ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.4,APRIL, 2022


Diterima: 31-12-2020 Revisi: 18-05-2021 Accepted: 2022-04-16

LATIHAN YOGA SURYANAMASKARA MENINGKATKAN KESEIMBANGAN STATIS REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SEMARAPURA

Dewa Ayu Agung Mas Berliana Rahita1, I Putu Adiartha Griadhi2, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra2, Luh Putu Ratna Sundari2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia

2Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Latar belakang: Aktivitas fisik diperlukan untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang salah satunya adalah keseimbangan. Keseimbangan statis adalah bentuk keseimbangan saat posisi tubuh tetap. Hal ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar menjaga kualitas hidup dan menjalankan aktivitas dengan baik. Salah satu aktivitas fisik yang dapat menjaga keseimbangan adalah Yoga Suryanamaskara. Tujuan: membuktikan latihan Yoga Suryanamaskara dapat meningkatkan keseimbangan statis remaja di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarapura. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimental dengan subjek penelitian kelompok kontrol dan perlakuan remaja usia 15-18 tahun, siswi SMA Negeri 1 Semarapura, Kabupaten Klungkung. Sampel dipilih dengan teknik simple random sampling. Yoga Suryanamaskara dilakukan pada bulan Agustus-September 2020. Keseimbangan statis diukur dengan metode Blind Stork Balance Test. Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan Independent Samples t-test. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai p=0,012 (p<0,05) yang menunjukkan latihan Yoga Suryanamaskara meningkatkan keseimbangan statis remaja di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarapura dengan signifikan. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa latihan Yoga Suryanamaskara selama 1 jam, 2 kali seminggu, selama 6 minggu terbukti meningkatkan keseimbangan statis yang signifikan pada remaja usia 15-18 tahun di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarapura.

Kata kunci : Yoga Suryanamaskara., Keseimbangan Statis., Remaja

ABSTRACT

Background: Physical activity is needed to get physical fitness, one of physical fitness is balance. Static balance is a balance when the body position is fixed. This needs to be improved in order to maintain the quality of life and carry out activities properly. One of the physical activities that can improve balance is Suryanamaskar Yoga. Objective: to prove that Suryanamaskar Yoga practice can improve the static balance of adolescents in Public Senior High School 1 of Semarapura. Methods: This research is an analytical experimental research with adolescents aged 15-18 years, Public Senior High School 1 of Semarapura, Klungkung Regency as the research subject. The sample was selected by simple random sampling technique. Suryanamaskar was conducted in August-September 2020. Static Balance was measured by the Blind Stork Balance Test method. Result: Based on the results of the study, the p-value = 0.012 (p <0.05) showed that the practice of Suryanamaskar Yoga significantly improved the static balance of adolescents of SMA Negeri 1 Semarapura, Public Senior High School 1 of Semarapura. Conclusion: Based on the results of the research the practice of Suryanamaskar Yoga for 1 hour, 2 times a week, for 6 weeks has been shown improve static balance significantly in adolescents aged 15-18 years in Public Senior High School 1 of Semarapura.

Keywords : Suryanamaskar Yoga., Static Balance., Adolescents

LATIHAN YOGA SURYANAMASKARA MENINGKATKAN KESEIMBANGAN STATIS REMAJA.,, Dewa Ayu Agung Mas Berliana Rahita1, I Putu Adiartha Griadhi2, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra2, Luh Putu Ratna Sundari2

PENDAHULUAN

Kebugaran fisik berhubungan positif dengan akademik remaja, yaitu fungsi kognitif dan perhatian.1 Salah satu komponen kebugaran fisik adalah keseimbangan statis. Keseimbangan adalah kemampuan dasar kontrol postur atau posisi dalam kaitannya dengan gravitasi. Kemampuan ini yang membantu untuk melakukan kegiatan sehari-hari dalam keadaan seimbang dan aman.2–4 Keseimbangan merupakan hasil interaksi kompleks dari integrasi input sensorik vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioseptif dengan umpan balik motorik.3

Masa pandemi Covid-19 saat ini berdampak pada kesehatan karena restriksi aktivitas latihan (exercise).5 Penurunan aktivitas fisik dapat menurunkan kebugaran fisik.1 Di sisi lain, pada remaja latihan adalah cara yang efektif untuk meningkatkan keseimbangan karena melibatkan komponen neuromuskular keseimbangan tubuh dalam memberi respons keadaan.2 Latihan adalah “aktivitas yang memerlukan usaha fisik untuk mempertahankan maupun meningkatkan Kesehatan dan kebugaran”.6 terdapat beberapa bentuk latihan keseimbangan yang salah satunya adalah yoga.2

Latihan Yoga memiliki banyak manfaat, selain efektif memperlambat penuaan sel, juga dapat meningkatkan keseimbangan.2,7 Salah satu aliran utama yoga adalah Hatha Yoga yang salah satu unsur utamanya adalah asana atau unsur fisik. Gerakan-gerakan asana juga terdapat dalam gerakan Yoga Suryanamaskara.6,8 Yoga Suryanamaskara adalah suatu rangkaian terdiri dari 12 sikap tubuh berurutan yang dapat dilakukan berulang.9

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental pre and post-test with control group design. Desain penelitian ini dipilih untuk melihat peningkatan keseimbangan statis (outcome) pada subjek dengan perlakuan latihan Yoga Suryanamaskara (exposure).

Subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu, satu kelompok tanpa latihan Yoga Suryanamaskara yang berperan sebagai kelompok kontrol (kelompok 1) dan satu kelompok dengan latihan Yoga Suryanamaskara yang berperan sebagai kelompok perlakuan (kelompok 2). Selanjutnya, kedua kelompok diikuti selama 6 minggu. Penelitian dilaksanakan secara Daring-Kombinasi

yaitu pengukuran dan pengenalan gerakan yoga dilaksanakan secara langsung, sedangkan pelaksanaan yoga dilaksanakan secara Dalam Jaringan (Daring).

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode simple random sampling. Kriteria inklusi yang digunakan adalah remaja putri yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarapura, berusia 15-18 tahun, serta bersedia menjadi subjek penelitian. Populasi terjangkau yang digunakan adalah remaja putri Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarapura yang bersedia berpartisipasi menjadi subjek penelitian yang selanjutnya dipilih sampel secara acak sehingga didapatkan sampel berjumlah total 20 orang.

Pengukuran menggunakan metode Blind Stork Balance Test. Pengukuran pre-test kedua kelompok dilaksanakan secara bersamaan serta pengukuran post-test dilaksanakan bersamaan pada kelompok kontrol, namun pada hari yang berbeda pada kelompok perlakuan dikarenakan menyesuaikan dengan terpenuhinya latihan 6x2 latihan yoga tersebut. Data lain seperti usia, berat badan, serta tinggi badan didapatkan dari wawancara.

HASIL

Penelitian ini dilakukan pada siswi SMA Negeri 1 Semarapura pada bulan Agustus-September 2020. Penelitian melibatkan subjek penelitian sebanyak 10 orang siswi pada masing-masing kelompok sehingga total subjek penelitian adalah 20 orang. Kelompok 1 adalah kelompok yang tidak mendapatkan pelatihan Yoga Suryanamaskara (kelompok kontrol), sedangkan kelompok 2 adalah yang mendapatkan pelatihan (kelompok perlakuan). Dalam pelaksanaan penelitian terdapat 4 orang subjek penelitian mengalami drop out dengan rincian 2 pada kelompok 1 dan 2 pada kelompok 2 karena tidak mengikuti latihan sebanyak 3 kali berturut-turut.

Jumlah antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan penelitian ini adalah sama, yaitu masing-masing sebanyak 8 orang. Seluruh subjek penelitian yang terlibat adalah perempuan dengan usia yang dibatasi, yaitu 15-18 tahun. Kelompok 1 memiliki rerata usia 16,63 tahun, sedangkan kelompok 2 adalah 16,3. Rerata tinggi badan kelompok 1 adalah 156,63 cm, sedangkan kelompok 2 adalah 158,00. Selanjutnya, rerata berat badan kelompok 1 adalah 44,87, sedangkan kelompok 2 adalah 47,12. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1. karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik     Kelompok Kelompok 2

Subjek             1

Usia (tahun)

16,63

16,3

Tinggi Badan (cm)

156,63

158

Berat Badan (kg)

44,87

47,12

Pada uji normalitas data keseimbangan statis yang ditunjukkan dengan detik dengan menggunakan Uji Shapiro-Wilk ditunjukkan p-value untuk pre-test dan posttest kelompok 1 adalah masing-masing 0,271 dan 0,524, yaitu p > 0,05 (data berdistribusi normal) sehingga analisis perbedaan rerata menggunakan uji parametrik dengan

Paired T-test. Selanjutnya p-value untuk pre-test dan posttest kelompok 2 adalah masing-masing 0,008 dan 0,007, yaitu p<0,05 (data tidak berdistribusi normal) sehingga analisis perbedaan rerata kelompok 2 dilakukan secara parametrik dengan menggunakan Uji Wilcoxon. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel 2.

Table 2. Uji Normalitas

Parameter

Kelompok 1

Kelompok 2

Pre-test

0,271

0,008

(detik)

Post-test

0,524

0,007

(detik)

Pada analisis kelompok 1 menggunakan uji t berpasangan (Paired samples t-test) ditunjukkan kelompok 1 memiliki rerata waktu pre-test sebesar 16,12 detik, selanjutnya pada saat dilakukan post-test, rerata waktu adalah sebesar 17,56 detik. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat peningkatan waktu, namun tidak signifikan antara pre-test dengan post-test kelompok 1 (p-value > 0,05). Hasil analisis data sebelum dan setelah perlakuan kelompok 1 dinyatakan dalam tabel 3.

Table 3. Analisis Data Sebelum dan Setelah Perlakuan Kelompok 1 RERATA (+ SB) p-value


Pre-test            16,12 + 7,11       0,418

(detik + SB)

Post-test           17,56 + 4,18

(detik + SB)

Analisis pada kelompok 2 menggunakan Uji Wilcoxon menunjukkan kelompok 2 memiliki median waktu pre-test sebesar 12,20 detik. Sedangkan pada saat dilakukan post-test, median waktu yang didapatkan adalah sebesar 37,77 detik. Sehingga menunjukkan terdapat

Table 4. Analisis Data Sebelum dan Setelah Perlakuan Kelompok 2

Variabel

Median

(IK 95%)                           p-value

Perlakuan

Pre-test (detik)

12,20

Post-test (detik)

(7,6 – 20,2)

37,77                               0,012*

(35,6 – 61,9)


levene’s test sebagai uji homogenitas menunjukkan p-value varian sebesar 0,370 (p>0,05), sehingga varian bersifat homogen. Analisis Data yang digunakan untuk menganalisis kelompok Perlakuan dengan Kontrol adalah uji Mann-Whitney. Uji tersebut menunjukkan uji perbedaan rerata waktu pre-test dan post-test antara kelompok 1 dan 2.

peningkatan yang signifikan antara waktu pre-test dengan post-test kelompok 2 (p-value < 0,05). Hasil analisis data sebelum dan setelah perlakuan kelompok 2 dinyatakan dalam tabel 4.

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata waktu kelompok perlakuan dengan kontrol pada saat pre-test (p> 0,05). Sedangkan terdapat peningkatan yang signifikan antara rerata waktu kelompok perlakuan dengan kontrol pada post-test (p< 0,05). Hasil analisis disampaikan melalui tabel 5.

Table 5. Analisis Data Kelompok Perlakuan dengan Kontrol

Variabel

Median (IK 95%)

p-value

Pre-test (detik)

Perlakuan

12,20

(7,65 – 20,23)

0,401*

Kontrol

Post-test (detik)

14,86 (11,03 – 20,74)

Perlakuan

37,76

(35,63 – 62,15)

0,001*

Kontrol

17,73 (14,03 – 20,99)

PEMBAHASAN

Penelitian telah dilakukan dimulai pada tanggal 8 Agustus 2020 hingga 20 September 2020. Pada penelitian ini digunakan sistem daring-kombinasi yaitu melakukan pengukuran serta pengenalan gerakan secara langsung namun pelaksanaan yoga secara online dipandu oleh pelatih yoga yang merupakan pelatih yoga Ekstrakurikuler Yoga SMA Negeri 1 Semarapura. Penelitian pada awalnya melibatkan 20 orang yaitu 10 kelompok kontrol (kelompok 1) dan 10 kelompok perlakuan (kelompok 2), namun seiring berjalannya waktu, terdapat 2 peserta pada masing-masing kelompok mengalami kriteria drop out. Hal tersebut dikarenakan tidak hadir pada Latihan sebanyak 3 kali berturut-turut serta selama perjalanan menjalankan kegiatan fisik lain yang rutin dan tidak terpantau dengan baik, sehingga hanya 16 peserta (dengan masing-masing delapan kelompok kontrol dan 8 kelompok perlakuan) yang memenuhi kriteria mengikuti penelitian hingga akhir.

Subjek penelitian antara kontrol dan perlakuan sebisa mungkin matching. Subjek penelitian yang diikutsertakan adalah remaja putri kelompok umur 15-18 tahun yang sedang menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Semarapura. Usia pada penelitian ini dapat menjadi perancu maka dilakukan control by design dengan menetapkan rentang usia 15-18 tahun. data ini didapatkan dari wawancara saat pendataan dengan meminta tanggal lahir subjek.

Hubungan usia dengan keseimbangan dapat digambarkan dengan adanya peningkatan saat remaja dan mencapai puncaknya ketika dewasa muda, selanjutnya akan menurun seiring bertambahnya usia.9,10 Penuaan berhubungan dengan penurunan fungsi fisik dan kognitif. Contoh dari penurunan fungsi ini adalah penurunan kekuatan otot dan koordinasi ekstremitas bawah yang selanjutnya diikuti penurunan kemampuan keseimbangan dan peningkatan risiko jatuh. Gangguan koordinasi yang dapat terjadi adalah gangguan dalam mempersepsikan base of support. Selanjutnya, Penurunan kekuatan otot berpengaruh terhadap kemampuan otot dan postural yang dapat mempengaruhi perubahan center of Gravity (COG)

tubuh terhadap bidang tumpu. Hal tersebut yang dapat menyebabkan lansia lebih sering mengalami gangguan keseimbangan.9–11

Perbedaan keseimbangan juga terdapat pada kelompok remaja dibandingkan dengan anak-anak. Anak-anak usia kurang dari 10 tahun kurang baik dalam mengontrol keseimbangan statis jika dibandingkan dengan orang dewasa. Beberapa penelitian menyatakan terdapat peningkatan kontrol keseimbangan statis yang ditandai dengan perubahan strategi kontrol postural yang terjadi pada usia sekitar 7-8 tahun. diusia itu, strategi kontrol keseimbangan seperti orang dewasa baru muncul yang ditandai dengan head-trunk coordination. Kontrol postural mengalami peningkatan sejalan dengan penurunan magnitude dan frekuensi goyangan postural (postural sway). Perkembangan ini berdasarkan level aktivitas otot dan perubahan strategi mode kontrol (perkembangan feedbackbased control of balance, input visual, input somatosensori, serta input vertibular). Pada studi Simon Schedler, dkk didapatkan keseimbangan lebih baik pada remaja usia 13-18 tahun dibandingkan dengan anak-anak usia 6-12 tahun. 9,10,12

Pada penelitian ini diikuti oleh subjek penelitian siswi dari sekolah yang sama, yaitu SMA Negeri 1 Semarapura dengan tujuan menghindari perbedaan signifikan aktivitas. Data ini didapatkan dari wawancara terhadap subjek. Jika terdapat subjek yang menjalankan aktivitas fisik yang dalam hal ini di khususkan dengan menari dan latihan fisik seperti atletik maka dimasukkan ke dalam kriteria eksklusi, dan jika saat melaksanakan penelitian, terdapat subjek yang menjalankan kegiatan diatas, maka dimasukkan dalam kriteria drop-out. Hal tersebut dikarenakan aktivitias fisik seperti diatas dapat menjadi perancu dalam penelitian ini.

Hal lain yang didata pada penelitian ini adalah apakah subjek mengalami vertigo. Salah satu kriteria eksklusi adalah vertigo yang didata melalui wawancara. Vertigo adalah symptom dari gangguan keseimbangan yang dapat disebabkan berbagai penyakit.13 Dalam penelitian ini, vertigo dijadikan kriteria eksklusi agar tidak menjadi perancu karena dapat secara langsung mempengaruhi keseimbangan pada subjek.

Pada penelitian ini menggunakan seluruh subjek berjenis kelamin perempuan. Perbedaan keseimbangan terkait dengan jenis kelamin adalah tidak konsisten. Seperti contohnya adalah keseimbangan lebih baik pada wanita dewasa dibandingkan dengan laki-laki, namun hasil ini dipercaya berkaitan dengan perbedaan antropometri. Pada remaja, studi-studi yang berkaitan dengan keseimbangan dan jenis kelamin juga tidak konsisten. Sehingga mencegah terjadinya bias dikarenakan oleh jenis kelamin yang hubungan dengan keseimbangan masih belum diketahui jelas, maka pada penelitian ini digunakan remaja putri sebagai subjek penelitian. 9

Pada pelaksanaan latihan Yoga Suryanamaskara, terdapat beberapa subjek yang sempat tidak menghadiri latihan sehingga setelah minggu ke-6, latihan tetap berjalan yang ditujukan untuk mengisi ketidakhadiran mereka sebelumnya. Tambahan latihan ini hanya dilakukan oleh subjek yang sempat tidak menghadiri latihan saja. Minggu ke-7 dijadikan minggu tambahan untuk memenuhi kriteria 6 minggu latihan dengan 2 kali tambahan latihan. Jika subjek telah memenuhi latihan 6 minggu latihan dengan frekuensi 2 kali seminggu maka latihan sudah dianggap cukup. Sehingga pada akhirnya, semua subjek melakukan latihan yoga selama 6x2 latihan (12 kali latihan).

Pengukuran pada penelitian ini menggunakan pengukuran keseimbangan statis blind stork balance test yang diukur secara terpisah. Pengukuran sebelum perlakuan dilaksanakan bersamaan, yaitu pada minggu pertama. Sedangkan, pengukuran sesudah perlakuan dilaksanakan pada hari berbeda namun dengan waktu pengukuran sama yaitu pukul lima sore dan di lokasi yang sama. Pada pengukuran setelah perlakuan, seluruh kelompok kontrol diukur pada minggu ke-6, sedangkan pada kelompok perlakuan diadakan terpisah menyesuaikan dengan terpenuhinya 6x2 latihan tersebut.

Analisis pada data sebelum dan sesudah perlakuan kelompok kontrol didapatkan bahwa terdapat peningkatan waktu/durasi (detik) dalam mempertahankan keseimbangan statis kelompok kontrol secara absolut namun tidak signifikan dengan p-value 0,418 (>0,05). Sedangkan, didapatkan perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan dengan p-value 0,012 (p<0,05). Selanjutnya pada analisis data antara kelompok perlakuan dengan kontrol didapatkan bahwa pada sebelum perlakuan tidak terdapat

perbedaan signifikan antara dua kelompok tersebut dengan p-value 0,401 (p-value > 0,05), sedangkan saat setelah perlakuan didapatkan perbedaan waktu yang signifikan antara kedua kelompok dengan p-value 0,001 (p-value < 0,05).

Rerata uji Wilcoxon kelompok 2 diketahui bahwa terjadi peningkatan keseimbangan statis pada kelompok 2 dengan p-value 0,012 (p-value < 0,05) yang menandakan bahwa didapatkan peningkatan keseimbangan statis secara signifikan pada kelompok 2 sebelum dan sesudah mendapat perlakuan. Oleh sebab itu, pada penelitian ini peningkatan keseimbangan hanya dijumpai pada kelompok dengan latihan Yoga Suryanamaskara. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Guner dan Inanici, 2015 yang menyatakan program yoga jangka pendek efektif meningkatkan keseimbangan pada pasen Multiple Sclerosis dengan p -value 0,027. Selain itu, peningkatan keseimbangan statis ini juga sejalan pada penelitian efek yoga terhadap keseimbangan pada wanita dengan masalah muskuloskeletal oleh Ulger dan Yagh 2011. 14,15

Pada Penelitian Rogge, AK., dkk, tahun 2018 di Jerman, peningkatan keseimbangan terjadi dikaitkan dengan neuroplastisitas. Plastisitas struktur yang terjadi pada beberapa area otak yang berperan dalam proses visual-vestibular self-motion dan integrasi informasi spasial dari sinyal-sinyal sensorik yang berbeda. Area-area tersebut yaitu pada superior frontal sulcus, visual association cortex, superior temporal cortex, dan posterior cingulate cortex. Area ini juga dikenal sebagai area yang berkontribusi dalam fungsi kognitif seperti kognitif spasial dan memori. 16

Keseimbangan dipengaruhi oleh input sensori tubuh yaitu vestibular, visual, dan proprioseptif. Input sensori ini selanjutnya akan diintegrasikan dan menghasilkan umpan balik pada tubuh sehingga tubuh dapat mempertahankan posisi tubuh dalam keadaan seimbang.3 Pelatihan yoga suryanamaskara memerlukan strategi untuk menjaga keseimbangan dalam berbagai gerakan dasarnya. Yoga Suryanamaskara merupakan gabungan dari yoga asana terdiri dari 12 pose yang berurutan dan gerakan berupa fleksi dan ekstensi yang berpotensi meningkatkan mobilitas hampir seluruh sendi dan peregangan. Kebanyakan asana berdiri menargetkan quadriceps femoris, gluteus medius, erector spinae,

Gambar 1. Mekanisme Peningkatan Keseimbangan


dan secara general aktivitas rektus abdominis 70% lebih besar daripada berjalan. Ritme transisi dari satu postur ke postur lain pada Yoga ini memerlukan prediksi beban pada pergelangan tangan, siku, bahu, pinggul, lutut, dan sendi pergelangan kaki sehingga diperlukan prediksi pembebanan yang sinkron untuk mencapai keseimbangan. 15,17

Peningkatan keseimbangan dalam intervensi latihan Yoga Suryanamaskara berkaitan dengan koordinasi neuromuskular, Peningkatan keseimbangan ini dikarenakan terjadi peningkatan sense of joint position.17 Pelatihan yoga meliputi weight-bearing balance dan postur statis dalam keadaan berdiri. Hal tersebut menyebabkan hanya sisi plantar kaki yang kontak dengan alas. Sehingga

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Pelaksanaan latihan dilakukan secara daring dikarenakan kondisi pandemi Covid-19. Situasi ini menyebabkan penelitian harus diupayakan untuk tidak mengadakan pertemuan secara langsung dengan intensitas yang sering dan melibatkan banyak orang, sehingga dalam pelaksanaannya hanya saat pengukuran dan pengenalan gerakan yoga yang melibatkan pertemuan   secara langsung. Pelaksanaan Yoga

Suryanamaskara secara Daring ini menyebabkan kurang terkontrolnya gerakan partisipan, seperti terdapat ekstensi yang kurang maksimal sedangkan pelatih hanya bisa mengarahkan tanpa bisa memberi bantuan secara langsung.

SIMPULAN

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa latihan Yoga Suryanamaskara berdurasi 1 jam dengan frekuensi 2 kali setiap minggu selama 6 minggu (12 sesi) terbukti meningkatkan keseimbangan statis yang bermakna pada remaja usia 15-18 tahun di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarapura dengan p-value 0,012.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Santana CCA, Azevedo LB, Cattuzzo MT, Hill JO,

Andrade LP, Prado WL. Physical fitness and academic performance in youth: A systematic review. Scand J Med Sci Sport. 2017;27(6):579– 603.

  • 2.     Maïano C, Hue O, Lepage G, Morin AJS, Tracey D,

Moullec G. Do exercise interventions improve balance for children and adolescents with down syndrome? A systematic review. Phys Ther. 2019;99(5):507–18.

  • 3.     Fuchs D. Dancing with gravity-why the sense of

balance is (the) fundamental. Behav Sci (Basel). 2018;8(1).

  • 4.     Jeter PE, Nkodo AF, Moonaz SH, Dagnelie G. A

systematic review of yoga for balance in a healthy population. J Altern Complement Med. 2014;20(4):221–32.

  • 5.      Maria Martinez-Ferran, et al. Habits PA. Metabolic

menyebabkan input cutaneous afferent dari telapak kaki menyediakan informasi yang berguna kepada sistem saraf pusat untuk menilai keseimbangan tubuh.14 Hal tersebut merupakan suatu pelatihan proprioseptif yang merupakan input sistem saraf pusat dari sendi, ligamen otot, tendon, dan kulit yang selanjutnya mentransmisikan impuls dan menyebabkan refleks kontrol pergerakan.18

Selain trkait dengan koordinasi neuromuskular tersebut, yga suryanamaskara juga merupakan latihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot dengan aktivasi otot sedang-tinggi dari otot postural mayor dari trunk dan ekstremitas bawah selama pergerakan fleksi-ekstensi.17 Hal ini akan mendukung terjadinya keseimbangan tubuh. Mekanisme peningkatan keseimbangan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Impacts of Confinement during the COVID-19 Pandemic Due to Modified Diet and Physical Activity Habits. 2020;12(6)

  • 6.     Govindaraj R, Karmani S, Varambally S, Gangadhar

BN. Yoga and physical exercise – a review and comparison. Int Rev Psychiatry. 2016;28(3):242–53.

  • 7.    Wahyuni N. Efek Yoga Terhadap Komponen

Biomolekular Pada Proses Cell Aging. Sport Fit J. 2020;8(2):15.

  • 8.     Shanty, M. S. and Yuliani K. The Power of Yoga.

Yogyakarta: Penebar Plus; 2017.

  • 9.     Schedler S, Kiss R, Muehlbauer T. Age and sex

differences in human balance performance from 618 years of age: A systematic review and metaanalysis. PLoS One. 2019;14(4):1–28.

  • 10.    Thomas E, Battaglia G, Patti A, Brusa J, Leonardi

  • V, Palma A, et al. Physical activity programs for balance and fall prevention in elderly. Med (United States). 2019;98(27):1–9.

  • 11.    Suparwati K, Muliarta I, Irfan M. Senam Tai Chi

Lebih Efektif Meningkatkan Fleksibilitas Dan Keseimbangan Daripada Senam Bugar Lansia Pada Lansia Di Kota Denpasar. Sport Fit J. 2017;5(1):82– 93.

  • 12.    Rival C, Ceyte H, Olivier I. Developmental changes

of static standing balance in children. Neurosci Lett. 2005;376(2):133–6.

  • 13.    Bouccara D, Rubin F, Bonfils P, Lisan Q.

Management of vertigo and dizziness. Rev Med Interne [Internet]. 2018;39(11):869–74. Available from: https://doi.org/10.1016/j.revmed.2018.02.004

  • 14.    Guner S, Inanici F. Yoga therapy and ambulatory

multiple  sclerosisAssessment  of gait analysis

parameters, fatigue and balance. J Bodyw Mov Ther [Internet]. 2015;19(1):72–81.   Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.jbmt.2014.04.004

  • 15.    Ülger Ö, Yaĝll NV. Effects of yoga on balance and

gait properties in women with musculoskeletal problems: A pilot study. Complement Ther Clin Pract. 2011;17(1):13–5.

  • 16.    Rogge AK, Röder B, Zech A, Hötting K. Exercise- 18.

induced neuroplasticity: Balance training increases cortical thickness in visual and vestibular cortical regions. Neuroimage [Internet]. 2018;179:471–9. Available                                  from:

https://doi.org/10.1016/j.neuroimage.2018.06.065

  • 17.    Mullerpatan RP. Kinematics of Suryanamaskar

Using Three-Dimensional Motion Capture. Int J Yoga. 2019;12(2):124–31.

Wang H, Ji Z, Jiang G, Liu W, Jiao X. Correlation among proprioception, muscle strength, and balance. J Phys Ther Sci. 2016;28(12):3468–72.


https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i4.P08

57