Pengaturan Organ Komisaris Dalam Perseroan Terbatas Perseorangan Menurut Perspektif Undang-Undang Cipta Kerja
on
Vol. 06 No. 03 Desember 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Pengaturan Organ Komisaris Dalam Perseroan Terbatas Perseorangan Menurut Perspektif Undang-Undang Cipta Kerja
Yanuar Agung Sudjateruna1, Gde Made Swardhana2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel Abstract
Masuk : 30 April 2021 Diterima : 21 November 2021 Terbit : 1 Desember 2021
Keywords :
legal arrangements;
commissioner organs;
individual limited liability company;
Kata kunci:
pengaturan hukum; organ komisaris; perseroan terbatas perseorangan;
Corresponding Author:
Yanuar Agung Sudjateruna, Email: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i03.p2
The purpose of this study is to examine the unregulated Organs of Commissioners in Individual Limited Liability Companies in the Job Creation Act, and to examine the organs authorized to take over the duties and responsibilities of the organs of Commissioners in Individual Limited Liability Companies according to the Job Creation Act. This research is classified as a normative juridical research that uses 3 types of approaches, including the statutory approach, legal interpretation and analysis of legal concepts. The results of the study indicate that the existence of a Commissioner in a Limited Liability Company is not regulated in the work copyright law to avoid a conflict of authority between the Commissioner and the Director who is also the sole shareholder. It is impossible for the supervisory process to be carried out by the Commissioner against the board of directors as well as the sole shareholder who has absolute power. Meanwhile, those who are then authorized to take over the duties and responsibilities of the organs of the Commissioner in an Individual Limited Liability Company are the shareholders, because there is only one personal figure in Individual Limited Liability Companies, namely the Sole Shareholders, who concurrently serves as Director. The organs of Commissioners in a private company must be regulated and still exist, although in the process of implementation its function is only as a complement, but the void of norms can be avoided. Further regulation is needed to create legal harmonization in order to ensure legal certainty.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tidak diaturnya Organ Komisaris dalam Perseroan Terbatas Perseorangan dalam Undang-undang Cipta Kerja, dan mengkaji organ yang berwenang untuk mengambil alih tugas dan tanggungjawab organ Komisaris dalam Perseroan Terbatas Perseorangan menurut Undang-undang Cipta Kerja. Penelitian ini tergolong jenis penelitian yuridis normatif yang menggunakan 3 jenis pendekatan, antara lain pendekatan perundang-undangan, penafsiran hukum dan analisa konsep hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak diaturnya keberadaan Komisaris dalam Perseroan Terbatas Perseorangan di
dalam undang-undang cipta kerja adalah untuk menghindari konflik kewenangan antara Komisaris terhadap Direktur yang sekaligus pemegang saham tunggal. Mustahil proses pengawasan dapat dilakukan oleh Komisaris terhadap direksi sekaligus pemegang saham tunggal yang memiliki kekuasaan mutlak Sedangkan yang kemudian berwenang untuk mengambil alih tugas dan tanggungjawab daripada organ Komisaris dalam Perseroan Terbatas Perseorangan adalah Pemegang saham, karena hanya ada satu sosok personal dalam PT Perseorangan yaitu Pemegang Saham Tunggal, yang dirangkapkan jabatannya sekaligus sebagai Direktur. Organ Komisaris dalam PT Perseorangan wajib diatur dan tetap ada, walaupun dalam proses pelaksanaannya fungsinya hanya sebagai pelengkap, tetapi kekosongan norma dapat dihindari. Perlu pengaturan lebih lanjut untuk menciptakan harmonisasi hukum demi menjamin kepastian hukum.
Tanggal 20 Oktober 2019, dalam pidatonya Presiden Joko Widodo berencana membentuk Rancangan Undang Undang (RUU) omnibus law tentang pemberdayaan Usaha Mikro Kecil serta Menengah (UMKM), serta perluasan lapangan kerja. RUU ini kemudian dirubah sehingga terbentuk Undang Undang, yang kemudian berhasil disahkan tertanggal 5 Oktober 2020 dengan nama Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 oleh DPR, selanjutnya kita sebut ‘UU Cipta Kerja’. Salah satu tujuan dengan dibentuknya UU Cipta Kerja ini adalah untuk mempermudah kegiatan berusaha (ease of doing business). EoDB terdiri dari 11 indikator yang ditetapkan oleh world bank, antara lain permulaan usaha (starting a business), perizinan pembangunan (dealing with construction permit), pendaftaran properti (registering property), sambungan kelistrikan (getting electricity), mendapatkan kredit (getting credit), perlindungan bagi para investor (protecting investors), kewajiban pajak (paying taxes), perdagangan lintas negara (trading across border), aturan mengenai tenaga kerja (labor market regulation), aspek perjanjian (enforcing contracts), dan penyelesaian kepailitan (resolving insolvency).1
Indikator yang berperan penting dan sangat menentukan dalam menciptakan kemudahan berbisnis salah satunya adalah starting a business atau memulai suatu usaha, banyak kita dapati bahwa sebagian besar perusahaan yang menjalankan usaha dan berdiri di Indonesia adalah memilih bentuk Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan usahanya. Hal tersebut sudah tidak mengherankan lagi karena ada lebih banyak kelebihan yang dimiliki oleh usaha berwujud Perseroan Terbatas tetapi tidak dipunyai oleh badan usaha yang lain, semacam antara lain : tanggung jawab hanya sebatas modal yang disetor dari para pemilik saham, pembagian mengenai struktur organisasi,
serta pengawasan yang lebih seksama, pencitraan yang lebih profesional apabila dalam bentuk perseroan terbatas, mudah dalam mengurus pinjaman kredit, sampai pada menjadi persyaratan wajib badan usaha bagi industri tertentu harus berbentuk perseroan terbatas. “Menurut Sri Rejeki Hartono, PT adalah badan hukum primadona yang banyak diminati oleh masyarakat oieh karena nilai-nilai lebih yang dimiliki oleh PT, berdasarkan aspek ekonomi maupun aspek yundisnya, yang antara keduanya adalah satu sama lain saling mengisi dan saling melengkapi, Sedangkan dari sisi aspek hukumnya mengatur keamanan dan keseimbangan, agar kepentingan semua pihak dapat diterapkan dengan sebenar-benarnya dalam mendukung aktifitas ekonomi, selanjutnya dikemukakan alasan- alasan lain banyak dipilihnya PT oleh kebanyakan masyarakat umum dalam aktifitas ekonominya, setiap jenis usaha dengan jangkauan relatif luas sesuai dengan karakteristik PT, dalam pengurusan Ijin operasional maupun ijin usaha dalam lingkup tertentu selalu diharuskan berbentuk badan hukum PT, perusahaan-perusahaan bidang keuangan disyaratkan berbentuk badan hukum yang mana pilihan utama adalah juga PT, perusahaan yang berpeluang memanfaatkan mekanisme terdaftar dalam Pasar Modal hanyalah PT, dari berbagai penjelasan mengenai alasan dan pandangan tentang pemilihan bentuk usaha badan hukum PT, maka sangat wajar jika kita cermati bahwa badan usaha berbentuk PT adalah primadona dan pilihan utama dari masyarakat dalam pengelolaan bisnisnya“.2
UU Cipta Kerja mengatur juga mengenai Perseroan Terbatas, dengan adanya Perubahan maupun Penambahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang dalam penulisan selanjutnya kita sebut ‘UUPT’. Dalam UU Cipta Kerja dimungkinkan adanya Perseroan Terbatas Perseorangan selanjutnya disebut ‘PT Perseorangan’. Badan hukum perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro dan kecil diakui oleh UU Cipta Kerja sebagai Perseroan Terbatas. “Hal ini terdapat dalam definisi Perseroan Terbatas yang baru sebagaimana perubahan atas pasal 1 UUPT menjadi “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil”. Berdasarkan definisi baru tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat dua jenis perseroan yaitu yang pertama, perseroan yang didirikan oleh dua orang atau lebih, dan perseroan yang hanya didirikan oleh satu orang, dan UU Cipta Kerja tidak memberikan suatu definisi tersendiri dari jenis perseroan yang baru terbentuk ini.3 UU Cipta Kerja memberi kemudahan bagi pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) untuk dapat mendirikan PT dalam bentuk PT Perseorangan dengan adanya pembatasan tenggung jawab akan modal sebatas modal yang disetorkan oleh seorang Pemegang Saham, sekaligus Direktur, juga sekaligus Pendiri PT. Tidak disinggung adanya peran Komisaris dalam PT Perseorangan, berbeda dengan syarat-syarat yang harus dimuat dalam Anggaran Dasar PT berdasarkan UUPT yang pengaturannya ada dalam Pasal 8 ayat satu(1) butir ke (6) UUPT tentang muatan Anggaran Dasar yang paling tidak : (6)
nama jabatan serta banyaknya anggota dari Direktur dan Komisaris. Jelas disebut adanya organ Komisaris sebagai syarat sahnya Anggaran Dasar PT. Seperti halnya Pasal 1 ayat(2) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 berkenaan dengan PT, juncto Pasal 109 Bagian Kelima Undang- Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengenai Perseroan Terbatas (PT) diatur bahwa “Organ Perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris“. Komisaris mendapat kewenangan dari undang-undang untuk melakukan tindakan pengawasan terhadap operasional perseroan yang dilangsungkan oleh direksi. Kewenangan yang berhubungan dengan pengawasan terhadap kebijakan pelaksanaan, berjalannya pengurusan secara umum, baik berhubungan dengan persero maupun usaha persero, dan berwenang memberikan nasihat bagi Direksi. Pemberian nasihat serta pengawasan itu adalah selaras terhadap maksud serta tujuan Persero, dan untuk kepentingan Persero, yang pengaturannya ada dalam Pasal 1 ayat(6) dan Pasal 108 ayat(1) UUPT. “Dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen perusahaan dan memberikan pendapat kepada dewan direksi atas kebijakan yang telah diambil, sedangkan dewan direksi merupakan pihak eksekutif yang mempunyai tugas menentukan kebijakan dalam perusahaan. Dalam fungsinya sebagai pengawas perusahaan,
dewan komisaris juga harus memastikan tidak adanya kegiatan perusahaan yang
dirancang untuk menghindari pajak perusahaan. Setiap pengawasan yang dilakukan dewan komisaris memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik pengawasan
dewan komisaris dapat dilihat dari efektivitas sistem pengendalian internal, tipe
auditor eksternal, ukuran komite audit, dan frekuensi rapat dewan komisaris”. 4
PT Perseorangan yang diatur dalam UU Cipta Kerja adalah PT dengan satu Pendiri, merangkap direktur sebagai pelaksana operasional perusahaan, yang notabene adalah pemegang saham tunggal yang memegang keputusan mutlak. Jadi peran Komisaris tidak ada disini. Suatu kemuskilan bahwa Komisaris mengawasi Direktur, yang mana dia bertanggung jawab terhadap yang diawasi, memiliki keputusan mutlak atas perusahaan tersebut, bahkan berwenang untuk memberhentikan Komisaris itu sendiri. Berbeda dengan Akta Pendirian PT bukan perseorangan, yang lahir dari perjanjian, dan membutuhkan peran Notaris dalam membuat Akta Pendirian PT. Dalam PT Perseorangan Notaris hanya dapat memiliki posisi sebagai konsultan hukum dalam membantu proses pendirian PT Perseorangan. Tidak diperlukan adanya perjanjian untuk mendirikan suatu PT Perseorangan karena hanya terdiri dari 1 orang pendiri, sehingga tidak diperlukan akta notaril, kecuali suatu saat ada pengembangan dalam PT tersebut yang mengharuskan bertambahnya pemegang saham, yang mengakibatkan perubahan atas pendirian PT perseorangan tersebut menjadi PT bukan perseorangan. Tidak ada organ RUPS dalam PT Perseorangan. Kedudukan Keputusan Rapat Umun Pemegang Saham adalah digantikan oleh Keputusan Pemegang Saham, dikarenakan pemegang saham hanya satu orang, dan segala keputusan diputuskan oleh satu orang saja pemegang saham. Dengan tidak adanya RUPS dimungkinkan sekali bahwa keputusan yang dikeluarkan adalah sujektif (menurut pandangan sendiri / hanya dari sudut pandang pemegang saham), dan serta merta (spontan) tanpa mekanisme pembentukan keputusan. Pemegang saham juga terlibat langsung dalam pengurusan dan pengaturan perusahaan, selaku statusnya sebagai direktur.
Keberadaan Organ Komisaris tidak disinggung dalam PT Perseorangan, padahal UUPT maupun UU Cipta Kerja mengatur adanya Komisaris sebagai salah satu Organ PT. Sehingga penulis membuat rumusan permasalahan seperti berikut ini; (1) Mengapa organ Komisaris dalam PT Perseorangan tidak diatur keberadaannya di dalam Undang-undang Cipta Kerja?; (2) Siapakah yang kemudian berwenang untuk
mengambil alih tugas dan tanggungjawab daripada organ Komisaris dalam PT Perseorangan menurut Undang-undang Cipta Kerja?.
Tujuan dalam penulisan ini yakni mengkaji tentang tidak diaturnya Organ Komisaris dalam Perseroan Terbatas Perseorangan dalam Undang-undang Cipta Kerja, dan mengkaji tentang organ yang berwenang untuk mengambil alih tugas dan tanggungjawab organ Komisaris dalam Perseroan Terbatas Perseorangan menurut Undang-undang Cipta Kerja. Penelitian hanya menitik beratkan mengenai pengaturan organ Komisaris terhadap PT Perseorangan dalam UU Cipta Kerja maupun PP No 8 Tahun 2021 sebagai turunannya. Dengan tidak diaturnya organ Komisaris dalam PT Perseorangan, tampak adanya kekosongan norma dalam peraturan perundang undangan ini, walaupun jika memang tidak diperlukan adanya peran serta Komisaris dalam PT Perseorangan, tetap perlu diatur mengenai ada atau tidaknya organ Komisaris dalam aturan ini, jika tidak, akan menimbulkan ketidakharmonisan antara (PP) No. 8 Tahun 2021 sebagai pelaksana dari UU Cipta Kerja dengan UUPT yang mengatur tentang Perseroan Terbatas. Karena jika tidak disebutkan mengenai perubahan atas sesuatu maka ketentuan sebelumnya tetap berlaku.
State of the art penulisan penelitian merujuk pada beberapa penelitian yang lebih dulu ada, untuk menjadi contoh atau panduan dalam penelitian yang sekarang dilakukan. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Anner Mangatur Sianipar pada tahun 2018 dengan judul “Perkembangan Hukum Perseroan Terbatas (PT) yang berbentuk PT Perseorangan (One-Person company)”.5 Penelitian tersebut berfokus pada Analisa karakteristik PT Perseorangan dan kewajibannya, sedangkan penelitian ini berfokus pada pengaturan mengenai organ Komisaris dalam PT Perseorangan. Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh M. Faiz Aziz dan N. Febriananingsih pada tahun 2020 dengan judul “Mewujudkan Perseroan Terbatas (PT) Perseorangan Bagi Usaha Mikro Kecil (UMK) Melalui Rancangan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja”.6 Penelitian tersebut berfokus pada perbandingan hukum PT Perseorangan terhadap negara lain dan kemudahan melakukan usaha bagi UMK lewat PT Perseorangan. Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Shinta Pangesti pada tahun 2021 dengan judul “Penguatan Regulasi Perseroan Terbatas Perorangan Usaha Mikro dan Kecil Dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Masa Pandemi Covid-19”.7 Penelitian tersebut
berfokus pada PT Perseorangan sebagai stimulus dalam pemulihan ekonomi nasional sehubungan dengan pandemic covid-19, sedangkan penelitian ini mengetengahkan permasalahan baru tentang fungsi organ Komisaris yang tidak diatur keberadaannya dalam PT Perseorangan berdasarkan UU Cipta Kerja. PT Perseorangan hanya mengatur mengenai keberadaan Pemegang saham dan Direktur, dan mengesampingkan keberadaan Komisaris yang merupakan syarat sah berdirinya suatu Perseroan Terbatas. Hilangnya peran Komisaris dapat menimbulkan dampak buruk bagi tata kelola perusahaan.
Atas dasar uraian-uraian yang disebut diatas, maka penulis berkeinginan untuk membuat suatu penelitian dengan judul : Pengaturan Organ Komisaris dalam Perseroan Terbatas Perseorangan Menurut Perspektif Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam penelitian ini digunakan Metode Penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang mengkaji bahan-bahan yang bersumber dari bermacam peraturan perundangan dan bahan lain dari bermacam literatur. Penelitian normatif mencakup penelitian asas hukum, sistematika, perbandingan hukum, sinkronisasi vertikal dan horizontal, dan sejarah hukum 8, melalui pendekatan analisa konsep hukum (analytic conceptual approach) yaitu melakukan analisa solusi atas permasalahan dalam sudut pandang konsep hukum, serta pendekatan perundangan (statute approach) dengan mengkaji regulasi dan peraturan perundangan yang terkait 9. Alasan digunakan Penelitian normatif dikarenakan penelitian mencakup sistematika hukum, asas hukum, melakukan sinkronisasi antara horizontal dan vertikal, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Sehingga dapat mengetahui secara lebih mendalam mengenai pengaturan organ komisaris dalam perseroan terbatas perseorangan. Dengan mengacu pada pendekatan perundangan (statue approach) mengkaji kesesuaian dan keselarasan, juga permasalah yang dapat ditimbulkan dari aturan-aturan dalam peraturan perundangan yang berlaku, menggunakan sumber bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas, serta bahan hukum sekunder yakni jurnal hukum, buku-buku hukum serta informasi dari media internet. Penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik, tetapi dilakukan melalui pengumpulan data, analisis, kemudian diinterpretasikan.10 Analisis dilakukan dengan teknik analisis kualitatif, yang dilakukan dalam 3 tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Organ suatu PT adalah RUPS, Direksi serta Dewan Komisaris merupakan organ-organ dari persero yang memiliki kewenangan masing masing bagi jalannya perusahaan. Kekuasaan tertinggi adalah dipegang oleh RUPS sebagai konsorsium dari perwakilan dari seluruh pemegang saham dengan dikeluarkannya Keputusan RUPS. Sedangkan
Direksi dan Komisaris adalah organ yang diangkat oleh RUPS untuk menjalankan perusahaan yang antara keduanya memiliki kekuasaan yang setara yang masing masing tidak saling bertanggung jawab terkecuali kepada RUPS. UU Cipta Kerja merubah definisi Perseroan Terbatas menjadi “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil”.
Perseroan Terbatas Perseorangan dibentuk oleh UU Cipta Kerja dengan tujuan memberikan kemudahan berusaha, yang dapat mengangkat, mengembangkan kemampuan, serta memberdayakan para pengusaha dalam kriteria Usaha Mikro dan Kecil, dengan berlandaskan Pasal 153A ayat (1)UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa “Perseroan dalam tingkatan Usaha Mikro serta Kecil bisa berdiri hanya oleh satu(1) orang”. Dengan bentuk usaha Perseroan Terbatas diharapkan dengan pembatasan pertanggungjawaban modal sebatas modal yang disetor, dapat memberi keleluasaan dan kesegaran baru dalam berusaha. Seperti yang diatur oleh peraturan perundang ngan berkaitan dengan perseroan terbatas perseorangan, disyaratkan bahwa pemegang saham hanya 1 orang, yang dapat dikarenakan penyesuaian dengan modal perusahaan dalam level mikro dan kecil. Dengan hanya 1 orang pemegang saham yang merangkap direktur, tidak perlu adanya pertanggung jawaban direktur akan kerugian perusahaan (pertanggung jawaban kedalam), hanya bertanggung jawab dengan pihak ketiga (pertanggungjawaban keluar), dalam hal ini hanya sebatas modal PT, tidak berpengaruh terhadap kekayaan pribadi pemegang saham.
Perseroan terbatas perseorangan hanya diperuntukkan bagi pengusaha yang masih tergolong mikro dan kecil atau kita kenal UMK (usaha mikro dan kecil) yang kepemilikan modalnya sampai maksimal 5 milyar berdasarkan Pasal 35 ayat (3) PP No. 7 Tahun 2021 mengenai Kemudahan, serta Perlindungan, juga Pemberdayaan bagi Kooperasi serta Usaha Kecil , Micro, juga Menengah (UMKM) , mengatur bahwa
Kategori mengenai permodalan usaha seperti yang termaksud pada ayat (2) terdiri dari:
-
a. Modal Usaha Kategori Mikro, dengan modal usaha maksimal Rp1.000.000.000 (satu miliar) diluar tanah dan bangunan,
-
b. Modal Usaha Kategori Kecil, dengan modal usaha diatas Rpl.000.000.000 (satu miliar) sampai dengan maksimal Rp5.000.000.000 (lima miliar) diluar tanah dan bangunan;
-
c. Modal Usaha Kategori Menengah dengan modal usaha diatas Rp5.000.000.000. (lima miliar) sampai dengan maksimal Rp 10.000.000.000 (se-puluh rniliar) diluar tanah dan bangunan.
Aturan ini dikeluarkan oleh legislator dalam upaya menggiatkan usaha kecil, mikro, dan menengah, untuk memberikan kemudahan usaha bagi mereka, untuk mendorong perekonomian nasional. Dalam PT bukan perseorangan, ketentuan pendirian disusun dalam Akta Pendirian PT, sedangkan dalam hal PT perseorangan ketentuan pendirian disusun dalam Pernyataan Pendirian. Disyaratkan pula pemegang saham tunggal tersebut dalam Pernyataan Pendirian PT merangkap jabatan sebagai pendiri dan juga
merangkap direktur, yang mana diatur dalam Pernyataan Pendirian Pasal 7 ayat(2) huruf g Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2021 yang wajib berisi “nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, nomor induk kependudukan, dan nomor pokok wajib pajak dari pendiri sekaligus direktur dan pemegang saham Perseroan perorangan”.
Merangkapnya pemegang saham tunggal dengan direktur dapat menimbulkan kontroversi sehubungan dengan kaidah organ PT. Perlu digaris bawahi pula bahwa tidak diaturnya organ Komisaris dalam persero perseorangan ini, dapat menimbulkan kekosongan norma, yang bisa menjadi permasalahan di kemudian hari yang perlu diperhatikan.
Keputusan RUPS digantikan oleh Keputusan Pemegang Saham yang memiliki kekuatan hukum mengikat setara dengan Keputusan RUPS, yang berlandaskan aturan perundang-undangan. Mengenai digantinya Keputusan (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham berubah jadi Keputusan Pemegang Saham sudah diatur dengan jelas berlandaskan PP Nomor 8 Tahun 2021 “Perubahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan ‘keputusan pemegang saham’ Perseroan perorangan yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan rapat umum pemegang saham”.
Komisaris adalah organ dari Perseroan Terbatas yang memegang peran penting dalam pelaksanaan kinerja suatu perseroan. Peran penting dari keberadaan Komisaris dalam suatu PT antara lain adalah fungsi penasehat (memberi nasihat dan masukan), fungsi pengawasan dan fungsi pemeriksaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa peran penting yang diemban oleh komisaris adalah suatu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dengan harapan bahwa sosok komisaris yang dibentuk ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh undang-undang dalam mewujudkan suatu perusahaan perseroan terbatas yang terkelola dengan baik. Secara kontekstual organ komisaris memiliki tanggung jawab menjaga kebijakan yang digariskan oleh perusahaan, yang mana kebijakan perusahaan tersebut dikeluarkan oleh direksi sebagai pengurus dan pelaksanan jalannya perusahaan. Oleh karena itu dapat kita samakan persepsi bahwa dalam fungsi pengawasan, komisaris adalah berwenang mengawasi kebijakan direksi. Disisi lain dengan diangkatnya komisaris oleh RUPS, sudah dapat dipastikan RUPS memilih sosok komisaris yang kapabel atau mumpuni atas jabatan tersebut, antara lain berpengalaman dalam bisnis perusahaan tersebut, ataupun berpengalaman menjabat sebagai direksi. Dengan kapabilitas tersebut diharapkan juga komisaris dapat memberi nasihat dan masukan yang konstrukstif bagi direksi, dalam hal ini berkenaan dengan fungsi penasehat. Dalam fungsi pemeriksaaan, dalam orientasi pencapaian laba perusahaan komisaris umumnya berwenang memeriksa laporan keuangan, laporan operasional perusahaan sebelum menjadi laporan final yang kemudian disampaikan kepada RUPS.
Organ Dewan Komisaris diatur dalam syarat-syarat yang harus dimuat dalam Anggaran Dasar PT berdasarkan UUPT yang mengatur bahwa
Anggaran dasar yang mana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UUPT memuat paling tidak :
-
1. “nama, serta kedudukan dari Persero;
-
2. maksud, tujuan dan juga kegiatan usaha Persero;
-
3. jangka waktu penentuan lama berdirinya Persero;
-
4. besaran jumlah modal dasar, jumlah modal yang ditempatkan, serta jumlah modal yang disetor;
-
5. banyaknya saham, klasifikasi atas saham, berikut juga jumlah saham dari tiap klasifikasi jika ada, segala hak yang melekat atas tiap saham serta nominal saham;
-
6. nama jabatan serta jumlah anggota dari Direktur serta Komisaris;
-
7. ditetapkannya lokasi, serta juga tatacara terselenggaranya RUPS;
-
8. tatacara mengenai pengangkatan, serta penggantian, juga pemberhentian atas Direktur dan juga Komisaris;
-
9. tatacara atas digunakannya keuntungan/laba, juga bagi dividen.
Jelas dalam butir (6) berisi nama, beserta jumlah Direktur serta Komisaris; disebut adanya Dewan Komisaris sebagai syarat sahnya Anggaran Dasar PT. Seperti halnya dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 berkenaan dengan Perseroan Terbatas, juncto Pasal 109 Bagian Kelima Undang- Undang No. 11 tahun 2020 Cipta Kerja mengenai Perseroan Terbatas (PT) diatur bahwa “Organ Perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, anggota Direksi, dan Dewan Komisaris ”.
Konsep kewenangan diartikan tidak hanya sebagai hak dalam pelaksanaan praktek kekuasaan. Tetapi kewenangan diartikan juga sebagai penerapkan dan penegakan hukum; Memutuskan; Ketaatan; Perintah; Pengawasan; Yurisdiksi;atau kekuasaan.11 Kewenangan atau wewenang (‘bevoegdheid’) pada prinsipnya adalah kekuasaan ataupun kemampuan dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Dalam kajian hukum administrasi dan hukum tatanegara, kewenangan memiliki kedudukan penting. Pada intinya, wewenang berawal dari hukum pemerintahan, selanjutnya diterangkan menjadi segenap peraturan terkait atas penggunaan serta perolehan wewenang pemerintahan berkaitan dengan hukum public oleh subyek hukum publik. Sehingga Kewenangan pemerintahan dalam hubungan dengan ini dapat dianggap sebagai kesanggupan untuk menjalankan hukum positif, sehingga terciptanya hubungan hukum diantara pemerintah dan warga negara. Kewenangan merupakan hak dan kewajiban, yang intinya berisi kesanggupan dalam melaksanakan suatu perbuatan hukum, yaitu perbuatan hukum yang berakibat hukum, termasuk ada dan hilangnya akibat hukum. Kebebasan dalam melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan adalah Hak, sedangkan keharusan berbuat atau tidak berbuat adalah kewajiban.
Komisaris mendapat kewenangan dari undang-undang untuk melakukan tindakan pengawasan terhadap direksi dalam pelaksanaan perseroan sehari hari, mengawasi dan memeriksa kebijakan pengurusan baik secara khusus maupun secara umum, sehubungan dengan Perseroan termasuk kegiatan usaha Perseroan, dan berwenang memberikan nasehat bagi Direktur, selaras dengan maksud serta tujuan Persero, dan bagi kepentingan Persero. Yang berlandaskan Pasal 1 ayat (6) dan Pasal 108 ayat (1) UUPT yang mengatur bahwa
“Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum maupun khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi”.
“Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Persero maupun usaha Persero, dan memberi nasihat kepada Direksi”.
Tampak jelas bahwa Komisaris bertanggungjawab mengadakan pengawasan atas kebijakan yang dilakukan direktur, dan juga memberi nasihat kepada direktur.
UU Cipta Kerja mengatur bahwa PT Perseorangan adalah PT dengan satu Pemegang Saham, satu Pendiri, merangkap direktur sebagai pelaksana operasional perusahaan, yang notabene adalah pemegang saham tunggal yang memegang keputusan mutlak. Jadi peran Komisaris tidak ada disini, seperti diungkap oleh Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly mengemukakan perseroan terbatas perorangan memiliki sifat one tier. Maksudnya, hanya satu pemegang saham, yang merangkap juga menjabat sebagai direktur, dan tidak memerlukan adanya organ komisaris. Ini berbeda dari pendirian PT pada umumnya yang perlu 2 orang, satu direktur dan satu komisaris.12
Pembuatan Akta Pendirian PT bukan perseorangan harus dengan Akta Notaril karena berdiri atas dasar perjanjian para pihak, adapun PT Perseorangan karena didirikan oleh satu orang pendiri yang tidak berdasarkan perjanjian tidak memerlukan Akta Notaril. Sehingga dalam pendirian PT Perseorangan, Notaris tidak memiliki peran. Tetapi dalam kewenangan sebagai penyuluh hukum, diharapkan Notaris bersedia membantu mereka yang akan mendirikan PT Perseorangan.
Seperti yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa Notaris berwenang “e memberi penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Seperti dikemukakan juga oleh Menteri Hukum dan HAM Yasona Laaoly dalam penjelasan tertulisnya bahwa : Yasonna mengemukakan PT perseorangan ini bukannya meniadakan kedudukan akta notaris. Laoly menghimbau agar notaris senantiasa terbuka sebagai penyuluh hukum, serta menolong pengusaha yang hendak mendirikan PT perseorangan”.13
Dengan diwajibkannya oleh peraturan perundang-undangan bahwa Pemegang saham tunggal merangkap pendiri dan merangkap direktur, dapat kita simpulkan bahwa Organ PT Perseorangan adalah Pemegang Saham Tunggal dan Direksi, oleh karena dilakukan oleh satu orang maka orientasinya masih sebagai usaha perseorangan yang diberi dispensasi pertanggungjawaban sebatas modal disetor. Kekuasaan tertinggi adalah pemegang saham lewat Keputusan pemegang saham, sebagai pelaksana pengurusan perusahaan dipegang oleh direkstur yang juga adalah pemegang saham tunggal. Kondisi ini kontroversi dengan keberadaan Komisaris, bagaimana Komisaris
mengawasi dan mengkoreksi kinerja Direksi yang notabene adalah pemegang kuasa tertinggi, yang bahkan dapat memberhentikan dirinya. Jadi jelas bahwa keberadaan Komisaris tidak dibutuhkan disini, hal ini menjadi sebab mengapa tidak diatur keberadaan Komisaris dalam PT perseorangan. Tidak diaturnya tentang organ Komisaris dalam PT Perseorangan dapat menimbulkan kekosongan hukum yang berdampak adanya konflik hukum.
“Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht), kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat”.14 “Diterangkan oleh Hasibuan, wewenang (authority) merupakan dasar untuk bertindak, berbuat, dan melakukan kegiatan/ atau aktivitas dalam suatu perusahaan, sehingga pimpinan yang kurang tegas dalam memberikan pembagian kerja pendelegasian wewenang kepada karyawan akan menciptakan konflik didalam perusahaan yang akan mengakibatkan kemacetan dalam operasional pekerjaan dalam perusahaan, serta akan berdampak pada kerugian perusahaan; Pendelegasian adalah kegiatan seseorang untuk menugaskan stafnya/bawahannya untuk melaksanakan bagian dari tugas manajer yang bersangkutan dan pada waktu bersamaan memberikan kekuasaan kepeda staf/bawahan tersebut, sehingga bawahan itu dapat melaksanakan tugas-tugas itu sebaik baiknya serta dapat mempertanggung jawabkan hal hal yang didelegasikan; Pendelegasian wewenang hanyalah tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang, berfungsi melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggungjawaban; Sedangkan pendelegasian wewenang (delegation of authority) memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate untuk dikerjakannya atas nama delegator”.15 “Konsep Pengawasan ialah aktivitas pengelolaan yang mendasar serta memiliki makna membetulkan dan meluruskan sehingga cocok dengan apa yang sudah direncanakan”.16 “Dikemukakan oleh Kadarisman dalam Jufrizen (2016) pengawasan merupakan suatu proses yang bersambung untuk menjaga agar terlaksananya fungsi, tugas, dan wewenang, agar tidak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan, dalam pencapaian tujuan organisasi; Dikemukakan pula oleh Sukarna dalam Jufrizen (2016 ) pengawasan adalah tindakan-tindakan perbaikan sehubungan dengan pelaksanaan kerja, agar segala kegiatan selaras dengan rencana yang sudah ditetapkan, petunjuk petunjuk serta instruksi instruksi, untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Admosudirjo pengawasan adalah keseluruhan kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sudah atau sedang dilaksanakan dengan norma-norma standar, kriteria, atau rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya”.
“Sesungguhnya Pengawasan ialah proses ataupun langkah penangkalan dari aktifitas pelanggaran serius terhadap pakem yang ada, serta tidakan perbaikan atas pelanggaran-pelanggaran dalam penerapan aktivitas organisasi dan menjamin harapan organisasi bisa tercapai cocok selaras dengan yang direncakan “.17
Komisaris memiliki wewenang melakukan pengawasan akan kebijakan dan kinerja Direksi dan juga berwenang memberi sanksi dan mendapatkan konfirmasi atas pelanggaran Direksi, berlandaskan Pasal 114 dan Pasal 106 UUPT yang mengatur bahwa :
“Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat 1, Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat 1 untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan”.
Kemudian diatur pula dalam Pasal 106 bahwa “Komisaris dapat memberhentikan sementara Direksi dengan mengatakan sebabnya; Direktur yang bersangkutan mendapat pemberitahuan secara tertulis tentang pemberhentian sementar sebagaimana diartikan pada ayat(1); Direktur yang diberhentikan sementara,
tidak berwenang melaksana-kan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat( 1) serta Pasal 98 ayat( 1); Wajib diselenggarakan RUPS setelah pemberhentian sementara, dalam jangka waktu sekurangnya 30 puluh hari; Direksi lewat RUPS sehubungan dengan ayat (4) yang bersangkutan diberi peluang untuk melakukan pembelaan diri”.
Dikemukakan oleh Sugeng Istanto pertanggung jawaban merupakan kewajiban memberikan jawaban atas dasar perhitungan akan segala urusan yang berjalan, juga merupakan kewajiban melakukan proses pemulihan atas segala penyusutan ataupun kerugian yang terjadi. 18 Selanjutnya tentang Tanggungjawab hukum, didefinisikan oleh Ridwan Halim bahwa tanggungjawab hukum adalah suatu akibat lanjutan dari suatu pelaksanaan tindakan, baik tindakan tersebut merupakan kekuasaan ataupun hak dan kewajiban. Pada umumnya tanggungjawab hukum merupakan kewajiban untuk berperilaku atau melakukan sesuatu berdasarkan cara tertentu yang tidak menyimpang dari aturan yang ada.19 Perbedaan kepentingan juga dapat menimbulkan konflik yang dinamakan konflik keagenan (‘agency conflict’). Konflik keagenan bisa diminimalisir melalui pengelolaan perseroan yang baik. Dapat diartikan tanggungjawab adalah kewajiban untuk melaksanakan suatu tindakan dan berperilaku yang tidak menyimpang dari aturan yang ada, dan melakukan pemulihan atas segala kerugian yang terjadi.
“ Pengelolaan perseroan yang baik merupakan sistem, pola hubungan, dan prosesi kegiatan organisasi persero yang terdiri dari Direksi, serta Komisaris dan RUPS, untuk memberikan value atau nilai bagi share holder, secara berkelanjutan dan jangka
panjang, dan selalu perhatian atas pemangku kepentingan lainnya beralaskan norma dan peraturan yang berlaku. Lima prinsip dasar yang dimiliki oleh Good Corporate Governance(GCG) adalah accountability, transparency, independency, responsibility, dan fairness (Daniri, 2005) ” . 20
Tanggung jawab dari organisasi Perseroan Terbatas adalah tata kelola perusahaan yang baik, dengan membangun system, pola hubungan yang maksimal antar organ perseroan secara berkesinambungan untuk mencapai keuntungan yang maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan.
Berlandaskan Pasal 114 Ayat (1) UUPT, “Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat 1“. Organ Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi kebijakan Direktur dalam menjalankan perusahaan dan berwenang untuk memberhentikan sementara jika terjadi penyimpangan atas kebijakan Direktur tersebut. Dalam PT Perseorangan, proses pengawasan terhadap Direktur tidak dapat dilakukan, karena direktur adalah pemegang saham tunggal, yang mana semua organ yang ada dalam PT perseorangan ada dalam kuasanya dan bertanggungjawab kepadanya. Oleh karena itu peran Komisaris tidak diperlukan disini dikarenakan tidak diperlukannya tindakan pengawasan. Untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap konsep kewenangan, Konsep pengawasan dan konsep pertanggungjawaban, peran Komisaris dikesampingkan dalam PT Perseorangan. Pengawas tidak semestinya memiliki kedudukan dibawah yang diawasi. Seperti kita ketahui dalam UUPT, kedudukan Komisaris dan Direksi adalah sejajar sesuai dengan kewenangannya dan keduanya adalah bertanggung jawab kepada RUPS. Dalam hal PT Perseorangan ada pengecualian disini, Keputusan RUPS diganti dengan Keputusan Pemegang Saham Tunggal yang merangkap Jabatan Direksi, Oleh karena itu keberadaan Komisaris dalam mengawasi kinerja direksi akan menimbulkan konflik. Dalam menjalankan jabatannya, Komisaris bertanggungjawab atas kewenangannya yang diatur Undang Undang sebagai pengawas Direktur dalam kebijakan mengatur jalannya perusahaan, dan mengurusi segala urusan baik didalam maupun diluar pengadilan. Dalam UUPT Kedudukan Direksi dan Komisaris adalah sejajar, masing-masing tidak saling bertanggungjawab melainkan kepada RUPS. Jika sekiranya direktur dalam menjalankan tanggungjawabnya melakukan penyimpangan, sebagai sanksinya Komisaris dapat melakukan peringatan sampai dengan pemberhentian sementara direktur melalui tata cara yang diatur oleh undang-undang. Sedangkan dalam PT Perseorangan, jabatan Direktur dipegang sekaligus oleh Pemegang saham yang memiliki kekuasaan penuh atas jalannya perusahaan. Dalam kondisi ini pertanggungjawaban Komisaris adalah kepada Direktur, sedangkan tugas Komisaris adalah mengawasi Direktur. Maka dapat dipastikan Komisaris tidak dapat menjalankan tanggungjawabnya.
UU Cipta Kerja merubah Pasal 1 ayat (1) dari UUPT yang mengatur bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil, dan tidak ada perubahan atas ketentuan Pasal 1 ayat (2) bahwa Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi , dan Dewan Komisaris”. Kemudian dikeluarkan peraturan pelaksana melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2021, yang didalamnya yaitu Pasal 7 ayat(2) huruf g mengatur bahwa “ nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, nomor induk kependudukan, dan nomor pokok wajib pajak dari pendiri sekaligus direktur dan pemegang saham Perseroan perorangan”.
Pemegang saham tunggal sekaligus merangkap jabatan direktur, dengan tidak mempertimbangkan bagaimana menempatkan organ Komisaris, dapat dikatakan suatu pengaturan yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut bagi keselarasan peraturan perundang-undangan, termasuk juga mengenai sistimatika tata-kelola pengelolaan perusahaan yang baik atas Perseroan Terbatas. Misi kemudahan berusaha adalah terobosan yang sangat baik, tetapi perlu pengaturan perundangan yang mendukung, diharapkan pengaturan yang baru tetap selaras dengan aturan sebelumnya, tidak berfokus pada terobosan baru tetapi mengurangi soliditas aturan yang telah berjalan. Dihilangkannya peran Organ Komisaris adalah melawan UUPT yang juga disebutkan dalam UU Cipta Kerja bahwa “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi , dan Dewan Komisaris”.
Tampak sebenarnya sosok personal dalam PT Perseorangan hanyalah Pemegang saham Tunggal, yang dalam hal ini dirangkapkan sekaligus menjabat direktur yang alih-alih bahwa jabatan pengurus harus ada, tetapi mengesampingkan organ Komisaris. Dapat dianggap pengaturan ini merupakan pengaturan yang tanggung dan tidak tuntas, mengapa tidak sekalian merangkap Komisaris, sehingga terhindar adanya kekosongan norma dengan tidak diaturnya keberadaan Komisaris. Walaupun masih perlu dikaji lagi lebih jauh mengenai keabsahan dan efektifitas rangkap jabatan pemegang saham tunggal dalam PT Perseorangan, paling tidak dengan tetap terjaga keberadaan organ Komisaris tidak menimbulkan konflik norma.
Yang berwenang mengambil alih tugas dan tanggungjawab Komisaris adalah Pemegang Saham, karena memang hanya ada satu sosok personal organ disini yaitu Pemegang saham tunggal, jabatan direktur hanya dirangkapkan kepadanya. Sehingga perlu ditambahkan dalam pengaturan Pasal 7 ayat(2) huruf g Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2021 yang berisi “ nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, nomor induk kependudukan, dan nomor pokok wajib pajak dari pendiri sekaligus direktur dan pemegang saham Perseroan perorangan, menjadi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, nomor induk kependudukan, dan nomor pokok wajib pajak dari pendiri sekaligus direktur, komisaris, dan pemegang saham Perseroan perorangan ”. Atau dapat diambil opsi lain atas (PP) Nomor 8 tahun 2021 yaitu dengan tidak merangkapkan jabatan, modal PT Perseorangan tetap dipegang oleh Pemegang Saham Tunggal, yang kemudian ditunjuk seseorang sebagai direktur dan seseorang lagi sebagai komisaris. Hal ini lebih mencerminkan keselarasan terhadap Undang Undang Cipta Kerja.
Organ Komisaris tidak diatur keberadaannya dalam PT Perseorangan dikarenakan PP Nomor 8 tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana atas UU Cipta Kerja mengatur bahwa Pemegang saham berfungsi sekaligus merangkap sebagai Direktur. Dapat dipastikan bahwa proses pengawasan yang dilakukan oleh Komisaris terhadap Direktur tidak akan efektif. Untuk mencegah adanya konflik kewenangan antara Komisaris terhadap Direktur yang sekaligus pemegang saham tunggal., maka peran Komisaris ditiadakan.
Yang berwenang mengambil alih tugas dan tanggungjawab Komisaris adalah Pemegang saham, karena hanya ada satu sosok personal dalam PT Perseorangan yaitu Pemegang Saham Tunggal yang dirangkapkan jabatannya sekaligus menjadi Direktur. Organ Komisaris dalam PT Perseorangan seyogyanya wajib diatur dan tetap ada, walaupun dalam proses pelaksanaannya fungsinya tidak ada, tetapi kekosongan norma dapat dihindari. Sehingga semestinya PP Nomor 8 tahun 2021 yang merupakan pelaksana dari UU Cipta Kerja, mengatur bahwa ‘pendiri sekaligus pemegang saham, direktur, dan komisaris Perseroan perorangan’. Atau dapat diambil opsi lain yaitu dengan tidak merangkapkan jabatan, modal PT Perseorangan tetap dipegang oleh Pemegang Saham Tunggal, yang kemudian ditunjuk seseorang sebagai direktur dan seseorang lagi sebagai komisaris. Hal ini lebih mencerminkan keselarasan terhadap Undang Undang Cipta Kerja.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi : CV. Jejak,
Marzuki, P.M. (2011). Penelitian Hukum. Jakarta : Prenada Media Group.
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2010). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Salim,H.S. & Nurbani, E.S. (2013). Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian TesIs dan Disertasi. Jakarta : Rajawali Pers.
Istanto, S. (2014) . Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Jurnal
Asmara, T. T. P., Ikhwansyah, I., & Afriana, A. (2019). Ease of Doing Business: Gagasan Pembaruan Hukum Penyelesaian Sengketa Investasi di Indonesia. University Of Bengkulu Law Journal, 4(2), 118-136. doi : 10.33369/ubelaj.4.2.125-143
Aziz, M. F., & Febriananingsih, N. (2020). Mewujudkan Perseroan Terbatas (PT) Perseorangan Bagi Usaha Mikro Kecil (UMK) Melalui Rancangan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 9(1), 91. doi : 10.33331/rechtsvinding.v9i1.405
Hermawan,E. (2019).Pengaruh Kompetensi,Pendelegasian Wewenang dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja.Maneggio: JurnalIlmiah MagisterManajemen, 2(2),148-159. doi : 10.30596/maneggio.v2i2.2235
Pangesti, S. (2021). Penguatan Regulasi Perseroan Terbatas Perorangan Usaha Mikro dan Kecil Dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 10(1), 117. doi : 10.33331/rechtsvinding.v10i1.650. h. 120-121.
Pradana, A. B., & Ardiyanto, M. D. (2017). Pengaruh Karakteristik Pengawasan Dewan Komisaris Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis). ISSN : 2337-3806. h. 2.
Putra,A.A. (2016). Pengaruh good-corporate-governance terhadap nilai perusahaan.JurnalEkonomiKIAT, 27(2),1-16.doi : 10.25299/kiat.2016.vol27(2).3007
Santoso, J. (2000). Perseroan Terbatas Sebagai Institusi Kegiatan Ekonomi Yang Demokratis . Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 7(15), 194-203. doi :
10.20885/iustum.vol7.iss15.art15. h. 197.
Syahputra, R. (2019). Pelaksanaan Administrasi Pengawasan Orang sing. Humanis, 5(1), 1-17. doi : 10.52137/humanis.v6i1.01
Situmeang, R. R. (2017). Pengaruh pengawasan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Mitra Karya Anugrah. Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship, 2(02), 148-160. doi : 10.20885/ajie.vol2.iss2.art6
Tesis atau Disertasi
Derileriansah, D., Rumesten, I., & Rannie, M. (2018). Analisis Kewenangan DPR dan BPK Dalam Pengawasan Pelaksanaan APBN. Universitas Sriwijaya.
Favian, H. (2019). Penyelesaian Hukum Terhadap Konsumen. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Sianipar, A. M. (2018). Perkembangan Hukum Perseroan Terbatas (PT) Yang Berbentuk PT Perseorangan (One-Person Company). Universitas Airlangga
Peraturan Perundang-undangan
Undang–Undang Nomor40 Tahun 2007 tentang PERSEROAN TERBATAS.
Undang–Undang Nomor11 Tahun 2020 tentang CIPTA KERJA.
Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 8 Tahun 2021 tentangModal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan dan Pembubaran Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil.
Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan,Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Website Resmi
Pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tentang PT Perseorangan from https://bisnis. tempo.co /read/1435402/kemudahan-perseroan-perorangan-versi-yasona-laaoly-mulai-daripajak-lebih-murah?page _num=2, diakses 16 April 2021.
490
Discussion and feedback