Acta Comitas (2017) 2 : 286 – 295

ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

PENGATURAN INVESTASI SEMI KELOLA DI BIDANG PERDAGANGAN JASA AKOMODASI WISATA

Oleh

Ida Ayu Shintyani Brahmisiwi*, R.A. Retno Murni,**, I Made Udiana,***

Magister Kenotariatan Universitas Udayana E-mail : [email protected]

ABSTRACT

THE REGULATION OF RETURN ON INVESTMENT IN THE TOURIST ACCOMODA TION TRADING SER VICES

There are many business activities in the tourism industries in Indonesia. One of them is the provision of services, specifically in Bali. The tourists, who are traveled to Bali, have a desire to invest. Practically, in the provision of services, there are many variants of the business which are not easy to be categorized as a services trading in tourism. It has been mixed with other business variants beyond the tourism services. One of its variants is the development services and the management of property. It was developed with the business scheme and managed with the management of property scheme. The problem is, the seller or the developer offer a tourism accommodation services. The other problem is that property, which has been developed, financed by the foreign buyer. The property is managed by the developer for the provision of tourism accommodation service purposes. Further, the owner of the property got an income from the property management. The parties of this investment model expect that income as a return of their investment. This business model is usually called the return on investment in the tourist accommodation trading services.

The type of this research, which used for this thesis, is normative research. It’s researched from The Investment Constitution, the Tourism Constitution, The Construction Services Constitution and some of regulations related with the arrangement of the return on investment. This research was used material sources of law, which are primary legal materials, secondary legal materials and tertier legal material.

The result of this research show that the rules about return on investment in the tourist accommodation trading services are not regulated explicitly. The regulation hasn ’t been reached that return on investment activities. It causes lot of losses for the foreign investor. The government and the society also get same troubles.

Keywords : Investment, Return On Investment, ROI, Tourism Accommodation, Tourism Accommodation Services.

BAB I

PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang

Kegiatan penyelenggaraan fasilitas jasa pariwisata menimbulkan berbagai varian bisnis yang tidak mudah dikategorikan sebagai bentuk perdagangan jasa pariwisata. Hal ini berkaitan disebabkan oleh tercampurnya perdagangan jasa pariwisata, khususnya di bidang akomodasi jasa pariwisata, dengan varian bisnis lain yang berasal dari bisnis lain diluar kategori jasa pariwisata. Salah satu varian yang berkembang dengan pesat adalah jasa

pengembangan dan pengelolaan properti yang semula dikembangkan murni dengan bisnis properti, dikelola dengan skema pengelolaan properti tetapi jasa yang ditawarkan adalah jasa akomodasi wisata.

Masalah lainnya adalah bahwa properti yang dikembangkan itu dibiayai oleh pembeli dengan kewarganegaraan asing, kemudian dikelola oleh pihak pengembang (developer) untuk tujuan penyediaan jasa akomodasi wisata. Selanjutnya pemilik properti tersebut memperoleh pendapatan dari hasil pengelolaan unit akomodasi, yang oleh para pihak (pengembang dan pembeli)

dinilai sebagai pengembalian (return) atas biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan akomodasi wisata.

Praktek kegiatan investasi semi kelola ini memiliki konsep layaknya pengembangan properti oleh pihak pengembang. Pembelian properti yang dikembangkan oleh pihak pengembang pada umumnya tidak membayar harga properti secara penuh di depan melainkan hanya membayar uang muka. Uang muka pembelian properti tersebut akan dibayarkan dalam bentuk angsuran sesuai kemajuan pembangunan. Setelah pembangunan selesai, pihak pembeli tidak mengambil alih properti yang dibelinya melainkan menyerahkan kembali properti yang dibelinya kepada pengembang. Properti ini nantinya akan dikelola oleh pengembang. Model pengembangan dan pengelolaan ini umum dikenal sebagai pengembangan dengan pemulihan investasi (Return on Investment – ROI).1

Perlakuan hukum yang diberikan terhadap penyelenggaraan bisnis ini di Indonesia, pada saat ini, adalah perlakuan hukum properti berdasarkan Undang-Undang Jasa Konstruksi. Referensi tentang return on investment (ROI) programme mengategorikan ROI sebagai bentuk investasi. Hal ini menimbulkan perlakuan hukum yang diberikan terhadap penyelenggaraan bisnis berdasarkan model ini adalah perlakuan hukum investasi sehingga berlakulah persyaratan dan seluruh prosedur berinvestasi.

Banyak berkembang model pengembangan jasa akomodasi wisata dengan menggunakan pola ini di berbagai kawasan pariwisata di Bali. Model bisnis ini tidak banyak muncul ke permukaan sehingga tidak dikenal oleh masyarakat atau bahkan pemerintah daerah. Prakteknya, puluhan bahkan ratusan model properti seperti ini. Model ini tidak dapat diidentifikasi secara mudah dari sisi Hukum Properti, Hukum Investasi dan Hukum Pariwisata karena model bisnis ini cenderung tampil sebagai bisni properti atau bisnis pariwisata. Tidak banyak pihak yang mengeksplorasi bisnis ini dari sisi Hukum Investasi.

Dalam rangka memulihkan hak-hak negara dan masyarakat atas model bisnis ini, perlu diteliti sebab-sebab yang mengakibatkan bisnis ini tidak

1Ida Bagus Wyasa Putra, 2001, Kontrak Semi Investasi dan Semi Kelola: Suatu Model Kontrak Investasi dalam Perdagangan Jasa Pariwisata, Bali Tourism Board, Bali, hal. 2

diselenggarakan    melalui    prosedur

investasi, baik dari segi konstruksi bisnisnya     maupun     dari     segi

pengaturannya.

  • 1.2   Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1 . Bagaimanakah penyelenggaraan model investasi semi kelola (return on investment) dalam bidang perdagangan jasa akomodasi wisata yang sesuai dengan   amanat   Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007?

  • 2.    Bagaimanakah bentuk pengaturan yang diperlukan dalam penyelenggaraan model investasi semi kelola (return on investment) di bidang perdagangan jasa akomodasi wisata?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

    a. Tujuan Umum

Sebuah tukisan haruslah memiliki tujuan yang nantinya ingin dicapai. Berdasarkan hal tersebut maka yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik model investasi      semi      kelola;      (2)

mengidentifikasi karakteristik model investasi semi kelola dalam bidang perdagangan jasa akomodasi wisata; (3) mengidentifikasi            karakteristik

penyelenggaraan model investasi semi kelola dalam bidang perdagangan jasa akomodasi     wisata;     serta     (4)

mengidentifikasi            karakteristik

penyelenggaraan model investasi semi kelola dalam bidang perdagangan jasa akomodasi wisata sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. b. Tujuan Khusus

Selain untuk mencapai tujuan umum tersebut diatas, penelitian ini juga memiliki tujuan khusus. Tujuan khusus atas rumusan masalah diatas dari penelitian ini adalah:

  • 1.    Mengidentifikasi        karakteristik

kebutuhan hukum yang timbul dari akibat    penyelenggaraan    model

investasi semi kelola dalam bidang perdagangan jasa akomodasi wisata; dan

  • 2.    Mengidentifikasi bentuk pengaturan penyelenggaraan model investasi semi kelola (return on investment) dalam bidang perdagangan jasa akomodasi wisata.

  • 1.4    Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dan dicapai dari hasil penelitian terhadap pokok permasalahan adalah:

  • a.    Manfaat Teoritis

Penulisan ini diharapkan mampu untuk menemukan indikator dalam mengukur kejelasan konsep-konsep investasi semi kelola (return on investment) sebagai model investasi serta memperjelas konstruksi norma yang diperlukan untuk mengatur pengembalian investasi termasuk persyaratan-persyaratan dan prosedurnya.

  • b.    Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu mengonstruksi model materi regulasi untuk mengatur penyelenggaraan pengembalian investasi dalam bisnis investasi semi kelola di bidang pariwisata.

  • 1.5    Landasan Teoritis.

Untuk memperjelas dalam memberikan suatu gambaran mengenai pembahasan permasalahan diatas, maka dalam penulisan tesis ini digunakan teori dan asas, yaitu :

  • a.    Teori Investasi

Teori ini digunakan untuk menganalisis dan membahas permasalahan mengenai pengaturan investasi di Indonesia dan menganalisis permasalahan dan pengaturan tentang penyelenggaraan investasi semi kelola menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.

  • b.    Teori Pengembalian Investasi

Teori ini digunakan untuk menganalisis tentang return on investment atau penghitungan pengembalian investasi. Teori ini juga untuk menganalisis mengenai konsep ROI yang termasuk dalam kegiatan investasi.

  • c.    Teori Kepastian Hukum

Teori ini digunakan untuk menganalisis tentang pengaturan investasi semi kelola di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Teori ini juga digunakan untuk menemukan karakteristik dan pengaturan yang diperlukan dalam penyelenggaraan model investasi semi kelola di bidang perdagangan jasa akomodasi wisata.

  • 1.6    Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan yang sedang diteliti. Metode penelitian juga diharapkan mampu untuk memecahkan

masalah yang ditemukan sehingga nantinya dapat ditarik simpulan untuk memberikan jawaban atas masalah yang diteliti tersebut.

  • 1.6.1    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk penulisan tesis ini adalah menggunakan    penelitian    hukum

normatif yaitu penelitian yang dilakukan dari adanya kekosongan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian terkait atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Hal terkait lainnya adalah penelitian normatif ini akan memakai pendekatan perundang-undangan dengan meneliti peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan tema penulisan ini.2

  • 1.6.2    Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan yang digunakan untuk meneliti pengaturan investasi semi    kelola.    Jenis pendekatan

selanjutnya adalah pendekatan analisis konsep hukum yang bertujuan untuk memberikan sebuah pandangan hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi dan selanjutnya akan menemukan gagasan    yang    bisa    membantu

menegaskan konsep hukum yang telah ada yang tentunya relevan dengan isu yang dihadapi.3

  • 1.6.3    Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari kepustakaan, yang terdiri dari:

  • 1.    Bahan Hukum Primer terdiri atas:

  • a) . Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

  • b) . Undang-Undang         Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;

  • c) . Undang-Undang         Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;

  • d) . Undang-Undang         Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;

  • e) . Undang-Undang         Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 201 1

  • 2J ohny Ibrahim, 2010, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, hal. 32

  • 3P eter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 93-95

  • te ntang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

  • f) . Peraturan    Presiden    Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;

  • g) . Peraturan Menteri Kebudayaan dan

Pariwisata                 Nomor

PM86/HK.501.MKP/2010  tentang

Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi;

  • h) . Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009    tentang    Tata    Cara

Permohonan Penanaman Modal.

  • 2.    Bahan Hukum Sekunder terdiri atas:

  • a) . buku ilmu hukum;

  • b) . jurnal hukum; dan

  • c) . media cetak atau elektronik.

  • 3.    Bahan hukum Tersier.

  • a) . Kamus Hukum,

  • b) . Internet dengan menyebut nama situsnya.

  • 1.6.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan bisa ditelaah dari undang-undang dalam arti materiil dan formal, hukum kebiasaan dan hukum adat yang tercatat, yurisprudensi yang konstan, doktrin juga bahan-bahan lainnya seoerti dokumen pribadi, surat-surat, perjanjian, surat kabar, majalah maupun dokumen pemerintah.

  • 1.6.5    Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum dilakukan dengan cara deskriptif analitis. Sumber hukum didapat dari peraturan         perundang-undangan,

literatur, dan bahan-bahan hukum. Selanjutnya disajikan secara deskriptif dan dianalisa terkait topik penulisan. Bahan hukum yang telah diolah selanjutnya dianalisa menggunakan interpretasi hukum (gramatikal dan sistematis) dan dianalisis

BAB II PEMBAHASAN Karakteristik Model Investasi Semi Kelola Dalam Penyediaan Jasa Akomodasi Wisata Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Investasi semi kelola atau return on investment merupakan bentuk kegiatan

investasi yang diminati oleh banyak investor, khususnya warga negara asing. Ketertarikan pasa pembeli untuk berinvestasi dengan model investasi semi kelola disebabkan oleh tidak banyaknya waktu yang perlu dihabiskan untuk mengurus investasi ini. Kegiatan investasi     semi     kelola     dalam

pengembangan akomodasi wisata dengan model ROI merupakan percampuran dari beberapa jenis kegiatan bisnis, termasuk kedalamnya: (a) jasa pengembang atau jasa properti; (b) investasi; dan (c) jasa pariwisata. Model bisnis ini mencakup beberapa komponen, antara lain:  (1)

pihak pengembang (developer); (2) pihak pembeli (buyer); (3) obyek yang akan

dibangun; serta (4) modal (capital). Sedangkan unsur kedua dalam investasi semi kelola ini, yaitu:   (1) pihak

pengelola; (2) pihak pemilik; dan (3) akomodasi tersebut.

Sebuah     perusahaan     maupun

perseorangan yang menjalankan usaha di bidang pengembangan properti telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut UU JK). Kegiatan jasa konstruksi merupakan kegiatan pemberian layanan jasa konsultasi dan perencanaan    pekerjaan    kosntruksi,

melaksanakan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultasi terhadap pengawasan pekerjaan konstruksi (Pasal 1 Angka 1 UU JK).

Pihak pengembang dalam kegiatan investasi semi kelola juga bertindak selaku pelaksana konstruksi, dimana dalam Pasal 1 Angka 6 UU JK dinyatakan bahwa “Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang potensial di bidang pelaksanaan jasa    konstruksi    yang    mampu

menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.” Berdasarkan pada pengertian perencana konstruksi dan pelaksana konstruksi menurut UU JK tersebut, maka pihak pengembang dalam kegiatan investasi semi kelola juga bertindak sekaligus sebagai pihak perencana dan pelaksana konstruksi. Hal ini berkaitan dengan tugas    dan    fungsi    pengembang

(developer) dalam kegiatan investasi semi kelola, yaitu:

  • (1)    Pihak pengembang wajib membuat perencanaan terhadap properti yang akan dibangun kepada investor;

  • (2)    Pihak      pengembang      wajib

memberikan informasi tentang biaya-

biaya yang diperlukan untuk membangun properti tersebut; serta

  • (3)    Pihak      pengembang      wajib

melaksanakan dan menyelesaikan pembangunan properti sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama pihak investor.

Unsur kedua dalam investasi semi kelola adalah adanya investor. Ketentuan tentang investor telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU PM). Terdapat dua macam investor di Indonesia, yaitu (1) investor dalam negeri; dan (2) investor asing. Masing-masing    pengertian    tentang

investor diatur dalam Pasal 1 Angka 5 UU PM dan Pasal 1 Angka 6 UU PM dengan istilah penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

Pihak investor asing yang berniat menanamkan modalnya dalam kegiatan investasi semi kelola biasanya bertujuan untuk    mendapatkan    pengembalian

investasi dari modal yang ditanamkan. pihak investor, khususnya investor asing yang berinvestasi dalam kegiatan bisnis investasi semi kelola memiliki hak yang sama dengan investor dalam negeri. Hak-hak tersebut antara lain: (1) kepastian hak dan perlindungan hukum; (2) keterbukaan informasi mengenai kegiatan investasi yang sedang dijalankannya; (3) hak pelayanan yang baik; serta (4) berbagai fasilitas kemudahan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepastian hak dan perlindungan hukum ini bertujuan untuk menghindari investor asing dari hal-hal yang tidak diinginkan serta merugikan investor. Kepastian hukum juga menghindari investor asing dari kerugian-kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari penipuan ataupun pelanggaran hak yang dilakukan oleh pihak lainnya.

Banyak investor yang masih belum memahami konsep maupun pelaksanaan investasi semi kelola di Indonesia. Terbukanya informasi mengenai konsep, aturan maupun pelaksanaannya harus diberikan kepada investor untuk memberikan kenyaman dan meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi dengan bentuk investasi semi kelola. Investor asing yang berinvestasi dalam kegiatan investasi semi kelola akan selalu berkomunikasi dengan pihak pengembang. Biasanya investor akan kembali ke negaranya dan memberikan kepercayaan kepada pihak pengembang untuk mendapatkan informasi tentang propertinya. Dengan demikian pihak

pengembang wajib menanggapi serta memberikan pelayanan yang baik apabila pihak investor mengajukan protes maupun menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan propertinya di kemudian hari.

Timeshare merupakan hak bagi pihak pembeli properti untuk menempati maupun menggunakan sebuah unit properti dalam sebuah periode tertentu dalam masa liburan atau masa tertentu. Waktu yang ditentuka berdasarkan pada perjanjian antara pihak pembeli dan pengembang, atau dengan pihak pemegang hak milik. Saat ini kegiatan bisnis timeshare semakin berkembang di Indonesia dengan kecepatan dan menjangkau seluruh dunia. Kegiatan bisnis ini juga dilandasi langsung oleh Hukum Pariwisata dalam kasus pembangunan sebuah resort maupun hotel dan menvakup Hukum Properti yang melandasi kegiatan pembangunan properti-properti umum lainnya (namun tidak mencakup pembangunan hotel). Namun hingga saat ini belum ada hukum atau aturan yang mampu menjangkau kegiatan bisnis investasi dengan model timeshare ini.

Berkaitan dengan penggunaan unit yang dibeli oleh pihak pembeli, mereka memiliki hak untuk menggunakannya dalam jangka waktu tertentu. Jangka waktu tersebut biasanya pada masa liburan. Pemilik juga tidak harus menggunakan sendiri properti atau unit yang dimiliknya namun dapat mengalihkan hak untuk menggunakan properti tersebut kepada pihak lain.

Calon pembeli yang berniat ingin membeli sebuah unit akomodasi wisata tentunya harus memperhatikan beberapa hal sebelum memutuskan untuk membeli. Hal ini bertujuan untuk menghindari penipuan maupun hal-hal yang tidak diinginkan serta merugikan calon pembeli. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sebelum membeli sebuah unit dengan sistem timeshare, antara lain: (1) menemukan informasi dan kualitas dari properti yang dibeli, serta kesediaan unit yang akan dibeli. Pihak pengembang ataupun real estate agents juga harus memiliki informasi yang lengkap dan track record yang baik; (2) calon pembeli juga wajib mencari informasi tentang opini pembeli-pembeli lainnya sebelum meyakinkan diri untuk membeli unit yang ditawarkan. Calon pembeli juga wajib mencari informasi tentang manajemennya, perbaikan-perbaikan yang ditanggung oleh pihak pengembang, penggantian kelengkapan

unit, serta jadwal pemeliharaan unit dari pihak pengembang. Pihak pembeli juga diwajibkan untuk meminta salinan perkiraan biaya pemeliharaan unit.

Para investor yang menanamkan modalnya dalam bisnis perdagangan jasa akomodasi wisata yang menggunakan model investasi semi kelola ini cenderung mengabaikan beberapa hal yang seharusnya mereka perhatikan. Biasanya perhatian para investor akan terpusat hanya pada hak-hak atas investasi yang mereka lakukan. Hak-hak atas investasi tersebut ada 3 (tiga), yaitu: (1) jaminan atas hak menguasai properti selama jangka waktu investasi; (2) jaminan atas pengembalian investasi mereka; dan (3) jaminan hak atas pemakaian properti dimaksud selama masa waktu investasi sesuai dengan kesepakatan yang diatur dalam perjanjian ROI.

Isu tentang hak milik atas tanah di Indonesia berhubungan dengan kekuatan hak dan sifat kewarisan atas tanah tersebut. Sifat kewarisan cenderung bersifat turun-temurun. Terkait dengan investasi semi kelola, kegiatan investasi ini lebih terfokus pada hak milik dalam pengertian hak bisnis atau hak investasi. Hak milik dalam kegiatan investasi ini tidak termasuk pada pengertian hak milik atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA. Hak ini menyerupai hak-hak atas tanah lainnya seperti hak guna bangunan, hak sewa maupun hak pakai.

Struktur sistem ROI terdiri dari 8 (delapan) tahapan, yaitu: (1) penyelenggara proyek membuat perencanaan proyek; (2) penyelenggara proyek menawarkan kepada investor untuk membiayai proyek dalam bentuk investasi yang akan dikembalikan melalui pengelolaan bangunan akomodasi yang akan dibangun oleh penyelenggara proyek dengan biaya dari investor; (3) investor memberikan jawaban atau melakukan penerimaan terhadap penawaran penyelenggara proyek; (4) penawaran penyelenggara proyek dan penerimaan investor diwujudkan dalam bentuk perjanjian antara penyelenggara proyek dan investor dalam bentuk ROI Agreement; (5) investor membiayai proyek sesuai dengan ROI Agreement; (6) Penyelenggara proyek melakukan penyelenggaraan proyek atau membangun akomodasi wisata yang telah disepakati; (7) penyelenggara proyek menyelenggarakan pengelolaan bangunan akomodasi berdasarkan ROI Agreement; (8) hasil pengelolaan akomodasi

diserahkan kepada investor sebagai bentuk pengembalian investasi.

UU PM merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing. UU PM mengatur tentang pengertian penanam modal asing dalam Pasal 1 Angka 6 UU PM, dimana: “Penanam modal asing adalah perseorangan warga asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.” Pasal ini menyatakan bahwa subyek penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing.

Penanam modal yang ingin berinvestasi di Indonesia dapat melakukan kegiatan investasi dalam bidang usaha apapun. Mereka berhak untuk menentukan sendiri akan melakukan usaha di bidang apapun selama tidak bertentang dengan kegiatan-kegiatan maupun jenis usaha yang termasuk dalam kategori jenis usaha yang tertutup sebagaiamana diatur pula dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (PerPres RI) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Lampiran 1 (satu) PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014). Kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat tertutup ini biasanya akan digunakan untuk tujuan-tujuan nonkomersial, seperti penilaian dan pengembangan. Kegiatan ini juga wajib mendapat persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pembinaan bidang usaha tersebut.

Kegiatan usaha terbuka dengan persyaratan yang dilakukan di Indonesia biasanya berkaitan dengan jenis-jenis usaha yang dapat dilakukan oleh investor dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh para investor. PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014 tidak mencantumkan maupun menjelaskan tentang ketentuan dari jasa akomodasi wisata dengan konsep semi kelola. Hal ini menunjukkan bahwa PerPres RI Nomor 39 Tahun 2014 ini juga tidak mengatur tentang jasa akomodasi wisata dengan konsep semi kelola

BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 201 1 tentang Pembentukan Peraturan         Perundang-Undangan

(selanjutnya disebut: UUP3) menentukan bahwa penyusunan program legislasi harus didukung dengan naskah akademik. Lampiran 1 UUP3 mengartikan naskah akademik sebagai naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum mengenai obyek pengaturan dari produk hukum yang dibuat.  Angka  1 Lampiran 1 UUP3

menyatakan bahwa: “Naskah akademik adalah  naskah  hasil penelitian atau

pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu

yang   dapat   dipertanggungjawabkan

secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah provinsi, rancangan peraturan daerah kabupaten/kota, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.” Pengertian ini menunjukkan bahwa pemetaan kebutuhan hukum dan rancangan norma sebagai jalan keluar dari masalah hukum yang dihadapi      merupakan      prasyarat

perencanaan pengaturan suatu obyek hukum melalui undang-undang maupun peraturan daerah.

Kegiatan investasi semi kelola dalam bidang jasa akomodasi wisata banyak diminati oleh para investor, khususnya investor asing. Investasi ini memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) merupakan kegiatan perencanaan     dan    pengembangan

akomodasi oleh pengembang (developer) yang kemudian difungsikan sebagai akomodasi wisata; (2) merupakan kegiatan investasi dalam bentuk pembiayaan oleh   pemilik modal,

sekaligus sebagai   pemilik   proyek,

terhadap akomodasi yang direncanakan dan dikembangkan oleh developer yang kemudian difungsikan sebagai akomodasi wisata; serta (3) kegiatan pengelolaan akomodasi yang dikembangkan oleh developer, dengan biaya dari pemilik modal (investor) yang difungsikan sebagai akomodasi wisata oleh developer atau penyedia jasa sekaligus bertindak sebagai     manajemen     pengelolaan

akomodasi wisata.

Hingga saat ini kegiatan investasi yang dilakukan oleh investor dalam bentuk pembiayaan terhadap akomodasi yang direncanakan dan dikembangkannya

tidak diselenggarakan berdasarkan UU PM melainkan diselenggarakan berdasarkan UU JK. Akomodasi yang dikembangkan oleh developer kemudian difungsikan sebagai akomodasi wisata. Pengembangan akomodasi seharusnya diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (selanjutnya disebut UU Kepariwisataan). UU Kepariwisataan tidak mengatur secara eksplisit mengenai investasi dalam bidang jasa pariwisata. UU Kepariwisataan, dalam kaitannya dengan investasi di bidang usaha jasa pariwisata, hanya mengatur tentang: (1) kawasan strategis; (2) usaha pariwisata; (3) hak, kewajiban, dan larangan; (4) kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah; dan (5) standarisasi jasa usaha pariwisata.

Setiap orang yang memiliki keinginan untuk berusaha dalam bidang pariwisata telah dijamin haknya oleh UU Kepariwisataan. Bagi para pelaku usaha, UU Kepariwisataan telah mengatur tentang hak mereka dalam bidang penanaman modal. Perlindungan hak bagi mereka yang ingin melakukan usaha di bidang pariwisata telah diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) huruf b UU Kepariwisataan, yaitu memiliki hak untuk melakukan kegiatan usaha di bidang pariwisata.

Tidak hanya para pelaku usaha, para wisatawan pun mendapat hak yang sama untuk berinvestasi di bidang pariwisata. Pasal 20 UU Kepariwisataan menyatakan bahwa “Setiap wisatawan berhak memperoleh (a) informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; (b) pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; (c) perlindungan hukum dan keamanan; (d) pelayanan kesehatan; (e) perlindungan hak pribadi; dan (f) perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi. UU Kepariwisataan telah memberikan kepastian hukum bagi para wisatawan yang ingin melakukan investasi di Indonesia sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 20 huruf c UU Kepariwisataan bahwa setiap wisatawan berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan. Setiap wisatawan yang ingin berinvestasi di Indonesia pasti mendapatkan perlindungan hukum.

Bagi para penanam modal yang ingin berinvestasi di Indonesia sepatutnya memperhatikan ketentuan bentuk badan usaha mereka. Penanam modal yang ingin berinvestasi dapat berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (Pasal 5 Ayat (1) UU PM). Penanam modal asing yang ingin berinvestasi di Indonesia memiliki aturan yang ditambahkan pada pasal 5 Ayat (2) UU PM. Pasal 5 Ayat (2) UU PM menyatakan bahwa “Penanam modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.” Maka berdasarkan pada ketentuan tersebut, setiap penanam modal asing yang ingin berinvestasi di Indonesia harus terlebih dahulu berbentuk badan hukum.

UU PM menentukan bahwa setiap pelaku kegiatan investasi di Indonesia juga memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab. Pasal 14 UU PM menentukan bahwa “Setiap penanam modal berhak mendapat: (1) kepastian hak, hukum, dan perlindungan; (2) informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; (3) hak pelayanan; dan (4) berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Apabila dikaitkan dengan kegiatan investasi di bidang jasa akomodasi wisata, saat ini belum ada pengaturan maupun informasi dari pemerintah yang mampu menjangkau tentang konsep investasi semi kelola. Dampaknya adalah bahwa saat ini para penanam modal, khususnya penanam modal asing, belum mendapat pemahaman yang sesuai terkait kegiatan investasi semi kelola yang ada di Indonesia.

Setiap pengembangan akomodasi wisata yang dibiayai oleh investor seharusnya juga diselenggarakan berdasarkan UU PM. UU PM hingga saat ini hanya mengatur tentang penanaman modal asing yang harus membentuk sebuah perseroan terbatas. Hal ini menimbulkan kekosongan hukum, berkaitan dengan aturan, pengesahan, maupun perijinan tentang investasi asing yang dilakukan perorangan, seperti dalam bentuk investasi semi kelola di bidang jasa akomodasi wisata.

Berkaitan dengan pendaftaran dan penyediaan akomodasi, pemerintah telah mengaturnya dalam sebuah Keputusan Menteri pada tahun 2010. Peraturan ini disahkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM86/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi (selanjutnya disebut PerMen Nomor PM86/HK.501/MKP/2010).

Adapun hal-hal yang diatur dalam PerMen Nomor PM86/HK.501/MKP/2010 antara lain:

  • 1.    Tempat pendaftarab, obyek dan tanggung jawab;

  • 2.    Tahapan yang meliputi (a) tahapan pendaftaran usaha pariwisata; (b) pemeriksaan berkas permohonan; (c) pencantuman ke dalam daftar usaha pariwisata; (d) penerbitan tanda daftar usaha pariwisata; serta (e) pemutakhiran      daftar     usaha

pariwisata;

  • 3.    Pembekuan     smeentara     dan

pembatalan, yang meliputi (1) bagian pertama :   Pembekuan

  • sementara; dan (2) bagian kedua : Pembatalan;

  • 4.    Pendanaan;

  • 5.    Pelaporan; dan

  • 6.    Sanksi administratif.

PerMen                  Nomor

PM86/HK.501/MKP/2010 tidak mengatur secara eksplisit mengenai tata cara pendaftaran jasa akomodasi wisat dengan konsep semi kelola. Peraturan ini tidak mengatur klasifikasi jasa akomodasi wisata dengan konsep semi kelola dalam peraturan    ini.    PerMen    Nomor

PM86/HK.501/MKP/2010 juga tidak mengatur tentang pengaturan perjanjian manajemen pengelolaan akomodasi wisata.

Analisis normatif terhadap norma yang mengatur penanaman modal dan kegiatan penyediaan jasa akomodasi wisata menunjukkan bahwa pengaturan tersebut belum menyediakan ketentuan yang dapat digunakan sebagai instrument hukum    untuk    mengatur    dan

mengendalikan kegiatan pengembangan properti yang dikelola sebagai akomdasi wisata yang menggunakan modal asing sebagai sumber pembiayaan. Kekosongan norma ini menimbulkan kebutuhan untuk mengatur pengembangan properti yang akan digunakan dan dikelola sebagai akomodasi    wisata    yang    sumber

pembiayaannya berasal dari sumber pembiayaan asing. Kebutuhan pengaturan itu mencakup identifikasi kebutuhan sebagai berikut:

  • (a)    Identifikasi            karakteristik

pengembangan    properti    yang

menjadi obyek pengaturan; dan

  • (b)    Kewajiban untuk memenuhi seluruh persyaratan penanaman modal asing sebagaimana    ditentukan    oleh

peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal asing.

Kebutuhan tersebut merupakan upaya untuk memecahkan masalah penyelenggaraan pengembangan properti

untuk penyediaan jasa akomodasi yang menggunakan modal asing sebagai sumber pembiayaan yang tidak mengikuti ketentuan penanaman modal dan merugikan negara serta masyarakat dari segi manfaat penanaman modal asing.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  • 1.    Karakteristik penyelenggaraan model investasi semi kelola (return on investment) dalam bidang perdagangan jasa akomodasi wisata yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dapat digambarkan berdasarkan karakteristik jenis kegiatan bisnisnya, instrumen hukum, komponen sistemnya, dan prosesnya. Model investasi ini merupakan percampuran antara beberapa jenis bisnis, yaitu: (a) jasa pengembang atau jasa properti; (b) investasi; dan (c) jasa pariwisata. Instrumen hukum yang digunakan oleh para pihak dalam mengatur transaksi dan kerjasama bisnis berdasarkan model ini adalah ROI Agreement yang di dalamnya mencakup subagreements, yaitu: development agreement dan lease atau management agreement. Sistem bisnis berdasarkan model ROI mencakup beberapa komponen, yaitu: (1) pengembang (developer); (2) pembeli atau investor; dan (3) akomodasi yang dikelola. Proses kegiatan ini mencakup:  (1) perancangan desain dan

perencanaan properti oleh pengembang; (2) penawaran proyek oleh pengembang kepada calon pembeli (investor); (3) negosiasi dan pembentukan kesepakatan (ROI Agreement); (4) penyelenggaraan pembangunan properti oleh pengembang dan pembiayaan pembangunan oleh investor sesuai dengan ROI Agreement;  (5) penyerahan properti oleh

pengembang kepada pembeli (investor); (6) penyerahan kembali properti oleh pembeli atau investor atau pemilik kepada pengembang untuk dikelola berdasarkan management

agreement; dan (7) pengelolaan properti sebagai akomodasi wisata oleh pengembang sebagai manajemen pengelola.

  • 2.    Bentuk pengaturan yang diperlukan dalam penyelenggaraan model investasi semi kelola (return on investment) di bidang perdagangan jasa akomodasi wisata adalah bentuk pengembangan norma UU PM, khususnya ketentuan tentang jenis usaha, dengan cara memasukkan persyaratan baru terhadap jenis usaha yang berkarakteristik campuran dalam pengembangan akomodasi wisata, yaitu bahwa setiapkegiatan pengembangan properti yang dimaksudkan untuk penyediaan jasa akomodasi wisata, sepanjang menggunakan model asing sebagai sumber pembiayaan wajib memenuhi persyaratan dan prosedur penanaman modal asing. Persyaratan itu dapat diatur dengan menggunakan formulasi norma.

Saran

Terkait dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut :

  • 1.    Pemerintah dana pemerintah daerah perlu menyelenggarakan pendataan akomodasi wisata yang menggunakan model asing dan model ROI dalam pengembangannya dalam rangka penentuan   signifikasi   pengaturan

model kegiatan usaha itu melalui perubahan   peraturan   perundang-

undangan dalam rangka mencegah kerugian yang lebih besar yang dapat dialami pemerintah dan masyarakat atas manfaat investasi asing sebagaimana telah diatur dalam UU PM.

  • 2.    Perubahan UU PM perlu segera dilakukan untuk mencegah kerugian dan meningkatkan manfaat investasi asing    bagi    pemerintah    dan

masyarakat dari model ROI yang telah digunakan secara luas dalam pengembangan akomodasi wisata.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Johny Ibrahim, 2010, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia, Malang.

Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Makalah

Ida Bagus Wyasa Putra, 2001, Kontrak Semi Investasi dan Semi Kelola: Suatu Model Kontrak Investasi dalam Perdagangan Jasa Pariwisata, Bali Tourism Board, Bali.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 201 1 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor PM86/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2017-2018

295