Vol. 7 No. 01 April 2022

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Hak Ingkar Notaris Pengganti Atas Akta Otentik Yang Dibuatnya

Amanda Runisari1, Putu Edgar Tanaya2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 16 Januari 2022 Diterima : 23 Januari 2022

Terbit : 1 April 2022

Keywords :

Right of Refusal; Substitute Notary; Responsibility,


Kata kunci:

Hak Ingkar; Notaris Pengganti; Tanggung Jawab

Corresponding Author:

Amanda Runisari, E-mail:

a[email protected]


DOI :

10.24843/AC.2022.v07.i01.p07


Abstract

  • I.    Pendahuluan

Notaris merupakan pejabat publik yang berwenang untuk memproduksi sebuah produk hukum yaitu akta otentik. Akta otentik ialah sebuah alat bukti tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Peran dari seorang Notaris sebagai pejabat yang memproduksi akta otentik menjadikan Notaris memiiki kedudukan penting dalam mendukung penegakan hukum dan membantu terciptanya ketertiban, kepastian serta perlindungan hukum di masyarakat. Notaris adalah sebuah perkerjaan atau suatu profesi kepercayaan yang mana dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan bersifat tidak memihak, maka dari itu diberikan kepercayaan untuk membuat atau memproduksi alat bukti yang memiliki kekuatan otentik dan sempurna.1

Notaris wajib taat kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (yang selanjutnya disebut UUJN). Dalam melaksanakan jabatan dan menjalankan kewenangannya, Notaris berpedoman pada peraturan perundangan tersebut dan pada kode etik Notaris.

Selama menjalankan jabatannya sebagai pejabat publik, seorang Notaris memiliki hak untuk mendapat cuti dari tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Pengaturan mengenai hak cuti ini ditentukan dalam Pasal 11 ayat (1) UUJN. Adapun peraturan ini diatur bertujuan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan sebagai Notaris karena dalam menjalankan tugasnya seorang Notaris bersifat independen dan berkewajiban untuk bersikap adil.2 Masa cuti ini diperlukan diantaranya apabila notaris yang bersangkutan ternyata diangkat sebagai pejabat Negara atau pun dalam keadaan-keadaan lain misalnya Notaris sakit dan membutuhkan perawatan di rumah sakit dan keadaan-keadaan lain yang memaksa notaris tersebut untuk mengambil cuti.

Notaris yang menjalani masa cuti wajib menunjuk atau memilih seorang Notaris Pengganti untuk menggantikan tugas dan tanggung jawabnya selama ia cuti. Notaris Pengganti bersifat sementara karena ia hanya bertugas untuk mengisi kekosongan jabatan seorang Notaris yang berhalangan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Majelis Pengawas Daerah (MPD) akan mengangkat seorang Notaris lain yang meliputi tempat kedudukan Notaris yang cuti, apabila Notaris yang akan mengambil masa cuti tersebut tidak mempunyai calon yang akan menggantikannya sebagai Notaris Pengganti, untuk mengambil alih protokolnya sementara.

Notaris Pengganti mempunyai kewenangan yang sama seperti Notaris, yang mana telah ditentukan di dalam UUJN. Kewenangan tersebut adalah sebagai pejabat umum yang ditunjuk dan diangkat untuk menjabat dalam jangka waktu sementara dan

memiliki kewenangan yang sama sebagai seorang Notaris.3 Notaris Pengganti pun juga wajib mematuhi aturan yang memang sudah diatur dan ditentukan oleh peraturan perundang-undangan lain yang mana juga berlaku bagi Notaris sebagaimana dicantumkan di Pasal 33 ayat (2) UUJN yang menyebutkan “segala ketentuan yang berlaku bagi Notaris, berlaku juga bagi Notaris Pengganti baik itu ketentuan dalam Pasal 4, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 kecuali Undang-Undang menentukan lain.” Pengangkatan seseorang untuk bertugas menjadi Notaris Pengganti adalah bertujuan agar tidak ada kekosongan dalam jabatan Notaris dan pelayanan masyarakat dalam pembuatan akta otentik serta pelayanan hukum lainnya tidak terhambat dan tetap berjalan seperti biasa.

Adapun bentuk dari pertanggung jawaban seorang Notaris Pengganti atas semua akta-akta yang telah ia buat disebutkan di Pasal 65 UUJN, yaitu: “notaris, notaris pengganti dan pejabat sementara notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahtangankan kepada pihak penyimpan protokol notaris.”

Seorang Notaris Pengganti menjalankan pekerjaan dan tugas tanggung jawabnya, wajib tunduk pada batas waktu yang sudah ditentukan dan diatur di dalam surat keputusan pengangkatannya. Notaris Pengganti dapat dimintai pertanggungjawaban selama masih menjabat dan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Notaris.4 Habib Adjie berpendapat, adanya kekaburan dalam batas pertanggungjawaban yang diatur dalam Pasal 65 UUJN. Habib Adjie menilai meskipun Notaris Pengganti telah menyelesaikan tugasnya dan telah menyerahkan semua akta yang telah dibuatnya kepada pihak penyimpan protokol, namun beban dari tanggung jawab yang diembannya berlaku sampai ia meninggal.5 Penetapan batas waktu kapan seorang Notaris, Notaris Pengganti, maupun Pejabat Sementara Notaris, tetap memiliki tanggung jawab untuk akta-akta otentik yang sudah dibuat dan diproduksi olehnya selama menjabat harus dilihat dari sudut pandang konseptual Notaris sebagai jabatan.6

Apabila terdapat proses penyidikan yang melibatkan Notaris Pengganti, selain berperan menjadi seorang saksi, tidak menutup kemungkinan juga status Notaris Pengganti akan berubah menjadi seorang tersangka ataupun tergugat dalam suatu perkara pengadilan. Ada kemungkinan terjadi apabila dari akta otentik yang telah dibuat oleh seorang Notaris Pengganti menjadi cacat hukum karena akibat dari kesalahannya, maka akta tersebut dapat dinyatakan menjadi tidak sah, atau bahkan menjadi batal demi hukum, atau mengurangi kekuatan pembuktiannya sehingga menjadi kekuatan pembuktian akta di bawah tangan. Kemudian maka dari itu, Notaris Pengganti wajib bertanggung jawab atas kelalaiannya sendiri.

Untuk melindungi dirinya dari hal tersebut, baik Notaris maupun Notaris Pengganti mempunyai hak ingkar. Adapun pengertian dari hak ingkar ialah hak untuk menolak

atau mengundurkan diri untuk memberi sebuah kesaksian (verchoningrecht). Hak ingkar mempunyai makna tidak hanya sebagai suatu hak untuk tidak bicara, melainkan sebagai sebuah kewajiban untuk tidak berbicara (verschoningsplicht). Maka dapat disebutkan selain merupakan sebuah hak, hak ingkar juga merupakan suatu kewajiban yang dimana jika tidak dipatuhi akan dikenai sanksi sesuai hukum.7 Berdasarkan hal-hal yang sudah dijelaskan dan dijabarkan, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan menjadi sebagai berikut, bagaimana bentuk tanggung jawab yang dimiliki Notaris Pengganti yang sudah tidak menjabat atas akta-akta otentik yang dibuatnya? dan Bagaimana batas hak ingkar yang dimiliki seorang Notaris Pengganti yang sudah tidak menjabat terhadap akta-akta otentik yang telah dibuatnya?

Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk dapat mengkaji bentuk tanggung jawab Notaris Pengganti yang tidak lagi menjabat atas akta otentik yang dibuatnya dan untuk dapat mengetahui lingkup hak ingkar Notaris Pengganti yang sudah tidak menjabat lagi terhadap akta otentik yang dibuatnya.

Topik yang dibahas dari penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab dan hak ingkar Notaris Pengganti yang sudah tidak lagi menjabat atau telah berakhir masa jabatannya dan tetap membahas sisi yang berbeda dari beberapa penelitian yang sudah ada, antara lain:

  • 1.    Riza Fatih, 2018, “Keberlakuan Hak Ingkar dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris Purna Jabatan.”8 Jurnal ini membahas mengenai perlindungan hukum yang belum diperoleh Notaris purna jabatan. Penulis menilai diperlukannya instrumen hukum untuk mengakomodir hal tersebut. Dan perlunya peran serta Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk menjembatani antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Notaris purna jabatan.

  • 2.    Erwinsyahbana, 2018, “Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris Pengganti Setelah Pelaksanaan Tugas dan Jabatan Berakhir.”9 Jurnal ini membahas mengenai bentuk dari kewenangan yang dimiliki Notaris Pengganti. Kewenangan tersebut yaitu berbentuk kewenangan delegasi dan kewenangan tersebut akan berakhir setelah masa tugas dan jabatannya berakhir.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum normatif. Yang dimaksud dari penelitian hukum normatif adalah suatu proses menemukan aturan hukum, prinsip hukum ataupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang sedang dihadapi.10 Pendekatan yang digunakan berupa pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu dilakukan penelitian dengan

mensinkronkan perundang-undangan baik secara vertikal maupun horizontal.11 Tehnik penulusuran bahan hukum menggunakan tehnik studi dokumen. Sumber bahan hukum yang dikaji adalah norma-norma, peraturan perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan hukum perdata, hukum pidana, dan hukum kenotariatan, hasil-hasil penelitian yang relevan, pendapat pakar hukum, dan juga berupa kamus hukum, ensiklopedia dan juga Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kemudian kajian dianalisis menggunakan analisis deskriptif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan”

    • 3.1.    Bentuk Pertanggungjawaban Notaris Pengganti atas Akta Otentik yang Dibuatnya

Munculnya profesi merupakan hasil interaksi antar anggota masyarakat. Etika dan tanggung jawab dalam profesi berkaitan erat dengan moral dan integritas yang baik. Maka dari itu jika dilihat dari sisi teori dan teknisnya, seorang Notaris harus memiliki etika profesi dan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan jabatannya. Oleh karena itu sekalipun seseorang berprofesi sebagai seorang Notaris Pengganti, ia juga tetap memiliki tanggung jawab penuh atas semua akta-akta otentik yang telah dibuatnya.

Notaris adalah seorang pejabat pembuat akta otentik yang merupakan sebuah dokumen atau surat yang memiliki kekutan pembuktian yang kuat dalam suatu proses hukum.12 Saat melakukan tugas jabatannya, Notaris tidak hanya melakukan tugas jabatan dan kewajibannya patuh dan tunduk dengan aturan yang sedang berlaku, tetapi ia juga melakukan pekerjaan yang menjalankan fungsi sosial yang sangat penting. Fungsi sosial yang dimaksud adalah notaris bertanggung jawab dalam memenuhi amanah yang diberikan oleh masyarakat umum yang dilayaninya. Maka dari itu, dalam pelaksanaan hal tersebut, seorang Notaris harus mematuhi Kode Etik Notaris.13 Dalam menjalankan tugas, Notaris melaksanakannya secara disiplin, profesional dan sesuai dengan etika profesinya. Dalam pembuatan sebuah akta otentik, segala sesuatu yang tertulis dalam akta akan menjadi tanggung jawab dari Notaris sepenuhnya. Maka, jika seorang Notaris cuti, tanggung jawab tersebut akan diemban oleh seorang Notaris Pengganti.

Pada dasarnya tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang baik disengaja maupun tidak disengaja akan memiliki resiko dan pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Terutama jika tindakan-tindakan tersebut terkait dengan sebuah posisi atau jabatan. Tanggung jawab merupakan bentuk asas profesionalisme yang dianut dalam profesi Notaris yang merupakan bentuk komitmen

yang wajib dimiliki oleh seorang Notaris untuk menunaikan tugas jabatannya sebagaimana diatur dalam undang-undang.14

Prinsip tanggung jawab yang dianut Notaris saat menjalankan tugas-tugas dan memikul beban tanggung jawabnya adalah prinsip tanggung jawab yang berdasarkan kesalahan (liability based on principle). Dasar hukum dari prinsip tanggung jawab tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum adalah Pasal 1365, 1366 dan 1367 Kitab Undang-Undng Hukum Perdata (KUHPer). Agar dapat dilaksanakan, prinsip tanggung jawab ini harus memenuhi 4 (empat) unsur pokok, yaitu: adanya perbuatan yang melawan hukum; terdapat kesalahan; terdapat kerugian; dan terdapat hubungan kausalitas diantara kesalahan dan kerugian tersebut.

Bentuk tanggung jawab baik Notaris maupun Notaris Pengganti, mencakup ke dalam 4 (empat) hal antara lain: Tanggung jawab saat melaksanakan jabatan; Tanggung jawab secara perdata; Tanggung jawab secara pidana; Tanggung jawab terhadap kode etik notaris. Baik Notaris maupun Notaris pengganti harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan UUJN dalam melaksanakan tugasnya. Langkah protektif yang dilakukan untuk melindungi publik agar terhindar dari tindakan yang merugikan adalah dengan pemberian hukuman atau sanksi kepada Notaris yang melanggar. Selain itu, pemberlakuan pemberian sanksi juga berfungsi untuk menjaga harkat dan martabat dari Notaris selaku pejabat umum di mata masyarakat. Notaris merupakan jabatan kepercayaan, sehingga jika ada Notaris yang melakukan suatu pelanggaran maka kepercayaan terhadap Notaris pun akan berkurang.

Pekerjaan sebagai seorang Notaris Pengganti memikul beban tanggung jawab yang berat dan sama dengan Notaris dalam hal penegakan hukum dan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Walaupun begitu, jika ada pihak yang berkepentingan meminta bantuan dari Notaris Pengganti, selama tidak melanggar tata krama dan ketertiban umum, Notaris Pengganti tidak boleh menolak memberikan bantuan. Peran Notaris Pengganti adalah untuk menggantikan tugas dan beban tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta otentik. Selama ia menjalankan tugasnya yang sudah disesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku, maka ia akan terhindar dari kesalahan yang memungkinkan ia terkena sanksi.

Notaris Pengganti memiliki kewenangan sebagai Notaris yang dapat membuat akta dalam ruang lingkup hukum perdata, yaitu segala perbuatan-perbuatan hukum, perjanjian maupun penetapan-penetapan yang dinyatakan dalam bentuk akta otentik menurut peraturan yang berlaku atau para pihak yang memiliki kepentingan. Apabila ada masalah di kemudian hari yang menyebabkan pihak lain dirugikan, maka Notaris Pengganti tersebut wajib untuk tetap bertanggung jawab secara pribadi atas semua akta otentik yang telah ia buat.

Beban tanggung jawab yang dipikul oleh seorang Notaris Pengganti atas semua akta-akta otentik yang dibuatnya tidak akan berakhir setelah selesai masa jabatannya. Terkait teori tanggung jawab, bahwa tanggung jawab Notaris Pengganti merupakan

hasil dari selama ia bertugas dan menjabat. Kewajiban terkait dengan tanggung jawab yang dibebankan UUJN didasarkan pada kesalahan. Jika ada akta yang diproduksi oleh Notaris Pengganti dan kemudian memenuhi unsur-unsur kesalahan, maka Notaris Pengganti tetap dapat dimintai pertanggungjawaban meskipun ia tidak menjabat lagi.15

Melihat penafsiran Pasal 65 UUJN, jika seorang Notaris Pengganti mendapat gugatan atau tuntutan terhadap akta-akta yang dibuatnya saat ia menjabat, maka dapat dikaitkan dengan ketentuan daluwarsa gugatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jadi beban tanggung jawab dari seorang Notaris Pengganti yang telah berakhir masa jabatannya tidak akan mungkin berlaku sampai ia meninggal dunia.16

Dengan adanya ketentuan mengenai daluwarsa, maka tanggung jawab Notaris Pengganti yang tidak lagi menjabat atas akta-akta yang telah dibuatnya akan mempunyai batas waktu. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan batas waktu daluwarsa adalah lebuh dari 30 (tiga puluh) tahun. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur batas daluwarsa yaitu lebih dari 12 (dua belas) tahun untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 (tiga) tahun.

Untuk batas daluwarsa dari beban tanggung jawab seorang Notaris ataupun Notaris Pengganti tidak diatur secara khusus di UUJN, namun pada Pasal 63 ayat (5) UUJN ditentukan: “protokol notaris dari notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih diserahkan oleh notaris penerima protokol notaris kepada Majelis Pengawas Daerah.” Dalam hal ini, yagn dimaksud dengan penyerahan protokol Notaris, juga termasuk dalam protokol Notaris Pengganti. Dengan adanya penyerahan protokol yang sudah disimpan di atas 25 (dua puluh lima) tahun yang diserahkan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD), maka tanggung jawab baik Notaris maupun Notaris Pengganti yang sudah selesai atau berakhir masa jabatannya dianggap telah berakhir.

  • 3.2.    Lingkup Hak Ingkar Notaris Pengganti yang Sudah Tidak Lagi Menjabat.

Adapun di dalam Pasal 65 UUJN telah dicantumkan bahwa ketentuan tentang tanggung jawab seorang Notaris terhadap akta-akta otentik yang telah ia buat, yaitu “Notaris, Notaris Pengganti, dan pejabat sementara notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahtangankan kepada pihak penyimpan protokol notaris.”

Melihat isi dari Pasal 65 UUJN, penilaian Habib Adjie adalah sebagai berikut:17 1. Setiap orang yang diangkat menjadi seorang Notaris, Notaris Pengganti, dan

Pejabat Sementara Notaris dianggap seperti menjalankan tugas pribadi yang mempunyai pertanggung jawaban seumur hidup.

  • 2.    Pertanggungjawaban tersebut dianggap akan terus tetap diberlakukan untuk mantan Notaris, Notaris Pengganti maupun Pejabat Sementara Notaris.

Hak Ingkar menjadi instrumen Notaris ditegaskan sebagai sebuah kewajiban. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN, yang mana hak ingkar tersebut tidak hanya dianggap sebagai sebuah hak melainkan juga merupakan sebuah kewajiban inheren dari tugas jabatan Notaris. Kewajiban ingkar tidak sama dengan hak ingkar. Notaris dapat memilih untuk mempergunakan atau tidak haknya tersebut. Kewajiban ingkar wajib dijalankan dan ditegakkan oleh Notaris, kecuali ada di dalam peraturan perundang-undangan lainnya ada yang menentukan bahwa seorang Notaris dapat meniadakan kewajiban ingkar tersebut.18 Pengecualian dari kewajiban dan keharusan untuk menjaga kerahasiaan isi akta ini bukan berarti dapat dijadikan menjadi suatu alasan bagi notaris untuk menggunakan hak ingkar. Perihal ini bisa saja dapat terjadi jika hak ingkar yang diberikan terkait dengan kepentingan dan kemaslahatan umum, sehingga tidak dapat dikesampingkan begitu saja.19

Baik Notaris ataupun Notaris Pengganti untuk melaksanakan tugas jabatannya diikat sumpah jabatan yang mana telah ditentukan di dalam Pasal 4 UUJN. Sumpah jabatan tersebut mewajibkan untuk menjaga kerahasiaan isi akta sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Perihal ini juga tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).

Selain itu, adapun peraturan perundang-undangan lainnya yang juga mengatur mengenai kewajiban merahasiakan dapat dilihat dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut:20

  • 1.    Pasal 170 ayat (1) KUHAP menentukan: “Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.”

  • 2.    Pasal 1909 KUHPerdata dan Pasal 146 HIR ayat (3) menentukan: “Siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.”

  • 3.    Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Keduaatas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 89 ayat (1) huruf b menentukan: “setiap orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan martabat atau jabatannya itu.”

Selain karena terikat dengan sumpah jabatan, Notaris sebagai sebuah jabatan merupakan sebuah jabatan kepercayaan (vertrouwens ambt), oleh karena itu masyarakat percaya kepada Notaris seperti seorang kepercayaan (vertrouwens persoon). Notaris wajib menjaga segala sesuatu yangtelah disampaikan padanya selaku seorang Notaris, meskipun beberapa diantaranya tidak masuk dalam akta.21

Sebuah jabatan dalam suatu profesi dapat dianggap sebagai suatu subyek hukum dan menjadi pendukung dalam pelaksanaan jalannya suatu hak dan kewajiban. Posisinya sebagai sebuah subjek di dalam hukum, sebuah jabatan ini menjamin keberlangsungan pelaksanaan jalannya hhak-hak dan kewajiban-kewjajiban di dalam lingkungan kerja yang tetap. Maka dari itu untuk dapat mempertahankan posisi tersebut, seseorang membutuhkan bantuan untuk dapat memegang posisi tersebut. Orang yang ditunjuk untuk posisi ini disebut pejabat. Suatu posisi tanpa pejabat berarti posisi tersebut tidak dapat dijalankan.22 Peran Notaris Pengganti adalah untuk memastikan kelangsungan jabatan Notaris sehingga tidak ada kekosongan jabatan karena Notaris tidak dapat hadir menjalankan tugas dan jabatannya. Notaris Pengganti adalah sebuah jabatan, dilihat dari sudut pandang konsep itu maka bentuk pertanggungjawaban Notaris Pengganti atas semua akta yang telah dibuatnya terdapat pada jabatannya itu sendiri bukan pada pribadinya.

Adanya kewajiban ingkar ini memberikan makna arti pentingnya untuk menjaga rahasia jabatan kepada Notaris Pengganti. Menurut Miftahul Machsun mengenai kewajiban ingkar ini, “hal tersebut dianggap wajar karena kewajiban ingkar yang dimiliki Notaris dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat pada umumnya dan melindungi kepentingan-kepentingan individu yang memerlukan jasa Notaris dalam pembuatan alat bukti tertulis, oleh karena itu sudah pada tempatnya apabila ketentuan kewajiban ingkar bersifat memaksa.”23

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, kewajiban ingkar seorang Notaris diikuti pula dengan adanya hak ingkar yang menempel dan melekat pada jabatan Notaris. Hak ingkar ini dapat diartikan sebagai sebuah hak untuk tidak berbicaraatau vercshoningsrecht. Hak ingkar berarti hak untuk bebas daripada kewajiban dalam menyampaikan kesaksian di dalam suatu perkara perkara baik pidana maupun perdata. Selain itu hak ingkar mempunyai pengertian sebagai penggunaan hak untuk tetap diam dan tidak berbicara atau vercshoningsplicht jika tidak didukung peraturan

perundang-undangan sekalipun di muka pengadilan.24 Hak ingkar sebagai imunitas hukum dari seorang Notaris Pengganti sebagai saksi di dalam sutu perkara di pengadilan untuk tetap diam dan tidak memberikan serta tidak menyampaikan informasi apapun yang berhubungan terkait dengan aktanya (ataupun keterangan-keterangan lainnya yang berhubungan terkait dengan akta) yang dibuat oleh Notaris Pengganti.25

Adapun dasar hukum dari hak ingkar ini adalah Pasal 170 KUHAP dan Pasal 1909 KUH Perdata. Ada perbedaan yang mendasar antara aturan atau ketentuan terkait tentang kesaksian dalam kasus-kasus pidana dengan perdata. Aturan hukum pidana menentukan bahwa menjadi seorang saksi adalah sebuah kewajiban yang merupakan perintah langsung dari Negara bagi setiap Warga Negara Indonesia. Sedangkan dalam Hukum Perdata, kesaksian bukan merupakan sebuah kewajiban melainkan bersifat kebolehan karena permintaan menjadi saksi merupakan permintaan dari yang berperkara.

Hak ingkar Notaris maupun Notaris pengganti, pelaksanaannya tidak langsung berlaku apabila Notaris atau Notaris Pengganti dipanggil menjadi saksi di muka pengadilan. Jika seorang Notaris Pengganti akan menggunakan hak ingkar yang ia miliki, maka ia diwajibkan untuk datang memenuhi panggilan menjadi saksi dalam persidangan dan kemudian ia wajib untuk membuat surat berupa surat permohonan yang kemudian diajukan kepada hakim yang bertugas untuk mengadili dan memeriksa perkara tersebut. Isi dari surat permohonan tersebut adalah mengenai penggunaan hak ingkar sebagai seorang Notaris Pengganti. Berdasarkan surat permohonan yang telah diajukan, maka kemudian hakim yang bertugas untuk memeriksa perkara yang akan menentukan atau menetapkan, apakah akan mengabulkan atau menolak permohonan tersebut.26

Saat seorang Notaris Pengganti ditunjuk menjadi saksi, ia dapat mengajukan pengunduran diri sebagai saksi. Tindakannya ini dibenarkan oleh hukum. Hal tersebut diperbolehkan karena terkait dengan kewajiban seorang Notaris untuk menjaga rahasia jabatannya. Seorang Notaris tidak diperbolehkan memberitahukan keterangan-keterangan dan isi akta kepada pihak lain kecuali pihak dalam akta.

Karakteristik yang berbeda antara hak ingkar dengan kewajiban ingkar, mengharuskan adanya upaya aktif dari Notaris Pengganti itu sendiri. Apabila Notaris Pengganti hendak menggunakan hak ingkarnya, ia wajib datang memenuhi panggilan atas perkara yang ditujukan padanya. Setelah itu ia wajib mengajukan surat permohonan penggunaan hak ingkarnya kepada Hakim yang akan memeriksa perkara. Dari hal ini dapat diartikan bahwa hak ingkar seorang Notaris Pengganti

tidak dapat langsung berlaku saat ia menerima panggilan. Hakim tersebut yang akan menetapkan untuk menyetujui atau menolak permohonan tersebut.

Penggunaan hak ingkar tidak hanya berlaku untuk seluruh kesaksian. Hak ingkar juga berlaku untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Pemberlakuan hak ingkar dapat diterapkan bagi setiap pertanyaan yang diajukan. Hak ingkar yang dilaksanakan oleh Notaris Pengganti diharapkan dapat berguna untuk melindungi kepentingan masyarakat. Maka dari itu apabila kesaksian yang diminta kepada Notaris Pengganti tidak berhubungan atau terkait dengan isi akta Notaris Pengganti tidak dibenarkan mengajukan pengunduran diri menjadi seorang saksi dengan alasan untuk menjalan kewajiban menjaga rahasia jabatan.

Berdasarkan KUHPerdata Pasal 1909 ayat (3) disebutkan bahwa “segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaan, atau jabatannya menurut Undang-Undang diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian.” Dilihat dari ketentuanapasal tersebut, dapat diartikan bahwa hak ingkar Notaris Pengganti dibatasi oleh hal-hal terkait dengan kedudukannya sebagai pemegang rahasia jabatan. Hak ingkar dapat digunakan oleh Notaris Pengganti jika dalam hal Notaris Pengganti tersebut sudah tidak menjabat lagi. Namun sebaiknya ia mempertimbangkan manfaat kesaksiannya bagi kepentingan umum sebelum menggunakan hak ingkarnya.27 Selain mempertimbangkan mengenai kepentingan umum sebelum memberikan kesaksiannya, Notaris Pengganti yang telah berakhir masa jabatannya juga harus mempertimbangkan apakah kesaksiannya akan melanggar rahasian jabatannya atau tidak. Sehingga ia dapat memutuskan akan menggunakan hak ingkar yang dimilikinya atau tidak.

Pasal 66 ayat (1) UUJN mencantumkan bahwa “Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris Daerah berwenang:

  • a.    mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam Penyimpanan Notaris; dan

  • b.    memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.”

Jika dilihat dari pasal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) yang memiliki atau mempunyai kewenangan untuk memberikan perlindungan bagi Notaris maupun Notaris Pengganti. Hal ini menyiratkan bahwa sebenarnya hak ingkar memang sudah ada sejak lembaga kenotariatan ini lahir.28

4.Kesimpulan

Berdasarkan apa yang sudah diteliti dan diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam UUJN menganut prinsip tanggung jawab berdasar kesalahan. Seorang Notaris Pengganti akan tetap dimintai pertanggung jawaban apabila ada kesalahan pada akta otentik yang dibuatnya walaupun masa jabatannya sudah berakhir. Namun tanggung jawab Notaris Pengganti tidak berlaku seumur hidup karena adanya batas waktu daluwarsa dalam suatu gugatan. Lingkup hak ingkar Notaris Pengganti yang sudah tidak lagi menjabat, hak ingkar tersebut tetap berlaku meskipun masa jabatannya berakhir. Namun hak ingkar yang dimilikinya terbatas pada rahasia jabatannya saja kecuali ada peraturan perundang-undangan yang menentukan lain. Hak ingkar dapat dipergunakan setelah ia mengajukan permohonan kepada Hakim yang akan mengadili perkara. Hakim yang kemudian akan menentukan untuk menyetujui atau menolak permohonan Notaris Pengganti. Namun demi menjaga kepentingan umum dan penegakan hukum, tidak seharusnya Notaris Pengganti menggunakan hak ingkarnya apabila kesaksian yang diminta tidak terkait dengan isi akta.

Daftar Pustaka

Buku:

Adjie, H. (2008), Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan TulisanaTentangaNotaris danaPPAT). Refika Aditama.

, (2008). Sanksi perdata & administratif terhadap notaris sebagai pejabat publik. Refika Aditama.

, (2009). Hukum Notaris Indonesia:Tafsir tematik Terhadap UU, Refika Aditama.

, (2015). Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Refika Aditama.

Kansil, C. S. T., & Kansil, C. S. (2006). Modul hukum perdata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Kie, T.T., & Buku I. (2000). Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, cet. 2, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Marzuki, Peter Mahmud, (2011). Penelitian Hukum, Jakarta; Prenada Media Grup.

Sjaifurrachman, H. A. (2011). Aspek Pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta. Mandar Maju, Bandung; 252-253

Sumitro, Rony Harnitijo, (1990), Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta;Ghalia Indoenesia

Jurnal dan Disertasi:

Arisaputra, M. I. (2012). Kewajiban Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Dalam Kaitannya dengan Hak Ingkar Notaris. Perspektif, 17(3), 173-183.

Christian, A. (2020). Konflik Norma Berkaitan Dengan Hak Ingkar Dalam Jabatan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris. Jurnal Education and development, 8(1), 89-98.

Dewi, N. L. P. S. P., Atmadja, I. D. G., & Yusa, I. G. (2018). Hak Ingkar Notaris Sebagai Wujud Perlindungan Hukum (Doctoral dissertation, Udayana University),

Erwinsyahbana, T. (2018). Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris Pengganti setelah Pelaksanaan Tugas dan Jabatan Berakhir. Lentera Hukum, 5, 323.

Flora, H. S. (2012). Tanggung Jawab Notaris Pengganti dalam Pembuatan Akta. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 14(2), 179-199.

Kartikosari, H., & Sesung, R. (2017). Pembatasan Jumlah Pembuatan Akta Notaris Oleh Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia. Legality: Jurnal Ilmiah Hukum, 25(2), 158-171.

Prabawa, B. G. A. (2017). Analisis Yuridis Tentang Hak Ingkar Notaris Dalam Hal Pemeriksaan Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 2(1),

Restika, A. (2016). Konstruksi Ideal Pengaturan Hak Ingkar Notaris Pasca Berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 Dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Doctoral dissertation, Universitas Islam Indonesia);

Utama, W.A., & Anand, G. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Pengganti Dalam Pemanggilan Berkaitan Dengan Kepentingan Peradilan. Jurnal Panorama Hukum, 3(1).

Wijaya, P. A. P. D., & Prajitno, A. A. (2018). Tanggung Jawab Notaris Terhadap Kesalahan Dalam Pembuatan Akta Yang Dilakukan Oleh Notaris Penggantinya. Perspektif, 23(2), 112-120.

Yandillah, A. (2015). Tanggung Jawab Notaris Pengganti Terkait Pembuatan Akta Notaris Yang Merugikan Para Pihak Akibat Kelalaianya. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum;

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

93