Vol. 7 No. 01 April 2022

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas


Tanggung Gugat Notaris Terhadap Ketidaksesuaian Harga Transaksi Sewa Menyewa Tanah Berdasarkan Keterangan Palsu Para Penghadap


I Putu Gede Parwata1, Cokorda Dalem Dahana2

1Kantor Notaris Agung Satrya Wibawa Taira, SH., M.Kn E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]


Info Artikel

Masuk : 28 November 2021

Diterima : 11 Desember 2021

Terbit : 11 April 2022


Keywords :

Criminal Responsibility; Legal

Protection; Notary


Kata kunci:

Pertanggungjawaban Pidana;

Perlindungan hukum; Notaris


Corresponding Author:

I Putu Gede Parwata, E-mail: [email protected]


DOI :

10.24843/AC.2022.v07.i01.p04


Abstract

The purpose of writing is to increase knowledge about the criminal responsibility of the Notary on the payment of income tax based on the false description of the applicant and the legal protection of the Notary on the actuarial of the land rental based on the false description of the pruning. The author uses a normative legal research method by instilling the emptiness of the norm, which is not regulated by the liability of the Notary criminal in the Laws of Notary, implementing a legislation approach, conceptual and analysis, as well as to use the primary, secondary and tertiary legal materials and the results are described descriptively. The results indicated that there is false description in the land rental act as the responsibility of the facer, because the Notary only imposes the will of the fighter into the actua. Notary is not authorized to investigate materialally. So that the Notary is not criminally responsible for the false description of the pruning. Legal protection for the Notary to the land rental actuas based on false information is the absence of the Notary Honorary Assembly. Each notary call is obliged to obtain the approval of the Assembly, because this assembly is the law protection institution of Notary if it is suspected to make a violation. So it is more assured if the caller, examination, detention is already agreed to the Assembly, so that the legal certainty for the Notary.

Abstrak

Tujuan penulisan adalah menambah penegtahuan tentang pertanggungjawaban pidana Notaris atas pembayaran pajak penghasilan berdasarkan keterangan palsu para penghadap serta perlindungan hukum Notaris atas akta sewa-menyewa tanah berdasarkan keterangan palsu para penghadap. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan meneliti kekosongan norma yaitu tidak diaturnya pertanggungjawaban pidana Notaris dalam UUJN, menerapkan pendekatan perundang-undang, konseptual dan analisis, serta mempergunakan bahan hukum primer, sekunder serta tersier dan hasilnya dijabarkan secara deskriptif. Hasil penulisan ditunjukkan bahwa keterangan palsu dalam akta sewa-menyewa tanah menjadi tanggung jawab para penghadap, karena Notaris hanya menyalurkan kehendak para penghadap ke dalam akta. Notaris tidak berwenang menginvestigasi secara materiil


keterangan para penghadap. Sehingga Notaris tidak bertanggunggugat secara pidana atas keterangan palsu para penghadap. Perlindungan hukum bagi Notaris terhadap akta sewa-menyewa tanah berdasarkan keterangan palsu adalah adanya Majelis Kehormatan Notaris. Setiap pemanggilan Notaris wajib memperoleh persetujuan Majelis, karena Majelis ini ialah lembaga perlindungan hukum Notaris jika diduga melakukan pelanggaran dalam membuat akta. Maka lebih terjamin jika pemanggilan, pemeriksaan, penahanan sudah disepakatan Majelis, sehingga tercipta kepastian hukum bagi Notaris.

  • 1.    Pendahuluan

Pemungutan pajak pada dasarnya merupakan keharusan oleh negara terhadap usaha-usaha perekonomian untuk menyisihkan pendapatannya melalui pembayaran pajak. Hasil yang diperoleh dari pembayaran pajak terhadap usaha perekonomian personal serta korporasi ialah pemasukan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendapatan ini dipergunakan guna memenuhi kebutuhan barang dan jasa publik (public goods and public services) yang tidak mungkin dicukupi mayoritas masyarakat secara tersendiri (private goods). Pajak ialah sumber pendapatan yang teramat berarti bagi suatu negara. Fungsi pajak bukanlah menjadi sumber pendapatan yang diandalkan pemerintah, namun menjadi tolak ukur meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan. Keseimbangan perekonomian dan pencegahan inflasi dapat dihambat dengan adanya peraturan-peraturan yang efektif dari pemerintah salah satunya adalah pemungutan Pajak Penghasilan.1

Pemungutan pajak penghasilan umumnya dilaksanakan terhadap perbuatan-perbuatan hukum masyarakat seperti sewa-menyewa tanah, Subekti berpendapat yang diartikan sebagai sewa-menyewa: “Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”. Demi memberikan kepastian hukum kepada para pihak maka hendaknya sewa-menyewa tanah dituangkan dalam akta perjanjian yang disusun dengan menghadap Notaris menjadi akta autentik, berlandaskan Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menyerahkan kepada para pihak untuk menyusunnya selayaknya sebuah pembuktian yang tidak diragukan kebenarannya. R. Soegondo berpendapat, mengartikan bahwasanya: “Akta autentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan bentuk menurut hukum oleh atau dihadapakan pejabat-pejabat umum yang berwenang untuk berbuat demikian itu ditempat dimana akta itu dibuat”.2

Pejabat umum seperti Notaris menyandang posisi teramat penting dalam aktivitas hukum masyarakat, berlandaskan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menyatakan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang ini” dan atau yang lainnya. Masyarakat saat melaksanakan perbuatan hukum yang bertalian dengan keseharian atau usahanya membutuhkan bantuan jasa hukum yaitu seorang notaris.3 Notaris diharapkan mampu mencegah terjadinya permasalahan hukum lewat sebuah tulisan yang patut serta sungguh-sungguh dibuat guna bisa dijadikan bukti atas sebuah kejadian hukum serta ditanda tangani oleh penghadap. Akta otentik ialah akta yang disusun dihadapan pejabat umum seperti Notaris. Akta otentik mempunyai dua kegunaan penting, kegunaan formil (formalitas causa) menunjukkan bahwa guna melengkapi serta menyempurnakan sebuah peristiwa hukum wajib dibuatkan sebuah akta. Kegunaan alat bukti (probationis causa) berarti akta tersebut dibuat secara sungguh-sungguh agar dapat dijadikan pembuktian di suatu hari nanti, sifat tertulis sebuah perjanjian berupa susunan akta tidak mempengaruhi sahnya atau tidaknya perjanjian, namun hanya supaya bisa dijadikan alat bukti.4

Satu diantara berbagai macam perbuatan hukum yang dibuat oleh masyarakat memakai jasa notaris adalah mengadakan sewa-menyewa tanah dan/atau bangunan. Para pihak pada dasarnya dalam merumuskan Akta Perjanjian Sewa Menyewa Tanah di dalam akta itu akan ada para pihak yaitu pihak menyewakan (pihak pertama) serta pihak penyewa (pihak kedua) masing-masing mengikatkan diri, dalam perjanjian sewa menyewa itu mencerminkan sebuah perjanjian timbal balik diantara pemilik tanah (pihak pertama) dan penyewa tanah (pihak kedua).5 Perjanjian sewa tanah dan/atau bangunan melahirkan sebuah hak serta kewajiban terhadap pihak yang menyewakan serta pihak yang menyewa. Setelah dilaksanakannya perjanjian tersebut, jadi penghasilan yang didapatkan atas perjanjian tersebut akan menjadi objek dari Pajak Penghasilan. Maka sebabnya perseorangan atau badan hukum yang mendapatkan penghasilan atas penyewaan sebidang tanah dan/atau bangunan itu wajib membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.6

Atas lahirnya keharusan penyetoran pajak ini banyak para pihak berkeberatan terkait besaran nominal pembayaran PPh. Sehingga timbul permasalahan yang terjadi dalam kenyataan di lapangan para pihak mengadakan kesepakatan untuk memberikan keterangan palsu (itikad buruk) saat menyatakan besaran nominal perjanjian sewa-menyewa tanah yang tidak sesuai dengan jumlah sesungguhnya. Permasalahan lain

yang muncul ialah Notaris tidak mengetahui bahwa para pihak dalam membuat akta sewa-menyewa tanah menyertakan keterangan palsu untuk dirumuskan menjadi akta otentik. Atas adanya keterangan palsu (itikad buruk) para pihak yang tidak diketahui Notaris. Berdasarkan Pasal 16 Ayat (11) UUJN memang tidak mengatur pertanggung jawaban pidana seorang Notaris sehingga menimbulkan ketidak pastian hukum dalam masyarakat.7 Dalam menjalankan tugasnya Notaris menyandang tanggung jawab guna merumuskan akta otentik diperluas kewenangan-kewenangan lainya. Perluasan kewenangan itu harus berdasarkan peristiwa sebenarnya dalam lingkungan masyarakat, yaitu tuntunan bantuan terhadap jasa Notaris. Berlandaskan Pasal 16 Ayat (1) UUJN saat mengemban tugasnya Notaris harus memiliki sikap amanah, jujur, saksama, mandiri serta melindungi kepentingan para pihak yang tertuang di aktanya secara tidak memihak.8

Berdasarkan pemaparan diatas, rumusan masalah yang diperoleh penulis : 1) Apakah Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas pembayaran PPh berdasarkan keterangan palsu para penghadap? 2) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Notaris atas akta sewa-menyewa tanah yang dibuat berdasarkan keterangan palsu para penghadap?. Tujuan dalam ditulisnya artikel ini guna mengetahui dan memahami pertanggungjawaban pidana notaris atas pembayaran PPh berdasarkan keterangan palsu para penghadap dan perlindungan hukum notaris atas akta sewa-menyewa tanah berdasarkan keterangan palsu para penghadap.

Penulis memfokuskan penelitian ini pada “kekosongan norma yakni dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Notaris belum diatur secara khusus mengenai sanksi pidana bagi seorang Notaris jika terbukti melakukan pelanggaran atau kesalahan dalam membuat akta sewa-menyewa tanah”. Penelitian terdahulu dilaksanakan oleh Hidayatulloh Adiansyah tahun 2019 yang membahas “Tanggung Gugat Notaris Atas Ketidaksesuaian Harga Transaksi Jual Beli Tanah Dan Bangunan Dengan Harga Sebenarnya”.9 Penelitian tersebut berfokus pada “keabsahan akta Notaris yang memuat keterangan palsu, dan menganalisis Tanggung Jawab Notaris atas keterangan palsu para pihak”.Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis berfokus pertanggungjawaban pidana notaris atas pembayaran PPh berdasarkan keterangan palsu para penghadap dan perlindungan hukum notaris atas akta sewa-menyewa tanah berdasarkan keterangan palsu para penghadap. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ni Made Lalita Sri Devi pada tahun 2021 berjudul “Akibat Hukum Serta Sanksi Pemalsuan Yang Dilakukan Notaris Kepada Penghadap Ketika

Pembuatan Akta Otentik”.10 Penelitian tersebut mendalami tentang “keabsahan akta Notaris yang memuat keterangan palsu, dan perlindungan hukum penghadap atas keterangan palsu pada pembuatan akta”. Penelitian yang dilakukan oleh Penulis berfokus “pertanggungjawaban pidana notaris atas pembayaran PPh berdasarkan keterangan palsu para penghadap dan perlindungan hukum notaris atas akta sewa-menyewa tanah berdasarkan keterangan palsu para penghadap”. Berdasarkan persoalan diatas, kemudian Penulis berkeinginan mengajukan judul “Tanggung Gugat Notaris Terhadap Ketidaksesuain Harga Transaksi Sewa Menyewa Tanah Berdasarkan Keterangan Palsu Para Penghadap”.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian normatif yang meneliti hukum dari perspektif internal dengan obyek yang diteliti yaitu kekosongan norma11 dalam UUJN yang tidak mengatur pertanggungjawaban pidana seorang Notaris terhadap akta berdasarkan keterangan palsu. Maka penelitian ini menerapkan pendekatan Perundang-Undang, pendekatan konseptual serta pendekatan analisis. Bahan hukum yang digunakan ialah bahan hukum primer (KUHPerdata, KUHPidana, dan UUJN), bahan hukum sekunder (buku hukum serta jurnal hukum), serta bahan hukum tersier (artikel internet yang berkaitan dengan hukum). Selanjutnya dilakukan penganalisisan terhadap bahan-bahan hukum yang sudah terkumpul lalu hasilnya dijabarkan secara deskriptif dengan argumentasi hukum (legal argumentation).12

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Pertanggungjawaban Pidana Notaris Atas Pembayaran PPh Berdasarkan Keterangan Palsu Para Penghadap

Notaris harus melaksanakan pertanggungjawaban pidana bilamana perbuatan Notaris bisa dibuktikan secara sah dan benar dalam membuat akta sewa-menyewa tanah sudah merujuk pada unsur-unsur tindakan pemidanaan. Sanksi pemidanaan kepada Notaris tidak diatur dalam UUJN, dikarenakan penugasan serta fungsi jabatan Notaris pada prinsipnya ada di tatanan hukum administrasi serta hukum perdata. Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak menutup kemungkinan bisa dikenakan tanggung jawab pidana. Hal itu bisa diketahui atas faktor-faktor tindakan pemidanaan sebagaimana diatur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sanksi yang dijatuhkan bagi Notaris yang terbukti berbuat pidana saat merumuskan akta termasuk sanksi pemidanaan berlandaskan KUHPidana, serta bukanlah sanksi yang diberikan oleh

UUJN. karena dalam UUJN hanya menjatuhkan sanksi perdata serta sanksi administratif kepada Notaris.13

Dalam kasus ini, kerapkali para pihak atau penghadap mengucapkan keterangan atau pernyataan palsu (itikad buruk) kepada Notaris terkait dengan nominal sebenarnya transaksi sewa-menyewa tanah. Notaris tidak mengetahui bahwasanya keterangan atau pernyataan itu sebagain merupakan keterangan atau pernyataan yang tidak benar adanya. Notaris merumuskan keterangan atau pernyataan itu ke dalam sebuah akta sewa-menyewa tanah. Akibat hukum yang lahir atas perjanjian sewa-menyewa tersebut adalah lahirnya kewajiban para pihak atau penghadap untuk membayar PPh yang dilaksanakan atas pernyataan palsu yang dinyatakan oleh para pihak. Berikutnya, pihak lainnya yang menderita kerugian menyalahkan akta sewa-menyewa tanah itu, tidak jarang hingga berujung pada pelaporan Notaris kepada aparat penegak hukum dengan dalil telah berbuat tindak pidana.

Pertanggungjawaban pidana terhadap Notaris bilamana terdapat para pihak atau penghadap yang menderita kerugian dengan diterbitkannya akta sewa-menyewa tanah tersebut. Dalam hal ini akta sewa-menyewa tanah berdasarkan keterangan atau pernyataan palsu tersebut diadukan ke polisi serta penegak hukum yang berwenang sesuai dengan Pasal 322 ayat (2) KUHPidana. Delik atau pemidanaan yang terkadung dari Pasal 322 ayat (1) berdasarkan Pasal 322 ayat (2) KUHPidana tergolong delik aduan, oleh karena itu hanyalah atas dasar aduan saja dari para pihak yang menderita kerugian oleh akta sewa-menyewa tanah tersebut. Notaris bisa dikenakan sanksi pemidanaan. Tanggung jawab pemidanaan dalam bentuk lain juga dikenakan terhadap Notaris jika terbukti perbuatan atau akta yang diterbitkannya mengandung unsur- unsur perbuatan pidana sebagaiamana yang diatur oleh KUHPidana.14

Notaris bisa saja terlepas dari pertanggungjawaban pidana atas sebab akta yang diterbitkannya terdapat kecacatan, asalkan kecacatan hukum itu dikarenakan adanya kesalahan para pihak atau penghadap, serta menerangkan atau bukti surat dan dokumen yang diberikan kepada Notaris oleh para pihak atau penghadap yang sengaja dipalsukan (beritikad buruk). Apabila keterangan atau surat dan berkas-berkas yang diserahkan kepada Notaris tidak benar, kemudian secara tidak langsung pembuatan akta dengan menghadap Notaris tidak berarati tidak benar. dalam hal ini akta sewa menyewa tanah dengan keterangan palsu bukan berarti tidak benar. Apa yang dinyatakan kepada Notaris memuat kebenaran, sebaliknya realita ketidak benaran yang dinyatakan oleh para penghadap bukanlah wewenang serta tanggung jawab Notaris, karena akta Notaris tidak menjamin para penghadap menyatakan kebenaran. Namun yang dipastikan oleh akta Notaris yaitu, para pihak atau penghadap benar adanya menyatakan sebagaimana yang tercantum dalam klausula akta sewa-menyewa tanah, sehingga jika terjadi permasalahan pada segi material atau ada pihak yang merasa dirugikan harus diawali dengan penyidikan kepada para pihak atau penghadap yang berencana menyertakan keterangan palsu kepada Notaris, serta tidak berbalik arah Notaris yang dipermasalahkan. Bahkan proses hukum di lapangan

tidak hanya selesai di tahapan tersebut, selanjutnya Notaris juga kerapkali disangka bersekongkol. Padahal kenyataanya Notaris tidak mengetahui hal tersebut.

Dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebaga pejabat Notaris hanyalah ada di posisi lingkup kebenaran formil. Keadaan tersebut berarti apa yang dinyatakan oleh para pihak atau penghadap sudah seharusnya ditafsirkan sebagai suatu kebenaran. Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 702 K/Sip/1973 Tanggal 5 September 1973 memutuskan bahwa :

“Notaris fungsinya hanya mencatatkan /menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut”.

Kemudian mengenai adanya unsur pernyataan ketidak benaran yang dinyatakan para pihak atau penghadap kepada Notaris untuk menghindari besaran nominal kewajiban PPh. Oleh karena itu Notaris tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana karena Notaris saat melaksanakan tugas dan jabatannya hanya mengkonstantir kemauan para pihak atau penghadap untuk dirumuskan dalam bentuk klausula-klausula akta sewa-menyewa tanah.15

  • 3.2.    Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Atas Akta Sewa-Menyewa Tanah Berdasarkan Keterangan Palsu Para Penghadap

Pasal 66 UUJNP telah mengatur tentang perlindungan hukum terhadap Notaris ketika melaksanakan peran serta kewenangnya demi terwujudnya tujuan pelayanan dan terwujudnya kepastian hukum dalam mengamalkan pelayanan bagi masyarakat pada umumnya. Sri Peni Nughrohowati menyatakan bahwa, berlandaskan yang diatur dalam UUJNP. Akta otentik secara fundamental hanyalah berisi kebenaran formal selaras dengan pernyataan dikatakan para pihak atau penghadap kepada Notaris. Berikutnya juga terkait dengan kebenaraan formil saat penyusunan akta Notaris serta Sjaifurrcahman menyatakan bahwasanya yang termuat dalam akta itu ialah benar adanya selaras dengan yang diucapkan oleh para pihak atau penghadap kepada Notaris selanjutnya ditungakan menjadi sebuah akta, sebaliknya kebenaran dari pernyataan-pernyataan itu tersendiri pasti hanya diketahui para pihak atau penghadap yang berkaitan langsung.16

Notaris berkewajiban untuk menerapkan apa yang tercantum di Akta sewa-menyewa tanah Notaris benar-benar telah dipahami serta sejalan dengan keinginan para pihak atau penghadap, yaitu dibacakan secara langsung dan jelas, sehingga yang dinyatakan Akta sewa-menyewa tanah Notaris bisa dimengerti. Dengan demikian para pihak atau penghadap bisa mengambil keputusan untuk menyepakati atau tidak menyepakati yang dinyatakan Akta sewa-menyewa tanah untuk selanjutnya mereka tandatangani.

Perlindungan hukum kepada Notaris sesuai ketentuan Pasal 66 UUJNP. Pasal 66 UUJNP memaparkan tentang terbentuknya Majelis Kehormatan Notaris atau dengan sebutan lain dikenal (MKN) yang terdiri dari perwakilan Notaris, pemerintahan dan akademis, yang fungsinya selaku lembaga penaungan hukum Jabatan Notaris mengenai pembuatan sebuah akta oleh atau dengan menghadapnya. Posisi MKN saat mengamalkan penaungan hukum kepada Notaris ialah sebuah perkumpulan yang berdiri sendiri, dikarenakan kedudukan MKN sebagai Lembaga non pemerintahan bukan pemerintah yang mendirikannya. MKN saat melaksanakan tugasnya menerbitkan sebuah keputusan tidak perlu mendapat persetujuan dari pihak atau lembaga lainnya, oleh sebab itu ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan oleh MKN ini tidak bisa dipertentangkan.

Menurut Sri Peni Nughrohowati menyatakan bahwa, jika pembuatan akta tidak dengan oleh atau menghadap Notaris, akan memicu permasalahan disebabkan para pihak atau penghadap, maka itu menjadi persoalan mereka, Notaris tidak bisa disertakan karena Notaris bukanlah para pihak atau penghadap di susunan akta. Notaris bisa dimintai pertanggungjawaban keperdataan jika para pihak mengingkari hal sebagai berikut :

  • 1)    Menghadap pada hari, tanggal, bulan, tahun;

  • 2)    Menghadap pada waktu, pukul;

  • 3)    Tandatangan yang tertera di minuta;

  • 4)    Merasa tidak pernah menghadap;

  • 5)    Penandatanganan akta tidak menghadap Notaris;

  • 6)    Pembacaan akta tidak dilaksanakan; dan

  • 7)    Argumen lainnya menyangkut formalitas akta.

Beralaskan pernyataan diatas semestinya para penghadap berkewajiban membuktikannya. UUJN mengatur pemanggilan Notaris yang disangka tersandung permasalah hukum terhadap pembuatan akta oleh atau dengan menghadapnya, kemudian penyidik, penuntut umum, dan hakim saat pemanggilan Notaris, wajib memperoleh persetujuan dari MKN. Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) UUJNP menerangkan bawah :

“Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis kehormatan Notaris berwenang :

  • 1)    mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

  • 2)    memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.”

Notaris sebelum mendatangi pemanggilan dari penyidik, penuntut umum, ataupun hakim guna datang saat penyelidikan terhadap persoalan pidana wajib memperoleh kesepakatan dari MKN, hal tersebut dikarenakan MKN berperan menjadi organisasi penaungan hukum terhadap Notaris, jika Notaris disangka melakukan kekeliruan ataupun melanggar prosedur membuat akta. Dengan begitu maka lebih terjamin jika semua prosedur pemanggilan, penyidikan dan penangkapan dilaksanakan sesudah memperoleh kesepakatan dari perkumpulan profesi yang akan mendahului mengadakan pemeriksaan, sehingga dapat diharapkan terciptanya ketegasan hukum demi masyarakat yang berlandaskan asas kepercayaan menjadi dasar kewenangan Notaris. Jadi, perwujudan perlindungan hukum kepada Notaris atas akta yang

diterbitkannya termasuk dalam hal ini akta sewa-menyewa tanah terkait pertanggungjawaban Notaris secara pidana yaitu, tahapan prosedur pemanggilan Notaris yang dilaksanakan penyidik, penuntut umum ataupun hakim wajib didahului serta memperoleh kesepakatan MKN.17

Keberadaan Notaris dianggap sangat penting di dalam masyarakat serta tingginya tanggung jawab yang ada pada Notaris disaat mengemban peranan dan kewenangannya menyebabkan jabatan Notaris memerlukan lembaga perlindungan hukum disaat mengemban peranan dan kewenangannya. Lahirnya ketentuan sebagaimana dimaksud diatas menjadikan bentuk konkreat penaungan hukum terhadap Notaris. Pengimplementasian jabatan Notaris sudah selayaknya difasilitasi Immunitas hukum, memperoleh kewajiban menampik mengungkapkan pernyataan yang berkaitan dengan rahasia jabatannya, yang dilindungi oleh Undang-Undang dan peraturan lainnya. Immunitas ini dihadirkan berupa memperoleh hak menyangkal serta hak mengundurkan diri selaku saksi jika terindikasi menyingung informasi-informasi yang tujuannya mengarah ke pernyataan diatas.18

  • 4.    Kesimpulan

Keterangan palsu yang terkandung dalam akta otentik seluruhnya merupakan tanggung jawab para pihak dikarenakan peranan Notaris hanyalah menyalurkan kemauan dari para pihak yang kemudian dirumuskan menjadi akta otentik. Notaris sepanjang konteks ini hanyalah bertanggung jawab atas penjelasan formil yang dinyatakan para penghadap, oleh sebab itu Notaris tidak bertanggung gugat secara pidana terkait keterangan palsu yang dinyatakan para penghadap atas ketidakbenaran harga transaksi sewa-menyewa tanah guna menghindari kewajiban pembayaran PPh. Bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris terkait akta sewa-menyewa tanah yang dibuat oleh atau diahadapan Notaris ialah adanya Majelis Kehormatan Notaris (MKN). MKN berperan sebagai Lembaga non pemerintahan yang dalam mengeluarkan suatu keputusan tidak perlu mendapat persetujuan dari pihak atau lembaga lainnya, oleh sebab itu keputusannya tidak bisa pertentangkan. Pemanggilan Notaris oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim bertujuan menghadiri pemeriksaan persoalan pidana wajib memperoleh kesepakatan dari MKN, hal tersebut dikarenakan MKN merupakan lembaga penaungan hukum terhadap Notaris jika disangka melakukan kekeliruan atau pelanggaran saat membuat akta. Maka akan lebih terlindungi jika semua prosedur pemanggilan, pemeriksaan dan penangkapan dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan MKN yang akan mendahului mengadakan pemeriksaan, sehingga dapat meciptakan kepastian hukum demi masyarakat berlandaskan asas kepercayaan yang menjadi dasar kewenangan Notaris.

Daftar Pustaka

Buku

Diantha, I.M.P. (2016). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.

Putra, I.B.W. (2021). Filsafat Ilmu Filsafat Ilmu Hukum. Cetakan Kedua. Denpasar: Udayana University Press.

Rijani, Y., & Koesoemawati, I. (2009). Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian Dan Surat Lainnya. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Zakaria, J. (2018). Ringkasan Dan Kumpulan Perturan Perpajakan Di Bidang Pemungutan Dan Pemotongan Pajak Penghasilan. Yogyakarta: Raja Grafindo Persada.

Jurnal

Adiansyah, H. (2019). Tanggung Gugat Notaris Atas Ketidaksesuai Harga Transaksi Jual Beli Tanah Dan Bangunan Dengan Harga Sebenarnya, Jurnal Problematika Hukum,               2               (2),               46-62,               doi

http://repository.president.ac.id/xmlui/handle/123456789/3425

Afifah, K. (2017). Tanggung Jawab Dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris Secara Perdata Terhadap Akta Yang Dibuatnya, Jurnal Lex Renaissance, 1 (2), 147-161,

doi                                   https://journal.uii.ac.id/index.php/Lex-

Renaissance/article/viewFile/7999/pdff

Devi, N.M.L.S. (2021). Akibat Hukum Serta Sanksi Pemalsuan yang Dilakukan Notaris Kepada Penghadap Ketika Pembuatan Akta Otentik. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 6 (2), 248-258, doi http://doi:10.24843/AC.2016.v01.i02.p05

Dyani, V.A. (2017), Pertanggungjawaban Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris Dalam Memebuat Party Acte, Jurnal Lex Renaissance, 2 (1), 162-176, doi https://journal.uii.ac.id/Lex-Renaissance/article/download/8000/pdff

Krisno, A.A.D.J. (2015). Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Wanprestasi Dalam Perjanjian Autentik Sewa-Menyewa Tanah. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum, 4 (1),                             2                             ,doi

http://ojs.unud.ac.id/index.php/kertasemaya/article/view/13345/9040

Pradinisiwi, R.I. (2021), Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Tidak Sesuai Dengan Harga Sebenarnya, Jurnal Officium        Notarium,                1        (1),        123-132,doi

https://doi.org/10.20885/JON.vol1.iss1.art13

Prananda, V.O., & Anand, G. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Atas Pembuatan Akta Oleh Penghadap Yang Memberikan Keterangan Palsu, Jurnal Hukum          Bisnis,          2          (2),          2460-0105,doi

https://jurnal.narotama.ac.id/index.php/hukumbisnis/article/view/718

Pundari, N.K., & Tribuana, P.A.R. (2016). Akta Notaris (Akta Otentik) Sebagai Alat Bukti Dalam Peristiwa Hukum Perdata. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 1 (2), 180-181, doi http://doi:10.24843/AC.2016.v01.i02.p05

Purnawan, A. (2011). Rekonstruksi Sistem Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Badan Berbasis Nilai Keadilan. Jurnal Dinamika  Hukum,   11,  36-46, doi

http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/viewFile/260/ 252

Ratnawati, A. (2015). Peranana Notaris Dalam Pembuatan Akta Pendirian (CV) Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum, Jurnal Repertorium,   2 (2), 147-213, doi

https://media.neliti.com/media/publications/213147-peranan-notaris-untuk-pembuatan-akta-pen.pdf

Tesis

Lasmiatin, E.D. (2018). Tanggung Jawab Notaris Pengantin Dalam Hal Notaris Yang Diganti Meninggal Dunia Sebelum Cuti Berakhir. Universitas Islam Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4174)

45