Vol. 7 No. 01 April 2022

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Akibat Hukum Bagi Notaris yang Tidak Memungut Honorarium pada Para Pihak

Anak Agung Ngurah Putra Satria Kusuma1, I Nyoman Bagiastra2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 17 September 2021

Diterima : 05 Oktober 2021

Terbit : 11 April 2022

Keywords :

Notary, honorarium, the parties


Kata kunci:

Notaris, honorarium, para pihak

Corresponding Author:

A.A. Ngurah Putra Satria

Kusuma, E-mail: [email protected]

DOI :

10.24843/AC.2022.v07.i01.p03


Abstract

The purpose of this study is to determine the honorarium arrangements in the UUJN and the Notary Code of Ethics and to examine the legal consequences of notaries who do not collect honorarium to the parties. This normative law researcher examines the issue of norms, that is, there is ambiguity of norms in UUJN and KEN, that is, notaries must provide services for free to those who cannot afford it, while they should not collect honorarium below the minimum limit of association rules. This study contains legal sources, namely; primary, secondary and tertiary law materials. The results of the research found that the regulations on honorarium that apply to notaries are Article 36 UUJN related to the maximum amount of honorarium received by Notaries and Article 37 UUJN related to notaries must provide legal services free of charge, but on the other hand notaries can be sanctioned if they do not meet the rules. in Article 4 number 10 of KEN related to the minimum limit of honorarium that has been set by the association, Violations related to the honorarium of making a deed result in the Notary being sanctioned by the Notary Code of Conduct.

Abstrak

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaturan honorarium dalam UUJN dan Kode Etik Notaris serta mengkaji akibat hukum notaris yang tidak memungut honorarium kepada para pihak. Penelitian hukum normatif ini mengkaji persoalan norma yaitu terjadi kekaburan norma dalam UUJN dan KEN yaitu terkait notaris wajib memberikan jasa secara cuma-cuma kepada para pihak yang tidak mampu, sedangkan tidak boleh memungut honorarium di bawah batas minimal peraturan perkumpulan. Penelitian ini memuat sumber-sumber hukum, yaitu; bahan hukum primer, sekunder serta tersier. Hasil penelitian ditemukan Pengaturan tentang honorarium yang berlaku bagi notaris adalah Pasal 36 UUJN terkait besaran maksimal honorarium yang diterima Notaris dan Pasal 37 UUJN terkait notaris wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma, akan tetapi disisi lain notaris dapat terkena sanksi apabila tidak memenuhi peraturan yang tertera di dalam Pasal 4 angka 10 KEN terkait batas terendah dari honorarium yang telah ditetapkan oleh perkumpulan, Pelanggaran terkait dengan honorarium pembuatan akta mengakibatkan Notaris diberikan sanksi Kode Etik Notaris.

  • I.    Pendahuluan

Pada masa perkembangan yang sangat pesat ini, dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tidak dapat dipungkiri banyak orang yang terlibat dalam proses hukum di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perilaku notaris yang sebenarnya. Sebagai bentuk profesi hukum, notaris membantu menciptakan kepastian hukum dengan menjalankan jabatan profesionalnya sebagai pejabat publik, dan jabatan ini berwenang untuk menghasilkan produk hukum yaitu akad yang sebenarnya.1

Akta otentik yang telah dibuat oleh Notaris merupakan alat bukti yang sempurna dikarenakan adanya tiga kekuatan pembuktian yaitu kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijsracht), kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht) dan kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskracht)2. Menyimpulkan kontrak hak dapat memberikan para pihak dengan bukti yang cukup dan memadai. Jika di kemudian hari terjadi sengketa, para pihak dapat mengajukan keberatan, dan akad yang sebenarnya dikeluarkan oleh notaris dapat digunakan sebagai alat bukti pengadilan. Sebagai notaris, selain berperan dalam bidang hukum, seorang notaris juga perlu berperan aktif dalam perumusan hukum nasional. Oleh karena itu, notaris harus selalu memperhatikan perkembangan hukum nasional agar notaris dapat melaksanakan pekerjaannya secara profesional. Jabatan notaris dianggap sebagai profesi yang mulia, karena notaris memegang peranan penting dalam masyarakat.3

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya ditulis UUJN) merupakan undang-undang yang mengatur tentang jabatan notaris di Indonesia, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan pedoman secara umum untuk Notaris, dan didalamnya juga terdapat sanksi-sanksi yang tegas bagi notaris yang terbukti melanggar peraturan perundang-undangan ini.

UUJN diantaranya mengatur mengenai ketentuan umum yang berisikan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan notaris, kewenangan dan kewajiban serta larangan bagi notaris, tempat kedudukan dan formasi serta wilayah jabatan notaris, cuti notaris, notaris pengganti, honorarium notaris, akta notaris, pengambilan minuta akta dan pemanggilan notaris, pengawasan, organisasi notaris, ketentuan mengenai sanksi-sanksi dan aturan yang lainnya.

Atas jasanya notaris membuat akta otentik, notaris berhak menerima honorarium. Namun pada Pasal 37 UUJN mewajibkan notaris memberikan pelayanan jasa tanpa biaya atau gratis kepada masyarakat yang tergolong tidak mampu. Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh negara, tidak menerima honorarium dari negara akan

tetapi menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikannya sesuai dengan kewenangan jabatannya. Besarnya nilai honorarium yang berhak diterima notaris terdapat pada UUJN Pasal 36 yang telah mencantumkan besaran honorarium yang berhak diterima oleh notaris atas jasa hukum yang telah dilaksanakannya dalam menjalankan jabatan notaris. Honorarium diatur berdasarkan nilai ekonomis dan nilai sosiologis setiap akta yang dibuat oleh notaris. Tidak ada penjelasan lebih lanjut terhadap pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) di dalam UUJN, mengenai ayat (4) terdapat penjelasan yaitu “Akta yang mempunyai fungsi sosial, misalnya, akta pendirian yayasan akta pendirian sekolah, akta tanah wakaf, akta pendirian rumah ibadah atau akta pendirian rumah sakit”.4

Selain UUJN terdapat juga Kode Etik Notaris yang dalam hal ini mempunyai kekuatan mengikat bagi semua notaris karena telah mendapat pendelegasian wewenang oleh Undang-Undang kepada Ikatan Notaris Indonesia (selanjutnya disebut INI) untuk dapat menetapkan kaidah norma yang disusun dalam suatu aturan kode etik yang kemudian berlaku bagi semua notaris yang berkedudukan di Indonesia dan menjalankan jabatan notaris.5 Kode Etik Notaris mempunyai pengertian yaitu “seluruh aturan moral bagi Notaris untuk menjalankan tugas dan jabatannya yang berisi larangan dan kewajiban serta pengecualian bagi Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya”. Kode Etik Notaris dibuat oleh perkumpulan Notaris yaitu INI yang mencakup tentang seluruh aturan mengenai moral yang telah ditentukan oleh Perkumpulan yang tergabung dalam perkumpulan INI berdasarkan keputusan Kongres INI dan aturan Undang-Undang yang menetapkan tata cara kerja Notaris yang berlaku bagi Notaris anggotan dalam INI serta setiap orang yang bertugas menjalankan jabatan Notaris, selain itu juga termasuk Notaris pengganti yang menjalankan tugas dan pekerjaannya serta pejabat yang hanya sementara bertugas sebagai Notaris.6 Dalam Pasal 4 angka 10 Kode Etik Notaris mengatur bahwa “Notaris dilarang menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan”. Penetapan honorarium yang rendah dianggap telah melakukan persaingan tidak jujur yang dilakukan melalui penetapan honorarium, dan hal ini dapat mengakibatkan Jabatan Notaris dapat dipermainkan.7 Dalam penentuan tarif jasa atau honorarium oleh Notaris yang tanpa biaya atau gratis disebabkan oleh adanya aturan dalam UUJN sehingga timbulnya persaingan tidak jujur dalam kalangan Notaris sehingga Notaris cenderung melanggar aturan dalam Kode Etik Notaris yaitu memungut honorarium dibawah batas minimal yang ditentukan oleh perkumpulan INI.

Penerapan honorarium antara notaris satu dengan yang lainnya tentu sama, yaitu menerapkan besaran honorarium sesuai dengan ketentuan Pasal 36 UUJN, namun tidak

dapat dipungkiri bahwa adanya notaris yang memungut honorarium di bawah batas minimum yang ditentukan perkumpulan INI, hal ini dilakukan untuk mencari nama dan popularitas di kalangan masyarakat.8 Seiring berjalannya waktu, seiring dengan bertambahnya jumlah notaris dari waktu ke waktu, ditambah dengan perkembangan teknologi, notaris memiliki kesempatan untuk mencari pelanggan sebanyak mungkin dengan cara yang tidak biasa, serta situasi dan permintaan yang terus meningkat, yang membuat notaris coba Pelanggaran aturan yang ditentukan. Telah. Tanpa disadari, hal ini menimbulkan persaingan di antara notaris lainnya. Persaingan yang semakin ketat antar rekanan notaris menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak jujur, yaitu notaris menjadi lebih aktif dalam mengunjungi pelanggan dan menjajakan jasanya.

Notaris dapat berlindung dalam aturan pada pasal 37 ayat (1) UUJN tentang “kewajiban memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang yang tidak mampu” hal ini dibutuhkan oleh setiap golongan masyarakat. Penggunaan jasa kenotariatan oleh masyarakat yang mampu maka dapat dilakukan dengan memberikan honorarium kepada Notaris, namun sebaliknya apabila menggunakan jasa kenotariatan oleh masyarakat tidak mampu maka Notaris tidak boleh memungut biaya honorarium. Perbedaan kemampuan ekonomi mengakibatkan dampak pada penggunaan jasa Notaris, pada dasarnya notaris tidak boleh menolak setiap klien yang tergolong tidak mampu yang datang dengan itikad baik untuk melakukan suatu perbuatan hukum di bidang kenotariatan sesuai Pasal 37 ayat (1) UUJN “Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu”. Pasal tersebut menunjukan bahwa orang yang tidak mampu dapat diberikan jasa kenotariatan secara cuma-cuma. Sulit membedakan mana notaris yang memberikan jasa honorarium secara gratis atau tidak memungut biaya kepada klien yang merupakan orang yang tidak mampu, begitu juga sebaliknya yaitu notaris tidak dapat membedakan mana orang yang tidak mampu ataupun orang yang mampu, sehingga kemungkinan Notaris yang memberikan jasa kenotariatan yang termasuk membuat akta otentik secara cuma-cuma kepada orang yang mampu karena sulitnya membedakan antara orang yang mampu dan orang yang tidak mampu sehingga notaris pun kerap menimbulkan persaingan tidak jujur di kalangan rekan notaris.

Maka dari latar belakang diatas dapat diangkat permasalahan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana pengaturan honorarium notaris dalam hukum positif di Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah konsekuensi yuridis terhadap notaris yang tidak memungut honorarium dalam pembuatan akta kepada para pihak?

Penulisan penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan memahami pengaturan honorarium jasa Notaris yang diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris, serta untuk mengkaji dan menganalisis konsekuensi yuridis terhadap notaris yang tidak memungut honorarium dalam pembuatan akta kepada para pihak.

Berkaitan dengan orisinalitas terhadap penulisan penelitian ini, dapat diuraikan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki tema permasalahan hukum sejenis. Diah Ayu Puspita Sari dengan judul “Kewajiban Pemberian Jasa Hukum Secara cuma-cuma

Oleh Notaris Pada Orang Tidak Mampu”9, dalam penelitian tersebut menjelaskan tentang kewajiban notaris dalam memberikan jasa hukum secara cuma-cuma oleh notaris kepada orang tidak mampu menurut aturan UUJN.

Penelitian dari Vennie Yunita Laytno melalui judul “Sinkronisasi Pengaturan Honorarium Jasa Notaris antara UUJN dengan Kode Etik Notaris”10, dalam penelitian tersebut menjelaskan terkait singkronisasi pengaturan honorarium notaris pada 2 aturan yaitu dalam UUJN dan dalam KEN.

Berdasarkan beberapa penelitian yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan pada objek pengkajian dalam penulisan ini secara khusus menelaah persoalan hukum dari honorarium yang tidak dipungut oleh Notaris dari para pihak sehingga penelitian ini mempunyai suatu kebaharuan gagasan dan urgensi untuk dilakukan hal ini agar Notaris yang didatangi oleh para penghadap wajib memberikan honorarium sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Notaris.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian yang dipergunakan yaitu penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang berfokus pada norma. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku atau ditetapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Penelitian normatif disebut juga penelitian doctrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. Penelitian ini berdasarkan pada kekaburan norma yaitu pada pasal 37 UUJN mewajibkan Notaris untuk memberikan jasa hukum secara cuma-cuma atau gratis terhadap orang yang tidak mampu, tidak adanya penjelasan secara rinci tentang Notaris yang tidak memungut jasa honorarium mencakup pembuatan akta otentik atau tidak, terkait kriteria orang tidak mampu tersebut tidak jelas, dan batasan-batasan seberapa sering Notaris boleh tidak memungut honorarium. Pada penelitian ini mempergunakan jenis pendekatan yaitu pendekatan fakta (fact approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).11 Penelitian ini memuat sumber-sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen sebagai pengumpulan bahan hukum, pengumpulan bahan hukum ini dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari bahan hukum sebelumnya, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder melalui daftar pustaka. Kemudian terkait teknik analisis data memakai analisis kualitatif yaitu metode yang memiliki sifat deskriptif analisis yang berarti suatu kegiatan menentukan definisi pengaturan hukum yang nantinya digunakan untuk menuntaskan masalah topik pada penelitian.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Honorarium Notaris Dalam Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku

Seseorang yang menjalankan profesi Notaris wajib berpedoman dan tunduk dibawah aturan UUJN dan peruabahannya, adapun landasan filosofis dibuatnya UUJN dan perubahannya adalah untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan juga keadilan. Melalui produk hukum akta otentik yang dibuat oleh Notaris maka Notaris harus dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang menggunakan jasanya. Pentingnya peranan Notaris dalam membantu terciptanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat yaitu bersifat preventif adalah sifat pencegahan terjadinya masalah hukum di kemudian hari, dengan cara membuat akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris terkait dengan status hukum, hak, dan kewajiban seseorang dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti yang sempurna di pengadilan apabila terjadi sengketa atas hak dan kewajiban terkait para pihak. Akta yang dibuat oleh dan berhadapan dengan Notaris dapat menjadi bukti otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak maupun orang yang berkepentingan dengan akta otentik tersebut.

Pemangku jabatan Notaris haruslah bermartabat, dikarenakan peranan Notaris ini penting bagi masyarakat. Perilaku dan perbuatan Notaris dalam menjalankan tugas jabatan profesinya harus sesuai dengan apa yang diamanahkan dalam Kode Etik Notaris yang ditentukan oleh INI. Notaris memiliki etika profesi, yaitu etika profesi yang merupakan etika moral yang khusus diciptakan untuk jalannya profesi Notaris dengan amanah dan baik.

Notaris di Indonesia mempunyai ciri yaitu sebagai jabatan yang mempunyai kewenangan tertentu, diangkat serta diberhentikan oleh pemerintah dan tidak menerima honorarium oleh pemerintah dan memiliki akuntabilitas kepada masyarakat atas pekerjaannya. Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah/negara dalam hal ini yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetapi tidak menerima honorarium dari pemerintah/negara akan tetapi menerima honorarium dari masyarakat yang mempergunakan jasa hukumnya sesuai dengan kewenangan dan tugas jabatannya. Salah satu hak Notaris adalah mendapatkan honorarium atas akta yang disusun oleh Notaris berdasarkan keterangan dari para pihak yang menghadap kepada Notaris tersebut dan atas perbuatan hukum yang dilakukannya Notaris berhak mendapat honorarium yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) UUJN. Masyarakat yang menghadap kepada Notaris untuk menjamin perlindungan hukum atas perbuatan hukum yang dilakukannya, kewenangan Notaris telah ditentukan oleh UUJN yaitu terdapat dalam pasal 15 UUJN, khususnya dalam pembuatan akta yaitu perbuatan-perbuatan hukum yang diatur dalam undang-undang atau para pihak sendiri yang datang menghadap kepada Notaris kemudian menyatakan keinginannya untuk dituangkan dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh Notaris.

Istilah wewenang ini sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan, istilah wewenang atau kewenangan seiring disejajarkan dengan istilah “bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Dalam hukum administrasi Belanda istilah wewenang menjadi bagian awal dari hukum administrasi karena objek hukum administrasi adalah

wewenang pemerintah (bestuurbevoegdheid).12 Menurut Phillipus M. Hadjon terdapat perbedaan pada karakter hukum dalam istilah kewenangan dengan istilah bevoegheid. Istilah bevoegheid digunakan dalam konsep hukum publik maupum dalam konsep hukum privat. Dalam hukum Indonesia istilah kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan dalam konsep hukum publik. Wewenang secara umum diartikan sebagai kekuasaan untuk melakukan tindakan publik.13

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:

  • a.    Kewenangan atribusi, Indroharto menyatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Disini dilahirkanlah suatu wewenang baru.14

  • b.    Kewenangan delegasi, kewenangan yang bersumber dari pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya.

  • c.    Mandat, kewenangan yang bersumber dari pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepadan organ lain untuk mengambil keputusan atas namanya.15

Dari ketiga sumber kewenangan diatas tersebut pembahasan penelitian ini mempergunakan kewenangan atribusi yaitu terjadinya pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan maka Notaris telah mendapatkan kewenangan secara atributif dari pemerintah/negara.

Berdasarkan kewenangan Notaris tersebut maka ditentukanlah beberapa honorarium untuk Notaris yang telah menyusun akta otentik sesuai dengan keterangan para pihak yang menghadap. Para pihak yang menghadap Notaris melakukan transaksi di hadapan Notaris kemudian Notaris menuangkannya kedalam sebuah akta otentik wajib membayarkan honorarium dikecualikan jika penghadap merupakan orang yang tidak mampu, disisi lain Notaris juga wajib memberikan jasa secara cuma-cuma kepada para penghadap yang termasuk orang tidak mampu tersebut. Secara etimologis honorarium memiliki arti upah sebagai imbalan jasa, sebagai jabatan yang mempunyai tujuan utama pengabdian dan melayani masyarakat, Notaris memperoleh penghasilan berupa honorarium sebagai bentuk penghargaan atau imbalan atas pelaksanaan tugasnya sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Honorarium berasal dari kata latin yaitu honor yang artinya kehormatan, kemuliaan, tanda hormat/penghargaan dan semua kata tersebut mengandung pengertian atas balas jasa atas sesuatu yang telah dilakukan, dikorbankan dan diperjuangkan penerima honor tersebut. Pengertian honor ini dapat diperluas menjadi uang, imbalan, dan upah/gaji.

Honorarium hanya diberikan kepada mereka yang menjalankan tugas jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan, honorarium merupakan hak yang didapatkan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.

Dalam Pasal 36 UUJN menerangkan tentang besaran honorarium yang dapat diterima Notaris yaitu jumlah honorarium yang diterima oleh Notaris berdasarkan atas nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang disusun serta disahkan oleh Notaris tersebut. Nilai transaksi sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) mendapatkan honorarium yang tidak boleh lebih dari 2,5% (dua koma lima persen) dari harga objek yang ada di dalam akta yang dibuat. Nilai transaksi diatas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan nilai transaksi Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) mendapatkan honorarium tak lebih dari 1,5% (satu koma lima persen) dari harga objek yang ada di dalam akta yang dibuat, lalu untuk nilai transaki diatas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) adalah tergantung dari kesepakatan antara para pihak dan Notaris tetapi tidak boleh lebih dari 1% (satu persen) dari harga objek yang ada di dalam akta yang dibuat oleh Notaris.

Nilai sosiologis dari honorarium yang ditentukan berdasarkan Pasal 36 ayat (4) UUJN yaitu berdasarkan pada fungsi sosial dari objek yang terdapat dalam akta otentik yang disusun oleh Notaris yaitu tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Adapun mengenai penjelasan pasal 36 ayat (4) UUJN tersebut adalah “Akta yang mempunyai fungsi sosial, misalnya, akta pendirian yayasan akta pendirian sekolah, akta tanah wakaf, akta pendirian rumah ibadah atau akta pendirian rumah sakit”. Pengaturan besaran honorarium jasa Notaris dalam UUJN adalah mengenai batas maksimal yang diterima Notaris terkait batas minimum tidak ditentukan di dalam UUJN melainkan dalam peraturan Kode Etik Notaris yaitu pada Pasal 4 angka 10 menyatakan bahwa besarnya honorarium jasa Notaris dari setiap akta yang dibuat oleh Notaris tidak lebih rendah dari yang telah ditetapkan oleh perkumpulan.

Namun adanya Pasal 37 UUJN yang menyatakan Notaris juga wajib memberikan jasa secara cuma-cuma kepada para penghadap yang termasuk orang tidak mampu. Dalam hal ini termasuk pembuatan akta maka untuk Notaris harus jeli dan teliti agar bisa membedakan mana orang tidak mampu dan mana orang yang mampu yang datang menghadapnya sehingga dapat menghindari pelanggaran dari Pasal 4 angka 10 Kode Etik Notaris, sedangkan untuk para pihak yang menghadap wajib datang dengan itikad baik yaitu memberikan informasi yang sejujur-jujurnya kehadapan para Notaris.

  • 3.2    Konsekuensi Yuridis Terhadap Notaris yang Tidak Memungut Honorarium Dalam Pembuatan Akta Kepada Para Pihak

Notaris yang merupakan suatu profesi hukum yang berperan penting di dalam kehidupan masyarakat yang di perlukan dalam kepastian hukum oleh masyarakat yang akan melakukan perbuatan hukum. Hal ini membuktikan bahwa seiring dengan pertumbuhan masyarakat maka semakin perlunya akan adanya kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat hal ini lah yang meningkatkan pertumbuhan Notaris.

Semakin banyaknya jumlah para penghadap maka semakin banyaknya juga Notaris yang baru bermunculan, banyaknya Notaris yang baru bermunculan ini dapat terkecoh oleh para penghadap yang telah mengetahui batasan-batasan Notaris dalam menjalankan tugasnya yaitu Notaris tidak boleh menyelidiki data-data para penghadap

yang menghadap kepadanya karena Notaris tidak memiliki hak investigator dan juga Notaris berhak memberikan jasa secara Cuma-Cuma kepada orang yang tidak mampu hal ini dapat dimanfaatkan oleh para penghadap untuk berkelit agar tidak membayar honorarium kepada Notaris yang merupakan haknya.

Sangat sulit membedakan antara orang mampu dan orang yang tidak mampu, adapun perbedaan orang mampu dan orang tidak mampu yaitu orang tidak mampu merupakan orang yang memiliki penghasilan dari pekerjaan tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar16, sedangkan orang yang mampu yaitu orang yang bekerja dan berpenghasilan dan mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.

Para penghadap dapat mengaku sebagai orang yang tidak mampu agar bisa tidak membayar honorarium kepada Notaris dan Notaris tidak bisa menyelidiki lebih lanjut apakah para penghadap merupakan orang tidak mampu atau orang yang mampu karena tidak memiliki hak investigator tersebut. Menurut UUJN notaris yang menjalankan jasa kenotariatan dijelaskan dalam pasal 37 UUJN yang mewajibkan tidak memungut honorarium pada para pihak yang merupakan orang tidak mampu, akan tetapi dalam UUJN tidak dijelaskan jasa yang dimaksud sampai dengan membuat akta otentik oleh notaris karena akta otentik yang dibuat oleh notaris berhak “dihargai” atau diberikan “honor” oleh para pihak yang memohon dibuatkan akta otentik sebagai imbalan atas jasa notaris tersebut dengan syarat tidak menerima honorarium di bawah batas minimum KEN. Karena adanya sesuatu alasan yang mendesak, maka adanotaris yang membuat atau menerima honorarium yang menurutnya sangatrendah atas jasa yang dikerjakannya. Hal ini dilakukan oleh semua kelompokmasa kerja notaris, Alasan yang banyak dikemukakan oleh para notaris yangpernah melakukan hal ini untuk memenuhi kebututuhan biaya opersional kantor, kekurangan/ketiadaan klien, dan juga notaris yang menggunakan alasankondisi ekonomi klien.17 Hal ini dapat menjadi persaingan yang tidak jujur terhadap sesama rekan notaris yang membutuhkan honorarium untuk melanjutkan operasional terselenggaranya jabatan notaris yang ia jalankan.

Tidak dapat dipungkiri hal-hal tersebut dapat terjadi karena minimnya pengawasan dan daya paksa dari aturan UUJN dan KEN mengenai pelanggaran tersebut, dalam hal Notaris tidak memungut honorarium kepada para penghadap yang merupakan orang tergolong mampu maka Notaris tersebut dapat dikatakan melanggar Pasal 4 angka 10 Kode Etik Notaris. Notaris sebagai pejabat umum sangat berpegang teguh dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan UUJN dan aturan perkumpulan INI yaitu Kode Etik Notaris sehingga atas segala pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris harus diberikan sanksi.

UUJN sebagai peraturan pertundang-undangan yang dipedomani oleh Notaris di Indonesia tidak secara eksplisit mengatur tentang sanksi akibat pelanggaran atas

ketentuan honorarium Notaris. Meskipun tidak eksplisit mengatur terkait sanksi honorarium Notaris namun merujuk pada Pasal 9 ayat (1) huruf d UUJN berbunyi Notaris diberhentikan sementara dari jabatanya karena melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Pelanggaran atas ketentuan mengenai honorarium Notaris hanya diatur di dalam aturan perkumpulan INI yaitu Kode Etik Notaris, meskipun tidak dijelaskan secara tegas akan tetapi implikasi dari pelanggaran ketentuan dalam Kode Etik Notaris terkait honorarium ini tercantum dalam sanksi pelanggaran kode etik yaitu berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris sebagai berikut:

  • a. Teguran, b. Peringatan, c. Schorsing (pemecatan sementara dari keanggotaan INI), d. Onzetting (pemecatan dari keanggotaan INI),

  • e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.

Pada Pasal 70 huruf a UUJN berbunyi bahwa Majelis Pengawas Daerah berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris. Pemeriksaan terhadap adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris tersebut Majelis Pengawas Daerah membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah. Untuk pemberian sanksi berupa teguran lisan atau tertulis kepada Notaris yang melakukan pelanggaran menjadi kewenangan dari Majelis Pengawas Notaris, sedangkan untuk pemberian sanksi pemberhentian sementara menjadi kewenangan Majelis Pengawas Pusat.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan honorarium pada Pasal 36 UUJN menerangkan tentang besaran honorarium berdasarkan atas nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang disusun serta disahkan oleh Notaris tersebut. Nilai transaksi sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) mendapatkan honorarium yang tidak boleh lebih dari 2,5% (dua koma lima persen) dari harga objek yang ada di dalam akta yang dibuat. Nilai transaksi diatas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan nilai transaksi Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) mendapatkan honorarium tak lebih dari 1,5% (satu koma lima persen) dari harga objek yang ada di dalam akta yang dibuat, lalu untuk nilai transaki diatas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) adalah tergantung dari kesepakatan antara para pihak dan Notaris tetapi tidak boleh lebih dari 1% (satu persen) dari harga objek yang ada di dalam akta yang dibuat oleh Notaris. Nilai sosiologis dari honorarium yang ditentukan berdasarkan Pasal 36 ayat (4) UUJN yaitu berdasarkan pada fungsi sosial dari objek yang terdapat dalam akta otentik yang disusun oleh Notaris yaitu tidak lebih dari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Sangat sulit membedakan antara orang mampu dan orang yang tidak mampu, adapun perbedaan orang mampu dan orang tidak mampu yaitu orang tidak mampu merupakan orang yang memiliki penghasilan dari pekerjaan tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pelanggaran atas ketentuan mengenai honorarium Notaris hanya diatur di dalam aturan perkumpulan INI yaitu Kode Etik Notaris, meskipun tidak dijelaskan secara tegas akan tetapi implikasi dari pelanggaran ketentuan dalam Kode Etik Notaris terkait honorarium ini tercantum dalam sanksi pelanggaran kode etik yaitu

berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris sebagai berikut: a. Teguran, b. Peringatan, c. Schorsing (pemecatan sementara dari keanggotaan INI), d. Onzetting (pemecatan dari keanggotaan INI), e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.

Daftar Pustaka

Buku

G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Gelora Aksara Pratama, Jakarta

Soekanto, S., & Mamudji, S., 2001, Penelitian hukum normatif (suatu tinjauan singkat). Raja Grafindo, Jakarta

Indroharto, 1991, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Jurnal

Anugrah, N.F. dan Akhmaddhian, S., 2020, Sanksi Kode Etik Bagi Notaris Yang Tidak Menjalankan Kewajiban Jabatannya. Logika: Jurnal Penelitian Universitas Kuningan, 11(02), pp.112-125 https://doi.org/10.25134/logika.v11i02.2857

Astuti, A. M. 2016. Honorarium Notaris Sebagai Upaya Untuk Melindungi Hak Notaris Guna Kepastian Dan Keadilan. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum. https://www.neliti.com/publications/116614/honorarium-notaris-sebagai-upaya-untuk-melindungi-hak-notaris-guna-kepastian-dan

Buko, S.H., 2017, Analisis Yuridis Tentang Kewajiban Notaris Dalam Memberikan Jasanya Kepada Masyarakat Yang Tidak Mampu Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2014,                   Lex                   Privatum,                   6(1)

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/15116

Juliani, H. (2019). Akibat Hukum Penyalahgunaan Wewenang Administrasi Pejabat Pemerintahan yang Menimbulkan Kerugian Keuangan Negara. Administrative Law and Governance Journal, 2(4), 598-614. https://doi.org/10.14710/alj.v2i4.598-614

Laytno, V.Y., dan Setiabudhi, I.K.R., 2019, Sinkronisasi Pengaturan Honorarium Jasa Notaris antara UUJN dengan Kode Etik Notaris, Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 4(1) https://doi.org/10.24843/AC.2019.v04.i01.p03

Manan, A., Tamrin, A., dan Wibawa, M.N., 2019, Tinjauan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Terhadap Praktik Penerapan Honorarium Notaris, Journal Of Legal Research, 1(1), pp.55-86 https://doi.org/10.15408/jlr.v1i1.11907

Prayitno, I.S., 2019. Akibat Hukum Terhadao Pelanggaran Atas Ketentuan Honorarium Akta        Notaris.        Res        Judicata,        2(1),        pp.186-199

http://dx.doi.org/10.29406/rj.v2i1.1441

Sari, D. A. P. 2016. Makna Pemberian Jasa Hukum Secara Cuma-cuma Oleh Notaris Pada Orang Tidak Mampu Terkait Sanksi Yang Diberikan Oleh Undang-

undang Jika Tidak Dipenuhi (Analisis Pasal 37 Ayat (1) Dan (2) Undang-undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014). Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum.

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1759

Sridana, C.V.M. dan Westra, I.K, Kewajiban Pemberian Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma Oleh Notaris Pada Orang Tidak Mampu. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(3), pp.446-465 https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i03.p02

Susanto, S. N. (2020). Metode Perolehan Dan Batas-Batas Wewenang Pemerintahan. Administrative    Law    and    Governance    Journal,    3(3),    430-441.

https://doi.org/10.14710/alj.v3i3.430–441

Theyer, H., 2013, Analisis Honorarium Jasa Hukum Notaris Dan Ketentuan Sanksi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, CALYPTRA, 2(2), pp.1-14 https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/732

Witasari, A. (2016). Perspektif Teori Kewenangan Dewan Pengawas Syariah (Dps) Dalam Rangka Penegakkan Prinsip-Prinsip Syariah Pada Lembaga Perbankan Syariah.          Jurnal          Pembaharuan          Hukum,          3(1).

http://dx.doi.org/10.26532/jph.v3i1.1340

Website resmi:

Mariyanto,  Apa Beda Keluarga Miskin Dengan Keluarga Tidak Mampu,

http://pare.desa.id/2020/02/20/apa-beda-keluarga-miskin-dengan-keluarga-tidak-mampu/ (diakses 29 Mei 2021)

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602.

Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten, 2930 Mei 2015.

34