Kualifikasi Alasan-Alasan Tertentu Menurut Pasal 3

Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris

Anak Agung Titah Ratihtiari1, I Nyoman Bagiastra2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: aaratihtiari@yahoo.com

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: nyoman_bagiastra@unud.ac.id

Info Artikel

Masuk : 31 Mei 2021

Diterima : 21 November 2021

Terbit : 1 Desember 2021

Keywords :

Notary; Certain Reasons;

Notary Code of Ethics


Kata kunci:

Notaris; Alasan-alasan Tertentu; Kode Etik Notaris

Corresponding Author:

Anak Agung Titah Ratihtiari, E-mail: aaratihtiari@yahoo.com


DOI :

10.24843/AC.2021.v06.i03.p12


Abstract

The purpose of this study is to find out what is included in the qualifications of certain reasons in Article 3 point 15 of the Amandment to the Notary Code of Ethics which states that “Notaries are obliged to carry out the position of a Notary in their office, except for certain reasons that carried out to the outside of the office to create the legal certainty.” The research using normative legal research methods. The results of this study indicate that the meaning of certain reasons in Article 3 point 15 is a condition that is permissible and doesn’t violate the provisions of Notary public Law or Amandments to the Notary Code of Ethics. Things that can be classified as qualifying of the certain reasons are related to the making of a relaas deed which is generally made outside the office and if the client is in a bad condition and not possible to leave the house or hospital to come to the Notary’s office. Furthermore, the violation of the provisions of Article 3 point 15 doesn’t necessarily affect the authenticity of the authentic deed.

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam kualifikasi alasan-alasan tertentu dalam Pasal 3 angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris yang menyatakan bahwa “Notaris wajib menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali alasan-alasan tertentu yang dilakukan tidak dalam kantor Notaris sehingga terciptanya kepastian hukum.” Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arti dari alasan-alasan tertentu pada Pasal 3 angka 15 KEN-P merupakan keadaan yang dibolehkan serta tidak melanggar peraturan UUJN ataupun KEN. Hal yang dapat digolongkan dalam kualifikasi alasanalasan tertentu yaitu berkaitan dengan dibuatnya akta relaas yang pada umumnya memang dibuat di luar kantor serta apabila klien atau penghadap Notaris sedang sakit yang kemudian tak dimungkinkan untuk keluar rumah ataupun rumah sakit demi datang ke kantor Notaris. Selanjutnya pelanggaran Pasal 3 angka 15 KEN-P belum tentu mempengaruhi otentisitas akta.

  • 1.    Pendahuluan

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (disingkat UUJN-P), menjabarkan mengenai definisi Notaris yakni, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.” Berdasarkan “Hakikat Notaris”, keberadaan atau eksistensi seorang Notaris di dalam dirinya mengemban dua kedudukan dan fungsi pada saat yang bersamaan, yaitu kedudukan dan fungsi sebagai jabatan dan sebagai individu dalam suatu negara. Hakikat dari jabatan Notaris adalah jabatan yang berkesinambungan, artinya seorang individu warga negara yang diangkat sebagai Notaris diharapkan mampu untuk menjalankan jabatannya secara terus menerus sampai dengan pensiun.1

Jabatan Notaris adalah jabatan yang mulia namun sekaligus rentan akan permasalahan. Mulia artinya luhur, tinggi, terhormat, dan bermartabat. Kemuliaan jabatan Notaris dilatarbelakangi dengan adanya amanah serta wewenang yang diberikan langsung oleh negara melalui UUJN. Kemuliaan tersebut menuntut Notaris selaku pemegang jabatan menjalankan amanah jabatannya sesuai dengan hakikat jabatan yang disandangnya, yaitu dengan memenuhi kausa finalis (sebab tujuan asal), kausa materialis (sebab materi), dan kausa formalis (sebab bentuk).2 Selain itu, jabatan Notaris dikategorikan mulia dikarenakan profesi Notaris merupakan profesi yang berhubungan dengan kemanusiaan. Jika suatu akta Notaris terdapat ketidaksempurnaan atau dapat dikatakan keliru dapat mengakibatkan hak seseorang tercabut atau timbul kewajiban sebagai beban seseorang. Sebaliknya, di dalam kemuliaan tersebut ternyata tidak menutup kemungkinan berpotensi rentan permasalahan. Rentan permasalahan artinya mudah terkena masalah atau persoalan yang harus diselesaikan. Kerentanan jabatan Notaris terhadap permasalahan dapat dikarenakan banyak sebab. Faktor sebab tersebut merupakan hal, keadaan, atau peristiwa yang melingkupi pelaksanaan jabatan Notaris yang dapat mempengaruhi jabatan Notaris maupun kehidupan individu Notaris.

Maka dari itu, untuk mencegah kerentanan tersebut, Notaris diharapkan untuk selalu taat pada UUJN dalam hal pemenuhan tugas dan jabatannya. UUJN pada hakikatnya mengatur tentang pembentukan jabatan Notaris oleh negara sekaligus pemberian kewenangan atas jabatan tersebut. Berkaitan dengan Notaris, maka kewenangan adalah sesuatu yang dilekatkan pada jabatan yang dibentuk oleh negara melalui UUJN, bukan dilekatkan pada pejabatnya atau orangnya. Orangnya adalah subjek hukum yang dipilih atau diangkat untuk menjalankan jabatan Notaris dan disebut sebagai pejabat, dalam hal ini pejabat umum (openbare ambtenaren). Jabatan Notaris dijalankan melalui pejabatnya atau pemegang jabatan, dan dalam kapasitasnya tersebut, pejabat Notaris menjalankan hak dan kewajiban jabatannya. Seorang Notaris haruslah berpegangan erat selain kepada UUJN juga pada Kode Etik Notaris (disingkat KEN) sebab Notaris juga mengemban fungsi sosial dimana harus menjaga

kepercayaan masyarakat yang mempergunakan jasanya. UUJN dan KEN merupakan sebagai alat proteksi bagi Notaris terkait dengan potensi timbulnya risiko yang tidak diinginkan dalam menjalankan jabatan. Risiko merupakan bahaya yang bisa terjadi sebagai konsekuensi dari sebuah proses yang sedang terjadi atau peristiwa yang tidak diharapkan (not expected) seperti kejadian yang kurang menyenangkan, merugikan, bahkan membahayakan di masa mendatang yang dapat saja terjadi. Prinsipnya, risiko merupakan kejadian atau peristiwa tak tentu (uncertainty), artinya bisa saja terjadi namun bisa juga tidak terjadi.

Berkaitan dengan Notaris, risiko yang dapat saja terjadi dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:3

  • 1.    Risiko hukum berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris, risiko hukum adalah potensi kejadian atau peristiwa tak tentu yang lahirnya sebagai akibat atau konsekuensi dari pelaksanaan jabatan Notaris, yang bersifat membahayakan, baik berupa risiko perdata dan/atau risiko tanggung gugat atau risiko pidana, yang dapat menimbulkan kerugian, pemecatan, atau pemberhentian dari jabatan.

  • 2.    Risiko  administratif berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris, risiko

administratif adalah potensi kejadian atau peristiwa tak tentu yang lahir sebagai akibat atau konsekuensi dari pelaksanaan jabatan Notaris, yang mengandung unsur pelanggaran kode etik Notaris atau pelanggaran UUJN.

  • 3.    Risiko sosial berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris, risiko sosial adalah potensi kejadian atau peristiwa tak tentu yang lahir sebagai akibat atau konsekuensi dari pelaksanaan jabatan Notaris atau yang lahirnya karena keadaan atau kondisi yang terlahir dari sebuah proses yang sedang berlangsung, yang berakibat pada ketidaksinambungan Notaris dalam menjalankan jabatannya, yang pada gilirannya mempengaruhi keberlangsungan kehidupan Notaris yang bertumpu pada pelaksanaan jabatan Notaris.

Adapun tujuan dari lahirnya suatu Kode Etik adalah untuk mendorong jalannya suatu profesi agar dapat dilaksanakan berdasarkan martabat atau moral yang diharapkan dapat memotivasi dan berorientasi terhadap keterampilan perkembangan intelektual dan dapat berargumentasi dengan rasional serta kritis sehingga dapat menjunjung tinggi nilai dan norma. Apabila berbicara soal etika, maka tidak akan pernah lepas dari moral-philosophie, oleh karena etika berkaitan erat dengan moral seseorang dalam hal ini dimaksud Notaris sebagai pejabat umum dan manusia, dimana sampai pada gilirannya tidak terlepas dari hati nurani seseorang. KEN dirancang oleh Ikatan Notaris Indonesia (disingkat INI), guna menjaga martabat profesi Notaris serta melindungi masyarakat secara keseluruhan. Hakekat Notaris saat mengemban profesi jabatannya adalah tidak memihak pada pihak manapun. Notaris pada pelaksanaan tugas jabatannya dapat menyalahi aturan yang ada berupa suatu pelanggaran-pelanggaran terhadap UUJN maupun KEN yang hal ini dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi/hukuman bagi Notaris seperti yang tertuang dalam UUJN dan KEN.

Kewajiban Notaris dapat dilihat pada Pasal 3 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten, 29-30 Mei 2015 (disingkat KEN-P), dimana salah satunya terdapat pada Pasal 3 angka 15 yang menyatakan bahwa “Notaris wajib untuk menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali alasan-alasan tertentu.”

Terdapat frasa “alasan-alasan tertentu” yang dirasa tidak jelas atau mengandung kekaburan norma. Hal ini dikarenakan frasa tersebut tidak dapat kita jumpai baik dalam ketentuan manapun, dengan kata lain kejelasan lebih lanjutnya tidak ada dan pula tidak disebut secara rinci apa sajakah yang termasuk dalam “alasan-alasan tertentu”. Ketidakjelasan frasa tersebut dapat menimbulkan suatu celah untuk Notaris yang akan melakukan proses pembuatan produk hukumnya yaitu akta yang dilakukan di luar kantornya pada waktu yang relatif sering sebagai konsekuensi dari tidak jelasnya makna frasa tersebut. Maka selanjutnya perlu adanya pengetahuan yang jelas tentang makna “alasan-alasan tertentu” sebab hal ini dapat dikaitkan sanksi yang jatuh apabila terjadi pelanggaran pada ketentuan pasal tersebut. Apabila “alasanalasan tertentu” diketahui dengan jelas maknanya, diharapkan Notaris mengetahui batas-batas apa saja yang termasuk ataupun tidak dalam pengecualian pasal tersebut sehingga menghindarkan adanya pelanggaran.

Dikaitkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UUJN, “Notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya”. Selanjutnya “Notaris dinyatakan tidak memiliki kewenangan secara berturut-turut untuk tetap menjalankan tugas jabatannya di luar wilayah kedudukannya” yang merupakan isi Pasal 19 ayat (3) UUJN. Perlu diketahui sebelumnya menurut Pasal 18 ayat (1) UUJN penetapan “Notaris mempunyai tempat kedudukan di di daerah kabupaten atau kota”. Selanjutnya menurut Pasal 18 ayat (2) UUJN penetapan “Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya”. Ketidakjelasan makna “alasan-alasan tertentu” dapat menjadi kesempatan penyalahgunaan jabatan oleh Notaris di luar wilayah kantornya tanpa kontrol. Selain itu, UUJN-pun tidak dengan tegas mengklasifikasi mengenai pelaksaanaan tugas jabatan di luar wilayah kantor Notaris merupakan suatu larangan atau bukan, serta tidak terdapat pula sanksi apabila Notaris melanggarnya. Masalah lain yang dikhawatirkan akan timbul terkait dengan tidak jelasnya frasa “alasan-alasan tertentu” dalam aturan KEN ialah terkait dengan pengaruhnya terhadap wujud otentisitas akta yang dibuat Notaris di luar wilayah kantornya dengan tanpa adanya “alasan-alasan tertentu”.

Semua profesi di bidang hukum termasuk Notaris diwajibkan untuk dapat memberi jaminan kepastian hukum. Tidak terkandungnya asas kepastian hukum menyebabkan orang tidak mengetahui mengenai apa yang harus dilakukan, hal ini kemudian menyebabkan terjadinya kekerasan atau chaos sebab ketidak-tegasan sistem hukum. Maka dari itu, demi terwujudnya kepastian hukum tersebut, perlu adanya kejelasan norma dalam UUJN dan KEN utamanya yang memiliki kaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris sehingga menghindarkan adanya inkonsistensi atau kekaburan norma dalam pemaknaan serta berlanjut ke pelaksanaannya. Berdasar pada apa yang tertuang sebelumnya, rumusan masalah yang dapat ditarik ialah: 1) Apa makna “alasan-alasan tertentu” dalam Pasal 3 angka 15 KEN-P? 2) Bagaimana konsekuensi pelanggaran terhadap ketentuan “alasan-alasan tertentu” dalam Pasal 3 Angka 15 KEN-P? Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan dan menganalisis makna “alasan-alasan tertentu” pada ketentuan Pasal 3 angka 15 KEN-P serta untuk mendeskripsikan dan menganalisis konsekuensi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 angka 15 KEN-P.

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Ajeng Fitrah Ramadhan dan Iwan Permadi pada tahun 2019 dengan judul “Makna Alasan-alasan Tertentu dalam Kode Etik Notaris

terkait Kewajiban Menjalankan Jabatan Notaris di Kantornya.”4 Penelitian tersebut berfokus pada “konsekuensi pelanggaran terhadap ketentuan alasan-alasan tertentu dalam Pasal 3 angka 15 Kode Etik Notaris terkait kewajiban untuk menjalankan jabatan di kantornya.” Selanjutnya penelitian terdahulu lainnya dilakukan oleh Nadia Fauziah Anugrah dan Suwari Akhmaddhian pada tahun 2020 dengan judul “Sanksi Kode Etik bagi Notaris yang Tidak Menjalankan Kewajiban Jabatannya.”5 Penelitian tersebut berfokus pada “sanksi bagi Notaris yang melanggar aturan Kode Etik Notaris dalam menjalankan kewajiban jabatannya.” Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada “makna alasan-alasan tertentu dalam Pasal 3 angka 15 Kode Etik Notaris dan konsekuensi pelanggaran terhadap ketentuan alasan-alasan tertentu dalam Pasal 3 Angka 15 Kode Etik Notaris terkait dengan otentisitas akta Notaris.” Selanjutnya Penulis tertarik mengangkat judul “Kualifikasi Alasan-Alasan Tertentu Menurut Pasal 3 Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris” dikarenakan perlu adanya kejelasan frasa “alasan-alasan tertentu” pada Pasal 3 Angka 15 KEN-P terutama berkaitan dengan otentisitas akta Notaris.

  • 2.    Metode Penelitian

Adapun jenis metode yang dipakai untuk penelitian ini ialah metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji peraturan UU 2/2014 tentang Perubahan atas UU 30/2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, menggunakan jenis pendekatan peraturan perundang-undangan serta pendekatan analisis konsep hukum. Adapun sumber data dapat diperinci dengan tiga macam bahan hukum berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan bahan-bahan hukum yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan teknik studi kepustakaan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Makna “Alasan-Alasan Tertentu” dalam Pasal 3 Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris

      • 3.1.1.    Makna “Alasan-Alasan Tertentu” dalam Pasal 3 Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris terkait Kewajiban Notaris untuk Menjalankan Jabatan di Kantornya

Notaris sebagai pejabat umum dituntut untuk menjalankan kewenangannya secara profesional, hal ini merupakan konsekuensi logis dari pemberian kewenangan dalam suatu jabatan. Perihal bagaimana Notaris harus bertindak profesional telah tertuang pada ketentuan undang-undang dan kode etik sebagai bagian integral dari pembentukan jabatan Notaris dan pemberian kewenangan. Pasal 3 angka 15 KEN-P menyebutkan bahwa “Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) wajib menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali karena alasan-alasan tertentu”. Pasal tersebut dapat dimaknai bahwa Notaris harus menjalankan jabatan di kantor, tetapi ada pengecualian berupa frasa “alasan-alasan tertentu”. Tetapi selanjutnya baik dari KEN itu sendiri ataupun aturan lainnya tidak

menjelaskan lebih lanjut apa sajakah yang termasuk atau tergolong ke dalam frasa tersebut, sehingga dapat saja menimbulkan interpretasi yang keliru.

Apabila dikaitkan dengan ketentuan KEN sebelum adanya perubahan, yaitu ketentuan KEN sesuai dengan Kongres Luar Biasa INI Bandung 27 Januari 2005 juga menyatakan yang kurang lebihnya memiliki makna serupa dengan Pasal 3 angka 15 KEN-P dimana bunyinya “menjalankan jabatan terutama dalam pembuatan akta, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah”. Maksud “menjalankan jabatan” yakni dilakukan dengan pembuatan, kemudian pembacaan serta penandatanganan akta, dimana perbuatan-perbuatan tersebut harusnya dilakukan oleh Notaris di kantornya. Ketentuan KEN baik sebelum ataupun setelah adanya perubahan, keduanya mengatur tentang Notaris yang memiliki kewajiban dalam pelaksanaan tugas jabatannya di kantor dengan pengecualian tertentu. Dengan adanya pengecualian tersebut, secara argumentum a contrario, ini mengartikan jika Notaris diperbolehkan melaksanakan tugas jabatannya di luar wilayah kantornya apabila terdapat “alasan-alasan tertentu”. Tetapi dalam kenyataan yang terjadi saat ini ada saatnya Notaris datang dengan maksud menemui penghadap serta saksi-saksi dan bukan penghadap yang datang kepada Notaris6, pernyataan ini menjadi sah dikarenakan “alasan-alasan tertentu” sebagai pengecualian.

Perlu dipahami mengenai hal yang dikaitkan dengan kewajiban Notaris dalam pembuatan akta dimana tidak setiap akta Notaris wajib dibuat di wilayah kantornya, ini karena sebuah akta yang dibuat Notaris dilihat dari isi dan cara pembuatannya, yang akan dijabarkan seperti di bawah ini:7 a. Akta Pejabat atau Akta Relaas

Yang dalam bahasa Belanda disebut dengan ambtelijke akten, ialah sebuah bentuk akta otentik yang mana Notaris menjelaskan keterangannya sebagai saksi tentang apa yang dia saksikan dalam suatu kejadian, didengarnya, dalam jalannya suatu peristiwa dalam akta yang akan dibuatnya. Akta yang akan dibuatnya mengandung isi yang tidak dapat digugat dan diperbolehkan untuk tidak ditandatangani oleh penghadap dan saksi-saksi (comparantes), dengan pengecualian hal demikian harus dijelaskan secara tegas dalam akta tentang alasan mengapa penghadap dan saksi-saksi tidak menandatangani produk hukum dalam hal ini akta. Contohnya dalam Berita Acara RUPS dalam sebuah PT dan juga pada Berita Acara Pencatatan Boedol. b. Akta Parte

Yang dalam bahasa Belanda disebut dengan partij akten, yakni akta yang hendak dibuat oleh para penghadap di hadapan Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kuasa penuh pada tempat pembuatan akta. Notaris hanya menuliskan apa yang diinginkan oleh penghadap dan kemauan dari pihak-pihak dalam sebuah akta Notaris tersebut. Jadi, disini dapat dinyatakan bahwa bukan suatu kemauan Notaris melainkan kemauan para pihaklah yang hanya akan dituliskan dalam akta yang dibuatnya karena itu adalah suatu keharusan bahwasannya para pihak

menandatangani atau membubuhkan cap jempol pada akta tersebut dengan konsekuensi ancaman kehilangan otentisitas akta.

Akta relaas inilah yang dapat digolongkan ke dalam “alasan-asalan tertentu” yang dimaksud pada aturan KEN.8 Hal ini karena pembuatan akta relaas dilakukan Notaris di luar kantornya, seperti yang telah dicontohkan di atas, pada umumnya RUPS dilaksanakan di perusahaan yang mengadakan rapat umum tersebut. Akta relaas dibuat di luar kantor Notaris karena di dalam akta yang dibuat nya dituangkan hal-hal apa saja yang disaksikan dan dialami serta apa yang dilihat oleh Notaris, dengan artian bahwa Notaris harus menghadiri rapat untuk kemudian olehnya dituangkan hasil keputusan RUPS ke dalam akta Notaris dengan bentuk yang otentik. Notaris menyaksikan serta mendengar sendiri bagaimana proses RUPS berjalan agar di saat seorang Notaris akan melakukan pembuatan akta Berita Acara RUPS, maka akta yang dibuatnya tersebut dapat disebut sebagai akta otentik.

  • 3.1.2.    Makna “Alasan-Alasan Tertentu” dalam Pasal 3 Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris Berkaitan dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris terkait Kewajiban Notaris untuk Menjalankan Jabatan di Kantornya

Selain pembuatan Berita Acara RUPS, alasan lain yang dapat digolongkan ke “alasanalasan tertentu” dalam pembuatan akta ialah apabila klien atau penghadap Notaris berhalangan dalam hal ini dalam keadaan sedang sakit yang kemudian dinyatakan tidak mungkin untuk bisa meninggalkan rumah ataupun tempat dimana ia dirawat untuk datang menghadap ke kantor Notaris.9 Dengan kondisi klien yang seperti inilah dapat menjadi alasan Notaris untuk menjalankan tugas jabatannya tidak dalam kantor melainkan di luar wilayah kantornya, dimana Notarislah yang datang menemui kliennya di tempat dimana klien tersebut berada. Apabila dikaitkan dengan aturan lain yakni Pasal 19 Ayat (3) UUJN dengan ketentuan “Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya”. Tempat kedudukan yang dimaksud ada pada Pasal 18 ayat (1) UUJN dimana “Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kedua ketentuan ini baik Pasal 3 angka 15 KEN-P dengan Pasal 19 ayat (3) UUJN saling berkaitan dikarenakan sebenarnya Pasal 19 ayat (3) UUJN juga menghendaki pelanggaran pada Pasal 3 angka 15 KEN-P.

Tertuang pada bagian Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, “Akta Notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor Notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu.” Makna dari ketentuan ini memiliki arti bahwa hal yang tertulis adalah sejalan dengan kewajiban seorang Notaris yang disebutkan dalam ketentuan dalam KEN yang berfungsi bagi pelaksanaan tugas jabatan seorang Notaris di kantornya, tetapi terdapat pengecualian. Pengecualian pada Pasal 3 angka 15 KEN yaitu frasa “alasan-alasan tertentu” bagi proses jalannya tugas jabatan seorang Notaris yang dilakukan di kantornya menjadi hal yang sangat penting, maksud dari frasa tersebut nantinya berguna bagi Notaris untuk memahami tentang apa saja batasan yang berkaitan dengan kewenangan dan kewajibannya pada proses pelaksanaan tugas jabatannya. Maka dengan kejelasan makna “alasan-alasan tertentu” inilah Notaris dapat senantiasa

patuh terhadap UUJN maupun KEN. Tanpa adanya makna yang jelas dari “alasanalasan tertentu” dijadikan peluang untuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatannya secara terus-menerus di luar kantor. Apabila seorang Notaris melakukan terus menerus dan berulang-ulang dalam melaksanakan tugas jabatannya pada luar kantornya, maka akan menimbulkan pelanggaran baik terhadap UUJN maupun KEN.

Secara khusus, hukum bersifat normatif, sehingga tidak berbeda jauh dengan ilmu-ilmu murni, bersifat hitam putih dan tidak multitafsir. Regulasi kenotariatan Indonesia disusun berdasarkan tiga pilar asas, yaitu asas kepastian, asas kemanfaatan, dan asas keadilan, dengan mendudukkan asas keadilan sebagai “titik kulminasi” sekaligus “barometer” bagi asas kepastian dan asas kemanfaatan. Kembali apabila dikaitkan dengan “alasan-alasan tertentu” dalam KEN, ketidakjelasan atau kekaburan akibat tidak adanya penjelasan yang pasti mengenai frasa ini dapat menyebabkan kepastian hukum yang diharapkan tidak tercapai sehingga Notaris dapat saja menafsirkannya sendiri atau memiliki penafsiran yang berbeda-beda (multitafsir). Maka dari itu, demi terwujudnya kepastian hukum, “alasan-alasan tertentu” pada Pasal 3 angka 15 KEN-P bisa dikatakan bahwa jelas telah diperbolehkan menurut ketentuan pada undang-undang dan bukanlah suatu alasan yang dibuat-buat oleh Notaris yang ada pada kewenangan tersebut. Pengaturan mengenai kewajiban-kewajiban seorang Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatan yang dilakukan di kantor nya ialah agar sebisa mungkin seluruh proses dalam pembuatan akta dilakukan di kantor Notaris. Dengan seorang Notaris melaksanakan jabatannya tidak di kantornya, dapat menimbulkan dapat menimbulkan dampak negatif berupa indikasi perilaku Notaris menyimpang dengan cara membuatkan akta di seluruh wilayah Indonesia dan dikhawatirkan cenderung berperilaku sebagai pedagang akta bukan pejabat umum yang melayani pembuatan akta otentik sehingga dapat dinilai sebagai pelanggaran terhadap ketentuan UUJN maupun KEN. Namun pelanggaran ini dikecualikan apabila terdapat “alasan-alasan tertentu” yang tidak menyalahi peraturan perundang-undangan, salah satunya pada kewenangan membuatkan akta berupa akta relaas.

  • 3.2.    Konsekuensi Pelanggaran terhadap Ketentuan “Alasan-Alasan Tertentu” dalam Pasal 3 Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris

    • 3.2.1.    Pelanggaran terhadap Ketentuan Pasal 3 Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris terhadap Otentisitas Akta Notaris

Masih menjadi pertanyaan mengenai suatu kegiatan yang menyalahi ketentuan dalam Pasal 3 angka 15 KEN-P apakah berpengaruh terhadap otentisitas akta. Maka dari itu, perlu diketahui terlebih dahulu apa sajakah yang sebenarnya menjadi syarat otentisitas dari suatu akta. Pada umumnya, menurut doktrin para ahli dalam bidang hukum yang memberi pernyataan bahwa suatu informasi otentik hanya ada pada bagian isi sebuah akta yang bersifat otentik. Selanjutnya mengacu ke Pasal 1868 KUHPerdata, “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.” Kewenangan seorang Notaris dalam membuat akta otentik mengandung:

  • 1.    “Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,

salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.” Pasal 15 ayat (1) UUJN.

  • 2.    “Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.” Pasal 52 ayat (1) UUJN.

  • 3.    “Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.” Pasal 18 ayat (1) UUJN dan “Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.” Pasal 18 ayat (2) UUJN.

  • 4.    “Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.” Pasal 1 angka 3 UUJN.

Syarat-syarat mengenai otentisitas akta berdasar Pasal 1868 KUHPerdata yaitu “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.” Kemudian sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) UUJN yang berbunyi “Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya”, maka seorang Notaris masih dapat menjalankan pembuatan akta namun dengan memperhatikan bahwa tidak dibenarkan bila menjadikan alasan bagi Notaris secara teratur. Sedapat-dapatnya yang utama adalah Notaris melaksanakan jabatan di kantornya. Apabila terjadi pelanggaran pada Pasal 3 angka 15 KEN-P dimana syarat otentisitas akta tak terpenuhi, maka akan mengakibatkan akta otentik menjadi terdegradasi.

  • 3.2.2.    Konsekuensi Pelanggaran terhadap Ketentuan “Alasan-Alasan Tertentu” dalam Pasal 3 Angka 15 Perubahan Kode Etik Notaris terkait Kewajiban Notaris untuk Menjalankan Jabatan di Kantornya terhadap Otentisitas Akta Notaris

Syarat otentisitas yang telah disebutkan sebelumnya memiliki sifat kumulatif atau saling terkait antara satu dengan lainnya, sehingga seluruh unsur tersebut harus terpenuhi agar akta yang dibuat masuk ke dalam kategori akta otentik. Selama Notaris telah memenuhi semua syarat otentisitas akta pada jalannya tugas jabatan seorang Notaris, sehingga hal tersebut tidak mempengaruhi keotentikan akta yang dibuatnya. Sehingga apabila seorang Notaris melakukan perbuatan hukum yang menyalahi ketentuan Pasal 3 angka 15 KEN-P, namun pada proses membuat aktanya tidak menyalahi satu dari banyaknya ketentuan, ataupun seluruh prasyarat keotentisitasan suatu akta, sehinggga akta yang dibuatnya dapat dinyatakan tetap akan dikatakan sebagai akta yang otentik.

Suatu akta yang bersifat otentik memiliki nilai dengan kekuatan pembuktian yang dapat dibagi menjadi 3, yakni secara lahiriah, formal, dan materiil.10 Kekuatan

pembuktian akta otentik diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata dimana “Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya”. Suatu akta Notaris dari semula akta otentik lalu terdegradasi menjadi dan berkedudukan sebagai akta di bawah tangan diatur dalam UUJN berdasarkan:11

  • a.    Pasal 41 UUJN apabila melanggar Pasal 38 s/d Pasal 40 UUJN;

  • b. Pasal 44 ayat (5) UUJN apabila melanggar Pasal 44 ayat (1) s/d (4) UUJN;

  • c. Pasal 48 ayat (3) UUJN apabila melanggar Pasal 48 ayat (1) s/d (2) UUJN;

  • d. Pasal 49 ayat (4) UUJN apabila melanggar Pasal 49 ayat (1) s/d (3) UUJN;

  • e. Pasal 50 ayat (5) UUJN apabila melanggar Pasal 50 ayat (1) s/d (4) UUJN;

  • f. Pasal 51 ayat (4) UUJN apabila melanggar Pasal 51 ayat (1) s/d (3) UUJN.

Akta Notaris apabila tidak memenuhi ketentuan KUHPerdata dan UUJN seperti apa yang dijelaskan di atas, maka akta tersebut dianggap cacat secara yuridis sehingga menimbulkan konsekuensi berupa hilangnya suatu otentisitas yaitu terdegradasi. Kegiatan membacakan akta serta penandatanganannya merupakan hal penting berkaitan otentisitas suatu akta. Pasal 44 ayat (1) UUJN menjelaskan “Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.” Maka bisa disimpulkan, pembacaan dan penandatanganan akta adalah suatu kesatuan yang rangkaiannya dilakukan secara berturut-turut. Pelanggaran terhadap ketentuan inipun menyebabkan suatu akta mengalami degradasi serta dapat juga dijadikan alasan untuk pihak-pihak yang merasa mendapat kerugian apabila terjadi wanprestasi dalam hal melakukan tuntutan berupa ganti rugi, mengganti biaya, serta bunga yang diberikan kepada Notaris.

Dalam hal pelaksanaan tugas jabatan Notaris mempunyai wewenang yang melekat bersamaan dengan jabatannya.12 Notaris adalah seorang pejabat yang mana pengangkatannya dilakukan oleh pemerintah dengan pemberian wewenang secara atributif yang diberikan oleh negara dalam lingkup tugas khusus yang bersifat tetap dan berkesinambungan dalam rangka menjalankan fungsi memberikan pelayanan umum kepada masyarakat yang bukan termasuk kepada pelayanan publik, yaitu dalam pembuatan akta otentik berdasarkan Undang-Undang yang berlaku khusus untuk itu, dengan status sebagai seorang subjek hukum perorangan dengan peran sebagai pendukung hak dan kewajiban dengan sikap mandiri atau dalam bahasa asing disebut dengan autonomous, tidak berpihak pada pihak manapun atau impartial, dan tidak bergantung kepada pihak manapun atau independent, pada suatu tata aturan yang terorganisir. Kewenangan-kewenangan Notaris yang telah disebutkan pada Pasal 15 UUJN merupakan suatu titik tolak seorang Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatannya pada proses pembuatan akta. Dengan adanya Pasal 15 UUJN ini, maka Notaris tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di luar batas kewenangannya

tersebut. Jika suatu perbuatan hukum dilakukan di luar kewenangannya sehingga menyebabkan masalah-masalah yang berakibat bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan hal ini, serta menimbulkan kerugian-kerugian materiil maupun kerugian imateriil mana pihak-pihak yang merasa mendapat kerugian dapat melakukan pengajuan gugatan ke pengadilan.

Berdasarkan uraian di atas, kewenangan atribusi yang diberikan langsung oleh negara kepada profesi Notaris untuk membuat akta otentik, apabila pelaksanaannya dibuat tidak dalam kantor Notaris dengan tidak menyertakan “alasan-alasan tertentu”, dengan catatan tempat pembuatan akta patuh kepada aturan Pasal 18 ayat (2) UUJN “Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya dan Notaris tidak memiliki wewenang secara berkala dengan tidak meninggalkan kewajibannya untuk menjalankan tugas jabatannya walaupun di luar wilayah kedudukannya.” Seperti yang disebutkan Pasal 19 ayat (3) UUJN, maka seorang Notaris masih dapat menjalankan pembuatan akta. Namun hal ini dapat berjalan jika dengan memperhatikan bahwa tidak dibenarkan bila menjadikan alasan bagi Notaris secara teratur membuat akta di luar kantor. Sedapat-dapatnya adalah Notaris melaksanakan jabatan di kantornya. Apabila terjadi pelanggaran pada Pasal 3 angka 15 KEN dimana syarat otentisitas akta otentik tak terpenuhi, sehingga akan berakibat terhadap akta menjadi terdegradasi. Degradasi akta Notaris menurut Pasal 1869 KUHPerdata, “Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.”

  • 4.    Kesimpulan

“Alasan-alasan tertentu” pada Pasal 3 angka 15 KEN-P dimaknai dengan keadaan yang dibolehkan serta tidak melanggar UUJN dan KEN, yang dapat digolongkan pada frasa tersebut ialah terkait Notaris dalam membuat akta relaas, contohnya Berita Acara RUPS, atau keadaan dimana klien yang harusnya menghadap ke kantor Notaris sedang sakit yang tidak memungkinkan untuk hadir menghadap untuk pembuatan akta. Perlunya pemaknaan “alasan-alasan tertentu” dengan jelas agar kepastian hukum dalam suatu aturan yang diharapkan dapat tercapai. Pelanggaran Pasal 3 angka 15 KEN-P tak langsung berpengaruh pada otentisitas dalam suatu akta dikarenakan menurut UUJN, Notaris masih memiliki kewenangan dalam pembuatan akta walau dikerjakan di luar kantornya. Namun selanjutnya pelanggaran tersebut ternyata membuat tidak terpenuhinya syarat otentisitas akta otentik, sehingga akta terdegradasi. Kemudian hari, diharapkan pemerintah dapat menciptakan aturan hukum yang berdasar pada asas kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan kekaburan norma yang dapat menyebabkan keraguan (multi-tafsir) dalam suatu aturan.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

Bacrudin, H. (2021). Hukum Kenotariatan Perlindungan Hukum dan Jaminan bagi Notaris sebagai Pejabat Umum dan Warga Negara. Yogyakarta: Thema Publishing.

Kaelan, H. (2013). Negara Kebangsaan Pancasila-Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya. Yogyakarta: Paradigma

Sjaifurrachman & Adjie, H. (2011). Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta. Bandung: Mandar Maju.

Jurnal

Anugrah, N. F., & Akhmaddhian, S. (2020). Sanksi Kode Etik bagi Notaris yang Tidak Menjalankan Kewajiban Jabatannya. Logika:  Jurnal Penelitian Universitas

Kuningan, 11(02), DOI: https://doi.org/10.25134/logika.v11i02.2857

Gaol, S. L. (2018). Kedudukan Akta Notaris sebagai Akta di Bawah Tangan Berdasarkan Undang-Undang Jabatan   Notaris. Jurnal   Ilmiah Hukum

Dirgantara, 8(2), DOI: https://doi.org/10.35968/jh.v8i2

Laksana, I. P. G. A., & Griadhi, N. M. A. Y. (2019). Kedudukan Notaris sebagai Membuat Akta dalam Bidang Pertanahan. Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum, 7(11), e-ISSN: 2303-0585, https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegar a/article/view/55031

Manuaba, I. B. P., Parsa, I. W., & Ariawan, I. G. K., (2018), Prinsip Kehati-hatian Notaris dalam Membuat Akta Autentik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 59, DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i01.p05

Merta, M. Novansyah. (2016). Kajian tentang Keabsahan Akta Notaris yang Penandatanganannya Tidak di Kantor. Jurnal Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, e-ISSN: 2655-8610, https://adoc.pub/kajian-tentang-keabsahan-akta-notaris-yang-penandatangananny.html

Putra, A. B. K. B. S., & Priyanto, I. M. D. (2020). Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik Dengan Bahasa Asing. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(3), DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i03.p08

Ramadhan, A. F., & Permadi, I. (2019). Makna Alasan-alasan Tertentu dalam Kode Etik Notaris terkait Kewajiban Menjalankan Jabatan Notaris di Kantornya. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,   4(1), e-ISSN: 2527-8495,

http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/10453/4706

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).

Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia. Bandung, 27 Januari 2005.

Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia. Banten, 29 sampai 30 Mei 2015.

640