Keautentikan Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Secara Elektronik Dalam Perspektif Cyber Notarylam Perspektif Cyber Notary
on
Vol. 06 No. 03 Desember 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Keautentikan Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Secara Elektronik Dalam Perspektif Cyber Notary
Pande Gde Satria Wibawa1 ,Pande Yogantara S.2
1 Notaris/PPAT Pande Ketut Oka Suardana, S.H.,MKn., E-mail : [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
Info Artikel
Masuk : 30 Mei 2021
Diterima : 2 November 2021
Terbit : 1 Desember 2021
Keywords :
Cyber Notary, legality, general meeting of shareholders, signature
Kata kunci:
Cyber Notary, legalitas rapat umum pemegang saham,tanda tangan
Corresponding Author:
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i03.p13
Abstract
The purpose of this study is to analyze the authenticity of the minutes of the General Meeting of Shareholders made electronically and the validity of the signature of the notary in the deed of the General Meeting of Shareholders made electronically. This study uses a normative legal research method by using a type of approach, namely, the statutory approach and the concept approach. The results of this study indicate that the GMS deed made electronically is an authentic deed if it uses the lex specialis derogate legi generali principle where the lex generalis is Article 16 paragraph (1) letter m of the Notary Jabata Law, while the lex specialis is Article 77 paragraph (1) in conjunction with the Elucidation of Article 77 paragraph (4) of the Limited Liability Company Law. The deed of the General Meeting of Shareholders can be ratified by a notary after being signed by the parties, and with the fulfillment of the provisions of Article 11 of the Information and Electronic Transaction Law, and the requirements specified in the provisions of Article 77 of the Limited Liability Company Law, as well as the ratification of the notary, the deed The General Meeting of Shareholders can be used as perfect evidence in court if in the future there are legal problems that occur between shareholders related to the deed of the General Meeting of Shareholders.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa keautentikan akta risalah Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat secara elektronik dan keabsahan tandatangan notaris dalam akta Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat secara elektronik. Penelitian ini menggunakan metodepenelitian hukum normatif dengan menggunakan jenis pendekatan yaitu, pendekatan perundang-undang dan pendekatan konsep. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Akta RUPS yang dibuat secara elektronik adalah akta otentik apabila menggunakan asas lex specialis derogate legi generali dimana yang menjadi lex generalis–nya adalah Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-Undang Jabata Notaris, sedangkan lex specialis-nya adalah Pasal 77 ayat (1) jo Penjelasan Pasal 77 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Akta Rapat Umum Pemegang Saham dapat disahkan
oleh notaris setelah ditandatangani oleh para pihak, dan dengan terpenuhinya ketentuan pada Pasal 11 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 77 Undang-Undang PT, serta pengesahan notaris maka akta Rapat Umum Pemegang Saham dapat dijadikan alat bukti yang sempurna di pengadilan apabila dikemudian hari terdapat permasalahan hukum yang terjadi antar pemegang saham terkait akta Rapat Umum Pemegang Saham tersebut.
Perkembangan ilmu pengetahuan dibidang teknologi negara Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini dapat di lihat dimana terdapat kemudahan dan efisiensi dalam berkerja maupun beraktifitas sehari-hari. Masyarakat kini telah hidup di era baru (modern) dimana teknologi infomasi telah mengalami era evolusi industri 4.0. dimana terdapat kemudahan yang telah membantu kehidupan masyakarat berada di masa adanya kecanggihan akan komunikasi yang menggunakan media elektronik sebagai sarananya dan juga berdampak buruk pula pada masyarakat sehingga perlu adanya pengawasan bagi masyarakat.
Perubahan akan kecanggihan teknologi dan komunikasi ini adalah bukti dari pengetahuan intelektual para ahli yang membantu demi kemajuan dan kemudahan manusia dalam berinteraksi sosial. Hal ini berdampak pada suata era baru yaitu era modern dimana dengan perilaku berbeda dan serta tatanilainya. Menanggapi hal tersebut pemerintah indonesia mengeluarkan peraturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UUITE).
Upaya pemerintah dalam hal ini adalah wujud dari antisipasi akan dinamika yang terjadi di masyarakat mengingat era modern ini masyakat cendrung menggunakan media internet dalam bekerja dan beraktivitas sehari-hari. Segala upaya perlindungan hukum atas kegiatan yang menggunakan media internet sebagai medianya, baik itu melakukan transaksi maupun pemanfaatan lainya. Tentu kemajuan teknlogi informasi dalam era industri 4.0. memiliki dampak bagi kinerja Notaris dalam implementasi pembuatan Akta yang dibuatnya.
Diera modern ini masyarakat cendrung menggunakan teknologi sebagai alat atau media untuk berkomukikasi jarak jauh media tersebut dimulai dari cara yang sederhana, teknologi cangih yang berbentuk suara, gambar, kode, dan itelegensi, baik itu berupa kabel maupun tanpa kabel, atau sisitem elektronik lainnya. Saat ini media telekomonikasi mengalami kemajuan atau memiliki jangkuan wilayah yang luas dengan adanya internet sebagai media komunikasinya.
Media internet menjadi alat penghubung antara manusia satu dengan manusia lainnya dengan tanpa adanya batasan antar ruang , waktu ,dan batas negara. Terdapat beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam perluasan Teknologi yang terjadi menurut Edmon Makarim yaitu :
-
1. Teknologi mampu menerapkan rencana industri atau perusahaan (komersial), semua tahapan organisasi dan operasi serta semua aktivitasnya pada informasi.
-
2. Pengetahuan bisnis atau organisasi juga termasuk teknologi karena teknologi berkontribusi pada setiap tahapan baik dalam perencanaan maupun operasi pada kegiatan suatu industri ataupun perusahaan.
-
3. Teknologi dapat berupa teknologi berwujud atau tidak berwujud
Media Internet memudahkan kegiatan pengurusan atau pekerjaan tanpa tatap muka antara para pihak. Hal ini membuat ruang lingkup pekerjaan Notaris menjadi lebih efisiensi.
Dalam rapat umum pemegang saham (selanjutnya disebut RUPS) belum ada ketentuan yang jelas tentang siapa yang wajib mengikuti acara tersebut. Namun demikian, Pasal 75 (3) Undang-undang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) yang menentukan “bahwa semua pemegang saham harus ikut serta dalam RUPS”. RUPS melalui media telekonferensi secara eksplisit dimungkinkan untuk dilaksanakan, sepanjang menjamin bahwa interaksinya adalah hal yang riil. Hal tersebut tercermin dari ketentuan yang menentukan bahwa semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Aturan ini merupakan perkembangan hukum yang berusaha mengakomodasi perkembangan teknologi dengan memberikan kemudahan dalam pelaksanaan RUPS. 1
Terdapat gap pada Pasal 75 (1) yaitu tidak semua pemegang saham wajib mengikuti atau menyaksikan kegiatan RUPS. Dalam peraturan ini, dapat dikatakan peraturan tersebut diperlunak, karena RUPS dapat diawasi sesuai dengan anggaran dasar perseroan.2 Pada umumnya RUPS hanya diselenggarakan dengan cara kovensional dimana semua peserta rapat berkumpul dalam satu ruangan dan waktu yang sama. Dengan adanya Pasal 77 (1) UU PT maka cara konvensional tersebut dapat diubah dengan cara baru dimana para peserta rapat dapat saling melihat dan mendengar serta berpartisipasi dalam pelaksanaan RUPS walaupun tidak dalam satu ruangan atau tempat yang sama yaitu dengan menggunakan teleconference, video conference atau media elektronik lainnya.
Hasil dari penyelenggaraan RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS sesuai pasal 77 (4) UUPT. Berdasarkan Pasal
21 (4) UU PT risalah RUPS tentang perubahan anggaran dasar harus dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris. Pembuatan akta notaris dari hasil RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik tentu tidak sama dengan RUPS yang dilaksanakan dengan cara konvensional.
RUPS yang menggunakan media elektronik diwajibkan adanya tanda tangan seluruh peserta rapat sedangkan tidak semua peserta rapat berada dalam satu tempat maka dibutuhkan suatu tanda tangan elektronik sebagai tanda persetujuan para peserta rapat. Prosedur pembuatan akta risalah RUPS melalu elektronik tidak mempertemukan para
pihak, saksi dan notaris secara fisik tersebut bertentangan dengan Undang-undang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) dimana dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN yang menentukan “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua saksi, atau empat saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris”.
Menurut UUJN, Notaris merupakan pejabat yang berhak membuat akta autentik sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang ini maupun undang-undang lainnya. Akta notaris merupakan akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris menurut tata cara ataupun bentuk yang sudah ditetapkan dalam undang-undang ini. Sementara itu,secara hukum, keautentikan pada umumnya di pahami hanya jika terhadap suatu proses penciptaan informasi dilakukan dengan prosedur yang ketat. Umumnya, para ahli hukum akan mengatakan bahwa suatu informasi yang autentik hanya terdapat dalam suatu akta autentik3. Sementara definisi akta otentik dalam Pasal 1868 KUHPerdata menentukan “akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang di tentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”.
Dari pemaparan latar belakang diatas adapun rumusan masalah yang penulis angkat sebagai berikut, apakah akta risalah RUPS yang dibuat secara elektronik merupakan suatu akta otentik ? dan bagaimanakah keabsahan tanda tangan Notaris dalam akta risalah RUPS yang dibuat secara elektronik?
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam penulisani ini, yaitu tulisan oleh Ni Kadek Ayu Ena Widiasih, pada tahun 2020 dalam Jurnal Acta Comitas yang berjudul “Kewenangan Notaris dalam Mensertifikasi Transaksi yang Dilkukan Secara Elektronik (Cyber Notary)”, membahas mengenai notaris yang memiliki kewenangannya dalam hal sertifikasi4,dan penelitian yang dilakukan oleh Rike Fajar Maulidiah pada tahun 2020 dalam jurnal Hukum dan Kenotariatan dengan judul “Analisi Yuridis Terhadap Cyber Notary Dalam Perkembangan Hukum Kenotariatan Di Indonesia”5,membahas mengenai konsep pengaturan Cyber Notary di Indonesia dan untuk menganalisis kewenangan Cyber Notary dalam perkembangan hukum kenotariatan di Indonesia .
Sehingga pembahasan yang dikaji dalam jurnal di atas dan yang penulis buat dalam jurnal ini adalah berbeda karena penulis mengkaji mengenai akta risalah RUPS yang dibuat secara elektronik merupakan suatu akta otentik dan Keabsahan tanda tangan Notaris dalam akta risalah RUPS yang dibuat secara elektronik.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep.6Ada tiga macam bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder meliputi buku-buku dan jurnal serta bahan hukum tersier meliputi internet. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian penulis kumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menganalisa semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dihadapi, yakni akta risalah RUPS yang dibuat secara elektronik merupakan suatu akta otentik dan Keabsahan tanda tangan Notaris dalam akta risalah RUPS yang dibuat secara elektronik.
Serta klasifikasi dan sistematisasi bahan hukum sesuai permasalahan penelitian. Dengan demikian, teknik pengumpulan bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu dengan studi kepustakaan. Bahan hukum yang diperoleh terkait dengan permasalahan yang akan diteliti selanjutnya dibahas melalui teknik analisis deskripsi, dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya.
RUPS adalah organ perseroan terbatas, dan hak eksklusifnya tidak diberikan kepada direksi dan dewan pengawas. Wewenang, bentuk dan ruang RUPS ditentukan oleh UUPT dan "Anggaran Dasar". Bentuk khusus RUPS adalah forum dimana pemegang saham berhak memperoleh informasi tentang perusahaan dari direksi dan dewan pengawas. Pernyataan tersebut menjadi dasar bagi RUPS untuk menentukan kebijakan perusahaan dan langkah strategis dalam mengambil keputusan tentang badan hukum. Setiap kali RUPS diselenggarakan, risalah rapat harus dibuat. RUPS yang belum membuat risalah rapat tidak sah dan dianggap tidak ada.7
Dalam rangka menyesuaikan dengan kebutuhan perkembangan teknologi dan informasi, melalui penafsiran Pasal 15 (3) UUJN dapat dipastikan bahwa notaris berhak melakukan otentikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik atau transaksi yang disebut Cyber Notary, dan Pasal 15 Ketentuan Pasal (3) UUJN menentukan "Selain kewenangan yang disebutkan dalam (1) dan (2), notaris memiliki kewenangan lain, dan kewenangan ini diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 15 (3) UUJN menjelaskan kewenangan lain yang disebutkan dalam pasal ini, yang menentukan “yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain kewenangan untuk memverifikasi transaksi secara elektronik (Cyber Notary), sesuai dengan penjelasan dalam pasal ini Notaris berhak mengotentikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik.8
Akta notaris memiliki peranan yang penting dalam membangun kepastian hukum, dalam hal ini sifat otentik dari akta tersebut dapat memberikan perlindungan hukum jika terjadi permasalahan dikemudian hari. Sehingga hal ini membuat meningkatnya kebutuhan akta otentik sebagai alat pembuktian dalam hubungan bisnis baik dibidang usaha lokal mapun international. Perkembangan fungsi dan peran notaris dalam suatu transaksi elektronik tersebut kemudian dipopulerkan dengan istilah Cyber Notary. Notaris dituntut untuk bisa dan mampu menggunakan konsep Cyber Notary agar tercipta suatu pelayanan jasa yang cepat, tepat dan efesien, sehingga mampu mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Gagasan Cyber Notary sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1995. Namun, ketiadaan dasar hukum menghambat pengembangan upaya ini. Sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disahkan, pembahasan mengenai konsep Cyber Notary kembali bergulir9.
Terdapat sebuah profesi yang serupa dengan notary public tetapi dokumen-dokumen yang dibentuk berbasis elektronik dimana tugas dan tanggung jawabnya adalah meningkatkan kepercayaan terhadap dokumen yang dibuatnya tersebut. Cyber Notary memiliki peran penting untuk mengotentifikasikan dokumen yang berbasis elektronik, dimana nantinya dokumen tersebut dapat dicetak dimanapun dan kapanpun. Selain itu tugas dan tanggung jawab Cyber Notary adalah memastikan kepada pihak yang akan melakukan suatu transaksi di suatu negara benar-benar melakukannya atas kesadaran sendiri dan tanpa paksaan dari pihak manapun dalam menandatangani dokumen elektronik tersebut.
Manager dari Cyber Notary Project-US for International Business, Theodore Sedwick menyatakan bahwa Cyber Notary adalah sebuah konsep yang dipakai untuk menggambarkan fungsi dari notaris publik secara konvensional dengan mengaplikasikannya ke dalam elektronik. Hal ini membuat penerapan Cyber Notary menjadi alat pengaman dalam melakukan transaksi elektronik melalui internet.10 Dalam penerapannya banyak terjadi perbincangan mengenai permasalahan yang muncul dalam Cyber Notary, diantaranya mengenai akta apa saja yang memungkinkan atau tidak memungkinkannya dibuat dalam RUPS melalui media elektronik ataupun dokumen elektronik/cetakannya yang dipakai sebagai alat bukti yang sah dalam UUITE.
Pasal 77 (1) menentukan “Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar langsung serta berpartisipasi dalam rapat.” Di dalam ketentuan Pasal 77 UUPT, dikataan bahwa diberlakukannya RUPS melalui media elektronik. Kegiatan-kegiatan yang menggunakan media internet dalam
pelaksanaannya baik itu dalam bentuk transaksi maupun informasi mendapatkan perlindungan hukum yang diberikan UUITE.11
Kendala yang terjadi di lapangan akibat pelaksanaan RUPS menggunakan media elektronik adalah data yang dihasilkan juag berupa data elektronik.12 Berdasarkan hal tersebut perlu diperhatikan beberapa syarat berikut ini :
-
1. Peserta wajib melihat secara langsung satu dengan pihak lainnya
-
2. Peserta wajib mendengar langsung satu dengan pihak lainnya
-
3. Peserta wajib aktif saat rapat berlangsung.
Jika dalam pelaksanaannya di lapangan terdapat salah satu syarat di atas yang tidak terpenuhi, maka dokumen elektronik yang dihasilkan tidak memenuhi syarat dari pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham.Terdapat dua cara Notaris membuat risalah rapat menjadi akta Notaris, yaitu dengan cara pertama dalam wujud Berita Acara Rapat (BAR) dan kedua dalam Pernyataan Keputusan Rapat (PKR).
Berdasarkan ketentuan Pasal 38 UUJN yang menentukan pada akhir akta harus disebutkan uraian tentang pembacaaan akta terkait ketentuan Pasal 16 (1) huruf m UUJN serta uraian tentang mekanisme penandatanganan dan tempat penandatanganan, maka terkait dengan risalah RUPS yang mengguanakan sarana media elektronik harus disebutkan dengan tegas pada akhir akta tentang hal penandatanganan melalui sarana media elektronik dan tempat penandatanganannya. Hal tersebut bertujuan untuk membuat akta yang dibuat menjadi otentik dengan memenuhi bentuk akta tersebut sesuai ketentuan pasal 38 UUJN.
Sehingga terdapat permasalahan mengenai otentik atau tidaknya sebuah akta risalah RUPS yang dilaksanakan melalui video conference karena RUPS tersebut tidak mewajibkan kehadiran para penghadap di satu tempat yang sama. Hal demikian tentu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 16 (1) huruf m UUJN sehingga bila yang menjadi pokok acuan adalah pasal 16 (1) huruf m RUPS melalui video conference kedudukannya dapat dikatakan sebagai akta di bawah tangan.
Terdapat konflik norma antara ketentuan UUPT dan UUJN khususnya dalam hal prosedur pelaksanaan RUPS. UUPT mengizinkan pelaksanaan RUPS menggunakan sarana media video conference dimana dimungkinkan ada peserta rapat yang mengikuti jalannya RUPS dari tempat lain akan tetapi masih bisa melihat dan mendengar jalannya RUPS sehingga Notaris tidak berhadapan dengan para peserta rapat. Sedangkan UUJN mewajibkan Notaris hadir berhadapan langsung secara fisik dengan para penghadap dan saksi.
Pertentangan tersebut dapat dikaji dengan menggunakan asas preferensi perundang-undangan lex specialis derogate legi generali. Asas lex specialis derogate legi generali adalah asas preferensi undang-undang yang merujuk kepada dua undang- undang yang secara hierarki memiliki kedudukan yang sama, dan perbuatan hukum tersebut diperintahkan oleh undang-undang, dan yang membuat undang-undang tersebut
lembaga yang sama. Perbedaannya terletak pada ruang lingkup atau substansi kedua peraturan perundang-undangan tersebut. UUPT dan UUJN merupakan dua undang-undang yang secara hierarki memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai undang-undang bukan peraturan di atas atau di bawahnya, dan perbuatan hukum tersebut diperintahkan oleh undang-undang dimana dalam UUPT terdapat perintah mengenai pembuatan akta notaris (akta otentik) dan dalam UUJN terdapat aturan mengenai bentuk dan prosedur dalam pembuatan akta notaris (akta otentik), dan yang membuat undang-undang tersebut lembaga yang sama dalam hal ini yaitu lembaga Departemen Perwakilan Rakyat Jika menggunakan asas lex specialis derogate legi generali terhadap pertentangan kedua perundang-undangan tersebut maka yang menjadi lex generalis–nya adalah pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN , sedangkan lex specialisnya adalah ketentuan Pasal 77 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 77 (4) UUPT. Dengan konstruksi hukum seperti ini maka ketentuan sanksi yang terdapat pada Pasal 16 (9) tidak berlaku dan ketentuan pada pasal 16 (1) huruf m ini hanya berlaku pada akta-akta selain akta RUPS sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 77 (1) jo. penjelasan pasal 77 (4) UUPT.
Dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 77 (1) jo. penjelasan pasal 77 (4) UUPT yang perlu diperhatikan adalah mengenai bentuk akta terkait ketentuan Pasal 38. Pada pembuatan akta biasa atau secara umum bentuk akta terutama pada bagian penutup akta sudah tentu menunjukkan bahwa para penghadap, saksi dan Notaris hadir di suatu tempat dan waktu yang sama. Lain halnya dengan RUPS melalui sarana video conference, tempat peserta RUPS yang berbeda dengan peserta lainnya harus secara tegas disebutkan agar tidak mengakibatkan akta tersebut menjadi akta di bawah tangan.13
Dari pemaparan di atas maka kedudukan hukum akta risalah RUPS yang dilakukan melalui sarana elektronik khususnya video conference dapat disebut sebagai akta otentik apabila menggunakan asas perundang-undangan lex specialis derogate legi generali dimana yang menjadi lex generalis–nya adalah pasal 16 ayat (1) huruf m , sedangkan lex specialis-nya adalah Pasal 77 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 77 ayat (4) UU PT.
Tandatangan pertama kali muncul pada zaman Romawi tepatnya pada masa kejayaan Kaisar Justitianus. Menurut beliau dimana pada masa itu untuk menjamin keautentikan sebuah surat wasiat hanya dengan menggunakan segel dari pemberi wasiat tersebut, Kaisar Justitianus berkehendak bahwa segel tidaklah cukup kuat untuk menjadikan bukti melainkan wajib untuk disertakan penandatanganan dari pemberi wasiat tersebut dan beberapa saksi, dimana diharapkan saksi-saksi tersebut nantinya dapat memberikan kesaksian jika terjadi pertentangan dikemudian hari.14
Pada saat proses pengadaan akta Notaris dalam bentuk BAR di dalam Cyber Notary, pencantuman tanda tangan dilakukan dalam wujud elektronik. Dalam hal ini yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik adalah suatu tanda tangan yang berisi informasi elektronik yang dipakai sebagai alat autentikasi.15 Dalam pasal 11 UUITE diatur mengenai:
-
1. Syarat dan ketentuan tanda tangan elektronik:
-
a. Hanya penanda tangan yang dapat membuat tanda tangan elektronik
-
b. Dalam pembuatannya, tanda tangan elektronik tidak dapat dikuasakan
-
c. Segala perubahan tanda tangan yang terjadi setelah dilakukan proses penandatanganan wajib untuk diketahui
-
d. Segala perubahan mengenai informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan yang terjadi setelah dilakukan proses penandatanganan wajib untuk diketahui
-
e. Dapat mengidentifikasi siapa pemilik tanda tangan eletronik tersebut
-
f. Dapat mengidentifikasi bahwa penanda tangan telah memberikan infrmasi elektronik yang relevan
-
2. Terdapat tujuh karakteristik yang dimiliki oleh tanda tangan konvensional, diantaranya:
-
a. Dapat dengan mudah dibuat ole orang yang sama
-
b. Dapat diidentifikasi dengan mudah oleh pihak ketiga
-
c. Pihak ketiga sulit untuk meniru atau memalsukannya
-
d. Dicantumkan dalam dokumen sehinga menjadi satu kesatuan
-
e. Dilakukan melalui kontak fisik yaitu menulis tinta di atas kertas
-
f. Semua dokumen dinyatakan sama jika ditandatangani oleh orang yang sama
-
g. Relative sulit dihilagkan dan tanpa bekas
Selain itu, banyak ahli yang percaya bahwa tanda tangan elektronik harus diperlakukan sebagai tanda tangan yang sah. Alasan yang mereka kemukakan antara lain:
-
a. Tanda tangan elektronik dapat dikuasakan
-
b. Tanda tangan elektronik dapat dibuat menggunakan alat mekanik
-
c. Sifat tanda tangan elektronik bisa menjadi lebih aman atau tidak aman
-
d. Dalam konteks tanda tangan elektronik, seperti tanda tangan konvensional, persyaratan untuk tanda tangan juga harus dipenuhi
-
e. Bisa diletakkan dibagian mana saja dalam suatu dokumen.
Yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik menurut UUITE yaitu kode digital yang ditempelkan pada dokumen elektronik yang berisi informasi dari penanda tangan, bukan gambar tanda tangan yang di scan.16
Bentuk akta otentik berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, antara lain:
-
a. Akta Berita Acara atau Akta Pejabat Akta Relaas, yaitu akta yang dibuat oleh pejabat umum dengan melihat langsung kegiatan maupun perbuatan yang
dilakukan oleh para pihak dan kemudian dituangkan ke dalam bentuk akta otentik.
-
b. Akta Pihak/Akta Partij, yaitu akta yang dibuat oleh pejabat umum dimana para pihak menceritakan kronologi kejadian maupun kegiatan di hadapan pejabat umum dan kemudian pejabat umum menuangkannya ke dalam akta otentik.
Berdasarkan pemaparan di atas maka RUPS yang dilaksanakan menggunakan media elektronik termasuk ke dalam jenis akta relaas. Maka oleh karenanya meskipun para pihak tidak menandatangani dokumen elektronik tersebut, tetapi akta RUPS tersebut dapat dipastikan validitasnya karena notaris melihat langsung kegiatan maupun perbuatan yang dihasilkan dari hasil RUPS tersebut. Meskipun para pihak diperbolehkan untuk tidak menandatangani dokumen akta tersebut tetapi notaris sebagai pejabat umum yang mebuat akta tersebut wajib membubuhkan tandatangannya.
Menurut pendapat Muntinah dalam tesisnya yang berjudul “Aspek Hukum Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas Melalui Telekonferensi” dikatakan bahwa:
-
1. Prosedur dalam pembuatan akta dari Hasil Risalah Raat Umum Pemegang Saham yang dilakukan melalui media elektronik meliputi akta yang dibuat langsung oleh notaris kemudian notaris membacakan akta tersebut di hadapan para pihak yang mengikuti kegiatan RUPS tersebut agar seluruh pihak dapat mengetahui apa dari isi akta yang telah dibuat oleh notaris. Setelah semua pihak setuju dengan isi dari akta tersebut kemudian para pihak peserta RUPS, para saksi yang ditunjuk dalam rapat tersebut dan Notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta menandatangani akta tersebut menggunakan media digial signature. Setelah selesai proses penandatanganan oleh seluruhnya, maka akta yang telah dibuat oleh notaris tersebut telah sah mengikat seluruh pihak sebagai Undang-Undang.
-
2. Kekuatan pembuktian akta yang dihasilkan dari RUPS yang dilakukan secara digital maupun konvensional adalah sama, karena hasil akta yang dihasilkan dari RUPS melalui media digital sudah memiliki payung hukum, diantaranya :
-
a. Dikatakan bahwa dalam Undang-undang nomor 8 pada Tahun 1997 mengenai Dokumen Perusahaan, dimana disebutkan dalam Pasal 1 nomor 2, dokumen perusahahan merupakan data atau keterangan yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri dalam kegiatannya, baik itu dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk rekaman. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dokumen rekaman yang bukan dalam bentuk tulisan merupakan dokumen perusahaan, sehingga dapat pula dikatakan bahwa dokumen hasil RUPS yang dilakukan secara digital yang juga merupakan data rekaman elektronik diakui validitasnya.
-
b. Dokumen elektronik berdasarkan UUITE Pasal 1 (4) adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirim, diterima, dan disimpan melalui analog, digital, elektromagnetik, optik, dll., Serta dapat dilihat, ditampilkan dan / atau didengarkan dengan cara sebagai berikut : komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada teks, suara, gambar, peta, desain, foto, dll., huruf, simbol, angka, kode akses, simbol atau perforasi dapat dipahami.
-
c. Selain itu, UUPT telah memperbolehkan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham melalui media elektronik, sehingga menurut hukum hasil RUPS melalui telekonferensi menjadi semakin efektif.17
RUPS yang menggunakan media elektronik pada umumnya wajib dihadiri Notaris. Notaris tersebutlah yang membantu membuat Akta Berita Acara menjadi sah, sehingga tanda tangan para pihak tidak wajib untuk disertakan karena telah memenuhi unsur otentitas dari suatu akta notarial. Dalam Akta Relaas dikatakan bahwa Notaris yang membuat otomatis menjadi bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya.Oleh karenanya Notaris wajib hadir dan melihat langsung jalannya RUPS dan menuangkan risalah rapat tersebut ke dalam akta atau dikenal juga sebagai Berita Acara RUPS .
Dalam ketentuan Pasal 11 (1) UUITE ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. Namun, terdapat batasan dalam keabsahan tanda tangan elektronik yang diatur dalam ketentuan Pasal 5 UUITE yang menentukan bahwa “Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk: surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta”.
Ketentuan Pasal 76 UUPT (1) menetukan “RUPS harus diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar”, namun terdapat pengaturan yang membolehkan penyelenggaraan RUPS dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta aktif berpartisipasi dalam rapat, serta setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS sesuai ketentuan Pasal 77 UUPT. Risalah rapat ini dapat dianalisis pasti tertulis, namun pembuatannya tidaklah harus notariil, karena pembuatannya dilakukan di tempat utama kedudukan Perseroan, bukan ditempat kedudukan notaris/menghadap pada notaris. Namun demikian akta RUPS dapat disahkan oleh notaris setelah ditandatangani oleh para pihak, dan dengan terpenuhinya persyaratan pada ketentuan pasal 11 UUITE, dan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 77 UUPT, serta pengesahan Notaris maka akta RUPS dapat dijadikan alat bukti yang sempurna di pengadilan apabila dikemudian hari terdapat permasalahan hukum yang terjadi antar pemegang saham terkait akta RUPS tersebut.18
4. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum akta risalah RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik video conference dapat disebut sebagai akta otentik apabila menggunakan asas perundang-undangan lex specialis derogate legi generali dalam hal ini yang menjadi lex generalis–nya adalah pasal 16 ayat (1) huruf m , sedangkan lex specialis-nya adalah ketentuan Pasal 77 (1) jo.
Penjelasan ketentuanPasal 77 (4) UUPT. RUPS dapat disahkan oleh notaris setelah ditandatangani oleh para pihak, dan dengan terpenuhinya ketentuan pada pasal 11 UU ITE, dan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 77 UUPT, serta pengesahan notaris maka akta RUPS dapat dijadikan alat bukti yang sempurna di pengadilan apabila dikemudian hari terdapat permasalahan hukum yang terjadi antar pemegang saham terkait akta RUPS tersebut.
Daftar Pustaka/Daftar Referensi
Buku
Adjie, H. (2009) . Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT) . PT. Citra Aditya Bakti.Bandung
Kie, T. T. (2011). Studi Notaris dan Serba-Serbi Praktek Notaris. PT. Ichtiar Baru.Jakarta
Makarim, E. (2013) . Notaris dan Transaksi Elejtronik, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Makarim, E. (2020) . Notaris dan Transaksi Elektronik .Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Soekanto.S.&Mamudji.S.(2014).Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Sembiring, S. (2009) .Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang Informasi dan Transaksi Elektroni . PT. Nuansa AuliaVan Hoeve.Bandung
Jurnal
Arianti, N. K. S., Budiartha, I. N. P., & Arini, D. G. D. (2020). Tanda Tangan Elektronik dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas. JurnalInterpretasiHukum, 1(1)148-153.
DOI: https://doi.org/10.22225/juinhum.1.1.2202.148-153
Dewi, A. S. K. (2016). Penyelenggaraan RUPS Melalui Media Elektronik Terkait Kewajiban Notaris Melekatkan Sidik Jari Penghadap. Arena Hukum, 8(1), 108126. DOI https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2016.00901.7
Dewi, M. N. K. (2016). Kedudukan Hukum Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Melalui Media Elektronik. Arena Hukum, 9(1), 112-131.
DOI https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2016.00901.7
DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i01.p13
Maulidiyah, R. F. (2020). Analisis Yuridis terhadap Cyber Notary dalam
Perkembangan Hukum Kenotariatan di Indonesia (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Malang)., DOI: http://dx.doi.org/10.33474/hukeno.v4i2.8640
Putra, Y. A., Yahanan, A., & Trisaka, A. (2019). Video Konferensi Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 8(1), 35-50.
DOI: http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v8i1.310
Setiadewi, K., & Wijaya, I. M. H. (2020). Legalitas Akta Notaris Berbasis Cyber Notary Sebagai Akta Otentik. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(1),126-134.
DOI: http://dx.doi.org/10.23887/jkh.v6i1.23446
Widiasih, N. K. A. E. A Kewenangan Notaris dalam Mensertifikasi Transaksi yang Dilakukan Secara Elektronik (Cyber Notary). Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan,5(1),150-160. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i01.p13
Widyaswari, N. M. D. N. (2020). Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Pembuatan Akta RUPS Yang Dilaksanakan Melalui Media Telekonferensi. Vyavahara Duta, 15(1),62-71. DOI: http://dx.doi.org/10.25078/vd.v15i1.1440
Thesis
MUNTINAH, M. (2010). ASPEK HUKUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO).
Wahyuni, G. (2010). Keabsahan Tanda Tangan Elektronik RUPS Telekonferensi Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang PT Dan UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Universitas Indonesia, Januari, 2016-9.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, cet. XXXIV, Pradnya Paramitha, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2019 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6400).
653
Discussion and feedback