Urgensi Pengaturan Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pembagian Golongan Penduduk Di Indonesia
on
Vol. 06 No. 03 Desember 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Urgensi Pengaturan Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pembagian Golongan Penduduk Di Indonesia
Ketut Nindy Rahayu Sugitha1, Cokorda Dalem Dahana2
1Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
Info Artikel
Masuk : 13 Juli 2021
Diterima : 8 November 2021
Terbit : 1 Desember 2021
Keywords :
Inheritance Certificate, Notary, Class Division
This scientific article purpose is understand the arrangements regarding the issuance of Certificate of Inheritance related to the division of population groups in Indonesia. The method used is normative legal research. This study result is indicate that the arrangement for making a certificate of inheritance related to division of population groups in Indonesia is regulated in Article 111 paragraph (1) of Ministerial Regulation No. 3 of 1997 on the Implementation of Land Registration which divides into 3 (three) groups, namely Indonesian Citizens, Indigenous People, Chinese Descendants. and Foreign Eastern Descent, then there are also 3 (three) officials who have the authority to make a certificate of inheritance in Indonesia according to their class. This classification raises the problem that Ministerial Regulation Number 3 of 1997 on the Implementation of Land Registration is contrary to Law Number 40 of 2008 on Elimination of Discrimination which is a higher regulation and should eliminate the classification of society related to the issuance of a certificate of inheritance in Indonesia. The urgency of a notary to be given the authority to make a deed of inheritance rights because a notary is an official who makes a deed whose legal force of proof is perfect, guaranteed order, certainty, and legal protection. Article 15 paragraph (1) of the Law on Notary Positions becomes the basis for Notaries in acting and constructing a Certificate of Inheritance for all residents and/or citizens of Indonesia, in order to create legal certainty for makers of Certificate of Inheritance in Indonesia.
Kata kunci:
Surat Keterangan Waris, Notaris, Pembagian Golongan
Corresponding Author: Ketut Nindy Rahayu Sugitha : [email protected]
Tujuan artikel ilmiah ini yaitu untuk memahami pengaturan mengenai dibuatnya Surat Keterangan Waris terkait pembagian golongan penduduk di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan dibuatnya surat keterangan waris terkait pembagian golongan penduduk di Indonesia diatur pada Pasal 111 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang membagi atas 3 (tiga) golongan yaitu golongan Warganegara Indonesia Penduduk Asli, Keturunan Tionghoa dan Keturunan Timur Asing,
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i03.p5
kemudian terdapat juga 3 (tiga) pejabat yang memiliki wewenang dalam dibuatnya suatu surat keterangan waris di Indonesia sesuai dengan golongannya. Penggolongan semacam ini menimbulkan permasalahan bahwa Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 Pelaksanaan Pendaftaran Tanah sudah bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 2008 Penghapusan Diskriminasi yang merupakan aturan yang lebih tinggi dan sudah seharusnya menghilangkan penggolongan masyarakat terkait dibuatnya surat keterangan waris di indonesia. Urgensi notaris diberikan kewenangan dalam pembuatan akta keterangan hak waris karena Notaris merupakan pejabat yang membuat akta yang kekuatan hukum pembuktiannya bersifat sempurna, terjamin ketertiban, kepastian, dan perlindungan hukum. Pasal 15 ayat (1) UU Jabatan Notaris menjadi dasar Notaris dalam bertindak dan mengkonstruksi sebuah Surat Keterangan Waris untuk semua penduduk dan/atau warga negara Indonesia, agar menciptakan kepastian hukum bagi pembuat Surat Keterangan Waris di Indonesia.
Seseorang yang selama masa hidupnya terus menerus coba bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan seseorang yang telah meninggal akan meninggalkan harta benda maupun hutang piutang, sehingga untuk merawat itu semua maka ada yang namanya ahli waris didalam hukum waris di Indonesia. Hukum Waris merupakan aturan yang menentukan tentang perpindahan hak atas benda waris yang dimiliki dan kemudian ditinggalkan oleh seseorang yang telah tutup usia (dalam hal ini disebut Pewaris) yang dipindahkan kepada seseorang yang masih hidup (selanjutnya disebut Ahli Waris).1 Menurut Soepomo dijelaskan bahwa “hukum waris adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoper barang-barang harta benda dan barang yang tak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya”.2
Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal (pewaris) menjadi milik ahli waris menurut hukum, termasuk tidak hanya harta benda, tetapi juga hutang dan beban orang yang meninggal.3 Untuk membuktikan siapa yang berhak atas warisan yang ditinggalkan oleh seorang pewaris, surat keterangan ahli warislah digunakan dan diperlukan untuk sebagai suatu pembuktian yang kemudian menjadi sebuah dasar landasan pembagian harta peninggalan dari pewaris, termasuk orang-orang
yang memiliki hak untuk menerima warisan atas harta peninggalan yang diwariskan tersebut dan/atau berapa bagian hak atas harta warisan yang harus didapat oleh para ahli waris berdasarkan Legitieme Portie dan/atau wasiat.4 Di Indonesia setiap Surat Keterangan ahli waris memiliki petugas sendiri yang membuatnya, pejabat yang membuatnya pun tidak sama berdasarkan klasifikasi penduduk Indonesia, dan masih berlaku sampai sekarang. Dasar pembuatan akta ahli waris di Indonesia dan pejabat yang berwenang untuk membuatnya “Pasal 111 ayat (1) Huruf c Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah” selanjutnya disebut (Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah), yang dirumuskan sebagai berikut:
-
1) “bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;
-
2) bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris; dan
-
3) bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.”
Pasal ini menentukan bahwa ada 3 (tiga) pejabat yang memiliki hak atau wewenang untuk membuat surat keterangan waris di Indonesia yang kemudian tergantung daripada penggolongan penduduknya, yaitu jika penduduk pribumi asli Indonesia maka kepala desa dan penanggung jawab jalan membuat surat surat keterangan waris tersebut pada saat meninggalnya pewaris akan membuat surat keterangan waris, keturunan Tionghoa membuat surat wasiat di kantor notaris, dan keturunan orang asing Timur membuatkan surat wasiat melakuakn pembuatan surat keteranganwaris di Balai Harta Peninggalan.
Penggolongan-penggolongan semacam ini menimbulkan permasalahan yaitu Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah sudah bertentangan dan sudah tidak relevan dengan hal yang seyogyanya diatur pada “Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (selanjutnya disebut UU Penghapusan Diskriminasi)”, bahwa pada Undang - Undang tersebut memiliki landasan filosofis yaitu “bahwa umat manusia berkedudukan sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan umat manusia dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama tanpa perbedaan apa pun, baik ras maupun etnis” dan “segala tindakan diskriminasi ras dan etnis bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia”. Artinya apa yang diatur oleh Permen tersebut sudah melanggar dan bertentangan dengan UU Penghapusan Diskriminasi.
Permasalahan yang timbul akibat konflik norma antara “Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pasal 111 ayat (1) huruf c dengan UU Penghapusan Diskriminasi”
dapat menyebabkan tidak terciptanya kepastian hukum dan rasa keadilan bagi seluruh penduduk Indonesia, karena untuk membuat surat keterangan waris saja harus dibeda bedakan sedemikian rupa. Dalam pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris dirasa memiliki banyak permasalahan dalam proses pembuatannya, sehingga pembuatan akta keterangan waris tidak memberikan kepastian hukum bagi ahli waris Pembuatan surat keterangan waris yang berkaitan dengan pembagian penduduk Indonesia, karena fondasi dan landasan dalam pembuatannya bukti tersebut begitu lemah dan kekuatan pembuktiannya akan dipertanyakan kemudian, sedangkan yang dapat membuat sebuah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna disebut dengan profesi Notaris, Notaris merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh Negara untuk membuat akta otentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris.5
Permasalahan di atas layak untuk dibuat suatu artikel ilmiah dengan judul “Urgensi Pengaturan Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pembagian Golongan Penduduk Di Indonesia.” Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ilmiah ini dapat dirumuskan yaitu, Bagaimana pengaturan dalam pembuatan Surat Keterngan Waris terkait pembagian golongan penduduk di Indonesia? dan Apa urgensi pemberian kewenangan kepada Notaris dalam pembuatan akta Keterangan Waris? Adapun tujuan yang hendak dicapai pada artikel ilmiah ini yaitu untuk memahami dan mengetahui urgensi pengaturan dalam dibuatnya Surat Keterangan Waris terkait pembagian golongan penduduk di Indonesia.
Penulisan terdahulu sebagai perbandingan yang akan dijabarkan sebagai berikut : Jurnal dengan penulis Fardatul Laili terbit pada Jurnal Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum dengan judul “Analisis Pembuatan Surat Keterangan Waris Yang Didasarkan Pada Penggolongan Penduduk (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis)y ang dilengkapi dengan rumusan masalah yaitu, Bagaimana pembuatan surat keterangan waris menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Etnis ? dan untuk mengkaji dan menganalisis pembuatan surat keterangan waris oleh pejabat yang ditunjuk berdasarkan penggolongan penduduk di Indonesia ?. Kesimpulan dalam artikel yang ditulis oleh Fardatul Laili yaitu pengaruh politik hukum kolonial belanda berupa politik penggolongan penduduk yang diberlakukan untuk memecah belah penduduk Indonesia, pembuatan surat keterangan waris bertentangan dengan Pasal 4 huruf a Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Etnis dan pejabat dan/atau instansi yang paling berwenang dalam membuat Surat Keterangan Waris adalah Notaris.”6
Artikel yang menjadi panduan berikutnya yaitu Jurnal dengan Penulis Ni Ketut Novita Sari terbit pada jurnal RechtIdee dengan judul “Penggolongan Penduduk Dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pendaftaran Hak Atas Tanah Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dengan rumusan masalha dalam artikel tersebut yaitu Mengapa masih ada penggolongan penduduk dalam pembuatan Surat Keterangan Waris terkait pendaftaran hak atas tanah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia? Dan Bagaimana kekuatan hukum akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh Notaris, Surat Keterangan Ahli waris yang dibuat oleh ahli waris dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat, dan Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan terkait pendaftaran hak atas tanah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia? Hasil dari penulisan artikel ini yaitu bahwa penggolongan penduduk dalam pembuatan surat keterangan waris masih terjadi karena politik hukum pemerintahan Kolonial Belanda, serta keberlakuan asas konkordansi untuk mengisi kekosongan hukum (rechtvacuum) sesuai Pasal II aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Kekuatan hukum surat keterangan waris sebagai suatu alat bukti perdata memiliki perbedaan sesuai dengan bentuknya masing-masing, sehingga yang paling tepat untuk digunakan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah akta otentik yang dibuat oleh Notaris, karena memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Serta dasar hukum notaris membuatnya sebagai dasar kewenangan jelas dan sesuai dengan kepastian hukum.”7
Penulisan artikel ini mengenai pengaturan pembuatan Surat Keterangan Waris terkait pembagian golongan penduduk di Indonesia dan urgensi Notaris diberikan kewenangan dalam pembuatan akta Keterangan Waris, dimana kedua hal tersebut akan dibahas dalam artikel ilmiah ini dan kedua hal tersebut sudah jelas memiliki perbedaan dengan pembahasan artikel-artikel yang terdahulu
Artikel ini dalam penulisannya menggunakan tata cara penulisan dengan menggunkan yaitu metode penelitian hukum yang dibernama penelitian hukum normative/dogmatik. Berdasarkan pendapat Peter Mahmud Marzuki “bahwa metode penelitian hukum normatif merupakan langkah-langkah yang digunakan untuk mencari kebenaran dengan menggunakan aturan hukum, doktrin hukum dan prinsip-prinsip ilmu hukum dengan tujuan menjawab permasalahan yang ada”.8 Penelitian hukum normatif yang digunakan dalam pasal ini mengacu pada kajian pasal ini dengan cara melalui analisis sistematis aturan dan peraturan lainnya atau peraturan di atas dan di bawahnya, dan peraturan yang setingkat hierarkinya.9 Objek penelitian ini didasarkan pada adanya konflik norma. Konflik norma dapat terjadi secara vertikal maupun horizontal.10 Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual dan
perundang-undangan. “Pendekatan perundang-undangan pendekatan yang meninjau hukum, undang – undang dan aturan lain yang serupa dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan artikel ini.”11 Pendekatan yang menggunakan pendekatan konseptual adalah yang memberikan sudut pandang analitis untuk memecahkan masalah dalam penelitian hukum, konsep hukum yang melatarbelakanginya dikaji dari berbagai aspek. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan dan buku-buku terkait sebagai sumber hukum yang utama/primer dan juga jurnal-jurnal terkait pembahasan dalam artikel ini sebagai bahan hukum sekunder.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Pengaturan Dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pembagian Golongan Penduduk di Indonesia
-
Setiap pemindahan hak atau pendaftaran hak yang disebabkan oleh pewarisan harus disertai dengan surat keterangan sebagai ahli waris, karena ahli waris ketika melakukan hal tersebut tidak dapat menguasai dan mengubah nama harta warisan yang layak diterimanya setelah pewaris meninggal dunia dengan sendirinya, tetapi harus disertai dengan surat keterangan waris sebagai bukti harta warisan tersebut merupakan benar bagian yang harus diterima para ahli waris dari pewaris.12 Surat Keterangan Ahli Waris ini berguna ketika terdapat suatu perbuatan hukum terhadap Hak waris diperoleh secara bersama-sama oleh para ahli waris.13
Pembagian hak-hak ahli waris untuk melaksanakan suatu tindakan hukum yang berkaitan mengenai harta warisan yang ditinggalkan dari pihak pewaris harus menggunakan surat keterangan ahli waris yang menjadi dasar untuk para ahli waris untuk bertindak. Adanya sertifikat ahli waris ini, ahli waris bisa bersama dan secara berbarengan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap apa saja harta peninggalan dari para pewaris, baik itu pengurusan harta warisan maupun pemilikan harta warisan tersebut. 14
Surat keterangan waris dibuat dengan memenuhi aturan yang ada. Pada tahun 1997 di Indonesia dibentuk aturan guna mengatur tentang pembuatan Surat Keterangan Waris yaitu diatur melalui Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah. Mengenai ketentuan dapat dibuatnya Surat Keterangan Waris diatur pada Pasal 111 ayat (1) Permen tersebut, yang pada prinsipnya menentukan bahwa peralihan hak karena pewarisan dilakukan oleh ahli waris atau kuasanya mengisi dokumen yang bersangkutan dan mengajukan permohonan, adapun permohonannya yaitu:
-
1) “Sertifikat hak milik atas tanah atau satuan rumah susun terkait atau bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
-
2) Surat kematian atas nama pemegang hak yang bersangkutan;
-
3) Surat tanda bukti sebagai ahli waris;
-
4) Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan;
-
5) Bukti identitas ahli waris.”
Dari keseluruhan syarat tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 111 ayat (1) di atas terdapat syarat yang salah satunya memerlukan pembuktian dalam bentuk surat sebagai bukti menjadi seorang ahli waris. Surat ini merupakan pembuktian sebagai ahli waris, surat tersebutpun dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu:
-
1) “Wasiat dari pewaris; atau
-
2) Putusan Pengadilan; atau
-
3) Penetapan hakim/Ketua Pengadilan; atau
-
4) Surat keterangan Ahli Waris.”
Diantara keempat jenis surat tanda bukti untuk ahli waris tersebut yang ditentukan Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia surat keterangan ahli waris dibagi kedalam 3 (tiga) jenis golongan. Berdasarkan Pasal 111 ayat (1) huruf c menentukan bahwa:
-
1) “bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;
-
2) bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris; dan
-
3) bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.”
Pasal ini menentukan bahwa ada 3 (tiga) golongan ahli waris yaitu golongan Keturunan Timur Asing, Keturunan Tionghoa dan Warganegara Indonesia Penduduk Asli kemudian terdapat juga 3 (tiga) pejabat yang berwenang untuk membuat surat keterangan waris di Indonesia yang kemudian tergantung daripada penggolongan penduduknya, jika penduduk asli kemudian kepala desa dan penanggung jawab jalan pada saat meninggalnya pewaris akan membuat surat keterangan waris, keturunan Tionghoa membuat surat wasiat di kantor notaris, dan keturunan orang asing Timur membuatkan surat wasiat melakuakn pembuatan surat keteranganwaris di Balai Harta Peninggalan.
Ditinjau dari tujuan hukum itu sendiri, “politik hukum dan sistem hukum waris yang berlaku pada kelompok-kelompok tersebut belum dapat dikatakan memberikan keadilan hukum, terutama khususnya bagi golongan bumiputra/Warga Negara Indonesia Penduduk Asli, untuk memperoleh Surat Keterangan Waris yang memenuhi hukum pembuktian.”15
Penggolongan-penggolongan semacam ini menimbulkan permasalahan yaitu Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah sudah bertentangan dan sudah tidak relevan dengan apa yang diatur pada UU Penghapusan Diskriminasi, bahwa pada Undang-Undang tersebut memiliki landasan filosofis yaitu seseorang sebagai umat manusia yang beragama serta berketuhanan yang maha esa dan manusia yang memiliki ham yang dibawa secara lahiriah dan juga bermartabak harus diperlakukan tanpa pembeda-bedaan dan diskriminasi dalam bentuk apapun baik etnis, ras, pandangan politik dan jenis kelamin yang bertentangan dengan nilai nilai luruh Undang-Undang dasar 1945 yang dijiwai oleh Pancasila yang terdogmakan didalam UU HAM dan DUHAM. Artinya hal hal yang diatur dalam Permen tersebut bertentangan dengan UU Penghapusan Diskriminasi. Karena berdasarkan Asas Preferensi hukum yaitu Asas lex superior derogat legi inferiori bermakna Undang-Undang (norma/aturan hukum) yang lebih tinggi meniadakan keberlakuan Undang-Undang (norma/aturan hukum) yang lebih rendah.16 Pada prinsipnya secara hierarki Permen berada di bawah Undang-Undang, sehingga sudah seharusnya Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah menyesuaikan terhadap peraturan yang berada di atasnya dalam hal ini UU Penghapusan Diskriminasi dan menghilangkan penggolongan-penggolongan masyarakat terkait dibuatnya Surat Keterangan Waris ini di Indonesia.
Penggolongan penduduk terkait dibuatnya Surat Keterangan untuk pewarisan ini yang telah ditentukan pada Pasal 111 ayat (1) huruf c Permen Pelaksanaaan Pendaftaraan Tanah yang membagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu golongan Keturun Timur Asing, Keturunan Tionghoa dan Warganegara Indonesia Penduduk Asli kemudian terdapat juga 3 (tiga) pejabat yang berwenang untuk membuat surat keterangan waris di Indonesia yang kemudian tergantung daripada penggolongan penduduknya, jika penduduk asli kemudian kepala desa dan penanggung jawab jalan pada saat meninggalnya ahli waris akan membuat surat keterangan waris, keturunan Tionghoa membuat surat wasiat di kantor notaris, dan keturunan orang asing Timur membuatkan surat wasiat. membuat surat keterangan waris di Balai Harta Peninggalan.
Pasal tersebut sangat bertentangan dengan UU Penghapusan Diskriminasi, yaitu terjadinya diskriminasi Etnis dan Rasa, yang menurut Asas lex superior derogat legi inferiori sudah seharusnya sudah seharusnya Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah menyesuaikan terhadap peraturan yang berada di atasnya dalam hal ini UU Penghapusan Diskriminasi dan menghilangkan penggolongan-penggolongan masyarakat terkait pembuatan Surat Keterangan Waris di Indonesia.
Sudah seharusnya sebuah Surat Keterangan Waris di Indonesia itu dibuat menjadi satu golongan saja tanpa membeda-bedakan golongan, etnis maupun ras, dan pejabat yang berwenang membuat sertifikat suksesi yaitu Surat Keterangan Waris yang paling relevan hanya lah Notaris.
Notaris merupakan profesi yang bergerak untuk kepentingan dan tujuan negara guna dengan menciptakan bukti dokumenter dengan kasta tertinggi sebagai perilaku yang benar dengan bukti yang sempurna, terjamin ketertiban, kepastian, dan perlindungan hukum.17 Karena sifat akta yang diproduksi oleh seorang notaris dengan bukti keaslian yang sempurna, maka seharusnya surat keterangan ahli waris tersebut berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat/warga negara Indonesia.
Surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara yang berada di bawah hukum Tata Usaha Negara dalam bentuk “Surat Keterangan Waris” sebagai salah satu bukti didalam hukum keperdataan yang merupakan produk hukum. Produk yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara pada prinsipnya merupakan produk hukum tertulis, yaitu yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara negara menurut peraturan yang berlaku di Indonesia, terdapat akibat hukum yang bersifat “khusus, individual dan final” bagi orang perseorangan atau badan hukum perdata.18
“Perselisihan yang disebabkan oleh produk tersebut disidangkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Surat keterangan waris sebagai alat bukti dalam hukum perdata tidak diperiksa oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, melainkan oleh Pengadilan Negeri, Bukti ahli waris yang merupakan bukti perdata tidak tepat jika dikeluarkan oleh pejabat yang tunduk pada hukum administrasi.”19
Notaris sebagai pejabat umum, menurut teori kewenangan atribusi, “kekuasaan baru diberikan kepada jabatan sesuai dengan peraturan atau aturan hukum Melalui teori kewenangan atribusi, notaris memperoleh sumber kewenangan dari UUJN. Menurut UUJN, notaris sebagai pejabat publik berhak untuk membuat sebuah akta dalam ruang lingkup hukum perdata.”20
Pasal 15 ayat (1) UUJN merupakan dasar seorang Notaris sebagai pejabat umum diformulasikan sebagai berikut:
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”
Pasal 15 ayat (1) UUJN ini lah yang digunakan oleh Notaris untuk menjadi dasar bertindak dan kewenangan membuat surat keterangan ahli waris untuk seluruh warga negara di Indonesia Tidak hanya untuk orang-orang yang tunduk pada hukum
perdata kewarisan, tetapi juga bagi mereka yang diatur oleh hukum waris lainnya. Selain itu, Notaris juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian, yaitu dalam hal ini memeriksa secara teliti subjek dan objek data terhadap identitas orang yang tampil, yaitu melakukan pengecekan dengan cermat terhadap subjek serta objek data berdasarkan identitas para penghadap menyangkut hal ini yaitu membuat Surat Keterangan Waris.21 Sehinga segala sesuatunya menjadi aman bagi Notaris dan bagi penghadap atau pemohon.
Sebagaimana dijabarkan di atas notaris memiliki wewenang untuk membuat bentuk akta keterangan hak untuk mewarisi suatu peninggalan harta yang seragam dan memiliki bentuk yang sesuai yang dapat diterapkan untuk seluruh warga Indonesia yang membutuhkan akta tersebut, dengan tidak ada diskriminasi atau diskriminasi klasifikasi penduduk, sehingga hal ini menjadi kontradiktif, yang karenanya bertentangan UU Pengahapusan Diskriminasi jo. Pasal 28I ayat 2 UUD NRI Tahun 1945. Sehingga menciptakan keadilan serta kepastian hukum bagi para pemohon dan pembuat Surat Keterangan Waris di Indonesia dengan sifatnya Sebagai suatu akta autentik yang benar dengan bukti yang sempurna.
Pengaturan dibuatnya Surat yang berisikan keterangan waris terkait pembagian golongan penduduk di Indonesia diatur dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang mengatur tentang dibuatnya Surat keterangan waris berkaitan dengan klasifikasi golongan penduduk Indonesia, yang mengatur bahwa ada tiga (tiga) golongan, yaitu warga negara Indonesia asli, keturunan Tionghoa dan keturunan timur asing, kemudian terdapat juga 3 (tiga) pejabat yang berwenang membuat akta waris berdasarkan golongannya di Indonesia. Berdasarkan Asas lex superior derogat legi inferiori Permen Pelaksanaan Pendaftaran Tanah sudah seharusnya menyesuaikan terhadap peraturan yang berada di atasnya dalam hal ini UU Penghapusan Diskriminasi dan menghilangkan penggolongan-penggolongan masyarakat dalam hal Surat Keterangan Waris di yang dibuat Indonesia. Urgensi pemberian kewenangan kepada Notaris ketika membuat Skta Keterangan Waris adalah karena Notaris adalah jabatan/profesi yang bergerak untuk tujuan negara guna menciptakan bukti dokumenter dengan kasta tertinggi sebagai perilaku yang benar dengan bukti yang sempurna, terjamin ketertiban, kepastian, dan perlindungan hukum. Pasal 15 ayat (1) UUJN menjadi dasar Notaris dalam bertindak dan mengkonstruksi Surat keterangan waris bagi seluruh penduduk atau warga negara Indonesia. Demi menciptakan kepastian hukum bagi pembuat Surat Keterangan Waris di Indonesia.
Daftar Pustaka/Daftar Referensi
Buku
-
A. Kohar. (2000). Notaris Berkomunikasi. Bandung: Penerbit Alumni.
Abdul Latif dan Hasbi Ali. (2010). Politik Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Harun, Arsyad. (2010). Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Hak Waris Bagi Penduduk di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Jurnal Ilmiah
Dewi, N. P. Y. K., & Purwanti, N. P. (2014). Tata Cara Penuntutan Hak Waris oleh Ahli Waris yang Sebelumnya Dinyatakan Hilang Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 4(2),1-5. https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/15351
Kusuma, A. N. B. I., Indrawati, A. S., & Sukihana, I. A. Kajian Yuridis Jual Beli Hak Waris Atas Warisan Yang Belum Terbagi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 6(3), 1-5.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/26791
Laili, F. (2015). Analisis Pembuatan Surat Keterangan Waris Yang Didasarkan Pada Penggolongan Penduduk (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis). Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum, 5(1), 1-22.
Sari, N. K. N., Sihabudin, S., & Sutjito, B., (2017). Penggolongan Penduduk Dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pendaftaran Hak Atas Tanah Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. jurnal RechtIdee 14(2), 207223 DOI: https://doi.org/10.21107/ri.v14i2.2874.g3912
Karmal, M. Et.al. (2021), Sanksi Administratif Dan Penyelesainnya Bagi Pejabat
Pemerintahan Yang Tidak Melaksanakan Putusan Peratun. Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum, 9(2), 261-277. doi:
https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i02.p07
Dewi, N. M. A. S., & Resen, M. G. S. K.., (2021) Harmonisasi Kewenangan Pembuatan Risalah Lelang Antara Notaris Dengan Pejabat Lelang. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(1), 41-51.
DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i01.p04
Adli, A. S. M. Penyelesaian Sengketa Waris Adat Bagi Masyarakat Beragama Islam Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 9(1), 74-91.
DOI: https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.v09.i01.p06
Andiari, N. M. D., & Kasih, D. P. D. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Konsumen Terkait Transaksi Barang Palsu Pada Situs Jual Beli Online. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 9(6), 926-935.
DOI: https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i06.p02
Irfani, N. (2020). Asas Lex Superior, Lex Specialis, Dan Lex Pesterior: Pemaknaan, Problematika, Dan Penggunaannya Dalam Penalaran Dan Argumentasi Hukum. Jurnal Legislasi Indonesia, 17(3), 305-325.
Dewi, T.G.A.I.U. & Martana, N.A. (2020) Tanggung Jawab Notaris Dalam Menyampaikan Acta In Originali Sebagai Minuta Akta. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(2), 221-229
DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i02.p01
Saputra, G. A., Ariani, I. G. A. A., & Palguna, I. D. G. (2016). Dasar Hukum Notaris dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 1(2), 219-229. IS SN : 2502 -8 9 6 0 I e -I SS N : 2502 -7573
Permatasari, K. D., & Suyatna, I. N. (2021). Penerapan Prinsip Kehati-hatian Notaris Dalam Membuat Akta Otentik yang Penghadapnya Menggunakan Identitas Palsu. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(01), 52-65
DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i01.p05
Peraturan Perundang-undangan
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919)
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432)
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
534
Discussion and feedback