ACTA CtMITAS

Jurnal Hukum Kenotariatan

Vol. 7 No. 02 Agustus 2022

e-ISSN: 2502-7573 | p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Validasi Oleh Notaris Terhadap Kebenaran Keterangan Dan Dokumen Para Penghadap

Ida Bagus Dobi Suandika1 , Putu Gede Arya Sumerta Yasa2

  • 1    Program Studi Magister (S2), Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Uadayana, E-mail: [email protected]

  • 2    Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email : [email protected]

    Info Artikel

    Masuk: 19 November 2020

    Diterima: 02 Juli 2022

    Terbit: 04 Juli 2022

    Keywords:

    Notaries Liability; Deed Making; Morality; False Identity.


    Kata kunci: Pertanggung jawaban Notaris; Pembuatan Akta; Moralitas; Identitas Palsu.

    Corresponding Author:

    Ida Bagus Dobi Suandika, Email:

    [email protected]

    DOI :

    10.24843/AC.2022.v07.i02.p1


Abstract

The purpose of this paper is to find out the responsibility of the Notary to the deed he made using a false identity and to know the legal consequences of the Notary deed made with a false identity. The research that uses normative law is related to the problem of norms that occur, namely the absence of norms that do not regulate identity falsification in a notary deed. The research is sourced from primary, secondary and tertiary legal materials and the writing approach is carried out through a conceptual approach that analyzes the concept of violations by the appearers in the statement of false identities in the making of authentic deeds. The results of the study can be concluded that the Notary's responsibility for the deed made using a false identity is that the notary is responsible for the rest of his life for the deed he has made so that the notary in making an authentic deed, although not responsible for the material truth of the deed made, but the notary also needs to Knowing the material truth, the Notary can be held accountable both under civil law and criminal law. and the legal consequences of a Notary deed made with a false identity is that it will get sanctions according to the Civil Code and sanctions according to the Criminal Code.

Abstrak

Tujuan penulisan ini mengetahui pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya dengan menggunakan identitas palsu dan mengetahui akibat hukum dari akta Notaris yang dibuat dengan identitas palsu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normative terkait persoalan norma yang terjadi yaitu kekosongan norma tidak diaturnya mengenai pemalsuan identitas pada akta Notaris. Penelitian bersumber dari hukum bahan hukum primer, sekunder serta tersier serta pendekatan penulisan dilakukan melalui pendekatan konseptual yang menganalisa konsep pelanggaran oleh para penghadap dalam keterangan identitas palsu pada pembuatan akta otentik. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuat dengan menggunakan identitas palsu adalah notaris bertanggungjawab seumur hidupnya terhadap akta yang telah dibuatnya sehingga, notaris dalam membuat akta autentik, meskipun tidak

bertanggung jawab terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang di buat, tetapi notaris juga perlu mengetahui kebenaran materiilnya maka Notaris dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara hukum perdata maupun secara hukum pidana. dan akibat hukum dari akta Notaris yang dibuat dengan identitas palsu ialah akan mendaptkan sanksi menurut hukum KUH Perdata dan sanksi menurut hukum KUH Pidana.

  • 1.    Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan zaman, sering terjadi kasus kejahatan yang berdampak pada notaris. Berbagai motif baru telah digunakan oleh orang-orang yang tidak memiliki itikad baik untuk melakukan niat jahat yang tentu bisa merugikan notaris. Kerugian itu bermacam-macam bentuk diantaranya seperti kerugian waktu, harta, benda atau bahkan berakibat fatal terhadap jabatan notaris itu sendiri. Belakangan ini notaris sering menjadi bahan permasalahan karena akta autentik yang telah dibuatnya tidak memenuhi kebenaran materiil dan/atau mengandung atau terindikasi unsur-unsur pidana. Problematika yang kerap menimpa notaris ini seringkali disebabkan oleh notaris itu sendiri yang kurang berhati-hati dalam membuat akta autentik. Kekurang hati-hatian ini seringkali dimanfaatkan oleh pihak penghadap untuk kepentingan dan keuntungan pribadinya meskipun harus melakukan perbuatan yang melawan hukum. Salah satu bentuk perbuatan melawan hukum yang di lakukan oleh para penghadap ialah dengan memberikan keterangan dan dokumen palsu.1

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN-P) tidak mengatur secara spesifik dan detail mengenai tata cara pemeriksaan keabsahan keterangan dan dokumen yang dimiliki oleh para penghadap. Notaris juga dilarang melakukan tindakan yang bersifat mencari keterangan terhadap para penghadap. Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN-P juga hanya menyebutkan kewajiban notaris yaitu bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan juga menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.2 Hal tersebut menjadikan makna dari Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN-P menjadi sangat luas dan kompleks. Hal ini menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung mengakibatka kekurang leluasanya tindakan notaris dalam mengetahui kebenaran secara materiil tentang apa saja yang diberikan oleh para penghadap meskipun itu hanya sedikit saja.3 Beberapa kasus pernah terjadi mengenai pemalsuan dokumen yang tentu hal tersebut sedikit atau banyak telah merugikan notaris. Contoh yang

dapat diambil adalah kasus pemalsuan surat kuasa menjual yang dilakukan olehh salah satu pihak dalam sebuah transaksi jual beli tanah yang melibatkan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di kota Bandung yang kemudian akta notaris tersebut telah dinyatakan batal sehingga tidak memiliki kekuatan hukum berdasakan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1137/Pdt/2005.4 Jika notaris tidak berhati-hati dalam membuat akta autentik yang karena hal tersebut, maka dapat dimanfatkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki itikad tidak baik yang justru akan merugikan notaris itu sendiri. Seringkali notaris dipanggil sebagai saksi atau bahkan menjadi tersangka dalam proses peradilan karena diduga mengetahui tentang pemalsuan dokumen yang dilakuakan oleh pihak penghadap.

Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah bagaimana pertanggungjawaban seorang Notaris terhadap akta yang dibuatnya dengan menggunakan identitas palsu dan bagaimana akibat hukum dari akta Notaris yang dibuat dengan identitas palsu. Tujuan penulisan ini mengetahui pertanggungjawaban seorang Notaris terhadap akta yang dibuatnya dengan menggunakan identitas palsu dan mengetahui akibat hukum dari akta Notaris yang dibuat dengan identitas palsu.

Terkait dengan orisinalitas penelitian ini yaitu Anita Ratna Sari dengan judul “Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Kredit dengan menggunakan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 952/PID. B/2019/PN. JKT. BRT.) mengkaji permasalahan mengenai pembuatan akta perjanjian kredit dengan surat palsu”.5 Dan Nur Arini judul “Tanggung Jawab Notaris Atas Keterangan Palsu Yang Disampaikan Penghadap Dalam Akta Pendirian Perseroan Terbatas membahas tentang keterangan palsu yang dilakukan penghadap”6,

Mengenai hal ini, maka sangat penting bagi seorang notaris untuk menerapakan asas mengenal para penghadap, menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta autentik, mengenal sedikit ilmu tentang psikologi terutama yang berkaitan dengan kebohongan, teknik mengetahui kebenaran surat-surat atau dokumen resmi, serta mengetahui legalitas suatu tindakan yang hendak dilakukan oleh para penghadap berkenaan dengan akta autentik yang akan dibuat oleh notaris serta juga dampak negatif dari tindak pemalusan tersebut terhadap notaris sendiri atau para penghadap berkaitan dengan hukum dan sosial. Akta autentik yang dibuat berdasarkan pedoman yang dijelaskan sebelumnya, kemungkinan besar akan terhindar dari permasalahan-permasalahan hukum yang mungkin bisa terjadi di kemudian hari. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat jurnal yang

berjudul “Validasi Oleh Notaris Terhadap Kebenaran Keterangan Dan Dokumen Para Penghadap”.

  • 2.    Metode Penulisan

Penelitian adalah suatu aktivitas ilmiah yang menjadi bagian dari proses pengembangan ilmu pengetahuan dan juga upaya pencerdasan umat manusia.7 Pada hakikatnya, penelitian itu seperti yang penulis definisikan dari jurnal ilmiah karya Z.8 Berdasarkan uraian ini, terang sudah apa itu yang dimaksud dengan penelitian hukum. Metode penelitian hukum secara normatiflah yang berperan dalam penulisan jurnal ini. Dalam metode penelitian hukum secara normatif, pertama-tama yang harus dilakukan ialah meneliti demi menemukan hukum positif atau hukum yang berlaku kini, ditambah juga dengan studi kepustakaan dari berbagai macam buku, jurnal, atau juga pernyataan-pernyataan dari para ahli serta literatur-literatur yang mungkin ada dan kemudian setelah mendapatkan itu semua, maka dikaitkanlah dengan isu-siu hukum yang terjadi di masyarakat sehingga mendapatkan kesimpulan terhadap hak dan kewajiban berdasarkan hukum secara subyektif.9 Pendekatan-pendekatan yang seringkali digunakan untuk penelitian hukum yang dapat digunakan diantaranya ialah: pendekatan ketentuan hukum positif (statatute approach), pendekatan fakta-fakta di lapangan (case approach), dan pendekatan yang berlandaskan masa lampau (historical approach), serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam penulisan jurnal ini, pendekatan yang digunakan ialah pendekatan ketentuan hukum positif (statute approach) dan pendekatan secara konseptual (conceptual approach). Pendekatan hukum positif (statute approach) dilakukan dengan menemukan undang-undang dan regulasi yang ada, kemudian menelaah mana saja yang memiliki ketersinggungan dengan dunia Kenotariatan, sedangkan pendekatan konseptual (conceptual approach) berupaya mencari dan menelaah konsep-konsep yang relevan yang berkaitan dengan dunia kenotariatan.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Yang Dibuat Dengan Menggunakan Identitas Palsu

Seorang notaris sebenarnya dapat menerapkan beberapa asas untuk menngetahui kebenaran suatu keterangan yang disampaikan serta dokumen para penghadap. Hal ini tentu dapat membantu notaris agar terhindar dari problematika hukum, sekalipun itu hanya menjadi seorang yang dimintai keterangan dalam proses peradilan namun tersebut tetap saja akan merugikan notaris dalam hal tersitanya waktu dan yang lebih parah lagi hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap diri notaris. Hal ini penting karena notaris adalah pejabat umum yang profesinya

adalah profesi yang terhormat. Asas-asas yang memungkinkan untuk diterapkan oleh notaris diantarnya adalah:

  • 1.    Asas mengenal para penghadap

Sebenarnya asas mengenal para penghadap ini sudah dikenal luas dan lama dalam dunia perbankan. Dalam dunia perbankan, asas mengenal para penghadap ini sering juga disebut “asas mengenal nasabah”. Di Indonesia sendiri, prinsip mengenal nasabah pertama kali diperkenalkan kepada khalayak ramai pada tahun 2001 dengan ditandai terbitnya Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya disingkat PBI) Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana terakhir telah di ubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003. Pada asas mengenal nasabah ini, yang menjadi pokok materi kegiatannya adalah mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Transaksi yang mencurigakan yang dimaksud disini yang pertama adalah transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yangbersangkutan. Kemudian yang kedua adalah transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh bank sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003(selanjutnya disebut UUPU). Kemudian maksud yang ketiga adalah transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Asas mengenal nasabah dalam dunia perbankan sebagaimana telah di uraikan di atas tidak ada salahnya jika diterapkan pada dunia kenotariatan. Sebelum notaris mengikat para pihak yang menghadap, alangkah baiknya notaris tersebut mengenal siapa yang menghadap kepada dirinya itu. Tidak hanya terbatas pada kebenaran formil tetapi sedikit banyak harus menyentuh kebenaran materiil namun tidak sampai kepada model investigasi karena jika demikian tentu notaris juga dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum karena di dalam UUJN-P sendiri mengatur bahwa notaris dilarang melakukan tindakan yang bersifat investigasi.10

Indikator-indikator tersebut diantaranya adalah yang pertama mengenali dengan cara memperhatikan keadaan fisiknya. Kemudian yang kedua ialah mengenali secara gramatikal. Kemudian yang ketiga yaitu mengenalinya dari pengecekan manual terhadap dokumen yang berhubungan dengan identitas para pnghadap. Indikator yang pertama yaitu mengenalinya dengan cara memperhatikan fisiknya. Maksud dari pernyataan ini adalah beberapa contohnya yaitu untuk mengetahui kebenaran usianya maka perlu dihitung berapa umurnya, di sesuaikan antara keadaan wajahnya. Jika pada kartu identitasnya atau KTP berusia muda namun wajah dari penghadap tersebut

terlihat tua atau sebaliknya, maka sebagai seorang notaris tentu patut menaruh rasa curiga. Sebagai pencegahanya, notaris bisa meminta dokumen resmi berupa akta kelahiran atau Surat Izin Mengendara (SIM) atau bisa juga Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) untuk mencocokkan kebenarannya karena di dalam SIM dan STNK juga terdapat identitas yang sama dengan KTP dan keduanya juga merupakan dokumen resmi yang di keluarkan oleh pemerintah.

Kemudian maksud dari indikator yang kedua yaitu mengenalinya dari gramatikalnya adalah mengenali kebenarannya dengan mendengar suaranya. Hal ini berkaitan dengan jenis kelamin dari para penghadap. Berbeda halnya dengan keadaan penghadap yang transgender. Jika notaris tidak teliti dan berhati-hati, maka kemungkinan bisa terjadi kesalahan dalam menuangkan jenis kelamin pada komparisi akta. Apalagi penghadap tersebut memang sengaja memalsukan identitasnya. Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya notaris sedikit atau banyak juga perlu mengenal gramatikal dari para penghadap dan bisa membedakannya sedetail mungkin.

Indikator yang ketiga adalah melakukan pengecekan secara manual terhadap dokumen resmi. Maksud dari hal ini adalah mencocokkan segala identitas para penghadap kepada instansi terkait. Contohnya seperti jika notaris merasa ragu-ragu dengan kebenaran KTP para pihak penghadap, notaris bisa meminta tolong kepada staffnya untuk mengecek kebenaranya dengan cara menghubungi kantor kecamatan tempat dimana KTP tersebut dibuat baik via telepon selular, hotmail atau bisa juga secara langsung dengan datang langsung ke kantor kecamatan tersebut.

  • 2.    Prinsip kehati-hatian

Dalam dunia perbankan, prinsip ini sudah tidak asing lagi dan memang sudah dikenal luas dalam dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian, dalam dunia perbankan, dalam bahasa Inggris sering disbut dengan istilah Prudent Banking Principle. Prudent Banking Principle merupakan asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Istilah prudent sendiri sangat terkait dengan pengawasan dan management bank. Kata prudent itu sendiri secara harfiah dalam Bahasa Indonesia berarti kebijaksanaan, namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati-hatian.11 Dalam dunia kenotariatan, tidak ada salahnya jika menerapkan prinsip ini. Hal ini bertujuan guna menghindari permasalahan-permasalahan yang mungkin bisa terjadi dikemudian hari bilamana salah satu atau lebih pihak merasadirugikan dalam suatu perikatan yang melibatkan notaris itu sendiri. Dalam hal pembahasan mengenai prinsip kehati-hatian, pokok-pokok dasar dari prinsip kehati-hatian merupakan jalan terbaik yang sekiranya bisa di terapkan dalam praktek notaris. Meskipun dalam UUJN-P notaris bekerja berdasarkan kebenaran formil, namun dalam prakteknya, notaris juga tidak boleh terlalu buta terhadap

kebenaran materiilnya. Hal ini tentu tujuanya untuk menghindari permasalahan-permasalahan yang melibatkan notaris yang dapat membuat repot notaris itu sendiri dikemudian hari. Beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan oleh notaris dalam menerapkan prinsip kehati-hatian adalah memeriksa keabsahan surat dan/atau dokumen para penghadap dan juga mengetahui dan melakukan penyuluhan terhadap legalitas tindakan para penghadap.

Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana dapat digunakan dalam hal akta Notaris dibuat menggunakan identitas palsu, jika Notaris mengetahui bahwa data tersebut palsu dan Notaris masih bersedia membuatkan aktanya, maka Notaris yang bersangkutan dapat dinyatakan sebagai medepleyer hal ini dikarenakan Notaris yang turut serta dalam pembuatan akta serta memalsukan identitas. Apabila penggunaan identitas palsu untuk membuat akta Notaris, dilakukan dengan sengaja, maka Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 266 ayat (2) KUHP yang menentukan “barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu yang isinya tidak sejati atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsukan, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian” namun, jika Notaris tidak mengetahui kepalsuan identitas yang digunakan untuk membuat akta, maka Notaris hanya dianggap lalai atau tidak cermat dalam melakukan kewenangannya.

  • 3.2    Akibat Hukum Dari Akta Notaris Yang Dibuat Dengan Identitas Palsu

Seringkali kita menjumpai dalam kehidupan sehari-hari, jika dilihat dari segi psikologis, bahwasanya bila seseorang itu berbohong, dapat diketahui dari ucapannya yang tidak sama untuk prihal yang sama dalam waktu yang lain. Demikian bisa diterapkan juga bilamana seorang notaris menjumpai penghadap yang dirasa mencurigakan. Maksudnya adalah menanyakan prihal yang sama dengan berulang-ulang. Secara psikologis, hal ini tentu bila orang tersebut tidak berbohong maka ia akan menjawab dengan jawaban yang sama dan sebaliknya, jika orang tersebut memang ingin berbohong atau ingin memberikan keterangan palsu, maka kemungkinan besar jawabanya akan berbeda-beda dengan pertanyaan yang sama. Notaris dalam hal ingin mengetahui kebenaran keterangan dari para penghadap juga dapat melihat dari gelagat dan tingkah laku seseorang. Maksud dari hal ini yaitu biasanya ketika notaris bertanya tetntang pertanyaan yang penting dan vital, terkadang orang tersebut menjawab sambil mengaruk-garuk kepala dan/atau menoleh kekanan dan kekiri secara berulang ulang. Jika memang demikian, notaris berhak dan patut mencurigai tentang kebenaran dari informasi yang di berikan dari para penghadap tersebut. Dokumen secara umum dapat diartikan sebagai suatu bentuk tulisan yang terdapat dalam alat, kertas, atau suatu tempat tertentu yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Namun kini seiring berkembangnya zaman dan teknologi, banyak terjadi kasus pemalsuan dokumen. Dokumen palsu itu sendiri adalah dokumen yang telah diubah sebagian dan/atau seluruhnya dengan melawan hak pada suatu atas atau tempat tertentu yang dibuat oleh seseorang dengan maksud tertentu dan dapat digunakan sebagai bukti.12

Beberapa hal yang mungkin paling sering dipalsukan adalah tanda tangan sebagai bukti legalitas dari dokumen tersebut, kemudian juga pemalsuan foto bisa terjadi, lalu sebagian isi dari dokumen tersebut juga bisa dipalsukan. Dalam mengidentifikasi suatu bentuk tanda tangan, ada beberapa hal yang wajib untuk diperhatikan. Beberapa hal itu diantarnya yang pertama adalah mengidentifikasi alas dari dokumen tersebut yang terdiri dari media penulisan dokumen. Media penulisan dokumen bisa dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk dokumen elektronik. Lalu berikutnya adalah bagaimana isi dokumen tersebut. Kemudian masalah tentang lgalitas dokumen itu. Untuk melihat legalitas suatu dokumen, hal ini dapat dilihat dengan cara mengidentifikasi tulisan tangan dan/atau stempel yang ada pada dokumen itu sendiri. Hal kedua yang perlu diperhatikan untuk mengdentifikasi keabsahan suatu tanda tangan adalah mengumpulkan hal-hal yang dicurigai palsu baik itu seluruh isi dokumen, tanda tangan dokumen, dan stempel dokumen. Dalam hal dokumen, dikenal dengan istilah “dokumen bukti”13. Dokumen bukti adalah semua dokumen yang digunakan atau dihasilkan atau yang berasal dari suatu kejahatan atau pelanggaran hukum termasuk didalamnya mengenai tentang tandatangan, tulisan tangan, tulisan.ketik, cap/stempel, barang.cetakan atau blangko, penghapusan atau perubahan, usia dokumen, dan yang terakhir adalah kewajaran dokumen. Dalam dokumen juga ada istilah “questioned dokumen”. Questioned dokumen adalah dokumen yang dipermasalahkan atau dipersoalkan karena diragukan kebenarannya sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ketiga yang perlu diperhatikan untuk mengidentifikasi suatu dokumen adalah mengumpulkan bukti pembanding. Bukti pembanding adalah suatu dokumen yang diketahui serta diyakini kebenarannya dan digunakan sebagai pembanding dalam verifikasi dokumen atau dalam pemeriksaan suatu dokumen sehubungan dengan dokumen bukti atau questioned dokumen. Untuk mengumpulkan dokumen pembanding, sejauh ini dikenal dua cara. Cara yang pertama adalah collected atau meminta dan requested atau dicari. Dokumen pembanding collected dapat dilakukan dengan meminta dokumen yang sudah ada seperti diantaranya adalah ijazah, akta kelahiran, KTP, SIM, dan STNK serta akta-akta lain yang berkaitan. Kemudian dokumen pembanding requested dapat dilakukan dengan membuat dokumen di depan petugas yang berwenang sehubungan dengan adanya kasus pada dokumen bukti atau questioned dokumen. Hal ini dilakukan misalnya karena adanya kejadian pemalsuan tanda tangan, maka cara mengumpulkan dokumen pembanding requested adalah dengan cara menyuruh orang yang dicurigai untuk tanda tangan berkali-kali di atas kertas kosong dan di lakukan di hadapan petugas yang berwenang. Kepada penghadap yang bersangkutan tentunya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif, perdata maupun secara pidana. Adapun sanksi para penghadap yang melakukan pemalsuan data dalam pembuatan akta otentik, kemudian sanksi yang diberikan ialah sanksi menurut hukum KUH Perdata dan sanksi menurut hukum KUH Pidana.

  • 4.    Kesimpulan

Pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuat dengan menggunakan identitas palsu adalah notaris bertanggungjawab seumur hidupnya terhadap akta yang telah dibuatnya. Sehingga, notaris dalam membuat akta autentik, meskipun tidak bertanggung jawab terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang di buat, tetapi notaris juga perlu mengetahui kebenaran materiilnya. Untuk bukti-bukti kelengkapan administrasi penghadap, harus dinyatakan dalam minuta akta, apabila pemalsuan identitas diketahui oleh Notaris itu sendiri sehingga ada yang dirugikan dan melanggar kepentingan umum, maka Notaris dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara hukum perdata maupun secara hukum pidana. Hal ini dikarena notaris merupakan profesi yang terhormat sehingga jika akta yang dibuatnya bermasalah, maka sedikit banyak akan merugikan bahkan merusak nama baik notaris itu bahkan yang lebih parah lagi, akta autentik notaris yang bermasalah dapat merusak nama baik organisasi notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan akibat hukum dari akta Notaris yang dibuat dengan identitas palsu ialah akan mendaptkan sanksi menurut hukum KUH Perdata dan sanksi menurut hukum KUH Pidana.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku / Literatur:

Adjie, Habib, Hukum Notaris.Indonesia (Tafsir Tematik.Terhadap Undang-Undang, Nomor 2 Tahun2014 tentang Perubahan Atas, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, tentang Jabatan.Notaris), (Surabaya: PT. RefikaaAditama, 2015).

Efendi, J and Ibrahim, J, Metode Penelitian Hukum: Normatif Dan Empiris (Jakarta: Prenada Media, 2018).

Jurnal

Amanda, B. O. (2022). Prinsip Kehati-Hatian Notaris Di Dalam Pembuatan Akta Yang Sempurna. Recital         Review, 4(1),         218-243.         https://online-

journal.unja.ac.id/RR/article/view/13815

Aini, N., & Simanjuntak, Y. N. (2019). Tanggung Jawab Notaris Atas Keterangan Palsu Yang Disampaikan Penghadap Dalam Akta Pendirian Perseroan. Jurnal Komunikasi Hukum, 5(2), 105-116. http://repository.ubaya.ac.id/36576/

Arliman, L. (2018). Peranan Metodologi Penelitian Hukum Di Dalam Perkembangan Ilmu  Hukum Di Indonesia.  Soumatera Law Review, 1(1),  112-132.

http://ejournal.lldikti10.id/index.php/soumlaw/article/view/3346

Barus, Z. (2013). Analisis filosofis tentang peta konseptual penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis. Jurnal Dinamika Hukum, 13(2), 307-318. http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/212

Hendra, R. (2012).  Tanggungjawab Notaris Terhadap “Akta  Otentik Yang

Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota” Pekanbaru. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1). https://jih.ejournal.unri.ac.id/index.php/JIH/article/view/1029

Siahaan, K. (2019). Kedudukan Hukum “Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Pada Tindak Pidana Pemalsuan Surat Dalam Proses” Peradilan Pidana. Recital Review, 1(2), 72-88. https://online-journal.unja.ac.id/RR/article/view/7455

Sari, A. R. (2020). Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Kredit dengan menggunakan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 952/PID. B/2019/PN. JKT. BRT.). Indonesian Notary, 2(2). http://notary.ui.ac.id/index.php/home/article/view/813

Subiyantana, S., & Octarina, N. F. (2020). Pertanggungjawaban Pidana terhadap

Notaris yang Membuat Keterangan Palsu dalam Akta Otentik. Jurnal Rechtens, 9(2), 93-106. http://ejurnal.uij.ac.id/index.php/REC/article/view/786

Wulandari, A. A. D. (2018). Tanggung “Jawab Notaris Akibat Batalnya Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Karena Cacat” Hukum. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3), 436-445. doi: https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p04

Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432)

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5071)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)

Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten, 2930 Mei 2015

188