Vol. 7 No. 01 April 2022

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Kepailitan Sebagai Alasan Pemberhentian Notaris Di Indonesia

I Nyoman Ganang Bayu Weda1, Made Gde Subha Karma Resen2

1Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 14 Desember 2021 Diterima : 31 Desember 2021

Terbit : 11 April 2022

Keywords :

Notary, Bankrupt, Notary law, bankruptcy law.


Abstract

The objective on this paper is to finding legal position of a notary who is declared bankrupt and the bankruptcy which is used about a reason that dishonorable dismissal of notary from his position. In this researched, authors used a normative methods research. The study indicated that : 1. Having a position as a legal subject of a person, not as a legal entity, this is because what is stated as a legal subject is a legal entity and a person, while notaries are not legal entities, but only represent legal subjects of people 2. Referring to the principle of lex specialist derograt legi generalis, Bankruptcy in the Notary law and bankruptcy law respects the position of the bankrupt party, However bankruptcy in this UUJN can involve the position as a Notary if this bankruptcy is the result of a mistake made by someone in his position as a Notary.

Kata kunci:

Notaris, Pailit, UUJN, UUK PKPU.

Corresponding Author:

I Nyoman Ganang Bayu Weda, E-mail:

inyomanganangbayuweda@gm ail.com


DOI :


10.24843/AC.2022.v07.i01.p02


Abstrak

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan kedudukan hukum dari seorang pejabat Notaris yang dinyatakan pailit dan kepailitan yang dijadikan alasannya untuk memberhentikan seorang Notaris dari jabatannya secara tidak terhormat. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian normatif. Hasil penelitian yang didapatkan, ialah: 1. Memiliki kedudukan sebagai subjek hukum orang, bukan dalam jabatan, hal ini disebabkan bahwa yang dinyatakan subjek hukum ini ialah berupa badan hukum dan orang, sementara itu notaris ini bukan sebagai badan hukum, akan tetapi sebatas mewakili subjek hukum orang 2. Mengacu pada asas lex spesialis derograt legi generalis, Pailit pada UUK dan PKPU mengindahkan jabatan untuk pihak yang dipailitkannya tersebut, akan tetapi pailit pada UUJN ini dapat menyangkut jabatan sebagai seorang Notaris jika kepailitan ini adalah akibat atas kesalahan yang dilakukan seseorang dalam jabatannya sebagai Notaris.


dibutuhkan oleh para pihak.1 Munculnya Notaris ini disebabkan dengan terdapatnya keinginan rakyat yang membutuhkan suatu bukti tertulis di dalam ranah hukum keperdataan. Notaris sebagai pejabat umum (publik) dalam melaksanakan jabatannya memberikan pelayanan pada rakyat dalam bidang hukum ini, maka harus bermoral tinggi, yakni dibutuhkan kecerdasan, kejujuran serta memiliki wawasan yang berkaitan dengan hukum, sekaligus mematuhi Peraturan dalam Jabatan Notaris dan tentunya Kode Etik Profesi Notaris. Notaris juga bertanggung jawab atas amanah yang telah diberikan kepadanya dengan selalu memegang teguh norma-norma etika, martabat, dan integritasnya. Jika hal tersebut diabaikan oleh oleh notaris, maka menimbulkan kerugian bagi masyarakat.2 Sebagai seorang Notaris yang mengemban kepercayaan yang diamanahkan oleh Negara guna melaksanakan kewenangan yang dimilikinya, Notaris yang menjalankan tugasnya harus mampu bertindak secara profesional dengan kepribadian yang luhur dengan selalu menegakkan hukum dalam menjalankan tugas Notaris sesuai dengan etika profesinya yaitu Kode Etik Notaris,3 seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004, yang telah diperbaharui menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya dsingkat dengan UUJN).

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK PKPU), bahwa “debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.” Pemberhentian notaris merupakan suatu akibat hukum yang diterima seorang notaris diputuskan pailit, sesuai penjelasan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dijelaskan “Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena: a. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

  • b.    berada di bawah pengampuan;

  • c.    melakukan perbuatan tercela;

  • d.    melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode etik Notaris; atau

  • e.    sedang menjalani masa penahanan.”

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 huruf a UUJN menentukan “Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” Pasal 12 huruf a UUJN ini di dalamnya terkandung norma kabur ataupun multi-tafsir, apakah seorang Notaris ini ialah sekaligus sebagai seorang pengusaha yang sedang mengoperasionalkan perusahaannya, dengan demikian memungkinkan untuk dipailitkannya perusahaan tersebut, atau apakah seorang notaris ini memang sudah melaksanakan suatu

kesalahan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang diembannya, dengan demikian hal tersebut berdampak pada akta otentik yang dibuatnya, hal ini menyebabkan kekuatan pembuktian akta sebagai alat bukti akan hilang, sehingga hal ini akan menyebabkan kerugian bagi para pihak dalam akta otentik tersebut. Akibat kesalahan tersebut, notaris yang bersangkutan dapat dimintai pertanggungjawaban di Pengadilan Negeri tempat kedudukan notaris tersebut. Jika notaris tidak dapat mengganti kerugian yang telah ditentukan oleh Pengadilan Negeri, dimungkinkan untuk mengajukan pailit.

Mengenai kepailitan sesuai penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat UUK PKPU) khususnya Pasal 24 ayat (1) memaparkan “Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.” Untuk uraian dari pasal yang berkaitan dengan akibat hukum atas kepailitan ini tidak sama dengan UUJN yang hingga dapat membuat seorang individu diberhentikan dari jabatan yang didudukinya tersebut.

UUK PKPU ini menjelaskan bahwa debitur disebut dengan tidak memiliki kecakapan dalam melaksanakan pengurusan untuk harta kekayaannya, dengan demikian pihak debitur tersebut tetap diperkenankan untuk menjalankan perbuatan hukum yang lainnya.

Sebagaimana tercantum di Pasal 12 huruf a UUJN dijelaskan “seorang Notaris yang diputuskan pailit dengan berlandaskan pada keputusan pengadilan serta telah mendapatkan kekuatan hukum, tetap secara tidak terhormat diberhentikan dari jabatan yang didudukinya tersebut.” Bila menelaah pasal ini, di dalamnya tidak dijelaskan apakah seorang Notaris yang secara tidak hormat diberhentikan dari jabatan yang didudukinya tersebut dikarenakan pailit ialah dikarenakan melaksanakan usaha dan bisnis atau dalam jabatan yang diembannya sebagai seorang Notaris. Di dalam substansi dari Pasal 12 huruf a UUJN ini di dalamnya tidak secara rinci dijelaskan kriteria semacam apa seorang notaris ini dinyatakan dengan pailit ataupun yang di dalamnya termasuk ke dalam kategori penundaan pembayarannya, hal ini tentunya memberi ketidakpastian hukum untuk pihak Notaris itu sendiri.

Mengacu pada uraian yang disebutkan tersebut, terdapat konflik norma pada Pasal 12 huruf a UUJN dengan Pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan yang berkenaan dengan akibat hukum seorang notaris yang dinyatakan pailit tersebut. Hal ini tentunya akan dapat menyebabkan kerugian untuk seorang Notaris berkenaan dengan sanksi hukum yang diterimanya tersebut jika mengalami kepailitan. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Kepailitan Sebagai Alasan Pemberhentian Notaris Di Indonesia”.

Rumusan masalah yang diteliti sesuai dengan uraian di atas, yaitu :

  • 1.    Bagaimanakah kedudukan hukum pejabat notaris yang dinyatakan pailit?

  • 2.    Bagaimanakah kepailitan sebagai alasan pemberhentian notaris secara tidak hormat dari jabatannya?

Adapun tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui dan memahami mengenai kedudukan hukum pejabat notaris yang dinyatakan pailit serta untuk mengetahui dan memahami kepailitan sebagai alasan pemberhentian notaris secara tidak hormat dari jabatannya

Penulisan artikel ini sebagai perbandingan terdahulu yang dijabarkan sebagai berikut: jurnal dengan penulis Ali Hadi Shahab pada Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha dengan judul “Akibat Hukum Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit” dengan rumusan masalah yaitu, Bagaimana Kekuatan Hukum Bagi Akta Yang Dibuat Oleh Notaris Yang Dinyatakan Pailit? Serta Bagaimana Akibat Hukum Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit? Hasil penelitian adalah dalam pemberhentian sementara notaris yang karenakan adanya proses sidang kepailitan maka notaris tersebut tidak cakap untuk melakukan tugas dan kewenangannya sebagai notaris, salah satunya adalah dalam pembuatan akta autentik serta sanksi hukum yang diterima seorang notaris yang telah diputuskan pailit adalah dengan diberhentikannya seorang notaris dengan cara tidak hormat sehingga notaris tersebut tidak memiliki kewenangan dalam segala perbuatan dan jabatannya.4

Berdasarkan peneliatan terdahulu diatas terdapat perbedaan mengenai substansi dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya. Penelitian ini berfokus mengenai kedudukan hukum notaris yang diputuskan pailit serta alasan notaris yang diberhentikan secara tidak hormat atas jabatannya, sedangkan penelitian terdahulu yang berjudul “Akibat Hukum Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit” lebih berfokus terhadap Kekuatan Hukum Bagi Akta yang Notaris buat dan sanksi Hukum kepada Notaris yang telah diputuskan Pailit.

  • 2.    Metode Penelitian

Tulisan dalam karya ilmiah ini menggunakan metode penulisan secara hukum normatif. Di dalam karya ilmiah hukum yang bersifat normatif ini ialah berupa penelitian hukum kepustakaan.5 Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan analisis dan konseptual hukum (Analitical & Conceptual Approach). Mengenai Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dilakukan guna melaksanakan penelaahan terhadap semua regulasi dan juga undang-undang yang menyangkut menganai isu-isu hukum yang ditanganinya tersebut.6 Bahan hukum ini sendiri terdiri atas bahan hukum primer yang berbentuk dengan aturan perundang-undangan, mengenai bahan hukum sekunder ini dapat berbentuk dengan pandangan atau gagasan para ahli, junal penelitian hukum, buku, dan berbagai literatur lainnya, sementara itu bahan hukum tersier ini sumbernya ialah kamus hukum ensiklopedia yang berkaitan dengan hukum.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Kedudukan Hukum Pejabat Notaris Yang Dinyatakan Pailit

Konsep utang dalam hukum kepailitan adalah suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan oleh pengadilan, karena debitur tidak dapat membayar utangnya, maka harta debitur dapat dibagikan kepada kreditur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.7

Sebagaimana tercantum di Pasal 12 huruf a UUJN bahwa“Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”, hal tersebut tidaklah memberi secara rinci penjelasan yang berkenaan dengan Notaris yang sudah dinyatakan pailit, apakah Notaris diputuskan pailit sebagai orang pribadi ataukah dalam pelaksanaan jabatannya tersebut. Jika seorang Notaris ini diputuskan pailit dalam jabatannya tersebut, maka perlu dijabarkan tujuan kepailitan Notaris tersebut, sebab saat ini kepailitan seorang Notaris tidak dijelaskan secara rinci dalam UUJN. Mengacu dalam penjelasan Pasal 12 huruf a ini berkenaan dengan seorang Notaris yang secara tidak terhormat diberhentikan apabila telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dengan demikian hal ini tentu saja menimbulkan ketidakadilan bagi para Notaris.

Terjadinya kepailitan yang menimpa pihak debitur yang profesinya ialah sebagai seorang Notaris ini tidak mengakibatkan pemberhentian Notaris secara tidak hormat secara tidak terhormat diberhentikan dari jabatan yang diembannya, sebagaimana dijelaskan di Pasal 12 huruf a UUJN ini. Mengenai pengertian Kepailitan ini bukan sebagai suatu tindakan kriminal dan pengertian kepailitan ini ialah suatu hal yang sifatnya manusiawi, dalam hal ini bahwa kepailitan ini dapat menimpa semua orang. Notaris sebagai suatu jabatan, dengan demikian bukan Jabatan Notaris yang dipailitkan, melainkan sebagai seorang debitor yang yang memiliki utang-utang tertentu. Akibat hukum untuk pihak debitor yang profesinya seorang Notaris maka perlu dilaksanakan peninjauan berdasarkan pada Undang-Undang Kepailitan ini mengakibatkan seorang Notaris tidak dapat melaksanakan jabatan dan profesinya, hal ini disebabkan tidak mencangkup di dalam objek kepailitan.

Menurut Notaris Enarwanto “tentang akibat hukum Notaris yang telah dinyatakan pailit, tidak hanya kerugian tidak bisa membayar kerugian para pihak saja tetapi Notaris sebagai pejabat akan kehilangan kewenangan dan hak hak Notaris tersebut.”8 Dalam Pemaparan Pasal 12 huruf a UUJN menjelaskan, “Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”, menyebabkan timbulnya beberapa penafsiran tertentu berkenaan

dengan kedudukan dari seorang Notaris tersebut yang nantinya akan diputuskan kepailitannya tersebut.

Merujuk pada Undang-undang berkenaan dengan Kepailitan ini, memaparkan bahwa Pailit ini didefinisikan dengan keadaan yang mana bahwa pihak debitur yang tidak melanjutkan pembayaran utang-utang yang dimilikinya pada pihak kreditur, baik itu disebabkan pelaporan debitur tersebut ataupun dikarenakan permohonan dari seorang kreditur yang dinyatakan melalui keputusan pihak Hakim. Frasa “berhenti membayar” ini bukanlah sebagai kondisi yang mana bahwa bila seorang debitur tersebut berhenti melaksanakan pembayaran untuk utang-utangnya sama sekali, namun pihak debitur yang di dalam kondisi ini tidak dapat melaksanakan pembayaran untuk utang-utangnya pun juga dapat dinyatakan sebagai pailit pada saat permohonan pailit tersebut diajukan pada keputusan Pengadilan.9

Untuk mengungkapkan kedudukan seorang Notaris yang dinyatakan pailit termaktub pada Undang-undang Jabatan Notaris, dapat mempergunakan metode penafsiran sistematis, yakni : “melalui metode yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum (undang-undang lain) atau dengan keseluruhan sistem hukum”.10

Pada dasarnya, kedudukan Notaris yang diputuskan pailit ialah kedudukan debitur sebagai suatu subjek hukum orang, bukanlah sebagai jabatannya, hal ini disebabkan bahwa yang termasuk subjek hukum ialah badan hukum dan orang. Sementara itu, seorang Notaris bukan merupakan suatu badan hukum, melainkan pihak yang mewakili subjek hukum orang, hal ini sebagai termaktub pada ketentuan dari Pasal 12 huruf a UUJN yang ada dan berlaku bagi subjek hukum orang tersebut. Hal demikian tentunya mengakibatkan seorang Notaris tersebut kehilangan hak hukumnya guna bebas berbuat untuk harta kekayaannya tersebut, sementara itu hak dari seorang Notaris untuk melaksanakan profesi atau pekerjaan tidak menjadi objek kepailitan. Kekayaan ini di dalamnya mencangkup semua kekayaan yang pihak debitur miliki pada waktu pernyataan kepailitan tersebut diputuskan dan juga seluruh kekayaan yang didapatkan selama masa kepailitan tersebut.

  • 3.2.    Kepailitan sebagai Alasan Pemberhentian Notaris Secara Tidak Hormat Dari Jabatannya

Seorang Notaris yang pailit semestinya tetap dapat melaksanakan fungsi jabatannya sebagai seorang notaris. Dalam hal pelaksanaan tugas jabatan Notaris mempunyai wewenang yang melekat bersamaan dengan jabatannya.11 Notaris dapat didefinisikan dengan suatu jabatan yang kewajiban dan tugasnya ialah membuat akta otentik, yang mana dalam suatu pembuatan akta otentik ini, seorang notaris tersebut memperoleh

honorarium oleh pihak atau klien yang menggunakan layanan jasa notaris tersebut sediakan.12 Adanya notaris dalam jabatan dimaksudkan untuk melayani mereka yang memerlukan bukti tertulis yang otentik sehubungan dengan keadaan, baik dalam suatu perkara maupun perbuatan hukum.13 Mengenai penjelasan Pasal 1 angka 1 UUJN memaparkan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Adanya seorang Notaris ini disebabkan karena terdapatnya suatu keinginan pada rakyat yang membutuhkan suatu bukti tertulis di ranah hukum keperdataan yang ada.14

Merujuk pada teori kepastian hukum, dengan ini dapat dinyatakan bahwa undang-undang yang dirancang harus mencermati berbagai ketentuan aturan perundang-undangan yang lain, hal ini bertujuan agar undang-undang ini nantinya tidak menyebabkan timbulnya konflik norma dengan aturan perundang-undangan yang lainnya, serta undang-undang ini tidak menyebabkan timbulnya multi-tafsir (penafsiran yang tidak sama untuk satu tafsiran tertentu dengan tafsiran yang lainnya). Untuk hal ini, peraturan hukum yang berkenaan dengan aturan keputusan kepailitan pada Notaris ini berlandaskan pada UUJN yang memiiliki pertentangan atau konflik norma dengan peraturan putusan kepailitan pada Notaris yang termuat dalam Undang-undang UUK PKPU yang tidaklah sama. Pada asas “lex specialis derogat legi generalis” ini memaparkan bahwa aturan perundang-undangan yang sifatnya lebih khusus pada permasalahan tertentu ini nantinya tidak mengindahkan aturan yang sifatnya lebih umum pada sebuah masalah yang sifatnya khusus. Di dalam penelitian ini, masalah yang terjadi ialah berupa pengaturan untuk keputusan kepailitan pada Notaris, dengan demikian, merujuk pada asas “lex specialis derogat legi generalis”, dengan demikian masalah keputusan kepailitan ini diperuntukkan pada Notaris yang semestinya menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada pada UUJN, serta tidak mengindahkan ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Kepailitan yang sifatnya lebih umum, hal ini dikarenakan mengatur kepailitan yang lebih umum.

Untuk pailit yang termaktub pada UUK PKPU dengan Pailit dalam UUJN ini tidak sama. Ketidaksamaan ini terletak di dalam subjek hukum pailitnya tersebut yang secara khusus ialah berupa orang perorangan. Di dalam UUK PKPU, subjek hukumnya ialah orang-perorangan dan di dalamnya tidak mencangkup dengan jabatan yang didudukinya, dengan demikian berlangsung kepailitan pada seorang individu yang nantinya tidak akan secara langsung berdampak terhadap jabatan yang didudukinya. Akan tetapi, yang membedakan untuk subjek hukum antara UUK PKPU ini ialah subjek hukum orang dan sedangkan perorangan ada pada UUJN yang mana ini secara langsung berkenaan atau berdampak terhadap jabatan yang didudukinya tersebut, dalam hal ini ialah berupa Jabatan Notaris.

Kesalahan Notaris tersebut dapat berbentuk kesalahan dalam melaksanakan penjaminan kepastian tanggal, yang berkenaan dengan pembuatan akta Notariil tersebut. Dengan demikian, kesalahan yang dilaksanakan seorang individu dalam jabatannya tersebut yang sebagai seorang Notaris, oleh karena itu seorang Notaris tersebut diharuskan mempertanggungjawabkan jabatan yang didudukinya tersebut yang secara khusus sebagai seorang Notaris. Dengan demikian, jika seorang Notaris tidak mampu mengganti untuk jumlah tertentu kerugian yang ditanggungnya pada orang yang tidak mendapatkan keuntungan atas akta yang dibuat olehnya tersebut, dengan demikian seorang Notaris tersebut harus mengajukan kepailitan, yang mana kepailitan ini dilaksanakan pada jabatan dan juga pribadinya yang sebagai seorang Notaris yang berkelanjutan. Mengacu pada pertentangan berkenaan dengan aturan keputusan kepailitan pada Notaris yang berdasarkan pada UUK PKPU dan juga UUJN ini ialah dengan mempergunakan asas “lex specialis derogat legi generalis”, sehingga yang berkaitan dengan kepailitan UUJN ini diprioritaskan dan juga mengesampingkannya ketentuan kepailitan yang terdapat pada UUK PKPU. Hal ini disebabkan bahwa konsep dari kepailitan dalam UUJN ini tidak sama dengan konsep dari kepailitan yang menurut UUK PKPU, yang mana bahwa kepailitan di dalam UUK PKPU ini mengesampingkannya jabatan yang diduduki seorang individu yang dipailitkannya tersebut, akan tetapi di dalam UUJN kepailitan ini dapat berhubungan dengan jabatan yang diduduki oleh seorang individu yang sebagai seorang Notaris jika kepailitan ini ialah hasil dari akibat kesalahan yang dilaksanakan oleh Notaris.

Mengacu pada asas “lex specialis derogate legi generalis” ini dapat dipahami bahwa kedudukan dari Notaris yang ditetapkan dalam aturan perundang-undangan ini sendiri ialah berupa UUJN, meskipun UUJN ini mempunyai kedudukan yang tidak berbeda dengan UUK PKPU, akan tetapi perundang-undangan UUJN ini secara sistematis mempunyai kedudukan yang lebih khusus dibandingkan dengan UUK PKPU dalam melaksanakan pengaturan kepailitan pada Jabatan Notaris tersebut.

Dengan demikian, seorang Notaris sudah semestinya mengalami kepailitan untuk jabatannya yang memiliki akibat hukum yang tidak sama dengan kepailitan yang orang-orang alami pada umumnya. Kepailitan pada Notaris yang dikenakan terhadapa jabatannya secara khusus sebagai seorang Notaris, hal ini tidak sama dengan kepailitan yang dikenakan pada orang pada umumnya berpredikat sebagai subjek hukum. Kepailitan terhadap seorang Notaris ini dikarenakan oleh pemberian ganti rugi sebagai akibat atas kesalahan yang seorang Notaris tersebut lakukan dalam melaksanakan jabatannya tersebut, dengan demikian ini menyebabkan pihak lain menderita kerugian, sementara itu untuk kepailitan yang pada umumnya, akibat yang ditimbulkan atas ketidakmampuan seorang individu dalam melaksanakan kewajiban utangnya tersebut. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa kepailitan yang menimpa pada Jabatan Notaris sebagaimana ditetapkan pada UUJN ini tidak sama dengan kepailitan yang pada umumnya sebagaimana ditetapkan dalam UUK PKPU secara keseluruhan.

  • 4.    Kesimpulan

Seorang Notaris yang dinyatakan pailit ini pada dasarnya berkedudukan sebagai subjek hukum orang, bukanlah dinyatakan pailit dalam jabatannya. Dalam hal ini, yang termasuk subjek hukum ini ialah badan hukum dan orang, sementara itu seorang Notaris ini bukan sebagai badan hukum, akan tetapi sebatas mewakili subjek hukum

orang, dan dengan demikian ketetapan pada Pasal 12 huruf a UUJN ini berlaku terhadap subjek hukum orang. Dengan adanya asas “lex specialis derogat legi generalis” aturan yang berkaitan dengan kepailitan UUJN ini diprioritaskan dan juga mengesampingkannya ketentuan kepailitan yang terdapat pada UUK PKPU. Hal ini disebabkan bahwa konsep dari kepailitan dalam UUJN ini tidak sama dengan konsep dari kepailitan yang menurut UUK PKPU, yang mana bahwa kepailitan di dalam UUK PKPU mengesampingkan jabatan yang diduduki seorang individu yang dipailitkan tersebut, akan tetapi di dalam UUJN kepailitan ini dapat berhubungan dengan jabatan yang diduduki oleh seorang individu sebagai seorang Notaris jika kepailitan ini merupakan akibat kesalahan yang dilaksanakan oleh Notaris.

Daftar Pustaka/ Daftar Referensi

Buku / Literatur

Asikin, A. (2013). “Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Di Indonesia”. Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Adjie. H. (2014). “Hukum Notaris Indonesia”. Bandung: Refika Aditama.

Marzuki, P. M. (2013). “Penelitian Hukum”, Cet. XII, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Sutiyoso, B. (2012). “Metode Penemuan Hukum”. UII Press. Yogyakarta.

Soekanto, R. S. (2013). “Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat)”, Cet. XV, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Jurnal

Galuh P., (2021), Notaris Pailit Dalam Peraturan Jabatan Notaris, Diversi Jurnal Hukum Volume 4 Nomor 2, DOI : https://doi.org/10.32503/diversi.v7i2

Intan, L. C. (2016). Akibat Pelanggaran Oleh Notaris Terhadap Pembuatan Akta Notariil.     Jurnal      Cakrawala     Hukum.      7      (2).      DOI      :

http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jch

Pratiwi A., (2020). Sanksi Terhadap Notaris Dalam Melanggar Kode Etik, Repertorium Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, h. 96, DOI : 10.28946/rpt.v9i2.637

Putra, A. B. K. B. S., & Priyanto, I. M. D. (2020). Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik Dengan Bahasa Asing. Acta Comitas:Jurnal Hukum Kenotariatan,5(3), , h. 529.DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i03.p08

Sanjaya, R. (2016). Kajian Terhadap Kepailitan Notaris di Indonesia. Diponegoro Law Journal. 5(4). DOI : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Santoso, P. P (2015). Analisis Yuridis Terhadap Pengangkatan Kembali Notaris Yang Telah Dinyatakan Pailit Oleh Pengadilan, Jurnal Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

Shahab, A. H. (2021), Akibat Hukum Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit, Jurnal Pendidikan   Kewarganegaraan   Undiksha,   Vol.   9 No. 3. DOI :

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP

Wawan S., (2019). Tinjauan Hukum Terhadap Kewenangan Pemberian Sanksi

Pemberhentian Kepada Notaris Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal IUS Vol.VII No.02. h. 15. DOI : https://doi.org/10.51747/ius.v7i2.669

Wiryawan, A. W., (2020). Tinjauan Yuridis Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris. Jurnal Lex Renaissance, No.    1 Vol. 5:    Universitas Islam Indonesia.        DOI    :

https://doi.org/10.20885/JLR.vol5.iss1.art12

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

22