Vol. 06 No. 03 Desember 2021

e-ISSN:2502-75731 p-ISSN:2502-8960

Open Acces at:https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Akibat Hukum Pelanggaran Kewajiban Notaris Terhadap Ketentuan Pasal 3 Angka 15 Kode Etik Notaris

Ni Komang Sri Intan Amilia1, I Gede Yusa2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 4 Mei 2021

Diterima : 21 November 2021

Terbit : 1 Desember 2021


Keywords:

Due To Law, Obligations Violation, Notary’s Code of Ethics


Kata kunci:

Akibat Hukum, Pelanggaran Kewajiban, Kode Etik Notaris

Corresponding Author:

Ni Komang Sri Intan Amilia, E-mail:

[email protected]

DOI :

10.24843/AC.2021.v06.i03.p4


Abstract

This writing aims to find out and analyze the definition of the editorial "certain reasons" as regulated in Article 3 number 15 of the Notary Code of Ethics. The research study uses a normative juridical method with a statutory approach and a conceptual approach. The technique of collecting legal materials uses library research. The results of the study indicate that the definition of "certain reasons" is a reason that is permitted by law. If a violation of this article is committed, it will not affect the authenticity of the deed because the Notary is authorized to make the deed outside the office or outside his domicile while still in the area of office. If there is a violation caused by not fulfilling one of the requirements for the authenticity of the deed, it will result in the deed experiencing a decline or being degraded into a deed under the hand.

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang definisi dari redaksi “alasan-alasan tertentu” sebagaimana diatur di Pasal 3 angka 15 Kode Etik Notaris. Kajian penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa definisi mengenai “alasan-alasan tertentu” merupakan suatu alasan yang di perbolehkan oleh Undang-Undang. Jika pelanggaran terhadap pasal tersebut dilakukan, maka tidak serta mempengaruhi ke autentikkan akta dikarenakan Notaris berwenang membuat akta diluar kantor atau diluar tempat kedudukannya selama masih berada di wilayah jabatan. Apabila terjadi pelanggaran yang disebabkan karena tidak di penuhinya salah satu syarat otentisitas akta maka akan mengakibatkan akta mengalami kemerosotan atau terdegradasi menjadi akta dibawah tangan.

yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengontrol prilaku dikehidupan bermasyarakat. Terkait untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran itu, maka dibutuhkan aturan yang mampu memberi kepastian hukum, aparat penegak hukum yang memiliki sifat tegas dalam melaksanakan penegakkan hukum, serta suatu bukti dalam penentuan seseorang sebagai subyek hukum tekait hak dan kewajiban dalam masyarakat.

Pembuktian terkait hak dan kewajiban dan sebagai salah satu penegak hukum tersebut dapat dilaksanakan oleh Notaris dalam terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap dokumen hukum berupa akta otentik, untuk masyarakat dalam bentuk tertulis yang terkuat dan terpenuh atas perbuatan hukum yang akan dilakukan yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dikarenakan kedudukan akta otentik sama dengan undang-undang. Maknanya yaitu apabila akta tersebut ada yang mengajukan ke pengadilan, maka Hakim akan menganggap apa yang tercatat didalam akta merupakan kejadian fakta dilapangan. Hal itulah, yang mengharuskan di dalam akta Notaris maksud dan tujuan wajib diterima setiap pihak terkecuali pihak yang merasa dirugikan dapat membuktikan sebaliknya secara meyakinkan melalui dan didepan persidangan yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.

Pemerintah sebagai organ negara, melakukan pelantikan terhadap Notaris sebagai pejabat umum untuk melakukan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain bahwa jabatan itu ialah jabatan kepercayaan atas kehendak masyarakat dan didelegasikan undang-undang. Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap tugas jabatannya. Tugas dan wewenang Notaris sebagai pejabat umum untuk mendraftkan keinginan penghadap kedalam bentuk akta otentik yaitu dalam rangka menjalankan fungsi melayani serta mencapai kepastian hukum bagi masyarakat sebagaimana ketentuan didalam regulasi Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pada Pasal 1 angka 1, menyebutkan “Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.

Notaris didalam melakukan tugas jabatannya harus memegang teguh pada peraturan UUJN. Tidak hanya itu, Notaris juga wajib berpegang teguh pada ketentuan Perubahan Kode Etik Notaris dalam Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (KLB INI) diBanten 29-30 Mei 2015. Ketentuan tersebut dikenal sebagai Kode Etik Notaris (KEN), yang mana tanpa adanya ketentuan tentang kode etik tersebut, maka dapat menyebabkan tidak terdapatnya profesionalitas dan hilangnya rasa percaya masyarakat kepada Notaris yang menimbulkan harkat dan martabat seorang Notaris dipertaruhkan, dikarenakan etika merupakan pedoman hidup dan pandangan didalam berprilaku yang didalamnya terdapat kumpulan nilai-nilai moral dan asas-asas.

Dalam UUJN ditetapkan bahwa organisasi Notaris dapat membentuk serta mengukuhkan KEN sebagaimana diatur di Pasal 83 ayat (1) UUJN. KEN memiliki kekuatan mengikat untuk semua Notaris di Indonesia, disebabkan adanya pelimpahan kewenangan Undang-Undang kepada organisasi INI (Ikatan Notaris Indonesia) sehingga dapat menetapkan kaidah norma-norma yang dituangkan ke ketentuan itu,

ialah “kaidah moral yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kongres INI dan/atau yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan ”sebagaimana diuraikan di Pasal 1 angka 2 KEN. Dengan demikian wajib dan berlaku bagi setiap anggota INI dan seluruh pihak yang sedang menyelenggarakan tugas Notaris termasuk Pejabat Notaris Sementara dan Notaris Pengganti dalam menjalankan jabatannya. Ketentuan mengenai kewajiban, larangan, pengecualian, dan sanksi telah tercantum dalam KEN. Tidak hanya itu, KEN juga mengendalikan tata cara penegakkan serta pemecatan sementara selaku anggota Notaris Indonesia. Nilai moral yang tinggi dibutuhkan oleh seseorang Notaris untuk pengendalian diri serta di dalam meminimalisir kemungkinan terdapatnya penyalahgunaan wewenang.

Adapun tujuan dari terdapatnya kode etik yaitu supaya suatu profesi mampu dijalankan secara bermoral atau bermartabat, mempunyai orientasi dalam kemampuan intelektual, mempunyai kemampuan argumentasi yang kritis dan dapat menjunjung tinggi nilai norma-norma. Kode etik bertujuan sebagai sarana kontrol sosial, sehingga seorang Notaris patut mempunyai nilai moral sebagaimana dalam ketentuan undang -undang yang terkait dengan tugas jabatan Notaris, dimana nilai moral yang mulia ini dibutuhkan sebagai kontrol terhadap diri seorang Notaris untuk melindungi harkat dan martabatnya sebagai pejabat umum serta untuk meminimalisir adanya penyalahgunaan wewenang.

Pengaturan mengenai kewajiban Notaris dalam melakukan jabatannya ada di Pasal 3 KEN. Salah satu kewajibannya yaitu Notaris atau seseorang yang sedang melaksanakan jabatan Notaris wajib dijalankan dikantornya, kecuali dikarenakan adanya “alasan-alasan tertentu” sesuai regulasi di Pasal 3 angka 15 KEN. Kata “alasanalasan tertentu” menggambarkan kata kabur maupun kurang jelas. Perihal ini disebabkan dalam ketentuan Kode Etik Notaris maupun ketentuan yang lain tidak dipaparkan lebih lanjut mengenai apa yang terkategori kedalam “alasan- alasan tertentu” yang dapat menimbulkan kesempatan untuk Notaris melakukan pembuatan akta di luar kantornya. Perlu dijelaskan definisi sesungguhnya dari “alasan- alasan tertentu” oleh para pembuat peraturan. Jika definisi dari “alasan- alasan tertentu” jelas, maka Notaris bisa mengenali batasannya serta tidak terjadi sesuatu pelanggaran terpaut dengan perihal tersebut. Apabila definisi dari “alasan-alasan tertentu” dikaitkan dengan ketentuan UUJN, maka terdapat suatu larangan yang salah satunya diatur pada Pasal 17 ayat (1) UUJN yakni dilarangnya Notaris melaksanakan jabatan diluar wilayah jabatannya.

Oleh karena itu, seorang Notaris dapat menjalankan kewenangannya sesuai dengan jabatannya didalam membuat akta yang sepanjang itu masih dilaksanakan didalam wilayahnya yang meliputi wilayah provinsi dari tempat kedudukan. Tempat kedudukan yang dimaksud yaitu wilayah kabupaten ataupun kota sebagaimana diatur pada Pasal 18 ayat (1) UUJN. Tidak hanya itu, didalam UUJN pada Pasal 19 ayat (3), memastikan bahwa Notaris tidak berhak menyelenggarakan jabatan diluar tempat kedudukannya secara berturut-turut. Bersumber pada peraturan tersebut, Notaris diperbolehkan menyelenggarakan tugas dan jabatan diluar kantornya serta diluar tempat kedudukannya dengan syarat tidak dilakukan berturut turut diluar kantor serta masih terletak di wilayah jabatannya. Dalam hal ini, sanksi kode etik dijatuhkan

oleh Majelis Kehormatan Notaris kepada Notaris yang telah melanggar ketentuan kode etik jabatan.1

Terdapatnya kekaburan norma mengenai kewajiban Notaris didalam regulasi Kode Etik Notaris pada Pasal 3 angka 15, yang dapat menimbulkan berbagai akibat hukum terhadap Notaris. Perlu adanya kejelasan ketentuan didalam UUJN serta KEN terutama kaitannya atas kewajiban Notaris melaksanakan jabatan Notaris itu sendiri. Hal ini disebabkan antara UUJN serta KEN memiliki keterkaitan yang tidak boleh memunculkan kekaburan norma dalam kedua ketentuan tersebut. Dalam penelitian ini, dikaji permasalahan yaitu terjadinya norma kabur didalam Pasal 3 angka 15 KEN. Penelitian ini mengkaji rumusan masalah yaitu bagaimana akibat hukum terhadap pelanggaran kewajiban dari Pasal 3 angka 15 KEN? Penyusunan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui definisi dari ”alasan-alasan tertentu” yang dapat memunculkan akibat hukum terhadap pelanggaran Pasal 3 angka 15 KEN, yang berawal dari terdapatnya kekaburan norma hukum.

Terdapat penelitian sebelumnya yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, yaitu oleh Agus Toni Purnayasa, pada tahun 2018 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa akta Notaris dapat dikatakan akta otentik dengan memenuhi KUH Perdata Pasal 1868 jo. UUJN dan apabila dilanggar maka akta menjadi terdegradasi sebagai akta dibawah tangan.2 Penelitian yang dilakukan oleh Felisa Haryati tahun 2018 menyimpulkan bahwa terdapatnya pelanggaran terhadap larangan Notaris dalam UUJN pada Pasal 17 huruf a yakni “Notaris dilarang menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya” mengakibatkan terjadi persaingan kurang sehat sesama rekan Notaris.3 Penelitian oleh Mardiyah, pada tahun 2017 didalam penelitiannya mempunyai kesimpulan bahwa Notaris dapat dikenakan sanksi perdata, administratif, dan pidana bila melanggar larangan dan kewajiban Undang-Undang Jabatan Notaris.4 Berdasarkan atas ketiga penelitian tersebut, terdapat perbedaan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini mengkaji permasalahan yaitu kekaburan norma hukum pada Pasal 3 angka 15 KEN penjabarannya bahwa “Notaris wajib menjalankan jabatan dikantornya kecuali karena alasan-alasan tertentu” yang tentunya dapat menimbulkan akibat hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban ketentuan itu.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode dalam penelitian menggunakan hukum normatif (normative legal research) berawal dari kekaburan norma. Pendekatan yang diterapkan didalam penelitian ialah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) yang berarti akan melihat suatu masalah dari kajian kepustakaan dan berdasarkan perundang-undangan, serta

menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) artinya dengan menelaah melalui sisi konsep hukum sebagai latar belakang dari hal tersebut.5 Kedua pendekatan tersebut, digunakan untuk mengupas pembahasan terkait dengan penelitian yang berawal pada terdapatnya kekaburan norma hukum yang ditelaah berdasarkan hirarki Peraturan Perundang-undangan. Bahan hukum primernya yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), UUJN, serta KEN. Data sekunder yakni buku- buku hukum, hasil penelitian hukum, dan artikel mengenai isu hukum yang berkaitan dengan jurnal ini. Serta sumber-sumber dari internet sebagai data tersier. Bahan-bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan studi kepustakaan adalah pengumpulan bahan hukum dengan memahami isi dari setiap informasi yang diperoleh.6

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Kewajiban Notaris untuk melaksanakan jabatan dikantornya, dalam hal ini wajib memegang teguh Kode Etik Notaris yang merupakan etika terapan sebab di hasilkan berdasarkan pelaksanaan pemikiran etis serta perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, dimana bisa berubah serta diubah bersamaan dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan serta teknologi melalui Kongres Luar Biasa INI. Kode etik ialah suatu kumpulan moral profesi yang diemban serta dapat dijadikan parameter didalam melakukan tindakan oleh anggota kelompok profesi dan upaya penangkalan terjadinya suatu tindakan yang tidak etis untuk anggota perkumpulan.

Penafsiran dari kode etik didasarkan Pasal 1 ayat (2) KEN, mengatur yakni “Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan serta diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang perihal itu dan yang berlaku bagi, serta wajib ditaati oleh setiap dan seluruh anggota perkumpulan serta semua orang yang melaksanakan tugas dan jabatan sebagai Notaris, Termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti, serta Notaris Pengganti Khusus”. Bersumber pada penafsiran tersebut, maka peran kode etik sangat berarti bagi profesi jabatan Notaris, disebabkan karena tercantum nilai moral yang bisa dijadikan acuan bagi perilaku Notaris baik dikala melakukan tugas jabatan ataupun juga pada kehidupan sehari- harinya. Notaris mampu menjalankan jabatan dengan profesional dan berintegritas dengan adanya ketentuan KEN.7

Notaris didalam melaksanakan tugas jabatan wajib memegang erat kode etik jabatan Notaris dan memiliki kemampuan berupa kecerdasan dan mampu berdebat secara kritis dan rasional, serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral sehingga di harapkan

Notaris dalam menjalankan kewajibannya dilakukan secara professional.8 Sebagai pejabat umum, kewajiban yang wajib dilaksanakan seorang Notaris selain ditentukan oleh UUJN juga ditentukan oleh ketentuan KEN. Salah satunya kewajiban didalam Pasal 3 angka 15 KEN bahwa “Notaris berkewajiban menjalankan jabatan Notaris dikantornya, kecuali karena alasan- alasan tertentu". Pada dasarnya peraturan mewajibkan Notaris supaya menjalankan tugasnya dikantor, tetapi ada pengecualian mengenai kewajiban ini yaitu karena “alasan- alasan tertentu”. Mengenai apa yang dikategorikan sebagai "alasan- alasan tertentu" tidak ada keterangan lebih lanjut yang diberikan baik dalam ketentuan Kode Etik Notaris maupun ketentuan lainnya.

Keadilan dan kepastian hukum, kegunaan nilai kemanusiaan yang mendasar, dan kaedah norma yang berlaku merupakan pemahaman tentang suatu teks hukum yang harus mengacu pada cita-cita hukum tersebut.9 Dalam hal ini maka dilakukanlah sesuatu interpretasi mengenai ketentuan Kode Etik Notaris pada Pasal 3 angka 15 terpaut “alasan-alasan tertentu”. Definisi dari ketentuan ini harus mengacu pada dasar melaksanakan perbuatan yang telah mempunyai ketentuan secara jelas didalam penerapan pembuatan akta Notaris. Jika ini dihubungkan dengan proses pembuatan akta, maka ada beberapa akta Notaris yang bisa dilakukan diluar kantornya, sebab akta Notaris memiliki 2 wujud, yaitu:10

  • 1)    Partij Akta ataupun Akta Pihak ialah pembuatan akta yang dilakukan dihadapan Notaris. Akta tersebut dibuat didasarkan atas penjelasan ataupun tindakan hukum dari pihak yang menghadap kepada Notaris, serta oleh Notaris dibuatkan aktanya. Partij Akta/ Akta Pihak lahir dari sesuatu proses yang disebut relatering. Contohnya yaitu Akta Jual Beli (AJB), Akta Kuasa, dan sebagainya.

  • 2)    Akta Relaas ataupun Akta Pejabat ialah akta yang dibuatkan oleh pejabat umum Notaris yang membuat pemahaman otentik mengenai segala kejadian ataupun peristiwa yang disaksikan dan dilihat sendiri oleh Notaris yang kemudian dituangkan kedalam Akta Berita Acara. Relaas Akta/ Akta Pejabat lahir dari sesuatu proses yang disebut constatering. Contohnya ialah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), perihal pembuatannya dapat dijalankan diluar kantor Notaris. Selain dengan bentuk akta RUPS, dapat juga dibuat dalam akta dibawah tangan yang kemudian dituangkan kedalam bentuk Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR).

Rapat Pemegang Saham diselenggarakan di perusahaan yang akan menyelenggarakan rapat tersebut. Pembuatan akta yang dibuat dalam bentuk autentik harus dihadiri oleh Notaris lalu kemudian hasil keputusan RUPS ditranslasikan menjadi akta otentik dan tentunya dilakukan di luar kantor Notaris. Akta RUPS dikatakan otentik, apabila

Notaris menyaksikan dan mendengar proses RUPS tersebut.11 Seperti halnya Berita Acara Pengundian, ataupun akta yang wajib dihadiri banyak pihak merupakan akta yang juga bisa dibuat di luar kantor Notaris.

Hal lain yang dapat digolongkan sebagai “alasan- alasan tertentu” ialah mengenai seorang klien/para pihak yang tengah dalam kondisi tidak mengizinkan untuk datang ke kantor Notaris. Kondisi yang dimaksudkan yaitu merupakan kondisi sakit sehingga para pihak/klien tidak dimungkinkan meninggalkan rumah sakit ataupun rumah untuk menghadap kepada Notaris perihal pembuatan akta, pembacaan akta serta penandatanganan terhadap aktanya. Dengan demikian kondisi sakit dapat digunakan sebagai alasan seorang Notaris membacakan akta dan menandatangani akta tersebut diluar kantornya dengan menggunakan cara yaitu Notaris mengunjungi lokasi para pihak/klien. Pengecualian terkait Notaris berkewajiban untuk menjalankan jabatan dikantornya dikarenakan “alasan-alasan tertentu” menjadi sangat bermakna dan berarti. Mengingat tanpa terdapatnya definisi yang jelas mengenai “alasan- alasan tertentu” akan menimbulkan kesempatan bagi seorang Notaris untuk tetap melaksanakan jabatannya di luar kantor Notaris yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran terkait dengan ketentuan Kode Etik Notaris ataupun Undang-Undang Jabatan Notaris. Maksud “alasan- alasan tertentu” didalam aturan Pasal 3 angka 15 KEN, yakni alasan yang memanglah diizinkan dengan aturan yang berlaku serta tidak merupakan suatu alasan yang bersumber dari diri Notaris.

Ketidak-jelasan pengaturan Kode Etik Notaris pada Pasal 3 angka 15, memerlukan suatu kepastian hukum yang mensyaratkan bahwa setiap ketentuan yang dibuat, yang ada, dan yang diundangkan mengatur secara jelas dan logis serta pasti. Mengenai makna “alasan tertentu” yang tidak jelas atau kabur menyebabkan Notaris memberikan penafsiran sendiri-sendiri. Setiap Notaris tentunya memiliki penafsiran yang berbeda-beda atau multitafsir. Iktikad dari terdapatnya peraturan mengenai kewajiban untuk melaksanakan jabatan Notaris di kantornya, dimaksudkan supaya sedapat-dapatnya seluruh rangkaian perbuatan mulai dari pembuatan akta, pembacaan serta penandatanganannya dilakukan di kantor Notaris. Sebab dengan penerapan jabatan Notaris di luar kantornya memungkinkan terbentuknya pelanggaran, sehingga semaksimal mungkin dilaksanakan di kantornya, kecuali ada “alasan- alasan tertentu” untuk bisa dibenarkan serta tidak melanggar peraturan KEN atau UUJN. Hal ini terkait dengan suatu kondisi yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undang serta didalam pembuatan akta relaas/akta pejabat.

Notaris didalam melaksanakan tugas jabatan dapat melakukan suatu kesalahan, kekeliruan, dan suatu pelanggaran. Apabila Notaris didalam menjalankan tugas jabatannya untuk membuat akta otentik, terdapat kesalahan ataupun kekeliruan baik diakibatkan karena sikap tidak profesional maupun keberpihakan kepada salah satu pihak sehingga terjadi masalah ataupun pelanggaran dalam akta tersebut. Dan juga apabila seorang Notaris terbukti melanggar kewajiban atau larangan sebagaimana pada ketentuan UUJN Pasal 16 dan Pasal 17, maka dapat dikenai sanksi yaitu sanksi kode etik, perdata, administratif, dan terlebih lagi dapat dikenakan sanksi pidana.

Sanksi itu dibutuhkan supaya masyarakat mematuhi hukum, dengan kata lain sebagai sarana didalam melindungi kepentingan setiap individu. Bila Notaris telah melanggar regulasi Pasal 3 angka 15 tentang Kode Etik Notaris maka dapat dikenai sanksi.12 Ketentuan sanksi yang ditentukan dalam UUJN dapat dikenakan terhadap pelanggaran KEN dikarenakan tunduk terhadap undang-undang, termasuk bagian daripada hukum positif dengan kata lain penegakkan hukum undang-undang berlaku terhadap ditegakkannya kode etik. Penegakkan itu merupakan upaya didalam melaksanakan kode etik semestinya, dan usaha untuk mengawasi supaya tidak terjadi pelanggaran.

Konsep jabatan Notaris yang kehadiranya dikehendaki oleh undang-undang yang bertujuan membantu memberi pelayanan terhadap masyarakat yang memerlukan alat bukti tertulis yang otentik. Atas didasarkan pada hal tersebut, maka mereka yang dilantik menjadi Notaris mempunyai semangat melayani masyarakat dengan jujur, amanah, seksama, dan teliti sesuai dengan kewajiban Notaris. Apabila tidak melaksanakan kewajibannya, maka dapat terjadi suatu pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris yang memunculkan akibat hukum yaitu akibat tindakan yang memang dikehendaki oleh pelaku, yang dilakukan demi memperoleh suatu akibat yang diatur dalam regulasi. Dengan kata lain semua akibat dari seruluh perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum kepada obyek hukum yang melanggar ketentuan yang berlaku merupakan suatu akibat hukum. Regulasi yang termuat didalam kode etik tidak jarang tidak dipedulikan oleh Notaris. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran yakni faktor internal dari dalam diri individu Notaris sendiri karena sifat konsumerisme didalam menyeleggarakan profesinya, serta faktor eksternal yang mungkin disebabkan dari lingkungan budaya Notaris.

Pelanggaran terhadap kewajiban Notaris Pasal 3 angka 15 KEN terkait dengan pembuatan aktanya menjadi tanda tanya apakah otentisitas akta yang dibuat melalui jasa Notaris dapat dipengaruhi, mengingat bahwa yang merupakan produk hukum dari Notaris yakni akta Notaris yang mana telah disepakati dan dikehendaki oleh semua penghadap sebagai alat bukti sempurna yang nantinya bisa memberi perlindungan hukum bagi para pembuatnya. Wajib diketahui terlebih dahulu apa yang menjadi syarat akta dapat dikatakan memiliki otentisitas untuk menjadi akta otentik agar dapat memahami apabila melanggar ketentuan pasal tersebut dapat berpengaruh terhadap keotentikkan aktanya atau tidak.

Ketentuan mengenai otentisitas akta didasarkan dari Pasal 1868 KUHPer, ialah akta yang pembuatannya dilakukan dihadapan pejabat umum yang mempunyai kewenangan, yang kemudian dituangkan ke bentuk yang telah diatur didalam undang-undang. Pasal 1868 KUHPer merupakan legalitas eksistensi akta Notaris dan merupakan sumber otentisitas suatu akta Notaris, dengan persyaratan seperti berikut:13

  • 1)    Pembuatan akta wajib dibuat dihadapan seseorang Pejabat Umum yang salah satunya yakni Notaris. Komponen ini wajib ada karena tentunya para pihak ataupun klien datang ke Notaris dengan keinginan ataupun kemauan untuk

menjadikan Akta alat bukti bagi dirinya sendiri/ pihak-pihak yang punya kepentingan.

  • 2) Pembuatan akta dibuat kedalam bentuk berdasarkan oleh peraturan undang-

undang. Sebagaimana diatur didalam Pasal 38 UUJN mengatur perihal bentuk akta. Akta itu dapat disebut otentik apabila akta diresmikan dan dibuat dalam bentuk yang telah sesuai menurut ketentuan yang berlaku.

  • 3) Pejabat umum yang dimaksud yaitu pejabat yang punya wewenang membuat

akta tersebut. Jadi dihadapan pejabat umum manapun akta dibuat, wajib memiliki kewenangan untuk membuat akta tersebut. Pejabat umum yang dimaksudkan dalam penelitian lebih memfokuskan terkait pada kewenangan Notaris selaku pejabat umum didalam membuatkan akta yang otentik berdasarkan ketentuan Pasal 15 UUJN.

Ketentuan-ketentuan tersebut memiliki sifat kumulatif ataupun memiliki sangkut paut antara yang satu dengan yang lainnya. Syarat tersebut wajib terpenuhi supaya suatu akta dapat dikatakan otentik, yang dengan demikian tidak akan mempunyai pengaruh terhadap otentisitas suatu akta Notaris. Kaitan regulasi Pasal 3 angka 15 KEN dengan Pasal 18 UUJN. Yaitu terkait kewajiban Notaris yang menjalankan jabatan diluar kantornya tanpa diikuti “alasan- alasan tertentu”, maka dijabarkan tiga komponen yang dapat diuraikan dalam pelaksanaan membuat akta. Yang pertama berkaitan dengan penyelenggaraan jabatan Notaris yang dilakukan diluar kantor Notaris namun masih terletak ditempat kedudukan Notaris. Oleh karena itu, bila Notaris menjalankan tugasnya diluar kantor tetapi masih berada di tempat kedudukannya, maka pelaksanaan jabatan Notaris yang meliputi membuat akta, membaca, dan menandatangani akta dianggap sah. Dan kedudukan akta tersebut merupakan akta otentik sepanjang seluruh syarat ke otentikkan akta tersebut telah terpenuhi.14 Kedua, mengenai pelaksanaan jabatan Notaris diluar kantor tetapi masih didalam wilayah jabatan Notaris dan tidak adanya “alasan-alasan tertentu”. Hal tersebut diizinkan dikarenakan sebagaimana diketahui, Notaris memiliki wilayah yang terdiri dari wilayah Provinsi tempat kedudukannya, tetapi wajib senantiasa mencermati ketentuan didalam Pasal 19 ayat (3) UUJN yakni “Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya”. Dalam perihal pembuatan, pembacaan serta penandatanganan akta dianggap legal serta aktanya dikatakan akta otentik sepanjang tidak melanggar ketentuan tersebut. Namun demikian, apabila pelaksanaan tugas Notaris diluar tempat kedudukannya terus menerus dilaksanakan maka Notaris tidak memiiki kewenangan untuk itu. Dalam perihal ini larangan menjalankan jabatan secara terus menerus diluar kantor wilayah kedudukan Notaris bertujuan untuk menghindari persaingan tidak sehat antara Notaris diwilayah tempat kedudukannya. Ketiga mengenai penyelenggaraan jabatan Notaris yang dilaksanakan diluar kantor Notaris dengan tidak diikuti “alasan-alasan tertentu” dan dilakukan diluar wilayah jabatannya merupakan tindakan yang melawan hukum. Hal ini dikarenakan Notaris tidak memiliki kewenangan untuk menjalankan jabatan diluar Provinsi tempat kedudukannya. Hal itu dapat menyebabkan akta yang akan dibuat kehilangan keaslian atau keotentikan serta akan

terdegradasi menjadi akta dibawah tangan dikarenakan melanggar persyaratan mengenai kewenangan Notaris terkait tempat pembuatan aktanya.

Jika tidak memenuhi ketentuan Kode Etik Notaris pada Pasal 3 angka 15 maupun telah melanggar syarat atau ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris terkait dengan persyaratan keotentikkan akta, maka akta itu akan mengalami degradasi yang mengakibatkan menjadi kekuatan pembuktian akta bawah tangan.15 Yang diartikan dengan degradasi memiliki makna penurunan kualitas atau kemunduran ataupun kemerosotan status, dimana posisi kekuatan sebagai alat bukti lebih rendah dari yang namanya pembuktian sempurna menjadi pembuktian akta dibawah tangan. Dapat pula menimbulkan akta bawah tangan tersebut menjadi cacat hukum sehingga akta menjadi tidak absah ataupun batal karena hukum.

Akta Notaris dikatakan punya kekuatan bukti menjadi akta bawah tangan bila terpenuhinya Pasal 1869 KUHPerdata yaitu pejabat bersangkutan tidak berwenang, ketidakmampuan dari pejabat yang bersangkutan, serta adanya cacat terhadap bentuknya. Lain halnya bila pembuat akta itu mengakui telah membuat akta tersebut, maka akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sah. Apabila dalam membuat akta Notaris telah melanggar ketentuan hukum yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan status kekuatan pembuktian akta Notaris tersebut. Seperti misalnya membuat akta Notaris tidak sesuai fakta, tidak dibacakannya akta oleh Notaris, atau akta di tandatangani pada tanggal yang berbeda oleh penghadap.

Mengenai pembacaan akta yang dilakukan berlandaskan pada pengaturan UUJN didalam Pasal 16 ayat (1) huruf m, “membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi ataupun 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, serta ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, serta notaris”. Membacakan aktanya itu, tidak wajib dilakukan dengan syarat para pihak menginginkan supaya akta tersebut tidak dibacakan dikarenakan para pihak sudah membaca, mengetahui, dan memahami sendiri maksud dan tujuan dari akta itu. Hal ini harus dinyatakan didalam penutup akta, lalu akta ditandatangani para pihak, saksi dan Notaris. Pembacaan dan penandatanganan akta merupakan koherensi atau rangkaian kegiatan dari proses pembuatan yang berurutan, dikarenakan setelah Notaris membacakan akta maka akta akan ditandatangani. Namun apabila pembuatan akta Notaris dilakukan di luar kantor dan pembacaan aktanya tidak dilakukan, dapat menyebabkan akta Notaris itu hanya menjadi kekuatan alat bukti akta dibawah tangan.

Melanggar ketentuan Pasal 3 angka 15 KEN mengakibatkan akta itu menjadi kekuatan alat bukti sebagai akta dibawah tangan serta bisa dijadikan alasan salah satu pihak yang merasa dirugikan untuk menggugat kompensasi terhadap Notaris yang bersangkutan.16 Oleh karena itu, apabila tindakan diluar kewenangan tersebut menimbulkan masalah bagi salah satu pihak atau beberapa pihak yang mana masalah tersebut dapat mengakibatkan kerugian materil maupun imateriil, maka pihak yang

merasakan kerugian dapat mengajukan gugatan kepihak pengadilan.17 Jadi, secara umum pertanggung-jawaban yang dapat dibebankan kepada Notaris adalah pertanggung jawaban secara kode etik terhadap jabatannya, pertanggung jawaban perdata, dan pertanggung jawaban pidana. Mengenai pertanggung jawaban secara pidana dapat dikenakan sanksi pidana, untuk pertanggung jawaban perdata dapat dikenakan sanksi perdata, dan untuk pertanggung jawaban menurut kode etik jabatan di kenakan sanksi peringatan tertulis, dihentikan sementara, sampai dihentikan dengan hormat atau tidak hormat.18 Sanksi-sanksi itu merupakan suatu akibat dari pelanggaran ataupun akibat dari kelalaian seorang Notaris didalam prosedur membuat akta otentik.

Dengan demikian Notaris memiliki kewenangan atribusi adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang terhadap jabatan Notaris untuk membuatkan akta otentik meliputi membaca dan menandatangani akta.19 Mengenai menyelenggarakan tugas Notaris diluar kantor, jika tanpa diikuti “alasan-alasan tertentu”, tetapi masih didalam wilayah jabatannya dan tidak dilakukan secara konstan, maka Notaris senantiasa berwenang untuk membuat akta tersebut. Oleh karena itu, apabila terdapat pelanggaran terhadap ketentuan Kode Etik Notaris dalam Pasal 3 angka 15 disebabkan karena telah melanggar atau tidak memenuhi salah satu komponen persyaratan keaslian akta otentik sebagaimana regulasi dalam undang-undang Notaris, maka akta itu kehilangan keaslian atau ke otentikkannya sehingga menjadi kekuatan pembuktian akta bawah tangan.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan Pasal 3 angka 15 KEN mengenai “alasan-alasan tertentu” merupakan suatu alasan ataupun kondisi yang tidak melanggar UUJN ataupun ketentuan KEN. Jika terjadi pelanggaran Pasal 3 angka 15 KEN, tidak langsung berpengaruh terhadap ke otentikan akta tersebut dikarenakan oleh ketentuan UUJN yang memberikan wewenang kepada Notaris untuk membuat akta diluar kantor Notaris ataupun diluar tempat kedudukannya selama masih berada di wilayah jabatannya. Tetapi apabila terjadi pelanggaran yang disebabkan karena tidak di penuhinya salah satu syarat otentisitas akta maka akan mengakibatkan akta mengalami kemerosotan menjadi akta dibawah tangan.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku:

Adjie, H. (2011). Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris. Bandung: Refika Aditama.

Harianto, A. (2016). Hukum Ketenagakerjaan Makna Kesusilaan dalam Perjanjian Kerja. Yogyakarta: Laksbang Press Indo.

Marzuki, P.M. (2010). Penelitian Hukum. Cet.VI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jurnal/Tesis/Disertasi :

Afifah, K. (2017). Tanggungjawab Dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris Secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya, Lex Renaisance,  2(1),147-161.

https://journal.uii.ac.id/Lex-Renaissance/article/download/7999/pdff.

Apriza, Deva. (2018). Limitasi Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Daerah Kota Palembang Dalam Penanganan Pelanggaran Kode Etik Yang Dilakukan Notaris.    Reportarium   Jurnal   Ilmiah Kenotariatan, 7(1),31-42. doi:

http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v7i1.266.

Diantari, I.A.K. (2018). Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas diKabupaten Badung.          Acta          Comitas,           3(3),478-488.           doi:

https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p07.

Hably, R.U. (2019). Kewenangan Notaris Dalam Hal Membuat Akta Partij. Jurnal Hukum                         Adigama.                         2(2),1-26.

https://journal.untar.ac.id/index.php/adigama/article/download/6562/4417.

Haryati, F. (2018). Pelanggaran Kode Etik Notaris Terkait Persaingan Tidak Sehat Sesama Rekan Notaris Ditinjau Dari Peraturan Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia.      Jurnal      Hukum       Volkgeist,      3(1),74-88.      doi:

https://doi.org/10.35326/volkgeist.v3i1.93.

Laytno, V. Y., Setiabudhi, I K. R. (2019). Sinkronisasi Pengaturan Honorrarium Jasa Notaris Antara UUJN Dengan Kode Etik Notaris.Acta Comitas, 4(1),22-33. doi: https://doi.org/10.24843/AC.2019.v04.i01.p03.

Manuaba, I.B.P., Parsa, I.W., Ariawan, I G.K. (2018). Prinsip Kehati-hatian Notaris Dalam Membuat    Akta    Autentik.    Acta    Comitas,    3(1),59-74.

doi:https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i01.p05

Mardiyah, Setiabudhi, I K.R., Swardhana, G.M. (2017). Sanksi Hukum Terhadap Notaris Yang Melanggar Kewajiban Dan Larangan Undang-Undang Jabatan Notaris.           Acta           Comitas,           2(1),110-121.           doi:

https://doi.org/10.24843/AC.2017.v02.i01.p10

Purnayasa, A.T. (2018). Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris Yang Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan Akta Autentik. Acta Comitas, 3 (3),395-409. doi: https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p01.

Wardhani, L.C. (2017). Tanggungjawab Notaris/PPAT Terhadap Akta Yang Dibatalkan     Oleh     Pengadilan,     Lex     Renaisance,     2(1),49-63.

https://journal.uii.ac.id/Lex-Renaissance/article/viewFile/7992/pdff.

Yoga, I G. K.P.M., Kusumadara, A., Kawuryan,E.S. (2018). Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris Untuk Warga Negara Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan   Pancasila   dan   Kewarganegaraan,   3(2),132-143. doi:

http://dx.doi.org/10.17977/um019v3i2p132-143.

Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pustaka Mahardika.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).

Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa INI di Banten, 29-30 Mei 2015.

522