Kegagalan Pendiri PT Melakukan Penyetoran Modal: Studi Kasus PT MBB Conggeang
on
Vol. 7 No. 01 April 2022
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Kegagalan Pendiri PT Melakukan Penyetoran Modal: Studi Kasus PT MBB Conggeang
Prima Yulia Jatiningsih1, Yetty Komalasari Dewi2
1Advokat di Jakarta, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Indonesia, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 21 Februari 2022
Diterima : 23 Februari 2022
Terbit : 1 April 2022
Keywords :
BUM Desa; Dwingen Recht;
Paid-Up Capital
Abstract
The research objectives are first, to analyze the founders who do not deposit capital as shareholders according to UU No. 40 Tahun 2007 (UUPT); secondly, analyzing the legal consequences of Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang as the founder who did not deposit capital while PT MBB Conggeang was established. This research is applied by normative juridical with statute, comparative, and case study approach. The research concludes that founders who do not deposit paid-up capital cannot qualify as shareholders as referred to in the UUPT. This is because taking part in shares and making a full deposit is a dwingen recht as stipulated in Article 33 paragraph (1) and (2) UUPT. In addition, recording in the register of shareholders after the capital is deposited becomes a requirement for founders to be able to exercise their rights as shareholders in accordance with Article 52 UUPT. As for the legal consequences of the Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang as the founder who did not deposit capital, they did not have the right to attend and vote at the general meeting of PT MBB Conggeang, including receiving dividends if the PT MBB Conggeang decided to distribute dividends.
Kata kunci:
BUM Desa; Dwingen Recht;
Penyetoran Modal PT
Corresponding Author: Yetty Komalasari Dewi, E-mail:
DOI :
10.24843/AC.2022.v07.i01.p12
Abstrak
Tujuan penelitian yaitu pertama, menganalisis pendiri yang tidak menyetorkan modal PT sebagai pemegang saham menurut UUPT; kedua, menganalisis akibat hukum terhadap Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang sebagai pendiri yang tidak menyetorkan modal selama PT MBB Conggeang berdiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, perbandingan, dan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendiri yang tidak menyetorkan modal tidak dapat dikualifikasikan sebagai pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam UUPT. Hal ini karena mengambil bagian saham dan menyetorkan secara penuh merupakan ketentuan yang bersifat memaksa (dwingen recht) seperti yang ditentukan Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPT. Selain itu, pencatatan dalam daftar pemegang saham setelah modal disetorkan menjadi persyaratan bagi pendiri untuk dapat menjalankan hak-hak sebagai pemegang saham
sesuai Pasal 52 UUPT. Adapun akibat hukum terhadap Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang selaku pendiri yang tidak menyetorkan modal adalah tidak memiliki hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS PT MBB Conggeang, termasuk menerima dividen apabila RUPS PT MBB Conggeang memutuskan untuk membagikan dividen.
-
1. Pendahuluan
Perseroan Terbatas (PT) telah dikenal di Indonesia sejak zaman pendudukan Belanda dengan nama Naamloze Venootschap (N.V.)1 yang pengaturannya terdapat dalam Wetboek van Koophandel Staatsblad 1847-23 atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang khususnya pada Pasal 36-56.2 Menurut sejarahnya Belanda mengadopsi Société Anonyme yang ada di Perancis, yaitu perusahaan yang didasarkan pada perjanjian dan disebut “anonymous” karena nama-nama pemodalnya tidak disebutkan dalam nama perusahaan.3
Setelah lima puluh tahun sejak Indonesia merdeka kemudian terbit Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). UUPT mengartikan PT sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan definisi tersebut PT memiliki lima unsur yaitu: 1) badan hukum; 2) persekutuan atau asosiasi modal; 3) didirikan berdasarkan perjanjian; 4) modalnya terbagi atas saham; dan 5) tunduk pada UUPT dan peraturan pelaksanaannya. Unsur pertama, PT merupakan badan hukum. Artinya PT adalah subjek hukum, yaitu pengemban hak dan kewajiban dalam hukum.4 Kedua, PT merupakan persekutuan modal. Sebagai persekutuan modal maka dalam PT berkumpulnya modal merupakan hal yang utama5 dan lebih berpotensi untuk mengumpulkan modal sebesar-besarnya dibandingkan dengan Firma atau CV.6 Ketiga, PT didirikan didasarkan pada perjanjian. Artinya pendirian PT membutuhkan paling sedikit 2 (dua) orang sebagai pihak pendiri PT, dan pendiriannya juga tunduk pada hukum perjanjian. Keempat, modalnya terbagi atas saham. Modal adalah jumlah uang atau dana yang dibayarkan ke dalam kas PT
dalam jumlah sesuai dengan nilai nominal saham. Setelah memasukkan modal ke dalam kas PT, modal yang disetorkan oleh pendiri akan diubah menjadi saham sehingga pendiri akan menjadi pemegang saham.7 Modal yang disetorkan akan diganti menjadi saham dalam PT atas nama penyetor modal sehingga penyetor modal menjadi pemilik/pemegang saham. Kelima, tunduk pada aturan hukum PT. Artinya dalam rangka pendirian PT, seluruh syarat dan ketentuan yang diatur oleh UUPT beserta peraturan pelaksanaannya harus dilaksanakan.
Selanjutnya terdapat salah satu ketentuan UUPT yang mewajibkan setiap pendiri untuk mengambil bagian saham pada saat pendirian PT. Ini artinya pendiri wajib menyetorkan modal kedalam PT yang didirikannya dan modal yang disetorkan tersebut diubah menjadi saham.8 Penyertaan modal tersebut harus dilakukan pada saat pendirian, secara khusus sebelum PT mendapatkan status badan hukum.9 Menurut Nindyo Pramono, ketentuan tentang penempatan dan penyetoran modal seringkali dilanggar oleh para pengusaha, dan pemerintah yang seharusnya mengawasi tidak pernah mengontrol langsung apakah jumlah uang yang tercantum dalam akta notaris itu sama dengan saldo rekening kas atas nama PT. Bahkan karena longgarnya pengawasan atau kontrol pemerintah terhadap pelaksanaan ketentuan tersebut, khususnya pada PT tertutup, saham yang ditempatkan sebenarnya tidak memiliki nilai karena tidak ada penyetoran modal.10
Penyetoran modal yang tidak dilakukan oleh semua pendiri dapat mempengaruhi kondisi atau bisnis PT karena menimbulkan masalah likuiditas karena kekurangan dana sebagai modal usaha dan tindakan tersebut juga dianggap mengingkari komitmen yang telah diberikan pada saat pendirian PT. Permasalahan tersebut terjadi pada 8 (delapan) PT yang merupakan perusahaan anak PT Mitra Bumdes Nusantara (PT MBN). Salah satu dari PT tersebut yaitu PT Mitra Bumdes Bersama Conggeang (PT MBB Conggeang).11 PT ini didirikan oleh oleh PT MBN bersama dengan Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dan Perkumpulan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bersama Conggeang. Para pendiri seharusnya menyetorkan modal sebesar janjinya tetapi sejak akta pendirian dibuat hingga PT berdiri, Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dan Perkumpulan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bersama Conggeang tidak melakukan penyetoran modal.12 Lebih lanjut lagi, sebelum mendirikan PT MBB Conggeang, BUM Desa terlebih dahulu mendirikan Perkumpulan berbadan hukum untuk mengatasi kendala penolakan pengesahan badan hukum PT dari Menkumham. Penolakan pengesahan tersebut karena status BUM Desa adalah bukan orang ataupun badan hukum. Ketidakjelasan status BUM Desa dalam peraturan perundang-undangan disampaikan pula oleh Tim Pokja Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham yaitu bahwa pengaturan mengenai BUMDES atau BUM Desa
tidak menetapkan secara jelas apakah BUM Desa dapat dikualifikasikan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum. Hal ini diperlukan sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum terkait pertanggungjawaban dan tindakan pengurus BUM Desa.13
Penelitian ini merujuk pada penelitian yang lebih dulu ada ditulis oleh Dwinanda Febriany dengan judul “Peran dan Tanggung Jawab Notaris terkait Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Suatu Perseroan Terbatas.”14 Penelitan tersebut menekankan pada analisis penerapan ketentuan tentang penyetoran modal pada pendirian PT ABC khususnya mengenai peran dan tanggung jawab notaris dalam setiap pendirian PT. Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Azhar dengan judul “Kedudukan Hukum Pemegang Saham yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal yang Ditempatkan dalam Perseroan.”15 Penelitian tersebut berfokus pada analisis ketentuan UUPT khususnya mengenai pemegang saham yang tidak menyetorkan penuh modalnya ke dalam PT. Dalam kedua penelitian dimaksud status hukum pendiri yang gagal menyetorkan modal dan akibat hukumnya tidak dijelaskan.
Berdasarkan penjelasan di atas, diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang kewajiban pendiri dalam melakukan penyetoran modal di dalam PT dan akibat hukumnya jika tidak memenuhi kewajiban tersebut yang dihubungkan dengan hak-haknya sebagai pemegang saham dalam PT. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis apakah pendiri PT yang tidak menyetorkan modal pada saat pendirian PT dapat dikualifikasikan sebagai pemegang saham yang sah menurut UUPT; dan akibat hukum terhadap Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang sebagai pendiri yang sama sekali tidak menyetorkan modal selama PT MBB Conggeang berdiri.
-
2. Metode Penelitian
Tulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan, perundang-undangan, perbandingan, dan kasus. Teknik penelusuran bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan metode kualitatif. Penelitian yuridis normatif digunakan untuk mengkaji ketentuan penyetoran modal oleh pendiri PT yang terdapat dalam UUPT dan peraturan pelaksanaannya serta akibat hukumnya. Penelitian dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pertama, pendekatan perundang-undangan (statute approach) karena meneliti ketentuan UUPT dan peraturan pelaksanaannya terkait dengan kewajiban penyetoran modal dalam pendirian PT; kedua, pendekatan perbandingan (comparative approach) karena kajian ketentuan UUPT dan peraturan pelaksanaannya yang dihubungkan dengan praktik penyetoran modal dalam pendirian PT serta memberikan perbandingan dengan ketentuan PT di Belanda; dan ketiga, pendekatan kasus (case approach) dalam
menganalisis pemenuhan ketentuan penyetoran modal oleh pendiri PT MBB Conggeang. Meskipun biasanya pendekatan kasus digunakan untuk kasus-kasus yang telah diputus di pengadilan, namun karena penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran penerapan norma hukum UUPT dan peraturan pelaksanaannya terkait penyetoran modal, maka pendekatan kasus juga dapat digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari studi dokumen atau studi kepustakaan16 dan untuk memeperkuat data dilakukan pengumpulan data dengan wawancara kepada Direktur PT MBN atau yang mewakilinya sebagai salah satu pendiri PT MBB Conggeang untuk menjelaskan data permodalan dan kepemilikan saham perusahaan anak dalam menganalisis permasalahan. Wawancara juga dilakukan kepada notaris untuk menjelaskan praktik pendirian PT khususnya penyetoran modal oleh pendiri. Setelah seluruh data didapatkan maka data dianalisis dengan metode kualitatif yaitu melakukan telaahan atas berbagai teori dan ketentuan terkait pendiri PT, penyetoran modal dalam PT dan penerapannya untuk kemudian dihubungkan dengan hak-hak pendiri sebagai pemegang saham.
PT merupakan salah satu bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem hukum dagang di Indonesia. Setidaknya terdapat tiga bentuk perusahaan sebagai “kendaraan” untuk menghasilkan uang, yaitu: a) perusahaan perseorangan (sole proprietorship), b) perusahaan perseroan terbatas (limited liability company), dan c) perusahaan persekutuan (partnership), baik berbentuk persekutuan umum atau khusus.17 Belanda mengenal enam bentuk badan usaha yaitu: a) the“joint stock company/corporation (Naamloze Venootschap/N.V.); b) the limited Liability Company (Besloten Venootschap/B.V.); c) the limited commercial partnership (Commanditaire Venootschap/C.V.); d) the partnership (venootschap onder Firma), e) the civil partnership (Maatschap/Mts.); dan f) the individual enterprise/sole proprietorship”(Eenmanszaak).18 N.V. adalah PT bersifat publik sedangkan B.V. bersifat privat atau tertutup seperti halnya PT dalam penulisan ini. Dalam perkembangan B.V. di Belanda, pada tahun 2012 mulai dikenal “Flex B.V.” karena pemerintah Belanda merevisi hukum perusahaan mengenai private limited company.19 Sejak saat itu ketentuan terkait B.V. dalam pendirian menjadi semakin mudah dan melindungi perusahaan-perusahaan kecil contohnya antara lain dalam mendirikan B.V. seorang pendiri tidak lagi dipersyaratkan untuk menyediakan dana sebesar EUR18,000,20 persyaratan modal
minimum sebesar EUR0,01, dan tidak lagi membutuhkan bank declarations dan auditor’s certificate21 seperti diatur dalam BW Belanda.
Didalam PT terdapat berbagai hubungan kontraktual (nexus of contract) baik kontrak diantara pendiri, pemilik atau pemegang saham, direksi, kreditor, pemasok, pelanggan, dan karyawan maupun kontrak dengan PT itu sendiri.22 Berdasarkan Legal Contractual Theory, PT didirikan berdasar suatu kontrak pribadi dimana peran negara terbatas untuk mengakui keberadaan kontrak tersebut.23 Berdasarkan azas kebebasan berkontrak, setiap pendiri sebagai pemodal atau pemilik saham PT dapat mengatur apa yang diperjanjikan di dalam anggaran dasar, termasuk mengenai tanggung jawab terbatas, peralihan saham, atau kontribusi modal yang disepakati sebagai komitmen pendiri.
Berdasarkan teori harta kekayaan menyebabkan suatu PT sebagai badan hukum berhak atas kekayaan terpisah (asset partitioning)24 dari pendiri atau pemegang saham. Oleh karena itu jika para pihak dalam kontrak pendirian PT masing-masing memenuhi prestasi berupa kontribusi modal sesuai yang diperjanjikan akan terjadi perpindahan kekayaan dari pendiri kepada PT. Namun apabila pendiri PT tidak menyetorkan modal sehingga mengingkari komitmennya terhadap PT, maka tidak terjadi perpindahan kekayaan dari pendiri kepada PT.
-
3.1.1 Jenis Pendiri dan Tanggung Jawabnya
Pendiri adalah para pihak yang bersepakat mendirikan suatu PT, dengan jumlah paling sedikit dua orang, hadir atau selaku kuasa menghadap notaris pada saat akta pendirian PT ditandatangani.25 Orang dalam UUPT adalah orang perseorangan atau badan hukum. Suatu badan hukum dianggap juga dapat bertindak dan mendapat perlindungan dalam hukum sebagai subjek yang mandiri dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.26 Badan hukum yang ada di Indonesia antara lain PT, Koperasi, Yayasan, dan Perkumpulan dengan syarat dan tata cara pendirian serta pengesahan sebagai badan hukum diatur masing-masing.
Pada dasarnya PT didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia namun ada pengaturan khusus jika warga negara asing atau badan hukum asing ingin
mendirikan PT yaitu sepanjang diatur oleh undang-undang terkait bidang usaha PT tersebut.27 Apabila dibandingkan dengan Belanda, pendiri PT dimungkinkan orang perseorangan maupun suatu badan usaha dan tidak harus penduduk atau warga negara Belanda. Para pendiri juga tidak perlu hadir menghadap notaris langsung pada saat penandatanganan akta pendirian apabila telah memberikan kuasa kepada penghadap seperti dijelaskan “a founder does not need to be a Dutch resident or citizen. A founder also does not need to be present at the signing meeting if he has given a power of attorney to a representative or acts through a nominee.”28 Dengan demikian, setiap orang berhak mendirikan PT kecuali mereka yang tidak cakap hukum atau tidak memenuhi ketentuan dalam UUPT dan peraturan pelaksanaannya. Demikian juga untuk setiap badan hukum yang diakui oleh negara baik yang didirikan menurut ketentuan hukum negara Indonesia maupun hukum negara asing.
Salah satu badan hukum (rechtspersoon) adalah Perkumpulan,29 yang diterjemahkan dari van zedelijke ligchamen Perkumpulan dianggap pembawa hak dan kewajiban dalam masyarakat atau merupakan badan hukum. Seringkali perkumpulan ini didasarkan pada tujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama, dengan mendirikan organisasi yang terdiri atas perwakilan dan pengurus, lalu memasukan dan mengumpulkan harta kekayaan, serta menetapkan peraturan atas tingkah laku mereka bersama.30
Perkumpulan berbadan hukum didirikan dengan akta notaris kemudian disahkan oleh Menkumham. Pengaturannya terdapat dalam Pasal 1653 KUHPerdata; S. 1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen); dan S.1939-570 tentang Perkumpulan Indonesia (Inlandsche Vereniging).31 Berdasarkan Pasal 1653 KUH Perdata diatur selain perseroan yang sejati (eigenlijke maatschap) diakui pula empat perhimpunan orang (vereenigingen van persoonen) sebagai perkumpulan-perkumpulan (zedelijke ligchamen): perkumpulan yang didirikan oleh kekuasaan umum (op openbaar gezag ingesteld); perkumpulan yang diakui (erkend, misalnya badan keagamaan atau Kerkgenootschappen); perkumpulan yang diizinkan (geoorloofd toegelaten); dan perkumpulan yang didirikan untuk suatu maksud tertentu (oleh swasta). Adapun S.1870-64 menjadi dasar pemberian status badan hukum bagi suatu Perkumpulan dan menjadi pertimbangan dalam Peraturan Menkumham No. 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan.
Pendiri PT memiliki kedudukan dan tanggung jawab yang berbeda pada dua tahapan yaitu tahap persiapan sampai dengan pembuatan akta pendirian, dan tahap PT telah disahkan sebagai badan hukum.
Pada tahap pertama, para pendiri tidak memiliki kedudukan dalam PT sehingga masing-masing pendiri harus memikul tanggung jawab secara pribadi atas segala perbuatan hukum yang dilakukan dalam rangka pendirian karena tidak ada pemisahan tanggung jawab hukum dengan PT.32 Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan (2) UUPT, perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri perlu dicantumkan dalam akta pendirian karena pada tahap persiapan sudah ada perbuatan yang berakibat hukum terhadap PT yang akan didirikan dan pada mereka mengingat telah ada hak dan kewajiban dari perbuatan hukum yang dilakukan tersebut. Sebelum PT disahkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UUPT seluruh perbuatan pendiri akan mengikat PT apabila dalam rapat pertama, PT mengukuhkan seluruh perbuatan hukum pendiri dan mengambilalihnya. Apabila perbuatan hukum yang sudah dilakukan tidak diratifikasi33 oleh PT, maka berdasarkan Pasal 14 ayat (3) UUPT segala akibat hukum yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan tersebut merupakan tanggung jawab pribadi dari pendiri yang bersangkutan. Adapun perbuatan hukum yang dilakukan atas nama PT dan pendiri melakukannya secara bersama-sama dengan anggota direksi dan dewan komisaris, maka setelah PT disahkan, demi hukum perbuatan pendiri yang telah dilakukan menjadi tanggung jawab PT sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (3) UUPT. Namun apabila perbuatan hukum atas nama PT tersebut dilaksanakan oleh pendiri tanpa menyertakan pengurus PT, maka berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUPT, hak dan kewajiban yang timbul tetap menjadi tanggung jawab pendiri dan tidak mengikat PT. Dengan demikian selama PT belum mendapat pengesahan, pendiri tetap bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatan hukum yang telah dilakukannya maupun yang untuk kepentingan PT.
Pada tahap kedua yaitu saat PT disahkan Menkumham, kedudukan hukum pendiri menjadi pemegang saham setelah dilakukan penyetoran penuh atas bagian saham yang menjadi komitmennya. Perubahan kedudukan menimbulkan pertanggungjawaban terbatas pemegang saham. Artinya perikatan yang dibuat atas nama PT dan ada kerugian yang dialami PT, pemegang saham menanggungnya sebatas saham yang dimiliki34 seperti juga yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT, atau sebatas penyertaan modalnya. Pertanggungjawaban terbatas dalam PT yang sebatas penyertaan modal juga didasarkan pada principles of economic efficiency.35 Namun bagi pemegang saham yang beritikad tidak baik memanfaatkan PT untuk kepentingan pribadi akan kehilangan tanggung jawab terbatasnya. Sebagai perbandingan, pertanggungjawaban pemegang saham pada B.V. Belanda juga sebatas nilai saham yang dimiliki, dengan pengecualian untuk anggota direksi dapat bertanggung jawab secara pribadi dalam situasi tertentu seperti dijelaskan bahwa in case of an establishment B.V. the liability of a shareholder is
restricted to the amount of issued share capital. However, under certain circumstances managing directors of the B.V. may face personal liability.36
-
3.1.2 Kewajiban Penyetoran Modal Bagi Pendiri Sebagai Pemegang Saham
Saat menandatangani akta pendirian PT, setiap pendiri telah mengambil bagian saham dan kemudian menyetorkan modal sekaligus lunas ke dalam PT sesuai Pasal 7 ayat (2) jo Pasal 33 ayat (1) UUPT. Pada anggaran dasar diterangkan bahwa untuk pertama kalinya pendiri telah mengambil bagian saham dan menyetorkan/ memasukkan modal secara penuh kedalam PT. Kewajiban utama pendiri sebagai pemegang saham adalah menyetorkan modal saham secara penuh pada kas PT.37 Kewajiban lainnya dapat diatur dalam anggaran dasar atau berdasar perjanjian khusus diluar anggaran dasar namun tidak boleh melanggar UUPT.
Pengambilan bagian atas saham oleh pendiri harus dilakukan pada saat pendirian PT sesuai Pasal 7 ayat (2) UUPT yaitu “Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.” Berdasarkan ketentuan yang bersifat mandatory ini terdapat dua syarat bagi pendiri untuk dapat dianggap telah memenuhi kewajiban sesuai pasal ini yaitu “mengambil bagian saham” dan “pengambilan bagian saham dilakukan pada saat pendirian.” Hal ini dapat dijelaskan yaitu pertama, para pendiri bersepakat membagi jumlah dan nilai saham untuk diambil bagiannya masing-masing. Kedua, pengambilan atas bagian saham tersebut diterangkan pada anggaran dasar, artinya dihadapan notaris para pendiri membuat akta pendirian yang mencantumkan anggaran dasar PT untuk menuangkan kesepakatan pengaturan mengenai bagian saham yang diambil, rincian jumlah dan nominal saham yang disetorkannya masing-masing.
Agar pendiri menjadi sah secara hukum maka bagian saham yang diambil harus dilakukan dalam akta pendirian sehingga menjadi tidak sah apabila dilakukan setelah PT telah berdiri.38 Setelah mengambil bagian saham UUPT mengharuskan pendiri untuk menyetorkan modal dengan jumlah sesuai komitmennya. Penyetoran dilakukan secara penuh dan sekaligus agar dapat digunakan dalam menjalankan kegiatan bisnis dan operasional PT. Penyetoran modal saham harus dilakukan pada saat pendirian atau paling lambat pada saat pengesahan PT sebagai badan hukum. Modal yang telah ditempatkan harus disetor sekaligus ditunjukkan dengan bukti penyetoran yang sah seperti diatur dalam Pasal 13 Permenkumham No. 1/2016.
Pada umumnya penyetoran modal dilakukan secara tunai (cash money), tetapi dimungkinkan dilakukan dalam bentuk lain, baik benda bergerak atau tidak bergerak (tanah dan bangunan) atau berupa benda berwujud atau tak berwujud (misalnya seperti hak kekayaan intelektual).39 Benda-benda tersebut harus dapat dinilai dengan uang,
yaitu modal yang mempunyai nilai ekonomis40 atau yang benar-benar diterima oleh PT. Apabila seorang pendiri berkomitmen untuk mengambil bagian saham sebesar 50% dari modal ditempatkan maka jumlah modal yang disetornya tidak boleh kurang dari jumlah tersebut dan harus disetorkan sekaligus lunas meskipun UUPT hanya menentukan minimal modal yang disetorkan secara keseluruhan sebesar 25% dari modal dasar sebagaimana Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPT.
Sebagai pelaksanaan Pasal 33 UUPT, Peraturan Pemerintah dan Permenkumham mengharuskan bukti yang sah untuk menunjukkan penyetoran modal sudah dilakukan. Penyampaian bukti dilakukan setelah terbit pengesahan badan hukum sampai dengan maksimal 60 hari sejak akta pendirian ditandatangani. PP 29/2016 ini mewajibkan penyetoran modal dibuktikan dengan bukti penyetoran yang diunggah secara elektronik, melalui SABH. Berdasarkan Permenkumham No.1/2016, bukti penyetoran modal PT disimpan notaris yaitu:
-
a. Fotokopi slip setoran, atau fotokopi surat keterangan bank atas nama PT atau rekening bersama atas nama pendiri, atau asli Surat Pernyataan yang menyatakan telah menyetor modal (ditandatangani oleh semua pendiri, anggota Direksi, dan Dewan Komisaris), jika modal disetorkan dalam bentuk uang;
-
b. Asli surat keterangan appraisal yang tidak terafiliasi dengan PT atau invoice sebagai bukti pembelian barang, jika modal disetorkan dalam bentuk selain uang;
-
c. Asli surat keterangan appraisal yang tidak terafiliasi dengan PT dan bukti pengumuman dalam surat kabar, jika modal benda tidak bergerak;
-
d. Fotokopi aturan atau dasar kewenangan bertindak dalam hal pendiri adalah Perusda atau Pemerintah Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota;
-
e. Fotokopi neraca PT yang meleburkan diri atau neraca badan usaha non badan hukum yang dimasukkan sebagai setoran modal.
Adapun dokumen yang harus diunggah dalam SABH pada saat pengajuan permohonan pengesahan PT adalah surat pernyataan secara elektronik dari notaris (selaku penerima kuasa dari pendiri) yang menyatakan bahwa dokumen untuk pendirian PT telah lengkap sebagaimana Pasal 13 ayat (2). Dengan menyatakan dokumen pendirian PT telah lengkap notaris meyakini bahwa setoran modal telah dilaksanakan oleh pendiri. Namun adanya aturan dalam Pasal 13 ayat (4) huruf c Permenkumham No.1/2016 yang mencantumkan dalam hal modal disetorkan dalam bentuk uang, bukti setor yang disimpan notaris boleh berupa asli Surat Pernyataan dari pendiri bersama-sama pengurus PT yang menyatakan telah menyetor modal, maka tanpa harus meminta slip transfer bank atau surat keterangan bank untuk menunjukkan setoran modal benar-benar telah dilakukan, notaris dapat menggunakan surat pernyataan ini sebagai dokumen (warkah) akta pendirian yang dibuatnya dan kemudian mengajukan pengesahan PT melalui SABH. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Permenkumham 29/2016 bukti setor modal wajib diunggah dalam SABH dalam waktu paling lambat 60 hari sejak akta pendirian. Ketentuan itu dipertegas khusus untuk transaksi per tanggal 29 Agustus 2016 dan jika notaris belum menyampaikan secara elektronik bukti setor, maka terdapat sanksi administratif yaitu bagi PT yang telah didirikan tidak dapat mengakses SABH
apabila ada perubahan41 seperti perubahan anggaran dasar, penggantian susunan pengurus maupun pemegang saham PT.
Namun demikian sanksi yang terdapat dalam Pasal 16 Permenkumham 4/2014 hanya ditujukan kepada PT yaitu berupa pencabutan keputusan pengesahan PT dan sanksi administratif berupa pembekuan akses SABH jika PT akan merubah anggaran dasar atau data perseroan. Sanksi bagi notaris maupun pendiri PT yang tidak benar-benar menyetorkan modal tidak ada pengaturannya dalam Permenkumham maupun Peraturan Pemerintah. Adapun bagi notaris yang memberikan pernyataan secara elektronik bahwa dokumen pendirian PT yang telah lengkap harus bertanggung jawab secara penuh terhadap Format Pendirian dan keterangan yang diberikan tersebut. Dokumen lengkap artinya bukti penyetoran modal telah ada dan disimpan notaris yang kemudian akan diunggah melalui SABH. Meskipun aturan ini merupakan delegasi dari Pasal 10 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa mengenai dokumen pendukung diatur dengan Peraturan Menteri, Permenkumham 1/2016 tidak menjalankan amanat Pasal 33 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa bukti penyetoran yang sah antara lain bukti setoran kedalam rekening bank atas nama PT, data laporan keuangan audited, atau neraca PT yang ditandatangani Direksi dan Dewan Komisaris. Dokumen pendukung yang harus diunggah sebagai kelengkapan pengisian Format Pendirian PT dalam SABH menurut peraturan ini adalah surat pernyataan secara elektronik dari pemohon tentang dokumen untuk pendirian PT yang telah lengkap sedangkan bukti setor modal PT diunggah dalam SABH setelah PT menjadi badan hukum. Berdasarkan Pasal 14 Permenkumham RI No. PM 4 Tahun 2014, pemohon (pendiri yang memberi kuasa ke notaris) bertanggung jawab penuh terhadap Format Pendirian PT dan keterangan yang diberikannya. Artinya jika ada kesalahan input data melalui SABH atau pemberian keterangan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan adalah menjadi beban pemohon. UUPT menentukan bahwa dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Kemenkumham menyatakan tidak keberatan atas permohonan pengesahan, dokumen pendukung wajib disampaikan secara elektronik. Dengan demikian, terdapat inkonsistensi ketentuan mengenai bukti setor modal sebagai dokumen pendukung pengesahan sehingga para pendiri tidak harus menyetorkan modal pada saat mendirikan PT karena tidak menjadi syarat PT dapat disahkan oleh Kemenkumham. Lebih lanjut lagi sanksi dalam Permenkumham diberikan bukan kepada pendiri yang tidak menyetorkan modal sesuai janjinya tetapi kepada PT itu sendiri.
Sebagai perbandingan dengan Belanda, dalam NBW Belanda diatur dibutuhkan surat keterangan bank untuk membuktikan bahwa modal sudah disetorkan atau dana telah tersedia dalam rekening PT sesaat setelah pendirian seperti dijelaskan Steven R.Schuit: A statement from Dutch bank or another bank within EEA that upon formation the money is indeed available to the corporation immediately after its incorporation, or that the bank has received the required amount of cash in an account in the name of the corporation “to be formed.” Sejak tahun 2012 dengan aturan baru “Flex B.V.” bank declaration tidak lagi diperlukan.42
Namun untuk mendirikan B.V. pendiri harus mendaftarkan perusahaan ke Kamer van Koophandel (KvK) atau Chamber of Commerce dengan melengkapi form isian secara online. Dalam form harus dicantumkan jumlah issued capital dan paid-up capital tanpa harus menggunggah bukti setornya. Dalam hal penyetoran modal tidak dilakukan penuh (not fully paid up) pendiri tetap harus menyampaikannya kepada KvK. Meskipun demikian dengan kewenangannya KvK bersama pihak Kejaksaan dapat membubarkan dormant company seperti dijelaskan bahwa “The public prosecutor will notify the competent Chamber of Commerce of its intention to bring an action for dissolution of the company.”43
Berdasarkan penjelasan diatas, penyetoran saham adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pendiri. Untuk PT yang telah berstatus badan hukum, penyetoran modal juga wajib dilakukan oleh mereka yang ingin menjadi pemegang saham dalam PT. Ketentuan penyetoran modal bagi pendiri yang bersifat memaksa terdapat dalam UUPT dan dalam Peraturan Pemerintah yang menentukan batas waktu untuk mengunggah bukti penyetoran modal melalui SABH. Namun aturan dalam Permenkumham 1/2016 yang mensyaratkan bukti setor dapat berupa surat pernyataan sehingga tidak dapat membuktikan penyetoran modal telah dilakukan dengan sebenarnya.
Pemilikan saham oleh pemodal merupakan salah satu dari lima karakteristik utama suatu perusahaan bisnis menurut John Armour44 yaitu: (1) legal personality (badan hukum), (2) limited liability (tanggung jawab terbatas); (3) transferable shares (saham dapat dialihkan); (4) centralized management under a board structure (manajemen terpusat), and (5) shared ownership by contributors of capital (pemilikan saham oleh pemodal). Dari kelima ciri khusus tersebut kemudian dilengkapi oleh Paul L. Davies,45 sebagai berikut: (1) limited liability (tanggung jawab terbatas); (2) property of association (harta kekayaan perseroan); (3) suing and being sued (menuntut dan dituntut); (4) perpetual succession; (5) transferable shares (saham dapat dialihkan); (6) management under a board structure (manajemen terpusat); (7) borrowing (meminjam); (8) taxation (perpajakan); (9) formalities and expenses.
Berdasarkan karakteristik diatas, Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dapat memiliki saham dalam PT MBB Conggeang jika berkontribusi dengan memberikan modal. Sebagai badan hukum, Perkumpulan tersebut memiliki tanggung jawab terbatas dan hak menuntut atau dituntut. Selaku pendiri yang tidak menyetorkan modal ke dalam PT MBB Conggeang, perbuatan Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang melawan hukum sehingga dapat
dituntut atau dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian yang dialami PT MBB Conggeang.
Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang merupakan artificial person, artinya dalam bertindak membutuhkan manusia sebagai perantara (natuurlijk person) tetapi semua perbuatan dalam menjalankan hak dan kewenangan merupakan perbuatan dari badan hukum. Dalam bertindak, Perkumpulan diwakili oleh pengurus. Perbuatan yang dilakukan pengurus dalam pendirian PT MBB Conggeang tidak sesuai dengan UUPT yaitu Pasal 30 ayat (2) karena setelah akta pendirian dibuat dihadapan notaris dan sebelum PT mendapatkan status badan hukumnya, kewajiban untuk menyetorkan modal kedalam PT MBB Conggeang tidak dilakukan oleh Perkumpulan dan tidak dapat menunjukkan kepada notaris bukti kuitansi penyetoran modal ke dalam rekening PT.
-
3.2.1 Hak-Hak Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dalam PT MBB Conggeang
-
3.2.1.1 Hak dalam Pengambilan Keputusan PT MBB Conggeang
-
Penyetoran modal kedalam PT MBB Conggeang yang hanya dilakukan oleh PT MBN menyebabkan Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dan Perkumpulan Gapoktan Bersama Conggeang tidak berhak untuk menghadiri RUPS atau meminta direksi untuk menyelenggarakan RUPS berdasarkan Pasal 79 UUPT. Keputusan pemegang saham juga dapat dilakukan diluar RUPS.46 Berdasarkan Pasal 8 s/d Pasal 10 anggaran dasar PT MBB Conggeang tidak terdapat larangan mengenai circular resolution sesuai Pasal 91 UUPT. Dengan demikian pengambilan keputusan dapat dilakukan melalui RUPS maupun secara sirkuler.
Apabila PT MBB Conggeang akan mengambil keputusan baik melalui RUPS maupun diluar rapat, adanya pemegang saham yang tidak berhak menghadiri dan mengambil keputusan dapat mempengaruhi penghitungan kuorum. Berdasarkan akta anggaran dasar PT MBB Conggeang, Pasal 10, kuorum kehadiran RUPS ditentukan sesuai yang dipersyaratkan dalam UUPT,47 sedangkan keputusan yang diambil diluar rapat mengacu pada ketentuan UUPT yaitu Pasal 91. Apabila PT MBB Conggeang akan merubah susunan anggota direksi dan dewan komisaris, ketentuan kuorum rapat mengacu pada Pasal 87 UUPT. Kuorum kehadiran rapat yaitu lebih dari ½ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara48 hadir atau diwakili, sedangkan kuorum pengambilan keputusan adalah lebih dari ½ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. Mengingat yang berhak menjalankan hak-hak pemegang saham terkait RUPS hanya PT MBN maka berdasarkan penghitungan kuorum kehadiran rapat, rapat tetap dapat dilangsungkan karena PT MBN adalah pemegang saham sebanyak 102 saham atau lebih dari ½ dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir. Jumlah saham dengan hak suara yaitu saham yang telah dikeluarkan PT MBB Conggeang sebesar 400 (empat ratus) saham. Rapat juga dapat mengambil keputusan karena memenuhi ketentuan kuorum pengambilan keputusan yaitu lebih dari ½ bagian dari 400 (empat ratus) saham yang telah dikeluarkan. Namun untuk agenda rapat dengan kuorum paling sedikit 2/3 atau
paling sedikit ¾ seperti diatur pada Pasal 88 dan Pasal 89 UUPT, maka PT MBB Conggeang tidak akan dapat mengambil keputusan melalui RUPS.
Berdasarkan anggaran dasar PT MBB Conggeang dapat mengambil keputusan diluar rapat sesuai dengan Pasal 91 UUPT. Pemegang saham tidak melakukan RUPS secara fisik, tetapi dengan mekanisme diawali dengan mengedarkan usulan tertulis dari satu pemegang saham kepada pemegang saham lainnya. Keputusan sah dan berkekuatan selayaknya keputusan RUPS hanya apabila disetujui dan ditandatangani oleh pemegang saham yang mempunya hak suara. Keputusan sirkuler ini merupakan akta bawah tangan yang selanjutnya dinyatakan dalam akta notaris dalam jangka waktu tertentu sejak keputusan diambil. Pasal 21 ayat (6) UUPT mengatur bahwa paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal terakhir tanda tangan pemegang saham, keputusan dengan agenda perubahan anggaran dasar harus dinyatakan dalam akta notaris. Apabila Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang menandatangani keputusan sirkuler maka mengakibatkan keputusan tersebut tidak sah (onwettig, unlawful) karena disetujui oleh pemegang saham yang tidak pernah menyetorkan modal selama PT MBB Conggeang berdiri.
-
3.2.1.2 Hak Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang atas Dividen
Adapun mengenai dividen yang menjadi hak pemegang saham, pada PT MBB Conggeang dividen tidak pernah dibagikan baik kepada PT MBN maupun kepada kedua Perkumpulan. Apabila dikemudian hari dividen tetap dibagikan kepada kedua Perkumpulan, maka menurut doktrin unjust enrichment (memperkaya diri secara tidak adil) mereka harus mengembalikan keuntungan karena telah mendapatkan dividen yang diperoleh secara tidak adil karena sebenarnya bukan menjadi haknya. Konsep unjust enrichment yang dikemukakan oleh Keener dalam suatu artikel yang dimuat dalam Harvard Law Review 1887, didasarkan pada asas “one shall not be allowed to unjustly enrich himself at the expense of another.”49 Konsep tersebut awalnya dikenal dalam hukum perdata sebagai prinsip umum bahwa seseorang tidak diperbolehkan memperkaya diri sendiri dengan menimbulkan biaya dari pihak lain.50 Konsep unjust enrichment di Belanda telah dinormakan dalam Article 212 Book 6 NBW bahwa, “a person who has been unjustifiably enriched at the expense of another is obliged, insofar as reasonable, to make good the other’s loss up to the amount of his enrichment”.51 Kriteria unjust enrichment di Belanda sangat luas yakni sejauh pengembalian tersebut “reasonable” dan dapat diperhitungkan secara nominal, maka pihak yang mendapatkan kekayaan atau harta secara “unjust” wajib mengembalikan kekayaan tersebut kepada pihak yang berhak.
-
3.2.2 Pertanggungjawaban Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang
Pengurus adalah salah satu organ yang bertindak mewakili Perkumpulan. Dalam mewakili Perkumpulan, pengurus memiliki hak dan kewajiban diantaranya menjalin kerjasama dengan pihak ketiga atau melakukan usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar guna mencapai maksud dan tujuan pendirian Perkumpulan. Tindakan pengurus Perkumpulan untuk mendirikan PT merupakan pelaksanaan kewenangan tersebut, termasuk untuk memenuhi kewajiban menyetorkan modal sebagai pendiri PT. Kewenangan tersebut dituangkan dalam akta pendirian PT MBB Conggeang bahwa para pengurus dalam jabatan masing-masing selaku Ketua, Sekretaris, dan Bendahara mewakili Perkumpulan.52 Dengan dasar kewenangan bertindak selaku pendiri PT MBB Conggeang, Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang yang diwakili pengurusnya mengemban kewajiban hukum untuk menyetorkan modal kedalam PT yang didirikannya. Jika modal tidak disetorkan, maka menimbulkan pertanggungjawaban bagi Perkumpulan. Adapun bagi pengurusnya juga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi apabila pengurus melakukan kesalahan pribadi yang menimbulkan kerugian bagi Perkumpulan atau melakukan perbuatan melawan hukum.53
Selanjutnya untuk menentukan apakah Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang ikut bertanggung jawab atas tindakan pengurus yang mewakilinya, ditentukan sebagai berikut: 54
-
a. badan hukum terikat dan bertanggung jawab dalam hal: perbuatan organ dilakukan sesuai kewenangannya; perbuatan organ diluar kewenangannya tetapi kemudian perbuatannya itu disahkan oleh organ yang lebih tinggi atau apabila menguntungkan bagi badan hukum; dan tindakan organ yang merupakan perbuatan melanggar hukum dalam batas-batas wewenangnya.
-
b. badan hukum tidak terikat dan organ bertanggung jawab pribadi secara tanggung renteng dalam hal: perbuatan organ diluar wewenangnya; organ melakukan perbuatan dengan pihak ketiga beritikad baik tetapi menimbulkan kerugian; atau tindakan organ yang merupakan perbuatan melanggar hukum diluar wewenangnya.
-
c. badan hukum terikat namun organ secara pribadi bertanggung jawab dalam hal: tindakan organ yang merupakan perbuatan melanggar hukum dalam batas-batas wewenangnya tetapi ada kesalahan pribadi dari organ. Jika badan hukum memberikan ganti kerugian kepada pihak ketiga, timbul hak untuk menuntut kembali kepada organ secara pribadi; atau jika ada perbuatan organ yang melalaikan kewajiban atau kurang hati-hati sehingga menimbulkan kerugian bagi badan hukum.
Berdasarkan penjelasan diatas, tindakan pengurus mewakili Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang masih dalam kewenangannya berdasar anggaran dasar. Oleh karena itu Perkumpulan terikat dan dapat dimintakan pertanggungjawaban sedangkan empat orang pengurus yang tidak bertanggung jawab secara pribadi. Namun demikian apabila pengurus bertindak melampaui kewenangan yang diberikan anggaran dasar
maka Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang tetap harus bertanggung jawab apabila tindakan pengurus tersebut menguntungkan Perkumpulan, atau apabila tindakan pengurus telah disetujui oleh organ yang lebih tinggi kedudukannya.
Perbuatan tidak menyetorkan modal PT yang dilakukan Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang telah melanggar hak PT MBB Conggeang untuk mendapatkan modal saham. Adanya pelanggaran hak dapat menimbulkan kerugian. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam KUH Perdata tidak ada pembedaan kerugian yang disebabkan pelaksanaan perjanjian maupun yang disebabkan perbuatan melawan hukum.55 Untuk meminta pertanggungjawaban hukum atas tindakan Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang yang merugikan PT MBB Conggeang, terdapat upaya hukum yang dapat dilakukan.
-
3.2.3 Upaya Hukum PT MBB Conggeang
Pelaksanaan penyetoran saham sangat tergantung pada Direksi yang lebih pro-aktif menagih kekurangan modal kepada para pendiri. Penagihan oleh direksi PT MBB Conggeang kepada Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dan Perkumpulan Gapoktan Bersama Conggeang dilakukan secara langsung maupun melalui surat, namun tidak berhasil. Dari data penyetoran modal dan DPT PT MBB Conggeang, tidak terdapat setoran modal dari kedua Perkumpulan dimaksud.
Untuk meminta pertanggungjawaban, PT MBB Conggeang berhak menagih kedua Perkumpulan untuk menyetorkan modal yang masih terutang. Apabila telah dilakukan penagihan namun setoran modal tidak juga dilakukan oleh pemegang saham maka PT MBB Conggeang dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
-
1. Gugatan atas dasar utang-piutang, ditujukan kepada Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dan Perkumpulan Gapoktan Bersama Desa Conggeang yang belum menyetorkan modal; atau
-
2. Mengadakan RUPS untuk: a) PT membeli kembali saham sebesar yang tidak disetorkan sebagai treasury stock; b) PT memutuskan pengurangan modal; atau c) Memberikan hak kepada pengambilalihan saham secara langsung oleh pemegang saham lain atau pihak ketiga yang disetujui, untuk kemudian menyetorkan modal sebesar modal yang belum disetorkan.
Dalam hal terjadi kekurangan modal dan timbul kerugian bagi PT MBB Conggeang, upaya gugatan dapat dilakukan dengan dasar adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang. Perbuatannya dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUH Perdata sehingga kepadanya dapat dimintakan ganti kerugian. Menurut KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari:
-
1. Ganti rugi umum (Pasal 1243 s/d 1252), yaitu ganti rugi yang berkaitan dengan perkara wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum; dan
-
2. Ganti rugi khusus (Pasal 1365), terhadap kerugian yang timbul dari perikatan tertentu.
Lebih lanjut lagi, mengenai pembubaran yang merupakan salah satu akibat hukum terhadap PT MBB Conggeang apabila ada pemegang saham yang mundur sehingga pemegang saham menjadi kurang dari dua orang, Pasal 7 ayat (5) UUPT mewajibkan pemegang saham untuk memindahkan sebagian sahamnya atau PT dapat menerbitkan saham kepada orang lain. Besaran nilai saham yang dialihkan tidak diatur tegas oleh UUPT tetapi hanya menentukan “mengalihkan sebagian saham.”56 Komposisi kepemilikan saham masing-masing dapat disepakati sepanjang jumlah pemegang saham menjadi dua kembali. Opsi lainnya yaitu PT berhak mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Selain pilihan pengalihan pemegang saham, saham dalam simpanan dapat dikeluarkan untuk dimiliki pemegang saham yang baru. Kedua pilihan tersebut bertujuan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT.
Pasal 7 ayat (6) UUPT menjelaskan lebih lanjut akibat hukum jika pengalihan atau pengeluaran saham baru tidak dilaksanakan selama lebih dari enam bulan sejak pemegang saham kurang dari dua orang maka perikatan yang dilakukan dan seluruh kerugian PT ditanggung oleh pemegang saham secara pribadi, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan PT. Dengan demikian, pada PT MBB Conggeang dalam hal kedua Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang dikeluarkan atau mundur sebagai pemegang saham karena tidak juga menyetorkan modal meskipun telah ditagih sehingga yang tersisa hanya PT MBN saja selama enam bulan lebih maka pengurus PT MBN harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang dialami dan PT MBB Conggeang berisiko dibubarkan pengadilan negeri.
Berdasarkan penjelasan di atas, penyetoran modal bagi pendiri yang tidak dilaksanakan sesuai dengan UUPT dan peraturan pelaksanaannya menimbulkan akibat hukum terhadap Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang sebagai pendiri yang tidak menyetorkan modal dalam PT MBB Conggeang karena menjadi tidak berhak untuk mengambil keputusan melalui rapat. Atas perbuatan tersebut, kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata dalam hal PT MBB Conggeang kekurangan modal.
-
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pendiri yang tidak menyetorkan modal pada saat pendirian PT tidak dapat dikualifikasikan sebagai pemegang saham sebagaimana ditentukan dalam UUPT. Hal ini karena pengambilan bagian saham saat pendirian PT dan kemudian menyetorkan modal adalah ketentuan yang bersifat memaksa (dwingen recht) berdasarkan Pasal 33 ayat (2) UUPT. Selanjutnya dipersyaratkan dalam Pasal 52 UUPT untuk menjadi pemegang saham dan menjalankan hak terkait RUPS, hak atas dividen, atau hak lainnya yang diberikan UUPT, setelah penyetoran modal dilakukan dilanjutkan dengan pencatatan saham atas nama pemiliknya didalam Daftar Pemegang Saham. Artinya, hak-hak pemegang saham tersebut tidak dapat dijalankan sampai dengan penyetoran modal dilakukan dan saham
tercatat dalam Daftar Pemegang Saham. Adapun mengenai akibat hukum terhadap Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang selaku pendiri yang tidak menyetorkan modal mengakibatkan Perkumpulan: a) tidak memiliki hak dalam pengambilan keputusan PT MBB Conggeang, yaitu menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS atau di luar RUPS; b) tidak memiliki hak untuk menerima dividen dari PT MBB Conggeang; dan c) wajib menyetorkan modal yang telah dijanjikan Perkumpulan BUM Desa Bersama Conggeang sebagai pendiri ketika PT MBB Conggeang mengalami kekurangan dana.
Daftar Pustaka/Daftar Referensi
Buku
Davies, Paul L, Gower & Davies. (2003). Principles of Modern Company Law, London: Sweet & Maxwell
Dewi, Yetty Komalasari. (2016). Pemikiran Baru Tentang Persekutuan Komanditer (CV) : Studi Perbandingan KUHD dan WvK Serta Putusan-Putusan Pengadilan Indonesia dan Belanda. Jakarta: RajaGrafindo
Hasyim, Farida. (2009). Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika
Kraakman, Reinier, et.al., (2009). The Anatomy of Corporate Law, A Comparative and Functional Approach, 2nd Ed. New York: Oxford Press
Kuswiratmo, Bonifasius Aji. (2016). Keuntungan & Risiko Menjadi Direktur, Komisaris, dan Pemegang Saham. Jakarta: Visimedia
Mamudji, Sri, et.al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Mark, Pietia C. van der Laarhoven & John F. Langelaar. (2010). Founding a Company: Handbook of Legal Forms in Europe. Berlin: Springer
McFarlane, Ben. (2013). The Restatement Third: Restitution and Unjust Enrichment Critical and Comparative Essay. Oregon: Oxford and Portland
Nindyo & Chatamarrasjid. (2000). Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing of The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Bandung: Citra Aditya Bakti
Prasetya, Rudhy. (2001). Kedudukan Mandiri PT. Bandung: Citra Aditya Bakti
Prodjodikoro, Wirjono. (1996). Azas-Azas Hukum Perdata. Bandung: Sumur Bandung, p. 84
Purba, Orinton. (2011). Petunjuk Praktis Bagi RUPS,Komisaris, dan Direksi Perseroan Terbatas Agar Terhindar dari Jerat Hukum. Jakarta: Raih Asa Sukses
Purwosutjipto, H.M.N. (1999). Pengertian Hukum Dagang Indonesia: Bentuk-Bentuk Perusahaan. Jakarta: Djambatan
Ridho, Ali. (2001). Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni
Rusli,“ Hardijan. (1996). Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Sardjono, Agus, et.al. (2016). Pengantar Hukum Dagang. Jakarta: RajaGrafindo Sastrawidjaja, Man & Rai Mantili. (2008). Perseroan Terbatas. Bandung: Alumni Syahrani, Riduan. (2006). Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni Widjaja, Gunawan. (2008). 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas. Jakarta: Forum Sahabat
Jurnal
Butler, Henry N. (1989). The Contractual Theory of the Corporation. George Mason University Law Review, 11(4), 99-123 h. 100. Available at
https://www.law.gmu.edu/assets/files/publications/working_papers/1219Cont ractualTheory.pdf (Diakses 1 Agustus 2020).
Cabrelli, David, (2010). The Case Against ‘Outsider Reverse’ Veil Piercing. Journal of Corporate Law Studies, 10(2), 343-66, h. 348. Doi:
https://doi.org/10.5235/147359710793129453
Hayden, Grant M. & Bodie, Matthew T. (2011). The Uncorporation and the Unrevaling ‘Nexus of Contract’ Theory. Michigan Law Review, 109(6). Available at https://repository.law.umich.edu/mlr/vol109/iss6/16. (Diakses 1 Agustus 2020).
Ramsay, Ian M & David B Noakes. (2001). Piercing the Corporate Veil in Australia. Company and Securities Law Journal, 19(4), 250-271, h. 255. Available at
https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0008/1710089/122-Piercing_the_Corporate_Veil1.pdf (Diakses 2 Agustus 2020).
Rissy, Yafet Y.W. (2019). Doktrin Piercing the Corporate Veil: Ketentuan dan Penerapannya di Inggris, Australia, dan Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum Refleksi Hukum, 4(1), 1-20, h.7. doi: https://doi.org/10.24246/jrh.2019.v4.i1.p1-20
Vliet, Lars van. (2014). New Developments in Dutch Company Law: The “Flexible” Close Corporation. Journal of Civil Law Studies, 7(1-8), 270-286, h. 274. Available at https://digitalcommons.law.lsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1129&context=j cls. (Diakses 1 Juli 2020).
Warendorf, Hans, et.al. (2009). The Code Civil of the Netherland. Kluwer Law International, h. 696 dalam Kurniawan, Faizal, et.al. (2018). Unsur Kerugian dalam Unjustified Enrichment untuk Mewujudkan Keadilan Korektif (Corrective Justice). Jurnal Yuridika, 33(1), h. 24. doi: http://dx.doi.org/10.20473/ydk.v33i1.7201
Wahyuni, Verti Tri. (2017). Kepemilikan Tunggal Badan Hukum Perseroan Terbatas. Jurnal Hukum Novelty, 8(2), 201-215, h. 210. doi:
http://dx.doi.org/10.26555/novelty.v8i2.a6914
Tesis atau Disertasi
Azhar Azhar. (2018). Kedudukan Hukum Pemegang Saham yang Tidak Menyetorkan Penuh Modal yang Ditempatkan dalam Perseroan. Universitas Sumatera Utara.
Febriany, Dwinanda. (2016). Peran dan Tanggung Jawab Notaris terkait Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Suatu Perseroan Terbatas. Universitas Indonesia.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti & R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (LN Tahun 2007 No. 106, TLN 4756).
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar dalam Perseroan (LN Tahun 2016 Nomor 137, TLN 5901).
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Data (BN Tahun 2014 Nomor 392).
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Data (BN Tahun 2016 Nomor 113).
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan (BN Tahun 2016 Nomor 115).
Online/ World Wide Web
Business.gov.nl. Private Limited Company (bv) in the Netherland. Retrieved from https://business.gov.nl/starting-your-business/choosing-a-business-structure/private-limited-company-in-the-netherlands/), diakses 24 Juli 2020.
IamExpat. BV Private Company. Retrieved from
https://www.iamexpat.nl/career/business-structures-netherlands/bv-private-limited-company, diakses 1 Juli 2020.
Kelompok Kerja Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI. (2018). Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Badan Usaha. Retrieved from
https://www.bphn.go.id/data/documents/pokja_badan_usaha.pdf, diakses 5 Maret 2020.
Kementerian Hukum dan HAM RI Badan Pembinaan Hukum Nasional. (2016). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perkumpulan. Retrieved from https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_perkumpulan.pdf, diakses 12 Juli 2020.
PT MBB Conggeang. Retrieved from https://mbbconggeang.com., diakses 24 Februari 2020.
Schepper, Martijn de. Flex B.V Offers New Opportunities. Retrieved from
https://smartadvocaten.nl/en/company-law/running-a-business/establishing-legal-entities/flex-bv, diakses 2 Juli 2020.
165
Discussion and feedback