Vol. 06 No. 03 Desember 2021

e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Kepastian Hukum Pelaksanaan Hak Tanggungan Elektronik Terhadap Kewenangan dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah

Yosi Abdhan Pradana1, Anak Agung Istri Ari Atu Dewi2

1Program Studi Magister (S2) Kenotariatan, E-Mail: [email protected] 2Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-Mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 24 Mei 2021

Diterima : 7 November 2021

Terbit : 1 Desember 2021

Keywords :

Electronic Mortgage Rights;

Statement  Of Validity And

Truth Of Documents


Abstract

Kata Kunci:

Hak Tanggungan Elektronik; Surat Pernyataan Keabsahan Dan Kebenaran Dokumen

Corresponding Author:

Yosi Abdhan Pradana, E-Mail: [email protected]

Doi :

10.24843/AC.2021.v06.i03.p14


dokumen didalam Sistem HT Elektronik ada 2 (dua) itu adalah PPAT dan Kreditor.

  • 1.    Pendahuluan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 mengenai Hak Tanggungan (Untuk berikutnya didalam penulisan ini disebutkan UUHak Tanggungan) dijelaskan: “Bahwa yang dapat dibebankan Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai”. Objek pertanahan yang diberikan Hak Tanggungan juga disebut objek HT, setelah itu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (berikutnya didalam tulisan ini dikatakan PPAT) dilakukan pemberian Akta Pemberian Hak Tanggungan (Untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut APHT).menurut Boedi Harsono, “Pada dasarnya pemberian Hak Tanggungan bersifat ikutan (Accessoir) dimana kelahiran, eksistensi, peralihan, ekseskusi dan hapusnya suatu Hak Tanggungan ditentukan oleh adanya, peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin”.1

Tata cara APHT diatur didalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Repubiik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Mengenai berubahnya Permen / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 (Untuk berikutnya didalam penulisan ini disebutkan Perkaban No 8 Tahun 2012) dalam lampiran VIa bagian penutup akta, berbunyi sebagai berikut : “Akta ini ditandatangani/cap ibu jari oleh pihak pertama, pihak kedua, para saksi dan saya, PPAT, sebanyak 2 rangkap asli, yaitu 1(satu) rangkap lembar pertama disimpan di kantor saya, dan 1(satu) rangkap lembar kedua disampaikan Kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota”. Hal tersebut menerangkan bahwa salinan pada lembar ke-dua disampaikan ke Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota. Permen ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2020 mengenai Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik (Untuk berikutnya didalam penulisan ini disebutkan Permen HT-El) didalam Pasal 9 ayat (1) serta ayat (2) disebutkan bahwa:

  • (1 ) “Kreditor mengajukan permohonan pelayanan HT-El melalui Sistem HT-El yang disediakan oleh Kementerian.”

  • (2 ) “Dalam hal permohonan pelayanan HT-El sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Berupa Pendaftaran Hak Tanggungan Atau Peralihan Hak Tanggungan, Dokumen Kelengkapan Persyaratan Disampaikan oleh PPAT.”

Hal tersebut sehingga berkas APHT pada pelayanan Hak Tanggunagan Elektronik (Untuk berikutnya didalam penulisan ini disebutkan HT-El) di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang berlaku saat ini, tidak perlu berkas PPAT datang dan sampaikan fisiknya Kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pada Permen HT-El Pasal 10 ayat 3 (tiga) berbunyi; “Seluruh Dokumen Kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib disimpan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.” Jadi yang dimaksud pada Pendaftaran HT-El adalah PPAT diwajibkan untuk mendaftarkan Akta berupa hasil scan dari minuta lembar kedua, sedangkan fisik Akta dari minuta lembar kedua tersebut yang seharusnya

disampaikan Ke Kantor Pertanahan sekarang pada HT-El menjadi tanggung jawab PPAT untuk menyimpannya sebagai warkah.

Warkah yang disimpan PPAT selanjutnya ditetapkan sebagai arsip negara berupa informasi rahasia yang tidak bisa dipublikasikan kecuali kepada pihak yang berkepentingan. Prosedur permohonan dokumen yang menjadi warkah Hak Tanggungan tersebut belum memiliki payung hukum yang jelas. Didalam penyidikan belum diatur yang akan digunakan sebagai alat bukti adalah dokumen yang disampaikan dalam sistem HT-El atau dokumen fisik yang disimpan di kantor PPAT sebagai pengirim dokumen. Dan apabila dalam penyidikan diperlukan dokumen fisik yang disimpan dikantor PPAT siapa yang berwenang memberikan izin.

Cyber Crime adalah segala hal penggunaan jaringan komputer yang bertujuan kriminal berteknologi tinggi dengan cara menyalahgunakan/memanfaatkan kemudahan teknologi digital.2 Hal ini tentu sudah menjadi perhatikan secara khusus oleh kementrian agraria. dalam Pasal 10 ayat 2 Permen HT-El disebutkan bahwa “Penyampaian Dokumen dilengkapi dengan surat pernyataan mengenai Pertanggungjawaban Keabsahan dan Kebenaran Data Dokumen Elektronik Yang Diajukan.”(Untuk berikutnya didalam penulisan ini disebutkan Surat Absah dan Benar HT-El) dalam hal ini seolah memberikan tanggung jawab sepenuhnya terhadap PPAT dalam penyelenggaraan sistem HT Elektronik. Tidak dijelaskan dalam Permen HT-El yang dimaksud dengan Surat Absah dan Benar HT-El seperti apa dan sejauh apa yang harus dilakukan PPAT, karna yang terlibat dalam penyelenggaraan HT-El selain PPAT ada juga pihak Kreditor, Debitur dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Hal tersebut tidak sesuai sama tugas serta kewenangan PPAT membuat akta otentik, PP Nomor 37 Tahun 1998 mengenai tugas pokok sama wewenang PPAT didalam Pasal 2 (dua) dan Pasal 3 (tiga) disebutkan : Pasal 2 “PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan Pendaftaran tanah dengan membuat Akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi Pendaftaran perubahan data Pendaftaran Tanah yang diakibatkan oleh Perbuatan Hukum itu.” dan Pasal 3 “Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat Akta Otentik mengenai semua Perbuatan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai Hak Atas Tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya”. Mengingat tugas baru PPAT untuk menandatangai surat-surat absah dan benar HT-El. Hal tersebut cukup ganjal, padahal sebelumnya tidak ada tugas mengenai surat tersebut pada Pendaftaran HT Konvensional.

Untuk mengemban jabatan dan tugasnya, PPAT hendaklah mengaplikasikan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang sudah tertuang didalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Mentri / Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 berbunyi: “Bahwa saya, akan menjalankan jabatan saya dengan jujur, tertib, cermat dan penuh kesadaran, bertanggung jawab serta tidak berpihak.” PPAT berperan dan bertanggungjawab dalam menentukan tindakan yang terjadi dapat dituangkan dalam suatu Akta atau tidak, oleh karena itu

prinsip kehati-hatian (asas kecermatan) perlu dilaksanakan dalam menentukan tindakan yang terjadi untuk pembuatan Akta.3 Karena apabila satu syarat pada proses Akta Pemberian Hak Tanggungan (untuk berikutnya didalam penulisan ini disebutkan APHT) tidak memenuhi maka dapat dibatalkan sebagai Akta Otentik.

Akta Otentik dipenjelasan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Untuk berikutnya dipenulisan ini disebutkan KUHPerd). ialah “Suatu Akta Otentik adalah suatu Akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat Akta itu dibuat.” Oleh karena dibuat seorang pajabat umum, sebab itu Akta Otentik adalah Akta yang mempunyai kakuatan pembuktin sempurna (Volledig Bewijs). Oleh sebab itu Akta Otentik harus dapat dipercaya Hakim pada suatu proses Peradilan, yaitu Akta Otentik dianggap benar selama ketidak benarannya tidak dapat di buktikan.4 Sebab Pejabat Umum mendapat kepercayaan dari negara untuk menjalankan sebagian fungsi administratif negara sesuai penjelasan Pasal 1868 KUHPerd sehingga legalitasnya dijamin oleh Undang-Undang.

Kepatuhan dalam menjalankan tugas sebagai PPAT dan Pembuatan APHT agar patuh dan sesuai terhadap ketentuan peraturan yang berlaku, sanggat kuat berkaitan pada salah satunya Asas didalam Hak Tangunggan yaitu Asas Publisitas yaitu ada akibat hukum jika APHT sebagai substansi ataupun wujudnya tidak sama pada aturan Perundang-Undangan.5 Akan tetapi dari uraian penulis diatas menjadi permasalahan bagaimana pengaturan dokumen hak tanggungan yang disimpan di kantor PPAT yang telah menjadi Warkah dalam hal terdapat permohonan oleh pihak yang berkepentingan terhadap warkah Hak Tanggungan tersebut? dan bagaimana implikasi hukum surat pernyataan pertanggungjawaban keabsahan dan kebenaran dokumen pada pendaftaran HT-El dipandang dari sudut tugas dan kewenangan PPAT?

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji secara lebih mendalam kepastian hukum PPAT dalam menjalankan tugas dan jabatannya pada pendaftaran Hak Tanggungan terintregasi elektronik. Disamping itu penulisan juga dimaksudkan untuk mengembangkan pemikiran dan konsep hukum demi pembaharuan hukum dalam Hak Tanggungan di masa yang akan datang. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian yang mengkhusus membahas dalam hal terdapat permohonan oleh pihak yang berkepentingan terhadap warkah Hak Tanggungan serta implikasi hukum surat pernyataan pertanggung jawaban keabsahan dan kebenaran dokumen pada pendaftaran HT-El dipandang dari sudut tugas dan kewenangan PPAT.

Sebelumnya terdapat penelitian oleh berberapa artikel sudah terpublish yang mengangkat isu hukum serupa, diantaranya yaitu:

  • 1.    Shirley Zerlinda Anggraeni yang berjudul “Kewenangan dan Tanggung Jawab Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik”, yang membahas mengenai Surat Absah dan Benar HT-El merupakan persyaratan mengunakan sistem layanan HT-El dan juga merupakan satu kesatuan dengan Permen Nomor 9 Tahun 2019.6

  • 2.    I Putu Asa Jania yang berjudul “Kedudukan Hukum Pemilik Jaminan dan Debitur dalam Pendaftaran Hak Tanggungan Yang Terintergrasi Secara Elektronik” yang menunjukan bahwa dengan diberlakukanyaPermen HT-El, menjawab problem berkaitan dengan norma kosong pada pendaftaran objek HT yang namanya beda dengan nama debitur.7

Artikel tersebut mempunyai fokus pembahasan yang berbeda dengan artikel yang dibuat penulis dikarenakan secara spesifik lebih mengkaji mengenai surat keabsahan dan kebenaran HT-El dipandang dari sudut tugas dan kewenangan PPAT. Dalam menjalankan tugasnya PPAT harus melakukan pengecekan data dokumen dari para pihak agar keabsahan dan kebenaran dokumen yang dibuat merupakan surat yang benar-benar menjamin keabsahan dari suatu perbuatan hukum.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan yakni penelitian Yuridis Normatif, maka metode yang dipergunakan yaitu metode penelitian hukum, tujuan penelitian hukum ini guna memecahkan isu yang sedang dilalui.8 Menurut Peter Mahmud Marzuki metode penelitian hukum yaitu: “cara atau suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, atau doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.” Pendekatan yang dipakai untuk membantu mendalami penelitian yaitu:  “pendekatan perundang-undangan, pendekatan perundang-

undangan tersebut dilakukan dengan mengkaji masalah dengan menggunakan peraturan yang terkait dan relevan dengan permasalahan dalam hal ini aturan – aturan yang ada sangkut pautnya mengenai bidang hukum PPAT.”

Maksud dari penelitian ini untuk menganalisis isu hukum yang berpegangan kepada landasan hukum, dan aturan-aturan di bidang Hukum Agraria dan pemikiran dari para Ahli Hukum yang berkaitan dengan rumusan permasalahan hukum yang ada. Berdasarkan metode tersebut, maka bahan hukum penelitian ini menggunakan data sekunder, baik berupa bahan hukum primer, sekunder maupun tertier. Selanjutnya Penelitian ini bersifat Diskriptif Analisis dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approuch).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan dokumen Hak Tanggungan yang disimpan di Kantor PPAT yang telah menjadi warkah dalam hal terdapat permohonan oleh pihak yang berkepentingan terhadap warkah Hak Tanggungan

Peraturan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2013 mengenai pelayanan informasi publik di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada Pasal 12 ayat (4) huruf I menyebutkan bahwa: “Informasi yang dikecualikan meliputi: Buku tanah, surat ukur, dan Warkahnya;”. Kemudian di dalam penjelasnya yaitu “Informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) hanya dapat diberikan kepada Instansi Pemerintah dalam hal menjalankan tugasnya membutuhkan informasi dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan bersifat kasuistis.” Dikutip dari Saputro pengertian warkah yaitu: 9

“Arsip yang dibeundeul atau dijilid berisi kumpulan dokumen berupa surat-surat yang dijadikan alat pembuktian mengenai data fisik, data yuridis, dan data administrasi bidang tanah, atas hak, yang dipergunakan sebagai dasar pendaftaran hak bidang-bidang tanah, antara lain, surat-surat tanah yang dikeluarkan dari jaman pemerintahan hindia belanda sampai sesudah kemerdekaan republik indonesia.”

Warkah dalam jabatan PPAT diatur dalam PP No 24 Tahun 2016 mengenai berubahnya atas PP No 37 Thun 1998 mengenai Paraturan Jabatan PPAT Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa “Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar Akta, Akta Asli, Warkah Pendukung Akta, Arsip Laporan, Agenda dan Surat-Surat lainnya.” dan Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa “Warkah adalah Dokumen yang dijadikan dasar pembuatan Akta PPAT.”

Warkah hanya dapat dibuka informasinya atas permohonan pihak yang punya kepentingan. Pihak yang punya kepentingan ialah pemegang hak atas tanah dan pihak atau pihak-pihak lainnya yang punya kepentingan perihal bidang tanah. Yang mempunyai kewenangan untuk pembatalan Sertipikat adalah Instansi Pemerintah dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan atas dasar adanya permohonan oleh pihak yang punya kepentingan atau pihak yang menang atau penggugat dalam pengadilan yang mengajukan membatalkan sertipikat atas dasar Putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht).10

Warkah yang diolah Kantor Pertanahan adalah berkas penting yang memiliki usia tak memiliki batas, istilahnya adalah warkah sebagai arsip sepanjang masa, oleh sebab itu selama satu bidang tanah tersebut yang sudah memiliki sertipikat tidak menghilang jadi warkah tersebut tetap berlaku. Hal ini disebabkan oleh manfaat dari warkah yang

bisa dikatakan jiwa dari Kantor Pertanahan, begitu juga digunakan sebagai bukti penerbitan sebuah sertipikat pertanahan oleh Kantor Pertanahan, sehingga apabila kemudian hari timbul suatu permasalahan hukum yang terjadi, maka warkah tersebut dijadikan bukti otentik dalam Pengadilan. Karena dalam warkah bisa dilihat riwayat dari satu bidang tanah yang sudah bersertipikat tersebut. Oleh sebab itu warkah harus tersimpan dan tercatat dengan baik.11

Semenjak diundangkannya Permen HT-El, dokumen sebelumnya secara konvensional adalah disampaikan ke Kantor Pertanahan, pada saat HT-El saat ini diubah mekanismenya menjadi disampaikan ke Kantor Pertanahan menggunakan sistem online Mitra Kerja lalu otomatis terintegerasi oleh sistem HT Elektronik dan Fisiknya disimpan di Kantor Pertanahan yang mana disebutkan dalam Permen HT-El Pasal 10 ayat (3) menyebutkan bahwa; “Seluruh dokumen kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib disimpan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.”

Atas dasar pasal 10 ayat (3) Permen HT-El akta dan dokumen kelengkapan hak tanggungan yang semula disampaikan ke Kantor Pertanahan, kini Warkahnya disimpan oleh PPAT dan warkah tersebut tetap sebagai Arsip Negara. Arsip Negara mempunyai sifat rahasia yang harus dilindungi dan tidak bisa dipublikasikan. Warkah bisa diperlukan untuk keperluan penyidikan, namun peraturan mengenai permohonan permintaan warkah Hak Tanggungan yang disimpan oleh PPAT belum diatur secara jelas. Bahwa pengarahan dan pengamatan PPAT di daerah dilaksanakan Pimpinan Kantor Pertanahan. Didalam melaksanakan pengarahan dan pengamatan PPAT di daerah ini maka dibentuklah MPPD, MPPD yaitu: “Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah Daerah”

Jika dilihat dari pengaturan permohonan permintaan dokumen pertanahan yang diatur Permen Agraria tentang Pendaftaran Tanah Pasal 192 ayat (4) maka yang memberikan izin diberikannya dokumen tersebut adalah Kepala Kantor Wilayah Provinsi. dengan perizinan dari Pimpinan/Kepala Pertanahan Wilayah pada Instansi yang perlu akan pelaksanaan tugas dapat dikasihkan petikan, copy atau rekam dokumen pendaftaran pertanahan dimana disimpan didalam Kantor Pertanahan. Perihal dokumen tersebut disimpan oleh PPAT, sebelum dilakukan penelitian ini masih belum diundangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah yang diundangkan tanggal 2 februari 2021 mengatur mengenai warkah elektronik apabila dijadikan alat bukti. Pada pasal 85 ayat 3 (tiga) berbunyi : “untuk keperluan pembuktian dipengadilan dan/atau pemberian informasi pertanahan yang dimohonkan instansi yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasya, data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan akses melalui sistem elektronik”

Pada Permen HT-El Pasal 20 ayat 4 terdapat ketentuan dokumen yang dinyatakan palsu seutuhnya jadi tanggung jawab penggirim dokumen/warkah baik pidana maupun perdata. Pengirim yang dimaksud adalah PPAT atau kreditor. Dalam hal

terdapat dokuman yang dinyatakan palsu, maka PPAT dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata. Sebelum dinyatakan bersalah dan dikenakan sanksi, diperlukan pemeriksaan oleh aparat yang berwenang. Prosedur pemeriksaan tersebut jika diawali dengan laporan yang disampaikan melalui Kantor Pertanahan setempat maka dapat dilakukan oleh MPPD, sedangkan jika pelangaran yang diperbuat PPAT secara terang telah punya bukti, maka pimpinan Kantor BPN bisa secara langsung kasih sanksi yaitu surat tertulis berupa teguran tertuju ke PPAT tidak perlu melalui MPPD.

  • 3.2    Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Keabsahan Dan Kebenaran Dokumen Pada Pendaftaran HT Elektronik Dipandang Dari Sudut Tugas Dan Kewenangan PPAT

Dalam melakukan daftar tanah, guna perihal tertentu Kepala Kantor BPN Kabupaten atau Kota tidak bisa melakukannya sendiri, melainkan membutuhkan bantuan dari pihak lainnya.12 Hal seperti itu ditegaskan didalam Pasal 6 ayat (2) PP Nomer 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah, berbunyi: “Dalam melaksanakan Pendafataran Tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan”.

Dilihat dari wewenang PPAT yaitu membantu tugas kepala kantor didalam Melaksanakan daftar tanah yang didalamnya terdapat kegiatan hak tanggungan, dalam hal ini tugas tersebut tidak secara mutlak menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari PPAT Karena Sifatnya PPAT ialah bantu tugas Pemimpin Kantor pertanahan untuk membuat Akta dalam kegiatan pembebanan Hak Tanggungan. Pada Permen HT-El Pasal 20 disebutkan yang menjadi tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan adalah pelayanan secara elektroniknya, sedangkan untuk kebenaran materiil dari suatu dokumen bukan merupakan tanggung jawab Pemimpin Kantor Pertanahan. Dokumen yang diunggah pada Layanan HT Elektronik menjadi tanggung jawab pengirim dokumen. Wira, E.M mengatakan; “Penyelenggaraan pendaftaran tanah di daerah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan, dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.”13

Pengirim dokumen dalam Sistem HT Elektronik ada 2 (dua) yaitu PPAT dan Kreditor. Dokumen para pihak berupa Sertipikat, KTP, KK, Pajak Bumi dan Bangunan, Perjanjian Kredit, APHT, dan SKMHT menjadi tanggung jawab PPAT sebagai pengirim dokumen. Tanggung jawab tersebut diperkuat dengan surat yang harus dibuat dan ditandatangani PPAT pada dokumen HT Elektronik yang diunggah pada sistem HT Elektronik. Yang memakai sistem HT Elektronik ada kreditor serta PPAT, namun yang harus menyampaikan bahwa dokumen yang dilengkapi dengan Surat Absah dan Benar HT-El tersebut hanya diwajibkan untuk PPAT. Padahal pengirim

dokumen ada juga dari pihak Kreditor. Disebutkan pada Pasal 20 Permen HT-El bahwa pengirim bertanggung jawab pada kebenaran materiil dokumen.

Kreditor ialah perseorangan/badan hukum yang berhutang didalam satu hubungan hutang tertentu. Perseorangan/badan hukum yang berperan sebagai pengguna layanan HT Elektronik bisa dari subyek hukum perorangan atau badan hukum. Dalam Sistem HT Elektronik, Kreditor mengunggah identitasnya dan surat permohonan yang ditujukan kepada kepala kantor pertanahan untuk pembebanan hak tanggungan atas suatu bidang tanah. Pada Sistem HT Elektronik, tidak ada kewajiban bagi Kreditor untuk menyatakan kebenaran dokumen yang diunggahnya.

Dalam kamus hukum, tanggung jawab yaitu: “suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.”14 Menurut teori hukum tanggung jawab yaitu: “suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.”15

Menurut penulis, ketentuan pertanggungjawaban pada pasal 20 sudah cukup untuk mengatur para pihak sebagai pengirim dokumen dalam hal pertanggungjawaban kebenaran materiil dokumen, seharusnya tidak diperlukan lagi surat pernyataan yang harus ditandatangani PPAT karena pada Pasal 10 Keberadaan Surat Surat Absah dan Benar HT-El merupakan suatu kewajiban namun tidak ada Pasal lanjutan yang mengatur mengenai sanksi atas ketentuan tersebut. Adanya keharusan pembuatan Surat Absah dan Benar HT-El ini juga belum diatur dalam perbuatan hukum PPAT yang diatur dalam Kode Etik PPAT dan PP No 24 Thun 2016, mengenai berubahnya PP No 37 Thn 1998 mengenai peraturan jabatan PPAT.

Dalam menjalankan tugasnya PPAT menuangkan suatu perbuatan hukum yang dilakukan penghadap, kemudian untuk menjalankan kewenangannya PPAT dengan menjamin kebenaran Materiil dari apa yang tertuang dalam akta saja (“dalam arti kebenaran perbuatan hukumnya saja”) dan kebenaran formil didalam tiap akta dan juga turut serta memeriksa kewajiban para pihak mengenai syarat-syarat berkaitan dialihkannya hak atas tanah dan banggunan yang harus dipenuhi penghadap.16 Apabila kemudian terdapat Informasi yang dikasih pada Notaris/PPAT palsu atau dokumen yang dikasih pada Notaris/PPAT adalah palsu, maka Akta serta pengikatan yang dibikin didepannya PPAT/Notaris bukan berarti bajakan.17 Notaris/PPAT mencatat perbuatan hukum yang dilakukan para pengghadap kedalam Akta. Notaris/PPAT menuangkan apa-apa saja perbuatan hukum yang telah terjadi dari para pengghadap tersebut, dengan tidak mengesampingkan syarat formil dengankejadian yang sebenar-benarnya kemudian menuangkan didalam Akta. Notaris/PPAT tidak mempunyai kewenangan menyelidiki kebenaran substansi materi pada Akta outentik itu.

PPAT dalam menjalankan tugas nya harus selalu melaksanakan prinsip hati-hati. prinsip hati-hati atas satu perbuatan akan diperlukan jika terjadi satu bukti yang cukup, sehinga tanpa adanya satu bukti yang cukup maka tidak akan melakukan satu tindakan tertentu. Prinsip hati-hati ini bertujuan sebagai antisipasi dan pencegahan awal terjadi nya satu akibat tertentu.18 Untuk memberikan perlindungan PPAT dalam melaksanakan jabatannya, PPAT seharusnya diterapkan prinsip hati-hati pada waktu menerima pekerjaan dari klien. Prinsip hati-hati punya arti untuk sikap waspada, terhadap diri sendiri ataupun untuk orang lainnya, tetap harus dengan memperhatikan akbibat disetiap perbuatan yang akan diperbuat.19

Penerapan prinsip hati-hati Notaris/PPAT didalam melakukan pengenalan para orang penghadap dilakukan tindakan awal dengan melihat dan mencermati Warkah aslinya, lalu dicocokan perbuatan apa yang ingin dilakukan, serta memikirkan akibatnya dan solusinya. Lalu melakukan pengamatan terhadap dokumen yang diperlihatkan 20

pemohon dan penghadap kepada Notaris/PPAT dengan prosedur yang berlaku.

Adapun prinsip kehati-hatian dalam pembuatan Akta dapat diterapkan sesuai dengan Pasal 53 dan 54 Perkaban Nomor 1 Tahun 2006, berbunyi; “1)Akta PPAT dibuat dengan mengisi blanko akta yang tersedia secara lengkap sesuai petunjuk pengisiannya. 2)Pengisian blanko Akta dalam rangka pembuatan Akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar serta didukung dengan dokumen sesuai Peraturan Perundang-Undangan. 3) Pembuatan Akta PPAT dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang memberi kesaksian mengenai: identitas dan kapasitas penghadap, kehadiran para pihak atau kuasanya; kebenaran data fisik dan data yuridis obyek perbuatan hukum dalam hal obyek tersebut sebelum terdaftar; keberadaan dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan Akta;.”

  • 4.    Kesimpulan

Pada pelayanan HT terintegrasi secara elektronik saat ini, dokumen yang sebelumnya harus disampaikan ke Kantor Pertanahan pada saat HT secara konvensional saat ini diubah mekanismenya menjadi disampaikan ke kantor pertanahan dengan sistem elektronik mitra kerja yang sudah terintegrasi oleh sistim HT-El dan fisiknya disimpan di Kantor PPAT. Pengaturan dokumen hak tanggungan yang disimpan di kantor PPAT yang telah menjadi Warkah dalam hal terdapat permohonan oleh pihak yang berkepentingan terhadap Warkah Hak Tanggungana adalah jika dilihat dari pengaturan permohonan permintaan dokumen pertanahan yang diatur Peraturan Menteri Negara Agraria maka yang memberikan izin diberikannya dokumen tersebut untuk pihak diluar para pihak adalah Kepala Kantor Wilayah Provinsi. Dengan

mendapatkan perizinan tertulis dari pimpinan Kantor Wilayah pada Instansi yang perlu untuk menjalankan tugasnya bisa dikasih kutipan, salinan atau rekam dokumen daftar tanah yang disimpan didalam Kantor Pertanahan. Dalam hal dokumen tersebut disimpan oleh PPAT, saat penelitian ini dilakukan belum ada peraturan yang mengatur lebih lanjut dan khusus apabila ada permohonan permintaan Warkah oleh pihak yang berkepentingan terhadap Warkah Hak Tanggungan. Implikasi Hukum Surat Pernyataan Pertanggung Jawaban Keabsahan dan Kebenaran Dokumen pada pendaftaran HT Elektronik dipandang dari sudut tugas dan kewenangan PPAT adalah dilihat dari kewenangan PPAT yang terdapat pada PP nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yaitu membantu tugas kepala kantor dalam pelaksanaan pendaftaran tanah yang didalamnya terdapat kegiatan Hak Tanggungan, dalam hal ini tugas tersebut tidak secara mutlak jadi tanggung jawabnya PPAT karena sifat PPAT membantu tugasnya Kepala Kantor Pertanahan. Tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan ialah layanan secara elektroniknya. Adapun Kebenaran materiil dari satu dokumen bukanlah tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan. Dokuman saat diupload dalam layanan HT elektronik jadi tanggung jawab yang kirim dokumen. Yang kirim dokumen didalam Sistem HT Elektronik ada 2 (dua) itu adalah PPAT dan Kreditor. Seharusnya yang menandatangani surat keabsahan tersebut tidak hanya PPAT, masing-masing yang mengupload dalam sistem HT-el harusnya ikut menandatangani juga.

Daftar Pustaka/Daftar Referensi

Buku

Harsono, B. (2005). “Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan

Pelaksanaannya,” Edisi Revisi, Jakarta: Djambatan.

Marzuki, P.M. (2005). “Penelitian Hukum” (Edisi Revisi). Jakarta: Kencana.

Santoso, U. (2010). “Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah.” Jakarta: Prenamedia Group.

Hamzah Andi, 2005, Kamus Hukum, Jakarta:Ghalia Indonesia.

Notoadmojo Soekidjo, 2010, Etika dan hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Jurnal

Domini, V. A. (2019). “TANGGUNG JAWAB NOTARIS/PPAT TERHADAP KEABSAHAN TANDA TANGAN DAN IDENTITAS PENGHADAP DALAM AKTA JUAL BELI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR: 10/PID/2018/PT. DKI).” Indonesian Notary, 1(001).

Hermawan, R. (2015). “Kesiapan Aparatur Pemerintah dalam Menghadapi Cyber Crime      di      Indonesia.      Faktor      Exacta,”      6(1),      43-50.

DOI:http://dx.doi.org/10.30998/faktorexacta.v6i1.217

Isnaini, H., & Wanda, H. D. (2017). “Prinsip Kehati-Hatian PPAT dalam Peralihan Tanah yang Belum Bersertifikat.” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 24(3), 467487 DOI: https://doi.org/10.20885/iustum.vol24.iss3.art7

Palit, R. C. (2015). “Kekuatan Akta di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti di Pengadilan”. Lex Privatum, 3(2).

Prasetyo, B., Muslim, I., & Pratama, R. A. (2019). “Certificates of Ownership without Warkah in Indonesia. Indonesian Journal of Law and Economics Review, 3.” DOI: HTTPS://DOI.ORG/10.21070/IJLER.2019.V3.40

Safitri, A. N. (2019). “Pemalsuan AJB Yang Dibuat Setelah PPAT Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 620k/Pid/2016).” Indonesian Notary, 1(001). p.22

Wartini, S. (2007). “Implementasi Prinsip Kehati-hatian dalam Sanitary And Phythosanitary Agreemant, Studi Kasus: Keputusan Appellate Body WTO dalam Kasus Hormone Beef antara Uni Eropa dengan Amerika Serikat”. p. 296313.     Jurnal     Hukum     IUS     QUIA     IUSTUM,     14(2)

DOI: https://doi.org/10.20885/iustum.vol14.iss2.art7

Wiguna, M. O. C. (2018). “Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Dan Pengaruhnya Terhadap Pemenuhan Asas Publisitas Dalam Proses Pemberian Hak Tanggungan.” Jurnal Legislasi Indonesia, 14(4), 439-446.

Wira, E. M. (2020). “Pelaksanaan Pembinaan Dan Pengawasan Terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pendaftaran Hak Atas Tanah di Kota Payakumbuh.” UNES          Law          Review, 2(3),          247-258.

DOI:https://doi.org/10.31933/unesrev.v2i3.118

Tesis atau Disertasi

Saputro, B. (2017). “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ATAS TANAH MASYARAKAT YANG ARSIPNYA MUSNAH TERBAKAR PASCA KEBAKARAN GEDUNG ARSIP KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN CIANJUR” Doctoral dissertation, UNPAS.

Rahman, F. A. (2018). “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Notaris Dalam Mengenal Para Penghadap” Master's thesis, Universitas Islam Indonesia.

Internet

Omtanah    (2016)    “Pengertian    Warkah    Tanah    dan    Fungsinya”

https://omtanah.com/2016/10/20/pengertian-warkah-tanah/, diakses 01 Juni 2020

Udin Narsudin, (2017) http://notarismichael.com/ppat/keterangan-waris-tidak-benar-ppat-tanggung-jawab/ diakses 01 Juni 2020

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Presiden Republik Indonesia. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3746).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 120).

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi Publik Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah

666