPS Nomor 1 Tahun 2011 tentang Likuidasi Bank. LPS dalam melakukan tahapan likuidasi bank akan melakukan pembentukan tim likuidasi sebagai pelaksana likuidasi bank untuk melakukan tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban yang dimiliki oleh bank.
Permasalahan yang sering timbul dalam dunia usaha perbankan yaitu kredit macet, dan juga masalah utama terjadinya likuidasi juga karena kredit macet yang semakin menumpuk hingga suatu perbankan kesulitan dengan likuiditasnya. Terjadinya hal tersebut maka direkomendasikan untuk melakukan beberapa upaya yang dapat
menyehatkan bank seperti perubahan manajemen, merger, konsolidasi, akuisisi, dan penambahan modal.14 Apabila suatu perbankan mengalami kesulitan dalam likuiditas, maka hal yang akan selanjutnya terjadi adalah terjadinya gagal bayar kepada nasabah, jika nasabah menarik dananya di bank dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu penting suatu perbankan dalam menjaga kesehatan suatu bank sebagaimana diatur pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Pada peraturan tersebut menggunakan metode analisis yang disebut CAMELS. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset quality (A), Management (M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S). Pengaturan CAMELS merupakan instrumen yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu cara untuk dapat mengatur perbankan dalam menjalankan usahanya sebagaimana implementasi pada prinsip kehati-hatian serta menjaga juga kesehatan perbankan agar tetap pada kategori bank sehat.
Permasalahan terkait kredit, hingga terjadinya kredit macet merupakan penyebab dari debitur wanprestasi, baik itu tidak membayar angsuran pokok, bunga kreditnya sebagaimana ditentukan pada perjanjian kredit.15 Permasalahan terkait kredit sangat merugikan bank, dikarenakan dalam mengelola dana nasabah yang didapat dari menghimpun dana dari masyarakat dan juga dari angsuran yang dibayaran debitur. Oleh karenannya bila debitur mengalami kredit macet, maka bank akan tidak dapat menjalankan dananya untuk menambahkan keuntungannya dan hal tersebut berdampak pada keuntungan bank. Dalam pemberian kredit, bank pun juga harus melakukan analisis kepada calon debitur dengan metode yang dikenal dengan istilah 5C atau The Five’s Credit Principle yaitu : watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan dana prospek usaha (condition of economic).16
Pelaksanaan metode 5C tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar, tetap saja dalam proses pelunasan kredit oleh debitur tak jarang juga mengalami kendala hingga terjadinya wanprestasi. Sering terjadi kepada debitur yang awalnya memiliki niat yang besar saat permohonan pengajuan kredit, namun sangat disayangkan saat disetujui dan dilakukan tahap mengangsur kreditnya sering yang terjadinya terlambat bayar hingga tidak dibayarkannya angsuran kreditnya. Hal tersebut sangat merugikan bagi bank yang dalam memberikan kredit kepada debitur seharusnya mendapatkan keuntungan, namun karena debitur menunda-nunda pembayaran hingga wanprestasi dapat merugikan bank.
Debitur dalam melakukan pinjaman kredit kepada bank harus memenuhi persyaratan agar dapat diterima oleh bank yaitu dengan jaminan khususnya pada pembahasan ini jaminan fidusia, tujuan dibutuhkannya jaminan untuk memberikan rasa aman kepada
bank agar dapat menerima pelunasan kredit dari debitur dan untuk debitur sebagai komitmen bahwa debitur memang mampu melunasi kredit yang dipinjamnya. Terpenting lagi akta jaminan fidusia harus segera didaftarkan dalam jangka waktu paling lambar tiga puluh hari dari ditandan tanganinya akta, bila melewati waktu tersebut maka akta dianggap gugur dan tidak berlaku lagi.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) pada Pasal 1865 menentukan bahwa apabila seseorang mengakui suatu hak ataupun menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya atau membantah orang lain, wajib membuktikan adanya hak atau persitiwa tersebut. Terkait dengan eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan maka akibat kelalaian kreditur menunda untuk melakukan pendaftaran, kreditur yang diwakili oleh tim likuidasi harus dapat membuktikan adanya debitur yang wanprestasi sebagaimana ditentukan pada untuk dapat mengeksekusi objek jaminan yang digunakan sebagai jaminan kredit debitur dalam likuidasi bank. Dikarenakan tidak didaftarkannya jaminan fidusia, maka kreditur tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia dan tidak memiliki hak mendahului (hak preference) untuk menerima pelunasan dari kreditur lainnya.
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Menentukan bahwa titel eksekutorial tidak dapat dilaksanakan sebagaimana diatur UUJF, apabila debitur tidak secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusianya. Oleh karenanya frase cidera janji tidak dapat dimaknai secara sepihak dan tidak dapat melakukan eksekusi langsung sejak ditetapkannya putusan tersebut, sehingga cukup mempersulit dalam melakukan eksekusi jaminan.
Bila tim likuidasi berhadapan dengan debitur beritikad baik dan jaminannya didaftarkan maka sudah barang tentu akan kooperatif dalam melakukan penyelesaian pembayaran kredit bank sekalipun bank mengalami likuidasi dan tim likuidasi pun memiliki kekuatan eksekutorial dalam melakukan eksekusi jaminan fidusianya bila debitur memang tidak mampu melunasi kreditnya dalam jangka waktu yang ditentukan. Sedangkan jika tim likuidasi menghadapi debitur yang tidak beritikad baik dan jaminannya didaftarkan maka debitur akan menghindar ataupun menunda-nunda pembayaran kreditnya, dan bila hal tersebut terus terjadi maka tim likuidasi dapat melakukan eksekusi jaminan dengan title eksekutorial pada sertifikat jaminan fidusia.
Tetapi berbeda halnya bila tim likuidasi berhadapan dengan debitur yang beritikad baik dan jaminannya tidak didaftarkan, maka debitur beritikad baik akan selalu membantu serta kooperatif dalam penyelesaian kreditnya. Walaupun jaminannya tidak didaftarkan dan kekuatan pembuktian dari kreditur hanya sebatas perjanjian dibawah tangan, karena debitur beritikad baik maka akan melakukan berbagai cara untuk melakukan pelunasan kreditnya, tetapi bila memang debitur tidak mampu menyelesaikan pelunasan kreditnya selama jangka waktu likuidasi bank, maka debitur pasti akan menyerahkan objek jaminannya untuk di eksekusi oleh tim likuidasi.
Sedangkan pada debitur yang tidak beritikad baik dan jaminannya tidak didaftarkan maka tim likuidasi harus lebih berupaya untuk meminta pelunasan kredit kepada debitur, karena pada debitur tidak beritikad baik sudah barang tentu memiliki sifat
yang kurang baik dalam pelunasan kreditnya, terlebih lagi bila jangka waktu pelunasan kredit dipercepat karena likuidasi bank. Kendala terbesar yaitu saat akan mengeksekusi jaminannya karena tim likuidasi tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia untuk melakukan eksekusi langsung kepada objek jaminan. Oleh karena itu adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian Undang-Undang Jaminan Fidusia, pada frasa “cidera janji” tidak dapat dimaknai secara sepihak, melainkan harus kesepakatan antara debitur dan kreditur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji. Tim likuidasi harus melakukan upaya hukum yaitu dengan gugatan pengadilan terkait adanya wanprestasi, walaupun jaminan fidusianya tidak didaftarkan, apabila terbukti adanya wanprestasi maka dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat mengeksekusi objek jaminan tersebut.
Apabila dalam melakukan eksekusi jaminan mengalami kesulitan dan dipersulit oleh debitur, maka tim likuidasi dapat meminta bantuan pihak kepolisian sebagaimana diatur pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Tujuan pengaturan tersebut untuk memberikan pengamanan dalam eksekusi jaminan, karena tidak jarang dalam melakukan eksekusi jaminan secara individu, sering sekali mengalami kesulitan yang debitur tereksekusi tidak beritikad baik untuk menyerahkan jaminannya kepada kreditu yang dalam hal ini tim likuidasi. Adapun tata cara permohonan untuk pengamanan eksekusi dengan mengajukan permohonan ke Kapolda atau Kapolres daerah tempat eksekusi akan dilaksanakan, lalu diproses dan pihak kepolisian melakukan tahapan-tahapan dalam rangka persiapan seperti persiapan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendelaian guna memberikan kelancaran dan keamanan dalam eksekusi jaminan.
Berdasarkan uraian dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam likuidasi bank akan tetap dapat dilakukan, walaupun kreditur yang diwakili oleh tim likuidasi tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia untuk mengeksekusi jaminan debitur. Tetapi kreditur memiliki perjanjian kredit yang dapat digunakan sebagai dasar perjanjian. Serta adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 menentukan bahwa frasa “cidera janji” tidak dapat dimaknai salah satu pihak, melainkan harus kesepakatan antara debitur dan kreditur jika telah terjadinya wanprestasi. Hal tersebut mengakibatkan tim likuidasi tidak dapat langsung mengeksekusi jaminan walaupun debitur wanprestasi, apabila debitur tidak sepakat adanya wanprestasi. Oleh karena itu tim likuidasi harus melakukan upaya hukum dengan gugatan ke pengadilan terkait wanprestasi, apabila terbukti adanya wanprestasi maka dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat mengeksekusi objek jaminan.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Bahsan, M. (2012). Hukum Jaminan dan Hukum Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Fahmi, I. (2014). Pengantar Perbankan Teori dan Aplikasi, Alfabeta, Bandung.
Kasmir, 2014, Dasar-Dasar Perbankan, Rajawali Pers, Jakarta.
Maksum, M. (2015). Penerapan Hukum Jaminan Fidusia Dalam Kontrak Pembiayaan Syariah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Marzuki, P. M., & SH, M. (2020). Teori Hukum. Prenada Media, Jakarta.
Jurnal
Adnyaswari, N. N. A., & Putrawan, S. (2018). Kekuatan Hukum Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 6(12), Universitas Udayana, Denpasar.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/44804
Diana, F., Rasyid, M. N., & Azhari, A. (2017). Kajian Yuridis Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Syiah Kuala Law Journal, 1(2), Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. DOI : 10.24815/sklj.v1i2.8472.
Effendi, P. (2015). Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Satandar Perbankan Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Jurnal Pro Hukum: Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, 4(2), Universitas Gresik, Gresik. DOI : 10.55129/jph.v4i2.499.
Putri, T. S. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Kaiitannya dengan Lembaga Penjamin Simpanan. Acta Comitas Jurnal Hukum Kenotariatan, 4(2), Universitas Udayana, Denpasar. DOI : 10.24843/AC.2019.v04.02.p.07.
Rufaida, K. K. (2019). Tinjauan Hukum Terhadap Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Tanpa Titel Eksekutorial Yang Sah. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 4(1), 2140, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
DOI : 10.24246/jrh.2019.v4.i1.p21-40.
Sabari, J. S. (2020). ANALISIS YURIDIS EKSEKUSI KENDARAAN BERMOTOR DALAM PERJANJIAN KONSUMEN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN PERKAPOLRI NO 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA. LEX PRIVATUM, 7(6), Universitas Sam Ratulangi, Manado.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/27376/26932
Sukariyanti, D., & Tarliman, D. J. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Debitur Atas Kelalaian Kreditur Melakukan Roya Jaminan Fidusia. Jurnal Komunikasi Hukum, 5(2), 117-125, Universitas Surabaya, Surabaya.
http://repository.ubaya.ac.id/id/eprint/36853
Thema, K. A. Y. A. (2019). Pelaksanaan Fidusia Pada Bank Perkreditan Rakyat Ulatidana Rahayu yang Tidak Mendaftarkan Jaminan Secara Online. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 4(3), 421- 432, Universitas Udayana, Denpasar. DOI : 10.24843/AC.2019.V04.i03.p07.
Wijaya, N. B. A. (2009). BENDA TAK BERGERAK SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA. JUSTITIA ET PAK-JURNAL ILMU HUKUM, 29(2), Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. DOI : 10.15408/jch.v2i1.1837.2015.3.1.1-10.
Yama, I. P. B. A., & Udiana, I. M. (2020). Sanksi Terhadap Penerima Fidusia Yang Tidak Menghapuskan Jaminan Fidusia Elektronik.Acta Comitas: Jurnal Hukum
Kenotariatan, 5(1), Universitas Udayana, Denpasar.
DOI : 10.24843/AC.2020.v05.i01.p12
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Likuidasi Bank
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
278
Discussion and feedback