Upaya Perlindungan Terhadap Identitas Para Pihak Dalam Praktik Cyber Notary
on

Vol. 06 No. 03 Desember 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Upaya Perlindungan Terhadap Identitas Para Pihak Dalam Praktik Cyber Notary
Adinda Ari Wijayanti1, I Gusti Ketut Ariawan2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: rradindayudho@gmail.com. 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: gusti_ariawan@unud.ac.id.
Info Artikel
Masuk : 28 Mei 2021
Diterima : 21 November 2021
Terbit : 1 Desember 2021
Keywords :
Protection, Personal data, Notary, Cyber notary
Kata kunci:
Perlindungan, Data pribadi Notaris, Cyber notary
Corresponding Author:
Adinda Ari Wijayanti
, E-mail:
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i03.p16
Abstract
Purpose of the research is to know the form of legal protection for personal data of the parties in the practice of Cyber Notary and explain the efforts that can be made to protect the confidentiality of personal data. This article is examined based on the existence of overlapping norms, by applying normative research methods through approaches to laws, conceptual and analytical approach. The study of legal materials is carried out by means of the study of legal materials and qualitative analysis. The answer from thats question is not found speciallity regulation governing the protection of personal data/identity in cyber notary practice, efforts are still needed to maximize legal protection for the security of personal data/identity of parties involved in cyber notary practices by This is done by filling out a data access form for Notaries and providing a code/barcode on the resulting electronic deed with the aim of providing legal certainty, benefit and justice, especially for the all parties who practice cyber notary practices have a clear legal protection.
Abstrak
Tujuan penelitian ini ialah mengkaji bentuk perlindungan hukum data pribadi para pihak pada praktik Cyber Notary dan mengetahui upaya yang bisa diupayakan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi. Penelitian ini dikaji berdasarkan adanya tumpang tindih norma, dengan menerapkan metode metode penelitian normatif melalui pendekatan pada undang-undang, pendekatan konseptual serta pendekatan analisa. Pengkajian bahan hukum dilakukan dengan teknik studi bahan hukum serta dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih belum adanya suatu peraturan khusus yang mengatur tentang perlindungan terhadap data pribadi/identitas dalam praktik cyber notary, masih diperlukan upaya-upaya untuk memaksimalkan perlindungan hukum bagi keamanan data diri/identitas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik cyber notary dengan cara dengan pengisian formulir akses data bagi Notaris dan pemberian kode/barcode pada akta elektronik yang dihasilkan berjutuan salam menjamin kepastian hukum, kemanfaatan serta keadilan khususnya untuk pihak yang melakukan praktik cyber notary memliki payung hukum yang jelas.
Kemunculan Cyber Notary di Indonesia sebagai wujud adanya pengaruh modernisasi dan pesatnya perkembangan teknologi dalam era globalisasi seperti sekarang ini sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum di Indonesia lebih spesifik dalam bidang hukum kenotariatan.1 Konsep Cyber Notary lahir karena adanya dorongan akan perkembangan teknologi demi efektivitas pelaksanaan tugas-tugas notaris yang berupa digitalisasi dokumen, penandatanganan akta secara elektronik,2 media yang disebut dengan telekonfrensi, yaitu media berbentuk digital yang berfungsi pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ataupun pada pertemuan lainnya. Tujuan utama dari konsep Cyber Notary adalah untuk mendorong efisiensi dalam transaksi-transaksi yang dilakukan secara jarak jauh oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal perjanjian. Selain itu, pengertian dari konsep Cyber Notary ialah notaris menjalankan jabatannya dengan mengemban tugas dan kewenangannya melalui sistem teknologi informasi yang berkaitan dengan tugasnya dalam hal pembuatan akta secara elektronik.3
Pengaturan tentang konsep Cyber Notary dijelaskan dalam pengaturan yang tertulis dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk kemudian disebut UUJN) khususnya pada Pasal 15 ayat (3), menerangkan bahwa “Notaris mempunyai kewenangan lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Dalam ketentuan, maksud dari frasa “kewenangan lainnya” yang tertulis pada UUJN di Pasal 15 ayat 3 “Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu suatu bentuk wewenang Notaris dalam hal sertifikasi transaksi dalam bidang kenotariatan yang dilaksanakan melalui media digital/elektronik dengan menggunakan konsep cyber notary, membuat akta mengenai ikrar wakaf dan hipotek pesawat terbang”.4 Dibahas kembali pada penjelasan dalam UUJN Pasal 1 angka 7 menjabarkan akta Notaris ialah akta bersifat otentik yaitu sebuah produk hukum yang dihasilkan pihak berkompeten dan dibuatt dihadapan para penghadap beserta saksi-saksi, tanpa menyalahi peraturan yang ada atau sesuai dengan prosedur pembuatan akta, adapun bentuk dari akta berdasarkan apa yang diatur dalam undangundang tentang hal ini. Mengenai definisi tentang bagaimana akta dapat dikatakan otentik tidak dijelaskan dalam UUJN, namun hal ini dijelaskan pada aturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer). Pada ketentuan Pasal 1868 KUHPer menjabarkan dalam akta notaris yang dinilai otentik wajib memenuhi tiga unsur, yaitu:
-
1. Sebuah akta notaris diharuskan mengikuti prosedur dan berbentuk layaknya yang sudah ditetapkan dalam undang-undang.
-
2. Sebuah akta harus dibuat oleh pejabat yang memiliki kewenangan dalam bidangnya yaitu Notaris/PPAT.
-
3. Pejabat yang dimaksud ialah yang berwenang membuat akta ditempat kedudukannya.5
Ketentuan dalam UUJN yang mengatur tentang hal tersebut, menjadi wujud cerminan semangat Undang-undang lain termasuk KUHPer maupun Undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan pengaturan dalam UUJN telah mencerminkan asas keselarasan seperti yang tertulis pada materi muatan yang mengatur tentang hal ini. Selanjutnya harus ada garis yang meluruskan anggapan yang menyebutkan bahwa terjadi pertentangan pada ketentuann UUJN Pasal 16 ayat (1) huruf c dan bagian penjelasan dalam UUJN Pasal 15 ayat (3), dikarenakan dalam Penjelasan Pasal 15 (3) UUJN tidak terkandung norma sifatnya mengikat sedangkan dalam aturan Pasal 16 ayat (1) huruf c dinilai harus berkekuatan hukum dengan sifat mengikat sehingga selanjutnya dapat dijadikan dasar argumen yang kuat dalam pengaturan UUJN.
Untuk menjalankan tugas jabatannya, Notaris diharuskan untuk mengutamakan peraturan yang berupa ketentuan-ketentuan seperti apa yang telah tertuang dalam UUJN dibandingkan dengan UU lainnya. Mengingat dalam kondisi pandemic saat ini, adanya pembatasan pertemuan antar manusia dalam hal ini antara Penghadap dengan Notaris sehingga memungkinkan pertemuan hanya akan dilaksanakan melalui media elektronik ataupun sesuai dengan kesepakatan antara Penghadap dan Notaris, termasuk dalam pembacaan akta tertuang di Pasal 16 ayaat (7) menerangkan “Pembacaan suatu akta Notaris sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf i bersifat tidak wajib dilakukan dengan syarat jika penghadap mengehndaki sendiri bahwa akta tidak harus dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui serta memahami isi akta”. Pernyataan dapat dilakukan sesuai aturan jika telah disepakati dan dituliskan dalam bagian penutupp pada akta yang ada di setiap halaman minuta akta. dan atas persetujuan Notaris dalam bentuk paraf Notaris, Penghadap dan saksi-saksi. Peran Notaris sangat berpengaruh pada laju perkembangan hukum di Indonesia yaitu dalam kajian bidang hukum Perdata, hal ini karena Notaris memiliki kedudukan yaitu sebagai pejabat umum atau sering juga disebut pejabat publik sebagai satu-satunya pihak yang berwenang dalam pembuatan akta dan kewenangan lainnya dalam lingkup hukum keperdataan khususnya dalam hukum kenotariatan.6 Seperti yang tertuang pada UUJN Pasal I angka (1) pengertian Notaris seperti berikut “Notaris adalah pejabat publik/pejabat umum yang mempunyai kewenangan dalam hal pembuatan akta otentik serta mempunyai kewenangan lainnya seperti yang telah dijelaskan dalam undang-undang ini maupun dalam undang-undang lain”. Notaris berperan dan berkedudukan penting pada keberlangsungan berbangsa dan bernegara, dapat dikatakan sebagai berikut dikarenakan Notaris memiliki authority/kewenangan seperti yang dijelaskan pada undang-undang, kewenagan notaris disebut juga the notary of authority dalam hal ini merupakan suatu arti dari kekuasaan yang melekat pada batang tubuh jabatan Notaris. Kewenangan Notaris mengandung dua suku kata yaitu “kewenangan” dan “Notaris” yakni dalam kaitannya dengan konsep cyber notary
sebagai sebuah bentuk seorang notaris yang menerapkan fungsinya dengan cara menerapkan ke dalam suatu transaksi dengan media digital dengan internet sebagai akses utama dalam hal pembuatan suatu akta otentik yang tertuang dalam bentuk akta yang pada awalya dinyatakan sah jika tertuang pada kertas menjadi akta elektronik yaitu berupa bentuk dokumen elektronik.7 Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN menjabarkan “Notaris saat pembacaan akta didepan penghadap yang disertai kehadiran saksi minimal dua dan empat orang yaitu saksi proses pembuatan suatu akta wasiat dibawah tangan, dalam pelaksanaan penandatanganan dalam tempat dan waktu sama saat itu bersamaan dengan peghadap beserta saksi-saksi yang menghadap di hadapan notaris.8
Pelaksanaan praktik Cyber Notary mengalami beberapa masalah yang timbul karena adanya konflik hukum soal pemaknaan dan peraturan pelaksana dari Cyber Notary, khususnya saat membuat akta yang harus di hadapan notaris dengan kehadiran fisik dan keabsahan akta elektronik beserta perlindungan terhadap data pribadi pihak-pihak yang terlibat dalam akta tersebut, sehingga menimbulkan beberapa kesulitan bagi notaris dalam menjalankan kewenangannya.9 Menurut sebuah kajian normatif, terdapat suatu aturan hukum yang dikemukakan oleh sebuah kelompok yang menyatakan bahwa adanya tumpang tindih aturan pada ketentuan mengenai kewajiban Notaris yang mewajibkan seorang Notaris menghadiri penandatanganan akta dihadapan pihakpihak yang memiliki kepentingan yakni para penghadap beserta para saksinya dengan kehadiran secara fisik seperti yang tertulis di pada Pasal 16 ayat (1) huruf m. Namun penjelasan tersebut berbenturan dengan ketentuan UUJN Pasal 15 ayat (3) pernyataan mengenai wewenang dalam hal melakukan transaksi dapat dilaksanakan melalui media elektronik menggunakan konsep cyber notary.10
Mengenai kewenangan sertifikasi akta elektronik oleh Notaris, adapun prosedur dalam membuat akta dilakukan dengan pemanfaatan metode elektronik/cyber notary menggunakan ketentuan-ketentuan yang sama dengan prosedur pembuatan akta secara manual oleh Notaris diterapkan selama ini.11 Perbedaan metode pembuatan akta antara konsep cyber notary dengan pembuatan akta secara manual yaitu dalam hal menghadap, “menghadap” yaitu yang dilakukan selama ini penghadap hadir secara fisik sedangkan “mengadap” pada konsep cyber notary dilaksanakan melalui media-media digital/elektronik atau dapat diartikan dengan makna dapat dilakukan tanpa kehadiran secara fisik penghadap dihadapan Notaris yaitu dengan menggunakan perantara yaitu melalui video conference. Proses pembuatan akta secara elektronik, seorang Notaris menggunakan prosedur yaitu berupa pihak-pihak yang hadir di hadapan Notaris melalui video conference dengan tujuan penyampaian maksud serta tujuan penghadap menghadap Notaris dan menjabarkan tentang akta yang hendak dibuat. Selanjutnya
penhadap diharuskan menyertakan identitasnya yang asli kepada Notaris dengan mengirimkan data identitas aslinya melalui faxmail yang kemudian dicocokan oleh Notaris identitas tersebut dengan pihak yang menghadap melalui video conference. Setelah identitas dirasa benar, Notaris kemudian merancang akta sesuai dengan permintaan penghadap tanpa menyalahi aturan tentang akta yang diberlakukan. Setelah dirasa akta telah seperti apa yang diminta penghadap, selanjutnya akta tersebut melalui proses berupa membcakan akta dihadapan para pihak yang dilakukan oleh Notaris yang dilakukan tetap dalam video conference dalam waktu yang bersamaan yaitu masih dalam video conference.12 Saat pembacaan akta telah selesai dilaksanaan dan para pihak dirasa dirasa telah memahami akta yang dibacakan, kemudian proses selanjutnya yaitu proses tanda tangan pada akta yang dilakukan oleh penghadap beserta para saksi dan kemudian Notaris. Tandatangan berupa sebuah tandatangan digital atau yang juga disebut tanda tangan elektronik.
Adapun wujud dari asas kemanfaatan yang diwujudkan berupa hal mengenai sertifikasi yang dilakukan menggunakan konsep cyber notary yang telah banyak memudahkan pelaksanaan jabatan oleh Notaris. Hal ini juga merupakan perwujudan dari aspek efisiensi yang bersifat positif. Mengingat, dalam praktik yang berbasis digital dibutuhkan beberapa dokumen publik dalam bentuk elektronik termasuk dalam hal penandatanganan secara elektronik oleh notaris. Untuk mengenal para penghadap, notaris menggunakan identitas berupa KTP, SIM dan Paspor, dengan adanya konsep Cyber Notary maka media yang digunakan untuk mengenal penghadap adalah Electronic Identity (e-ID). e-ID merupakan sebuah bentuk dari penerapan konsep pemerintah yaitu e-government dalam hal pelayanan publik oleh pemerintah yang berarti pemanfaatan teknologi informasi oleh pemerintah dalam pemberian informasi dan pelayanan publik. Oleh karena identitas merupakan hal yang bersifat rahasia, sangat berbahaya bila data dapat diakses oleh semua pihak tanpa adanya hak akses apalagi pihak-pihak pelaku cyber crime yang tidak bertanggung jawab, maka pemilik data yang sah harus memiliki perlindungan atas rekaman biometrik atas data pribadi nya.13 Mengingat banyak nya kejahatan dalam lingkup dunia elektronik atau yang dikenal dengan istilah cyber crime atau kejahatan di dunia digital oleh pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi atau kelompoknya, telah dilakukan banyak upaya yang melibatkan banyak pihak yang berkompetensi di bidang ini. Adapun tanggung jawab yang dapat diupayakan oleh Notaris dalam melindungi keamanan data-data pribadi para penghadapnya saat mengakses informasi data pendudukan merupakan hal yang penting terkait penerapan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) yang digunakan di Indonesia sebagai salah satu bentuk penerapan electronic government (e-government). SIAK adalah sistem yang memuat informasi dengan basis web yang penyusunannya berdasar pada prosedur dan menggunakan standar khusus dengan tujuan penataan sistem administratif pada bidang kependudukan agar tercapainya tertib administrasi.14
Terkait tandatangan elektronik yang merupakan instrumen autentifikasi dan penandatanganan secara elektronik disinggung peranan notaris publik untuk mendukung E-Commerce (perjanjian elektronik) dan memperlihatkan pentingnya perhatian terhadap perkembangan dalam tiap kewenangan bersifat publik yang dinilai memiliki peluang baik untuk berkembang dalam melakukan simplifikasi dan format standar dalam hal sertifikasi keontetikan suatu dokumen publik yang berbentuk elektronik. Pada International Congress XXIV Notaris Latin tahun 2004 urgensi mengenai fungsi serta peranan Notaris dalam hal membuat akta secara elektronik sudah dibahas dalam working group theme II dengan kesimpulan sebagai berikut, pada intinya menghendaki untuk membuka diri pada perkembangan menggunakan cara pengakomodiran atas segala perubahan dengan baik dan tanpa menyalahi peraturan yang ada sebagaimana mestinya.15 Kongres ini telah sadar akan adanya kemungkinan-kemungkinan konsep cyber notary yang akan menjadikan pembuatan akta akan melalui media digital/elektronik.
Berdasarkan penjabaran yang tertulis diatas, adapun yang akan dikaji pada penulisan riset ini, yakni: 1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap data pribadi ataupun identitas pihak-pihak dalam praktik cyber notary? 2) Apa saja upaya-upaya perlindungan secara hukum terhadap data pribadi para pihak dalam praktik cyber notary? Dari rumusan masalah yang diangkat, menghasilkan tujuan penulisan yakni guna memahami aspek pelindungan terhadap data pribadi atau identitas bagi pihak yang terlibat dalam praktik Cyber Notary serta mengetahui upaya perlindungan bagi data pribadi pihak-pihak yang terlibat dalam hal Cyber Notary.
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan materi pembahasan artikel ini adalah: 1) artikel yang dibuat oleh Ni Made Dyah Nanda Widyaswari pada tahun 2020 dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Pembuatan Akta RUPS Yang Dilaksanakan Melalui Media Telekonferensi”16 2) Artikel yang dibuat oleh Denny Fernaldi Chastra pada tahun 2021 dengan judul “Kepastian Hukum Cyber Notary Dalam Kaidah Pembuatan Akta Autentik Oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris.”17 Dalam artikel pertama, pembahasan merujuk pada objek berupa pembuatan akta RUPS melalui media telekonferensi sedangkan dalam penelitian yang dilakukan penulis merujuk pada perlindungan terhadap data identitas para pihak yang terlibat dalam suatu transaksi dengan konsep cyber notary. Dalam artikel kedua membahas mengenai kaidah pembuatan akta menggunakan konsep cyber notary berdasarkan ketentuan UUJN, sedangkan penulis membahas mengenai bentuk perlindungan secara hukum bagi pihak-pihak saat pembuatan akta menggunakan sistem cyber notary.Perbedaan yang ada menunjukan adanya orisinalitas penelitian yang
ditulis oleh penulis sehingga perlu adanya pembahasan lebih lanjut untuk menyelesaikan konflik norma demi kelangsungan serta pembaruan aturan undang-undang khususnya dalam bidang perlindungan terhadap data pribadi para pihak dalam praktik cyber notary. dari penjelasan yang telah diuraikan, penulis mengangkat judul “Upaya Perlindungan Terhadap Identitas Para Pihak Dalam Praktik Cyber Notary”.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dibahas, jenis penelitian yang diterapkan dalam jurnal ini ialah memakai jenis penelitian hukum normative dan pendekatan melalui peraturan Undang-Undang, serta pendekakatan secara analisis dan konseptual. Dengan memakai bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang berupa undang-undang, buku, jurnal/artikel juga bahan hukum lain yang diperoleh dari website yang digunakan sebagai sumber bahan hukum tersier. Berdasarkan kumpulan bahan-bahan hukum yang telah disebutkan kemudian diadakan analisa yang hasil penelitian ini akan dijelaskan secara rinci.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Dalam hal membahas aspek konsep cyber notary, yang mendapat perlindungan hukum dalam hal ini yaitu identitas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik Cyber Notary. Sebelum membahas mengenai identias elektronik atau sering disebut dengan electronic identity terlebih dahulu perlu dibahas mengenai identitas yang digunakan sebagai pengenal diri seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Sedangkan electronic identity (e-ID) adalah identitas atau pengenal diri seseorang yang berbentuk atau menggunakan media elektronik yang memuat data-data perseorangan biasanya dalam bentuk smart card. Keperluan akan data pribadi pada era digital seperti sekarang ini sangat diperlukan dalam hal menghindari tindak kejahatan secara digital atau sering juga disebut dengan istilah kejahatan siber.18 Di Indonesia konsep identitas elektronik atau e-ID mulai digulirkan dengan ditetapkannya Perpres No.35/2010. Dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU ITE memberikan penjelasan mengenai penyidikan dalam basis teknologi informasi dan dunia elektronik yang hanya dapat diterapkan dengan memperhatikan dengan lebih dalam pada hal melakukan perlindungan terhadap kerahasiaan, privasi dan kelancaran dalam bidang keutuhan suatu data, pelayanan bidang publik serta integrias berdasarkan pengaturan undang-undang yang berlaku saat ini. Sedangkan dalam ketentuan UU No.23/2006 tentang Administrasi Kependudukan di Pasal 1 angka (22) menjabarkan mengenai data pribadi merupakan data sebagai identitas milik perorangan yang memiliki hak untuk dirawat, dijaga dan disimpan serta dilindungi kebenaran dan kerahasiaannya. Penyimpanan data pribadi wajib dilakukan oleh suatu negara, sedangkan dalam penggunaan data pribadi penduduk untuk suatu kepentingan seorang yang memiliki hak akses terhadap data
pribadi tersebut dapat menggunakan serta memperoleh data pribadi penduduk yang diberi oleh perangkat penyelenggara instansi pelaksana yang juga mempunyai hak akses terhadap data pribadi penduduk.
Dalam praktik terhadap pengadaan KTP dengan nomor induk kependudukan secara nasional sebagai tanda pengenal perseorangan, dimana dalam penerapannya digunakan software/perangkat lunak, hardware/perangkat keras, juga blanko berbasis Nomor Induk Kependudukan yang disertai dengan kode keamanan atau security code dan rekaman elektronik dengan kata lain menggunakan teknologi informasi. Dilanjutkan ke Pasal 6 ayat (1) revisi PP No.35/2010 menerangkan “KTP dengan basis NIK disertai kode keamanan dan rekaman elektronik yang digunakan sebagai perangkat dalam hal memverifikasi serta menvalidasi data kependudukan”19, kemudian pada ayat (2) dinyatakan bahwa rekaman elektronik yang berisi identitas seseorang, tandatangan seseorang, pas foto serta sidik jari penduduk yang berkepentingan. Ketentuan pada ayat 6 ayat (1) dan (2) e-KTP tersebut menunjukkan bahwa tandatangan elektronik yang digunakan berbasis biometrik yang merupakan data yang bersifat statis/tidak berubah. Oleh karena itu, apabila data-data tersebut mudah untuk diakses oleh pihak-pihak yang tidak berwenang, maka pemiluk data yang sah harus menarik semua data nya, perlindungan terhadap data biometrik sangat penting karena alasan tersebut. Oleh karena itu dalam jaman serba digital seperti sekarang ini, suatu data pribadi sudah berubah menjadi komoditas dengan nilai yang tinggi dan tidak menutup kemungkinan dapat diperjualbelikan oleh oknum-oknum pelaku kejahatan siber.20 Dalam ketentuan Undang-Undang Administrasi Kependudukan Pasal 87 ayat (1) dinyatakan bahwa “pihak yang menggunakan data pribadi kependudukan berhak mendapatkan serta menggunakan data pribadinya terhadap penyelenggaraan instansi pelaksana yang mempunyai hak akses terhadap data pribadi dimana data pribadi tersebut juga mencakup juga data kependudukan yang memuat rekaman biometrik”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengguna data pribadi kependudukan yang bisa merupakan perorangan bisa memperoleh data tersebut dengan mengajukan permohonan, hak akses tersebut harus diatur dengan ketat agar tidak terjadi kebocoran informasi data penduduk.
Notaris sebagai pejabat umum/pejabat publik pembuatan produk hukumnya yang berupa akta di era teknologi informasi, seorang Notaris memerlukan akses terhadap data pribadi atau e-ID untuk memastikan identitas penghadap yang merupakan data kependudukan yang berisi data pribadi yang perlu untuk dilindungi dari akses orang yang tidak berwenang, karena terkait dengan hak setiap orang atas privasinya. Dikaji berdasarkan teori hukum yaitu berupa teori tentang keabsahan dan kewenangan dengan aspek kajian terhadap jabatan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta, seorang notaris memiliki kewenangan yang bersifat atribusi.21 Artinya Notaris mendapatkan suatu wewenang yang diperoleh dari Undang-undang yang selanjutnya digunakan sebagai alat untuk membuat akta yang didalamnya termasuk juga
pembacaan akta selama objek yang diperjanjikan dalam perjanjian masih berada dalam wilayah kekuasaan Notaris.22 Berdasarkan hal tersebut, notaris dinyatakan tetap memiliki wewenang dalam pembuatan akta walaupun pembacaannya menggunakan konsep cyber notary atau melalui video conference, sehingga akta tersebut dinyatakan tetap sah dengan pengecualian sepanjang bentuk akta yang dibuat telah sesuai berdasarkan Pasal 38 UUJN serta tidak menyalahi pernyataan Pasal 1868 KUHPerdata menerangkan akta dikatakan otentik yakni dibuat sesuai dengan undang-undang atau dilakukan dengan cara menghadap petugas yang memiliki kewenangan dalam hal ini, di wilayah akta tersebut dibuat.23
Teori yang berkaitan dengan penjelasan diatas yakni teori perlindungan secara hukum, Philipus M Hadjon mengemukakan maksud dari teori ini ialah salah satu dari banyaknya teori hukum lainnya yang memiliki fungsi penting dalam perjanjian dan menjamin kepastian hukum dari suatu kebijakan, hal ini berfungsi untuk melindungi pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang lemah dalam hukum.24 Satjipto Raharjo mengatakan suatu perlindungan secara hukum yakni memberi pengayoman bagi hak-hak asasimanusia, yang merasa dirugikan kemudian perlindungan yang dimaksud diperuntukan bagi masyarakat agar bisa mendapatkan hak-hak nya sebagai manusia yang hidup di negara yang memiliki hukum.25 Dalam hukum perlindungan terhadap data pribadi/identitas, aturannya masih tersebar luas dalam beberapa aturan undang-undang dan adanya pertentangan dengan asas perlindungan. Dikarenakan terdapat beberapa kelemahan aturan undang-undang dalam hal menjamin kepastian juga perlindungan hukum bagi keamanan data pribadi para pihak dalam praktik cyber notary, peranan pihak yang menyimpan data pribadi sangat diperlukan guna mengurangi terjadinya kejahatan dalam dunia siber. Notaris ialah satu dari beberapa pihak yang berperan dalam penyimpanan data pribadi, karena dalam akta yang dibuatnya ada kewajiban bagi para pihak untuk menyertakan data pribadi/identitasnya.
Munculnya konsep cyber notary di Indonesia, menimbulkan banyaknya resiko yang harus ditanggung akibat adanya tindak kejahatan dalam dunia digital atau sering disebut dengan dunia siber yang memiliki kaitan dengan penyalahgunaan terhadap data identitas yang bersifat pribadi khususnya dalam hal transaksi penjualan data identitas penduduk kepada oknum-oknum yang membutuhkan. Untuk itu dapat
dijadikan alasan utama untuk melakukan upaya-upaya secara maksimal terhadap “perlindungan data pribadi demi menjamin rasa aman dan jugs menjamin adanya kepastian hukum bagi penduduk sebagai pemilik data identitas pribadi berhak mendapat perlindungan dari negara. Pihak yang memiliki wewenang dalam perlindungan terhadap data pribadi penduduk adalah negara dan yang menjalankan adalah Pemerintah, ketentuan yang dimaksud berdasarkan apa yang ada di UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) yakni “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Akan tetapi, peran pemerintah dalam upaya perlindungan data pribadi warga negaranya dirasa belum maksimal dan belum mampu mewujudkan suatu usulan yang memuat hal-hal mengenai usaha-usaha yang dapat dilakukan sebagai upaya dalam mewujudkan adanya perlindungan hukum terhadap data pribadi yang berintegrasi dan sistematis khususnya dalam praktik cyber notary. Hal ini sebab sampai sekarang ini upaya-upaya yang diusahakan oleh pemerintah dalam wujud aturan berupa ketentuan yang dibahas di aturan lainnya yang masih tersebar dan masih tumpang tindih belum ada peraturan khusus yang menjamin kepastian hukum bagi perlindungan data pribadi. Contohnya perlindungan terhadap data pribadi yang berhubungan dengan dokumen kependudukan termuat dalam UU No.24/2013 serta perlindungan data pribadi dalam keuangan elektronik termuat di SEBI No.18/22/DKSP.26 Upaya perlindungan yang ada saat ini belum tiba pada pembahasan tentang cara menerapkan proteksi terhadap data pribadi secara khusu belum tertulis dalam aturan undang-undang tersebut.27
Pada ketentuan-ketentuan sistem cyber notary, prosedur saat membuat akta yang diterapkan oleh notaris adalah dengan para pihak hadir dihadapan notaris melalui video conference dengan penyampaian yang berisi maksud serta tujuan menghadap kepada Notaris yang berkaitan dengan akta yang hendak dibuat. Adapun keharusan yang harus ditaati oleh penghadap yaitu menunjukkan identitas asli kepada notaris dengan cara mengirimkan scan data identitas kepada notaris melalui faximile untuk kemudian data identitas tersebut dicocokan dengan penghadap yang berada di video conference saat itu juga. Setelah seluruh identitas dianggap telah benar dan penghadap dianggap telah sesuai, kemudian notaris membuatkan akta yang diminta oleh menghadap sesuai dengan yang telah disepakati tanpa menyalahi undang-undang, akta yang telah jadi kemudian dibacakan dihadapan para penghadap dan saksi-saksi melalui video conference dalam waktu saat itu juga. Akta yang telah dibacakan dan telah dipahami oleh para penghadap untuk kemudian melakukan tandatangan oleh notaris serta penghadap dan saksi dengan menggunakan media tanda tangan digital atau juga disebut dengan tandatangan elektronik. Jika dikaji menggunakan teori kewenangan dan keabsahan yang dikaitkan dengan Notaris, kewenangan yang dimiliki Notaris yaitu kewenangan yang bersifat atribusi. Kewengan atribusi ini diberikan oleh undang-undang dengan maksud untuk dipergunakan dalam pembuatan akta serta dalam pembacaan akta dengan ketentuan “selama objek masih dalam perjanjian yang ada pada wilayah kerja
Notaris”. Akta yang dihasilkan dinyatakan tetap sah dengan ketentuan sepanjang akta harus seperti apa yang tertulis dalam Pasal 38 UUJN dan ketentuan Pasal 1868 KUHPer.
Notaris memiliki kewenangan yang diberikan langsung oleh negara untuk melakukan penyimpanan terhadap data identitas pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembuatan akta. Demikian peranan dan bentuk pertanggungjawaban Notaris pada produk hukumnya yaitu akta dengan cara mewajibkan notaris menuliskan dan mengarsipkan identitas data pribadi para pihak yang terlibat dalam isi akta dengan teliti dan penuh tanggung jawab. Saat penghadap datang menghadap pada Notaris, penghadap adalah “perorangan” , maka yang harus dituliskan pada bagian komparisi akta adalah biodata atau identitas sesuai KTP.28 Sedangkan dalam bagian akhir akta, memuat bagian-bagian yang menjabarkan data-data identitas pribadi seseorang, berikut disertai uraian mengenai data pribadi penghadap dan saksi-saksi dengan ketentuan yang sama sesuai dengan undang-undang. Data pribadi inilah yang sering menjadi bahan untuk diperjualbelikan oleh oknum-oknum pelaku kejahatan siber bahkan oleh oknum notaris yang tidak berintegritas dan tidak bertanggung jawab terhadap jabatan yang diembannya. Disisi lain, notaris memiliki kewajiban untuk merahasiakan akta berikut isinya sesuai dengan aturan yang diatur pada ketentuan UUJN. Adapun konsekuensi yang ditimbulkan akibat pelanggaran terhadap hal merahasiakan akta beserta isinya yaitu pada ketentuanUUJN Pasal 16 ayat (11) yang menyatakan bahwa seorang notaris yang melakukan pelanggaran (tidak merahasiakan akta beserta isinya), akan mendapat sanksi/hukuman berupa peringatan yang dilakukan secara tertulis, pemberhentian secara dengan jangka waktu yang ditentukan yang bersifat sementara, dan yang terakhir pemberhentian secara hormat ataupun pemberhentian yang dilakukan dengan tidak hormat. Sebagaimana pengaturan yang tertuang pada ketentuan Pasal 16 ayat (12) UUJN yang menerangkan bahwa selain sanksi administrasi, adapun sanksi yang diatur oleh undang-undang yaitu berupa ganti rugi yang dilayangkan oleh penghadap kepada notaris akibat menderita kerugian.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, sebagai pejabat umum Notaris memiliki peran dalam hal pembuatan akta dengan cukup menjalankan tugas wewenang dan kewajibannya seperti yang diatur dalam UUJN termasuk dalam hal merahasiakan akta berikut isinya, dengan ini notaris telah dinyatakan berperan dalam mewujudkan upaya terhadap perlndungan hukum data pribadi, dengan cara tidak menyebarluaskan atau mempublish tanpa ijin penghadap dan saksi- saksi, atau menyerahkan data-data maupun dokumen-dokumen yang menyangkut tentang identitas dan sejenisnya kepada pihak lain yang tidak berkepentingan dalam pembuatan akta. Notaris dituntut harus teliti dalam hal penginputan data para ppenghadap dalam bagian komparisi akta maupun terhadap data/identitas diri saksi-saksi dalam bagian penutup akta. Data pribadi yang dimaasukkan dalam akta harus di periksa dengan seksama untuk memastikan validitas identitas para pihak melalui dokumen yang telah dikirimkan oleh penghadap melalui faximile yang berupa Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).29 Notaris yang memiliki hak akses data kependudukan adalah untuk mempermudah proses validitas identitas. Banyaknya kasus-kasus penjualan terhadap data-data pribadi
penghadap maupun saksi oleh beberapa oknum, memungkinkan seseorang menggunakan data yang bukan miliknya untuk datang kepada Notaris dengan maksud membuat akta atau melakukan perbuatan hukum lainnya. berdasarkan kemungkinan ini, Notaris harus memiliki kehati-hatian dan ketelitian pada tugas nya untuk melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap data-data pribadi para pihak, yaitu penghadap maupun saksi-saksi yang turut terlibat dalam pembuatan akta. Hak akses yang diberikan kepada notaris hendaknya dipergunajan tanpa melanggar ketentuan dan norma yang berlakubsaatbini, mengingat belum ada penyusunan peraturan mengenai hak akses oleh notaris. Notaris juga berhak atas perlindungan dari kemungkinan tuntutan terkait pemalsuan identitas oleh penghadap maupun pihak tertentu yang membuat akta pada Notaris. Untuk menjalankan sebagian fungsi publik negara, Notaris sebagai pejabat umum memerlukan suatu media yang memungkinkan untuk melakukan penulusuran data identitas seseorang. pembuatan alat bukti atas transaksi yang dilakukan oleh masyarakat bidang hukum perdata.
Dengan adanya Perpres KTP berbasis NIK/e-KTP, E-ID saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah yang dijalankan oleh perangkat negara dalam hal ini adalah Kementrian Dalam Negeri (KEMENDAGRI), sekarang ini dinyatakan masih melalui tahap pengumpulan data identitas penduduk. Notaris merupakan pejabat yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan fungsi bagi sebagian fungsi Negara dalam pelayanan publik, maka Notaris sangat memerlukan akses atau basis data penduduk agar dapat mengcek validitas identitas penghadap yang merupakan salah satu syarat otentisitas akta.30 Upaya lain yang dilakukan adalah dengan dibuat semacam formulir isian yang harus diisi oleh Notaris tekait dengan akses atas data kependudukan yang antara lain berisi tanggal dan waktu akses, maksud dan tujuan akses, sebagai laporan mengenai valid tidaknya identitas penghadap dalam formulir disediakan kolom yang menerangkan mengenai kelengkapan data identitas serta valid atau tidak identitas tersebut.31 Berdasarkan penjabaran diatas, terdapat tumpang tindih aturan perundang-undangan dalam memberi perlindungan serta kepastian hukum guna menjamin keamanan bagi masyarakat pemilik data pribadi yang melakukan praktik cyber notary, penyimpanan data pribadi merupakan cara yang benar guna menekan kemungkinan-kemungkinan terhadap terjadinya kejahatan dalam dunia siber yang berkaitan dengan data identitas seseorang.
Upaya selanjutnya adalah penggunaan metode biometrik dalam sebuah akta yang dibuat Notaris, adalah dengan membuat kode / barcode yang berbeda pada setiap akta yang dibuat agar memperkuat perlindungan terhadap segala data yang ada pada akta dan memperkecil kemungkinan adanya akta palsu. Biometrik adalah metode pengukuran yang digunakan untuk mengidentifikasi kejelasan individu melalui ciri-ciri intrinsiknya secara fisik atau perilaku yang dapat berupa DNA, sidik jari, iris, retina, geometri wajah, suara, pola pembuluh darah, tukisan tangan dan pola menulis ataupun mengetik. Penggunaan perangkat biometrik biasanya melibatkan proses perolehan, penyimpanan dan pengungkapan atau penggunaan. Data biometrik diekstraksi dan dijadikan template untuk menjadi referenzi yang akan dugunakan untuk mengetahi dan
menentukan identitas seseorang.32 Selain itu penggunaan barcode sangat penting agar segala data yang mengalami pengunggahan tidak dapat divyri oleh oknum tidak berwenang, hal ini membuat masyarakat untuk tidak ragu lagi untuk melakukan praktik Cyber Notary. Serta membuat kepastian hukum dalam akta yang dihasilkan Notaris sehingga keberadaan Notaris yang melakukan praktik Cyber Notary merasa aman dan mendapat perlundungan hukum dari negara.
Makna kepastian tidak dapat terlepas dari hukum yang mana keduanya saling berhubungan dan membutuhkan untuk mencapai tujuan yang sama yaitu keadilan. Adapun norma-norma yang dimaksud menunjukkan keadilan adalah yang memiliki fungsi yang tidak boleh dilanggar dan bersifat untuk ditaati oleh masyarakat. Menurut doktrin Gustav Radbruch yang mengemukakan tiga nilai dasar yang bertujuan untuk harmonisasi pelaksanaan hukum bagi manusia secara aktif maupun secara pasif. Kepastian hukum dan aspek kemanfaatan merupakan dalam hukum merupakan tujuan yang bersifat tetap, yang artinya harus mendapat perhatian penuh, karena kepastian hukum yang telah terjaga dapat menjamin adanya aspek ketertiban juga keamanan bagi suatu negara. Dan pada akhirnya, hukum positif dalam suatu negara harus dipatuhi. Dari penjelasan yang telah diuraikan oleh Gustav Radbruch, nilai dasar yang didalamnya terkandung kepastian hukum memiliki tujuan yang hendak dicapai yaitu nilai keadilan dan juga nilai kebahaagiaan bagi manusia.33 Nilai kepastian hukum dipergunakan untuk mengetahui pengaturan yang pasti dan perlindungan yang pasti bagi semua pihak dalam praktik cyber notary. Teori ini juga diharapkan dapat menghadirkan pengaturan yang lebih pasti dalam pengaturan tentang konsep cyber notary.
Dalam upaya mewujudkan konsep cyber notary, ada beberapa peluang terkait fungsi tidak diharuskannya penghadap menghadap Notaris secara langsung dengan kehadiran fisik yaitu pada ketentuan UU Perseroan Terbatas Pasal 77 ayat (1) menerangkan jika “Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan oleh media Telekonfrensi maupun video konfrensi, atau sarana media elektronikyang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat”. Konsep Cyber Notary diartikan dengan pengertian Notaris yang melakukan tugas jabatan wewenangnya dengn memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan informasi dalam kaitannya pelaksanaan tugas serta fungsi jabatan Notaris. Konsep cyber notary dalam hal pembuatan akta, secara sederhana bertujuan untuk menciptakan suatu perlindungan hukum saat pihak-pihakmenghadap dihadapan Notaris tidak diharuskan melalui tatap muka atau face to face.34 Pada dasarnya Cyber Notary ditujukan untuk memudahkan dan mempercepat proses pembuatan akta oleh Notaris secara lebih efektif. Akta yang diharapkan hanya berbentuk barcode yang dapat di scan untuk menampilkan tampilan akta berbentuk elektronik/digital sehingga dapat diakses dimana pun dan kapan pun dibutuhkan pihak-pihak yang memerlukannya, jika diperlukan untuk jaminan atau bukti dalam
pengadilan, akta bisa di print out untuk kemudian digunakan sebagaimana mestinya dan tanpa menyalahi aturan yang ada. Hal ini adalah salah satu wujud dari asas kemanfaatan yang terkandung dalam konsep cyber notary. Adanya peran seorang Notaris sebagai penyelia data akan membantu tugas petugas penerima akses data kependudukan dalam memperbaiki dan memperbaharui dara kependudukan dan mengurangu dampak akibat adanya kesalahan oenulisan, karena akan dicek ulang oleh Notaris atas data tersebut saat pengumpulan dengan e-KTP. Notaris juga diharapkan untuk melakukan laporan berkala, hal ini untuk mencegah adanya kecurangan dalam pihak Notaris sebagai yang berwenang dalam akses data kependudukan.
Dengan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa notaris tetap memiliki kewenangan yang sah dan tidak menyalahi undang-undang untuk menerapkan kewajibannya dalam pembuatan akta dan membacakannya melalui media video conference ataupun media digital lainnya dengan menggunakan konsep cyber notary.
Berdasarkan isi pembahasan, penulis dapat menyimpulkan bahwa perlindungan terhadap data pribadi/identitas dalam praktik Cyber Notary belum memiliki peraturan yang mengatur secara spesifik tentang bentuk perlindungan hukum terhadap data pribadi/identitas para pihak dalam praktik cyber notary, serta masih diperlukannya upaya-upaya oleh Notaris dalam hal perlindungan terhadap data pribadi bagi penghadap maupun dirinya sendiri yang dapat dilakukan dengan merahasiakan akta termasuk data-data yang ada didalamnya dan melakukan pengecekan validitas penghadap. Upaya oleh pemerintah pun perlu dilakukan mengingat Notaris harus melakukan pengisian formulir akses data bagi Notaris dan pemberian kode/barcode pada akta elektronik yang dihasilkan berjutuan dalam menjamin kepastian secara hukum, kemanfaatan serta keadilan khususnya untuk segala pihak yang melakukan praktik cyber notary memliki payung hukum yang jelas.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku:
Ali, A. (2000). Menguak Tabir Hukum Kajian Filosofis dan Sosiologis. Jakarta: Gunung Agung.
Alwesius. (2018). Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris. Jakarta: LP3H Inp Jakarta.
HS, H. S. (2015). Teknik Pembuatan Akta I (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Akta). Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nurita, R.A. E. (2012). Cyber Notary Pemahanan Awal Dalam Konsep Pemikiran. Bandung: PT.Refika Aditama.
Raharjo, S. (2014). Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Jurnal:
Adolf, J. (2020). Eksistensi Wewenang Notaris Dalam Pembuatan Akta Bidang Pertanahan. Notarius Journal: Universitas Diponegoro. Vol. 13 No.1. 181-192
DOI: 10.14710/nts.v13i1.29313.
Alwajdi, M. F. (2020). Hukum Urgensi Pengaturan Cyber Notary dalam Mendukung Kemudahan Berusaha di Indonesia. Jurnal Rechts Vinding: Ahmad Dahlan, Vol. 9, No.2, h.422, DOI: 10.33331/rechtsvinding.v9i2.422.
Anggraeni, SF. (2018). Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi: Urgensi Untung Harmonisasi Dan Reformasi Hukum di Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan. Vol.48 No.4. DOI: 10.21143/jhp.vol48.no4.1804
Bahri, S. (2019), Kewenangan Notaris Dalam Sertifikasi Transaksi Elektronik Dalam Rangka Cyber Notary, Repertorium Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan : Universitas Sriwijaya. DOI: 10.28946/rpt.v0i0.356.
Bhakti, R T A. (2015). Kedudukan Pihak Yang Lemah Pada Perusahaan Yang Melakukan Merger Dengan Memberikan Perlindungan Hukum Terhadapnya. Jurnal Cahaya Keadilan Universitas Putera Batam. Vol.3 No.1.
ejournal.upbatam.ac.id/index.php/cahayakeadilan/article/view/972.
Chastra, DF. 2021. Kepastian Hukum Cyber Notary Dalam Kaidah Pembuatan Akta Autentik Oleh Notaris Berdasarkan UndangUndang Jabatan Notaris. Indonesian Notary: Universitas Indonesia, Vol. 3 No. 2,
notary.ui.ac.id/index.php/home/article/view/1522.
Erlinda Satiani Karwelo. (2014). Prospek Pembacaan dan Penandatanganan Akta Notaris, Melalui Video Conference. Jurnal Hukum : Universitas Brawijaya, hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/721/708.
Islamy, IT. (2018). Pentingnya Memahami Penerapan Privasi Di Era Teknologi Informasi. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan.Vol. 11 No. 2.
Karwelo, ES. (2014). Prospek Pembacaan dan Penandatanganan Akta Notaris Melalui Video Conference. Jurnal Hukum : Universitas Brawijaya,
hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/721/708.
Krisyanto, TH. (2019). Strength Evidence of Notarial Deed in the Prespective of Cyber Notary in Indonesia. International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding Volume 6 Issue 3. 775-784. DOI: 10.18415/ijmmu.v6i3.906.
Listyana, D S., Wati, I A & Lisnawati. (2014).Kekuatan Pembuktian Tandatangan Elektronik Sebagai Alat Bukti yang Sah DaIam Perspektif Hukum Acara Di Indonesia dan Belanda. Jurnal Verstek: Universitas Sebelas Maret, Vol.2 No.2, h.11. jurnal.uns.ac.id/verstek/article/view/38859.
Maharani, T. (2015). Cyber Notary System In The Order of Norms in Indonesia and Australia (Comparative Study in Notary Service Improvement Strategies. International Journal of Scientific Research and Management (IJSRM). Volume. 07 Issues 5. 32-40. DOI 10.18535/ijsrm/v7i5.lla03.
Makarim, E. (2015). Interoperabilitas Identitas Digital Dalam Transaksi Elektronik Lintas Negara: Suatu Kajian Hukum Terhadap Sistem Identifikasi dan Autentifikasi
Elektronik Menjelang Asean Community 2015, Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol.45, No.2., DOI: 10.21143/jhp.vol45.no2.4.
Nola, LF. (2011). Peluang Penerapan Cyber Notary Dalam Peraturan Perubdang-Undangan di Indonesia, Jurnal Negara Hukum. Vol 2 No 1 (2011), DOI:
Nugroho, PA. (2012). Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Semarang. Indonesian Journal of Public Policy and Management Review. Vol.1 No.2. 211-220.
scholar.google.com/scholar?cluster=3143187618400768479&hl=en&as_sdt=2005 &sciodt=0,5.
Prabawa, BGA. (2017). Analisis Yuridis tentang Hak Ingkar Notaris dalam Hal Pemeriksaan Menurut Undang Undang Jabatan Notaris & Kode Etik Notaris. Jurnal Acta Comitas: Universitas Udayana. 98-110.
DOI: 10.24843/AC.2017.v02.i01.p09.
Putri, CC. (2019). Konseptualisasi dan Peluang Cyber Notary dalam Hukum. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Universitas Srawijaya, h.29-36. DOI:
Ridwan, M. (2020). Reconstruction Of Notary Position Authority and Implementation Of Basic Concept Of Cyber Notary. Jurnal Akta. Volume 7 Issue 1. 61-68.
Rosalina, Z. (2016). Keabsahan Akta Notaris yang Menggunakan Cyber Notary Sebagai Akta Otentik. Jurnal Hukum Universitas of Brawijaya,
hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1554/1289
Satriani, A.(2018). Penerbitan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Padang, Jurnal Normative Vol. 6
No.2,mail.ojs.unitaspdg.ac.id/index.php/normatif/article/view/417.
Setiadewi, K. (2020), Legalitas Akta Notaris Berbasis Cyber Notary Sebagai Akta Otentik, Jurnal Komunkasi Hukum (JKH): Universitas Pendidikan Ganesha,
Wijanarko, FR. (2015). Tinjauan Yuridis Akta Notaris Terhadap Pemberlakuan Cyber Notary Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Jurnal Repertorium: Universitas Sebelas Maret, Volume II No.2.
media.neliti.com/media/publications/213169-none.pdf.
Laporan Penelitian Ilmiah:
Budiman, H, (2012). Tanggung Jawab Notaris Atas Perlindungan Data Pribadi Dalam Akses Interoperabilitas Informasi Data Kependudukan. Universitas Indonesia.
Nasution, R. Z. (2017). Akuntabilitas Dalam Pelayanan KTP Elektronik (KTP-EL) Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Universitas Sumatera Utara.
Tuanaya, SNF. (2018). Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Sural Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Universitas Islam Sultan Agung
Internet:
Azani Cempaka Sari. (2018). Biometrics Authentication and Recognition. Retrieved from socs.binus.ac.id/2018/11/29/biometrics-authentication-and-recognition/, diakses 24 Juni 2021.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-Undang No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 Perubahan atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional.
695
Discussion and feedback