Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Milik atas Tanah sebagai Alat Bukti Kepemilikan yang Sah
on
Vol. 7 No. 01 April 2022
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Milik atas Tanah sebagai Alat Bukti Kepemilikan yang Sah
Felix Rocky Wibhawa1, Anak Agung Istri Ari Atu Dewi2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 24 Januari 2022
Diterima : 28 Januari 2022
Terbit : 1 April 2022
Keywords :
Legality, The Power of
Evidence, Freehold Title
Kata kunci:
Legalitas, Kekuatan Pembuktian, Sertifikat Hak Milik
Corresponding Author:
Felix, Rocky Wibhawa, E-mail:
DOI :
10.24843/AC.2022.v07.i01.p08
Abstract
The purpose of this paper is to find out the legality of the position of property rights certificates and the strength of proof of property rights certificates as legal evidence of ownership in Indonesia. This paper uses the normative legal method. This study uses a legal and conceptual approach. The results of the study indicate that the certificate of ownership has a legal status because it is explicitly and explicitly regulated in the laws and regulations. The certificate of ownership has strong evidentiary power but is not absolute. The title certificate will become absolute if it has fulfilled the criteria stipulated in Article 32 paragraph (2) of the PP on Land Registration, namely legally issued, in good faith and in real control for more than 5 years.
Abstrak
Tujuan penulisan ini adalah mengetahui legalitas kedudukan sertifikat hak milik dan kekuatan pembuktian sertifikat hak milik sebagai alat bukti kepemilikan yang sah di Indonesia. Tulisan ini memakai metode hukum normatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikat hak milik memiliki legalitas kedudukan yang sah karena diatur secara tegas dan tersurat dalam peraturan perundang-undangan. Sertifikat hak milik memiliki kekuatan pembuktian yang kuat namun tidak mutlak. Sertifikat hak milik akan menjadi mutlak apabila telah memenuhi kriteria-kriteria yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah yaitu diterbitkan secara sah, dengan iktikad baik dan dikuasai secara nyata selama lebih dari 5 tahun.
adanya alat bukti yang sah untuk menghindari terjadinya sengketa pertanahan. Hadirnya sertifikat diharapkan dapat menjadi dasar hukum yang kuat demi menghindari penyalahgunaan dan penyelewengan yang dapat menimbulkan sengketa dibidang pertanahan.
Indonesia adalah rechtstaat/negara hukum dimana hukum dipandang sebagai panglima yang harus ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat harus tunduk dan menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi dalam menjalani kehidupan bernegara khususnya dibidang pertanahan. Sehingga setiap perbuatan dan akibat hukum tentang pertanahan harus sesuai dengan hukum sehingga kepastian, kemanfaatan dan perlindungan hukum dapat terwujud.
Ketentuan hukum dalam dunia pertanahan di Indonesia pada hakekatnya diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Selanjutnya disebut “UUPA”) yang mengatur eksistensi dan keberadan kekayaan alam di Indonesia dikuasai Negara sebagai entitas organisasi kekuasaan masyarakat. Sehingga dalam mengelola kekayaan alam tersebut negara memiliki kewenangan atribusi untuk mengelola dan meregulasi segala perbuatan dan hubungan hukum dalam bidang pertanahan di Indonesia.2 UUPA mengatur hak setiap pemilik hak atas tanah agar dapat memanfaatkan haknya dengan maksimal. Adanya hak atas tanah memberikan kewenangan kepada setiap orang yang berhak agar berwenang dalam mengelola bidang tanahnya.
Eksistensi Hak Milik adalah special dan paling tinggi kedudukannya, karena terpenuh dan terkuat yang mana tersurat dalam Pasal 20 UUPA. Eksistensi kekuatan hukum hak milik tersebut menunjukkan bahwa Hak Milik sangat kuat dan penuh dibandingkan dengan berbagi hak lainnya. Pasal 19 UUPA mengatur bahwa agar tercipta kepastian hukum, maka setiap hak bidang tanah harus didaftarkan.
Sistem pendaftaran tanah di Indonesia diatur dalam Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Selanjutnya disebut ”PP Pendaftaran Tanah”) dimana dalam Pasal 1 angka 1 mengatur pengertian secara hukum tentang pendaftaran tanah itu sendiri yaitu merupakan serangkaian kegitan pendaftaran tanah yang dilaksanakan dan diselenggarakan oleh pemerintah dengan berkelanjutan dan menerus. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan melakukan pembukuan dan pengolahan data terhadap setiap hak yang kemudian diberikan suatu bukti kepemilikan atas bidang tanah tersebut. Pendaftaran tanah di Indonesia memiliki tujuan yang mana tertuang dalam ketentuan Pasal 3 PP Pendaftaran Tanah yaitu guna menjamin ketersediaan informasi serta kepastian hukum sehingga dapat terwujud tertib administrasi dibidang pertanahan. Hal ini membuktikan komitmen pemerintah mengesahkan PP Pendaftaran tanah guna menyempurnakan aturan-aturan pendaftaran tanah sebelumnya.3
Produk kegiatan pendaftaran tanah sendiri akan dituangkan kedalam bentuk Sertifikat. Kekuatan hukum sertifikat diatur dalam Pasal 32 ayat(1) PP Pendaftaran Tanah yang mengatur bahwa sertifikat memiliki kekuatan bukti yang kuat. Hal ini disebabkan karena di dalam sertifikat termuat data fisik-yuridis sesuai dengan surat ukur serta buku tanah. Sertifikat harus diterbitkan sah, dimiliki dengan iktikad baik serta secara nyata dikuasi lebih dari 5 tahun. Hal ini bertujuan agar pihak lain yang merasa berka tidak diperkenankan menggugat hak tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan
sertifikat hak tanah dengan adanya iktikad baik selama 5 (lima) tahun akan memberikan pemilik hak atas tanah tersebut kepastian dan perlindungan hukum.4
Meskipun demikian, namun dewasa ini masih terdapat banyak ditemukan celah dan permasalahan terhadap kepemilikan suatu bidang tanah sekalipun yang sudah terbit lebih dari 5 tahun. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum terhadap eksistensi kepemilikan suatu hak terhadap bidang tanah, sekalipun dapat dibuktikan adanya sertifikat sebagai bukti kepemilikan hak. Adanya perselisihan kepentingan dalam dunia pertanahan hanya dapat dituntaskan dengan adanya kebijakan yang ideal bagi semua pihak. Setiap permasalahan kepentingan menunjukkan bahwa telah ada ketidakpastian hubungan hukum terhadap eksistensi kepemilikan hak terhadap bidang tanah, padahal hak terhadap kepemilikan bidang tanah dalam bentuk sertipikat merupakan hal fundamental dalam pelaksanaan kepemilikan dan penguasaan hak dikemudian hari.
Setiap sertifikat yang terbit pada kenyataannya tidak sesempurna itu, karena eksistensi legalitas hukumnya masih dapat dipermasalahkan di pengadilan. Sehingga perlu adanya ketentuan hukum yang tegas agar memberi kepastian serta perlindungan terhadap kepemilikan sertifikat hak milik, maka penulis tertarik menulis penulisan dengan judul “Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Milik atas Tanah sebagai Alat Bukti Kepemilikan yang Sah” dengan rumusan masalah bagaimana legalitas kedudukan sertifikat hak milik? serta bagaimana kekuatan pembuktian suatu sertifikat hak milik sebagai alat bukti kepemilikan yang sah? Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui legalitas kedudukan sertifikat hak milik dan kekuatan pembuktian sertifikat hak milik sebagai alat bukti yang sah di Indonesia.
Sertifikat hak atas tanah seharusnya memberi perlindungan hukum ketika dibuat sesuai hukum oleh Dadi Arja Kusuma yang melakukan studi tentang Legalitas Sertifikat Hak atas Tanah5, perlu adanya pengaturan lebih lanjut yang tegas terhadap sertifikat tanah oleh Tuti Rejeki yang mengkaji tentang Tinjauan Kepemilikan Sertifikat oleh Lembaga Rechtsverwerking dari Azmi Fendri yang mengkaji penyebab dasar gugatan sertifikat tanah6. Hal yang membedakan tulisan ini dengan penulis terdahulu adalah tulisan ini membahas secara spesifik mengenai hal-hal apa saja yang memembuat sertifikat hak milik atas tanah menjadi sah secara hukum sehingga dapat memberikan kepastian serta perlindungan hukum dalam bentuk kekuatan pembuktian kepada pemegang hak atas tanah di Indonesia.
undang dan aturan lain yang serupa dengna masalah yang dibahas dalam penulisan artikel ini. Pendekatan konseptualmemberikan sudut pandang analitis untuk memecahkan masalah dalam penelitian hukum, konsep hukum yang melatarbelakanginya dari berbagai aspek. Sumber hukum pada tulisan ini antara lain hukum positif dan buku-buku terkait sebagai sumber hukum yang utama dan juga jurnal-jurnal terkait pembahasan dalam artikel ini sebagai bahan hukum sekunder.
Pasal 20 UUPA yang mengatur Hak Milik merupakan hak yang terpenuh, turun-temurun dan terkuat dengan tidak mengidahkan ketentuan Pasal 6 UUPA. Hak milik bersifat mutlak, hal ini berarti bahwa pada prinsipnya tidak terbantahkan. Hak Milik juga dapat diturunkan dengan waris, jual-beli, hibah dan lain sebagainya. Ketentuan dalam Pasal 21 UUPA mengatur bahwa hak milik kepemilikannya diperkenankan oleh pemegang hak yang berkewarganegaraan Indonesia serta badan hukum tertentu. Setiap orang yang berkewarganegaraan Indonesia diharuskan memiliki kewarganegaraan tunggal agar dapat memiliki Hak Milik. Badan hukum yang dimaksud antara lain: Bank oleh Negara; Koperasi ketentuan perundang-undangan; Badan keagamaan yang di rekomendasikan Menteri Agama dan Agraria; Badan sosial yang telah ditentukan oleh Menteri Sosial dan Agraria. Hak Milik dalam Pasal 22 UUPA dapat terjadi menurut adat. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan hak milik terjadi berdasarkan konversi tanah adat. Lahirnya hak milik berdasarkan adat dilakukan dengan membuka tanah baru, sedangkat berdasarkan penetapan pemerintah dalam PMA/KBN Nomor 3 Tahun 1993 juncto PMA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999.9
Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPA memberi kewenangan untuk megalihkan Hak Milik. Peralihan hak dilakukan antara pihak satu dan pihak lainnya. Hak Milik dapat beralih karena hal lainnya seperti jual-beli, tukar-menukar, dan lain sebagainya. Pasal 27 UUPA mengatur hapusnya Hak Milik karena tanah musnah akibat ditelantarkan dan beralih kepada negara. Tanah yang terlantar sebagaimana yang dimaksud merupakan bentuk kesengajaan untuk tidak memanfaatkan tanah sesuai dengan sharusnya. Jatuhnya tanah kepada negara karena adanya peralihan seperti penyerahan sukarela, diterlantarkan dan adanya pencabutan hak. Sertifikat hak atas tanah berdasarkan ketentuan Pasal 19 UUPA harus didaftarkan. Pasal 19 UUPA menjadi dasar bentuk upaya negara melindungi setiap orang yang telah terdaftar haknya. Tujuan mendaftarkan hak terhadap bidang tanah untuk menciptakan kepastian hukum kepada setiap pemegang hak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 PP Pendaftaran Tanah. Setiap pemegang hak yang mendaftarkan dapat membuktikan haknya dengan menunjukkan sertifikat yang merupakan produk pendaftaran tanah.
Meskipun telah diatur UUPA dan PP Pendaftaran Tanah, namun sertifikat pada faktanya belum memberikan perlindungan hukum terhadap pemiliknya, karena sengketa Perbuatan Melawan Hukum dibidang Pertanahan yang teregister di Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2020 tercatat sejumlah 3.115 atau sebanyak 37,91% dari jumlah keseluruhan sengeketa. Bahkan dalam ketentuan hukum sendiri Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah masih memberi peluang sepanjang pihak
yang merasa berhak dapat menunjukkan kepemilikannya dengan menggugat secara perdata ke pengadilan /kantor pertanahan berkaitan dengan teknis administrasi penerbitannya. PP Pendaftaran Tanah mengadopsi publikasi negatif yang tidak mutlak. Sistem publikasi ditentukan oleh karakterisitik ketentuan hukum negara tersebut. Kekuatan pembuktian suatu sertifikat dapat menjadi mutlak dan tidak terbantahkan. Hal tersebut terjadi ketika sertifikat telah memenuhi beberapa unsur dan ketentuan yang antara lain sebagai berikut: 10 a. Diterbitkan dengan sah;
-
b. Iktikad baik;
-
c. Penguasaan nyata; dan
-
d. Sertifikat terbit lebih dari 5 tahun.
Syarat tersebut tertuang secara tegas dalam Pasal 32 PP Pendaftaran Tanah. Sertifikat tanah akan menjadi alat bukti kuat ketika dimiliki dengan iktikad baik serta senyatanya dikuasai lebih dari 5 tahun. Dapat disimpulkan terdapat beberapa kriteria agar suatu sertifikat menjadi kekuatan pembuktian yang mutlak. Mutlak suatu sertifikat ketika penerbitan dan pelaksanaan hak telah memenuhi kriteria-kriteria dalam hukum positif. Kriteria-kriteria komulatif tersebut antaralain:
-
3.1.1. Sertifikat Diterbitkan dengan Sah
Sertifikat Hak Milik merupakan produk Badan Pertanahan Nasional (Selanjutnya disebut “BPN”). Sertifikat merupakan produk TUN pendaftaran tanah. Pendaftaran Tanah merupakan serangkaian kegiatan dari Pemerintah untuk mengolah, memelihara, menyajikan, membukukan suatu bidang tanah yang mana pendaftaran tersebut dituangkan / dibuktikan dengan penerbitan sertifikat sebagai bukti atas hak terhadap bidang tanah tersebut. Sertifikat merupakan bentuk perlindungan dan kepastian terhadap kepemilikan hak.
Penerbitan sertifikat dilakukan dengan 2 (dua) macam bentuk pendaftaran tanah, yaitu dilakukan pertama kali serta peralihannya melalui pemeliharaan data. Pendaftaran pertama dilakukan untuk bidang tanah belum terdaftar sama sekali sebelumnya. Pemeliharaan data dilakukan terhadap setiap peralihan hak yang telah terdaftar pada buku tanah. Seluruh kegiatan pendaftaran tanah dilakukan dengan permohonan hak yang kemudian dilakukan pengumpulan data hingga penerbitan sertifikat oleh BPN setempat. Kewenangan menerbitkan sertifikat oleh BPN merupakan kewenangan atribusi yang mana ditentukan langsung oleh peraturan perundang-undangan.
-
3.1.2. Kepemilikan dan Penguasaan dengan Iktikad Baik
Dalam permohonan sertifikat Hak Milik harus dilakukan berdasarkan iktikad baik. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Selanjutnya disebut “KBBI”), memberikan definisi pengertian dari kata ”iktikad” yaitu suatu keyakinan, maksud, kemauan, kepercayaan yang teguh. Makna iktikad baik sendiri dapat dibatasi dengan istilah jujur atau secara jujur dan tulus.11 Makna iktikad baik secara subyektif menunjukkan suatu sikap dan perbuatan secara subyektif, sedangkan secara obyektif diukur dari akal sehat secara
obyektif untuk menilai perbuatan tersebut menurut ketentuan norma dan hukum yang berlaku.
Iktikad baik sendiri dapat dibagi menjadi:12
-
a. Iktikad baik saat terjadinya hubungan hukum. Yaitu iktikad baik dapat berupa citra seseorang bahwa orang tersebut secara nyata telah memiliki iktikad baik dalam hubungan hukum tersebut. Dalam hal ini hukum berupaya melindungi pemegang hak yang telah memiliki iktikad baik.
-
b. Iktikad baik dalam memanfaatkan hak dan melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum. Yaitu iktikad baik berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat(3) KUHPdt yang bersifat obyektif dimana mengikuti keadaan hukum yang berlaku. Tolok ukur iktikad baik didasari pada perbuatan yang dilakukan terhadap hak dan kewajiban pemegang hak berdasarkan ketentuan hukum.
Kepemilikan dan penguasaan sertifikat hak milik berdasrkan iktikad baik tentu secara hukum akan memenuhi salah satu kriteria agar sertifikat jadi alat bukti yangkuat. Iktikad baik pada dasarnya bersifat subyektif. Iktikad baik seseorang dilihat dari kejujuran sikap batin seseorang. Hal tersebut yang menjadikan iktikad baik sebagai suatu keharusan yang penting dalam kepemilikan suatu hak atas bidang tanah.13
-
3.1.3. Penguasaan secara Nyata
Sertifikat merupakan bukti kepemilikan atas hak terhadap suatu bidang tanah. Kepemilikan terhadap bidang tanah tersebut harus dilakukan secara nyata agar terhindar dari penelantaran tanah. Tanah terlantar dilarang tegas oleh hukum karena mengakibatkan tanah tersebut menjadi tidak produktif sehingga tidak dapat berfungsi sosial sesuai Pasal 6 UUPA. Pada dasarnya, setiap pemegang hak diwajibkan mengelola dan memanfaatkan tanahnya dengan baik. Tanah yang tidak dikuasai secara nyata berarti bahwa penguasaan bidang tanah tersebut dilakukan dengan sengaja tidak diolah dengan semestinya. Konsekuensi dari penelantaran tanah adalah pencabutan hak, dan tanah beralih kepada negara. Setiap pemegang hak harus menguasai bidang tanahnya secara nyata. Hal tersebut bertujuan agar setiap bidang tanah dapat menjadi produktif dan terhindar dari penelantaran yang mana dilarang secara tegas oleh perundang-undangan. Sehingga pemegang hak harus menguasai dan mengelola bidang tanahnya dengan semaksimal mungkin.
-
3.1.4. Sertifikat Terbit Lebih dari 5 Tahun
Agar dilindungi hukum, sertifikat terhadap bidang tanah harus secara nyata telah terbit minimal 5 tahun. Hal tersebut diatur secara tersurat dan tegas dalam Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah. Hal ini merupakan bentuk upaya negara agar dapat terselenggara tertib administrasi pertanahan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sejalan dengan teori kepastian yang memiliki unsur antara lain serbagai berikut:
-
a. Adanya ketentuan hukum yang berlaku.
-
b. Adanya pemerintah yang meregulasi ketentuan hukum.
-
c. Adanya masyarakyat yang tunduk kepada hukum.
-
d. Adanya hakim yang menegakkan dan menerapkan hukum.
-
e. Adanya penerapan terhadap setiap putusan hakim.
Penerbitan sertifikat berusia lebih dari 5 tahun akan memberikan rasa aman dan nyaman pemegang hak dalam menjalankan haknya. Hal tersebut dikarenakan sertifikat yang telah terbit lebih dari 5 tahun tidak diperkenankan mengguat pelaksanaan atas hak bidang tanah tersebut. Ketentuan Pasal 32 PP Pendaftaran merupakan upaya pemerintah melindungi setiap pihak yang merasa berhak.
Kepemilikan Hak Milik terhadap suatu bidang tanah baik seseorang maupun badan hukum haruslah dapat dibuktikan. Pembuktian kepemilikan tersebut dapat ditunjukkan dengan berbagai macam alat bukti. Pada dasarnya, eksistensi kepemilikan suatu hak diatur dengan tegas dalam Pasal 24 H ayat (4) UUD1945 yang mengatur semua orang memiliki hak mendapatkan kepemilikan pribadi serta hak agar tidak diganggu dan diambil alih oleh siapapun. Hakekat Hak milik dalam UUD dan HAM antara lain sebagai berikut:
-
a. Semua orang berhak untuk mendapatkan hak milik, dapat untuk pribadi ataupun bersama berdasarkan peraturan perundang-undangan.
-
b. Semua orang tidak dibenarkan untuk merampas hak milik orang lain dengan melanggar hukum.
-
c. Cabutnya hak atas kepentingan umum diberi ganti kerugian sewajarnya sesuai hukum.
-
d. Apabila harus dimusnahkan maka hak tersebut harus diberikan ganti rugi sama halnya dengan huruf c.
Pengaturan hak atas tanah adalah bentuk upaya dari pemerintah untuk menjamin dan melindungi setiap pemegang hak dengan menerbitkan sertifikat yang sah. Keberadaan sertifikat sebagai alat bukti menjadi wujud pengakuan hak setiap orang sebagai alat bukti kepemilikan yang sah dan kuat yang mana pengaturannya diatur lebih lanjut oleh PP Pendaftaran Tanah. Sertifikat hak milik nyatanya sangat rentan terhadap kejahatan pihak lain yang memiliki iktikad buruk untuk merebut hak tersebut secara tidak sah. Hal tersebut dapat kita lihat dari maraknya sengketa pertanahan pada data Mahkamah Agung Republik Indonesia di tahun 2020, dimana tercatat sejumlah 3.115 sengketa pertanahan atau sebanyak 37,91% dari jumlah keseluruhan sengketa. Cukup sering kita dengar kasus kepemilikan sertifikat ganda, pemalsuan sertifikat dan maraknya sengketa kepemilikan sertifikat. Belum adanya bentuk kepastian hukum terhadap kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia memberi dampak keraguan terhadap setiap pemegang hak sehingga ketidakpastian perlindungan hukum tersebut menjadi dipertanyakan.
Dalam penerbitan suatu sertifikat hak atas tanah merupakan bentuk produk peran serta dari instansi Tata Usaha Negara yaitu Badan Pertanahan Nasonal (Selanjutnya disebut ‘’BPN’’) serta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan instansi lainnya yang berperan serta menerbitkan surat-surat keterangan hak.14 Pembuktian sertifikat hak milik atas tanah harus melibatkan BPN dengan menempatkan tanda tangan pihak BPN ke dalam sertifikat sebagai bentuk produk BPN yang sah.
Kekuatan pembuktian dapat berupa pembuktian materiil dan formil. Dalam kekuatan pembuktian materiil, data-data yang terterang dianggap benar selama tercantum dalam
sertifikat sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan dalam kekuatan pembuktian formil, BPN menerangkan bahwa data yang tertuang di dalam sertifikat adalah tanda tangan resmi dari BPN sehingga menyatakan bahwa yang tersurat pada sertifikat adalah data kepemilikan yang sah.
Sekalipun sertifikat atas tanah mempunyai fungsi utama sebagai alat bukti, namun sertifikat bukanlah semata wayang alat bukti kepemilikan. Hak terhadap bidang atas tanah dapat dibuktikan dengan berbagai macam alat pembuktian, seperti halnya dengan keterangan para saksi, akta sah dari notaris maupun ppat, surat oleh badan/pejabat berwenang, dan lain sebagainya.15 Dokumen tersebut dapat dijadikan bukti yang menguatkan sertifikat apabila terdapat pihak yang menggugat keabsahan sertifikat tersebut.
Hal yang membedakan eksistensi suatu sertifikat hak milik dengan alat bukti lainnya adalah adanya pengaturan secara tersurat oleh undang-undang yang mengatur dan menyatakan bahwa sertifikat adalah bukti yang terkuat berdasarkan Pasal 33 ayat(1) PP Pendaftaran Tanah. Hal ini menunjukkan selama eksistensi sertifikat tidak terbantahkan kebenarannya, maka sertifikat tersebut harus selalu diutamakan kebenarannya sebagai alat bukti sah. Berbeda ketika dikemudian hari hakim diberi pembuktian dengan alat bukti lain seperti perjanjian dan saksi-saksi, ataupun kwitansi, maka yang mendalilkan harus membuktikan dengan menambah bukti lain agar memang menunjukkan bahwa orang tersebut adalah benar-benar yang berhak.16
Sertifikat adalah suatu alatbukti yang kuat atas suatu bidang tanah yang kuat, karena memuat data yuridis maupun fisik yang tertuang di dalamnya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa selama sertifikat tersebut diakui eksistensinya, maka sertifikat tersebut harus dianggap sebagai alat bukti yah sah sehingga harus diakui kebenarannya selama tidak ada yang mengajukan/ membuktikan sebaliknya. Suatu bentuk gugatan terhadap sertifikat tanah karena adanya rasa kepemilikan di pengadilan diakibatkan bentuk sistem pertanahan menggunakan sistem pendaftaran publikasi negatif sehingga negara tidak menjamin sepenuhnya terhadap kekuatan pembuktian sertifikat tersebut.17
Lainhalnya dengan sistem publikasi positif pada sistem torrens, Negara dalam hal ini menjamin penuh kekuatan pembuktian sertifikat tanah secara mutlak. Sehingga apabila terdapat suatu bentuk pemalsuan dan kerugian, maka negara memberikan ganti kerugian dan bertanggung jawab penuh kepada pemegang hak. Oleh sebaba itu, akurasi pendaftaran tanah didasarkan pada survei yang sangat teliti dan detail terhadap pemohon hak atas tanah. Hal ini menyebabkan kegiatan apabila melakukan pendaftaran tanah dalam konteks publikasi positif, maka tentu memerlukan proses memakan waktu panjang. Apabila tanah telah didaftarkan, maka negara menjamin penuh hak kepemilikannya dan dilindungi penuh dengan mutlak oleh hukum. Agar memperoleh sertifikat hak milik, pemilik hak harus mendaftarkan tanahnya ke BPN setempat.
Sistem publikasi Indonesia adalah publikasi negatif yang tidak murni. Sertifikat hanya semata-mata dijadikan sebagai alat pembuktian semata yang tidak bersifat mutlak. Data yang tertuang dalam sertifikat adalah alasan mengapa sertifikat menjadi alat
Waris Terkait Pembagian Golongan Penduduk di Indonesia, Acta Comitas, 13(1), 231-245, h.233.
DOI: Error! Main Document Only.
pembuktian yang kuat. Namun dalam hal ini Negara sepenuhnya tidak menjamin kebenaran terhadap data yang tertuang tersebut, karena negara memberi peluang terhadap yang merasa berhak untuk membuktikan sebaliknya.
Eksistensi kekuatan pembuktian negatif yang bertendensi positif juga dapat dilihat ketika suatu bidang tanah telah memiliki sertifikat dimana dikuasai berdasarkan iktikad baik selama 5(lima) tahun secara nyata setelah sertifikat tersebut diterbitkan, maka setiap orang yang merasa berhak tidak diperkenankan untuk menggugat sertifikat tersebut baik kepada BPN maupun pengadilan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa jelas Indonesia menggunakan sistem pendaftaran negatif yang bertendensi positif, karena negara berupaya untuk memberi kepastian hukum terhadap pihak yang memiliki dan menguasai bidang tanah dengan iktikad baik sehingga sertifikat tersebut berfungsi sebagai suatu bentuk pembuktian yang kuat. Hal tersebut juga dapat dilihat dari bentuk upaya negara memberikan kesempatan terhadap setiap orang yang merasa berhak dengan memberikan peluang menggugat sertifikat tanah tersebut selama jangka waktu yang ditentukan.
-
4. Kesimpulan
Sertifikat Hak Milik memiliki legalitas kedudukan yang sah karena diatur secara tegas dan tersurat dalam peraturan perundang-undangan. Kekuatan pembuktian Sertifikat Hak Milik berkekuatan hukum kuat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA juncto Pasal 32 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah. Sertifikat Hak Milik akan menjadi mutlak ketika memenuhi kriteria dalam Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah, yaitu diterbitkan secara sah, dengan iktikad baik dan dikuasai secaranyata lebih dari 5 tahun. Negara memberikan kesempatan kepada siapapun yang merasa berhak untuk membuktikan dalilnya karena pendaftaran Tanah Indonesia menganut publikasi negatif yang tidak murni. Pemerintah seharusnya berperan aktif memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat paham akan syarat dan akibat hukum dari legalitas suatu sertifikat yang sah. Sehingga dikemudian hari dapat meminimalisir adanya sengketa hukum terkait dengan permasalahan kepemilikan hak milik atas tanah.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Adrian, S., (2009), Peraihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika.
Diantha, I.M.P. (2016). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media.
Prawirohamidjojo, S., (1992), Itikad Baik (Goede Trouw/Good Faith), Surabaya: Universitas Airlangga.
Urip, S., (2012), Hukum Agraris : Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana.
Jurnal
Andriyani, K., & Surata, I, G, (2019), Pendaftaran Tanah Secara Recht Kadaster Melalui Proses Konversi, Kertha Widya, 4(2), 87-112.
https://ejournal.unipas.ac.id/index.php/KW/article/view/472
Aris, R., (2018), Tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional dalam Pemberian Hak Guna Usaha, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala, 12(2), 21-35.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/MIH/article/view/4766
Fendri, A., (2020), Kepastian Hukum Pemegang Sertifikat Hak Milik Ditinjau Dari Keberadaan Lembaga Rechtsverwerking, Jurnal ADHAPTER, 6(2),
Antari, N.L.Y.S., (2014), Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Milik atas
Tanah, Acta Comitas, 4.(1), 1-18. DOI:
https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i02.p05
Dewi, R. P., & Purwadi, H. (2017), Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Akibat Wanprestasi, Jurnal Repertorium, 4(2), 151-178.
https://jurnal.uns.ac.id/repertorium/article/download/18296/14498
Kusuma, D. A., (2017), Sertifikat Hak atas Tanah Sebagai Alat Bukti Hak, Jurnal IUS, 5(2), https://jurnalius.ac.id/ojs/index.php/jurnalIUS/article/view/465
Sugita, K.N.R., (2021), Urgensi Pengaturan Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pembagian Golongan Penduduk di Indonesia, Acta Comitas, 13(1), 231-245. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i03.p5
Putri, C. A & Gunarto, G, (2018), Efektivitas Pengecekan Sertifikat TerhadapPencegahan Sengketa Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah, Jurnal Akta, 5(1), 265-274. http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/akta/article/download/2611/1965
Rismayanti, I. A. W, (2016). Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT) terhadap Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah yang Menjadi Objek Sengketa. Acta Comitas, I, 77-93. DOI: 10.24843/AC.2016.v01.i01.p07
Sancaya, I. W. W. (2013). Kekuatan Mengikat Perjanjian Nominee dalam Penguasaan Hak Milik Atas Tanah.Jurnal Magister Hukum Udayana, Udayana Master Law Journal,2(3), 66-87. DOI: 10.24843/JMHU.2013.v02.i03.p10
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 120; Tambahan Lembaran Negara Nomor 5893).
103
Discussion and feedback