Acta Comitas (2017) 2 : 237 – 246 ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

KEWAJIBAN SAKSI INSTRUMENTER MERAHASIAKAN ISI AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

Oleh

Ida Ayu Kade Kusumaningrum,* I Gusti Ngurah Wairocana,** I Dewa Made Suartha***

Magister Kenotariatan Universitas Udayana

E-mail : de2_kus@yahoo. com

ABSTRACT

THE LIABILITY OF THE INSTRUMENTAL WITNESSES TO KEEP THE CONFIDENTIALITY OF THE CONTENTS OF THE NOTARIAL DEED IN PURSUANT TO THE LA W OF THE NOTARY POSITION

Notary as a public official who has the authority to make an authentic notarial deed, performs the duties of his/her office in accordance with the provisions of the Law of the Notary Position. In addition to the authority to make an authentic notarial deed, a notary also has an obligation of keeping the confidentiality of the contents of the notarial deed that he or she made, pursuant to the Article 16 of paragraph (1) letter f of the Amended Law of the Law of Notary Position. Notary makes authentic notarial deed based on the provisions of the Articles 1320 and 1868 of the Indonesian Civil Code, as well as the provisions contained in the Law of Notary Position. One of their obligations is presenting instrumental witnesses in the reading of the notarial deed minimum of two (2) persons. Without the presence of the 2 (two) instrumental witnesses, then the notarial deed made by or before a notary has the privately made proofing. The problems in this study were to determine whether the instrumental witnesses have the obligation keep the confidentiality of the contents of the notarial deed, as the notaries do, and to find out the liability of the instrumental witnesses for the confidentiality of their notarial deeds that they signed.

This study is a normative legal research which departed from the obscurity of the applicable norm on the provisions of the Law of the Notary Position on the instrumental witnesses related to their liability to disclosure the contents of the notarial deed. This study used the related statutory approach, literature books, and dictionaries as the legal materials.

The results of this study indicated that the instrumental witnesses as one of the formal requirements in the process of making an authentic notarial deed who are also the integral parts of the notary, should have an obligation to keep the confidentiality of the contents of the notarial deed. This is to prevent the leakage of secrets related to the contents of the notarial deed that may be committed by the instrumental witnesses, as well as to protect the interests of the parties on the notarial deed. A less clearly-stated provision related to the instrumental witnesses in the Law of the Notary Position has resulted in any action taken by the instrumental witnesses to become one unity with the notary, or regarded as the own responsibility of the notary. In order to provide legal certainty and legal protection to the instrumental witnesses, as well as to protect the notaries in carrying out their office, the necessary arrangements regarding the obligations and responsibilities of the instrumental witnesses should be clearly specified in the Law of the Notary Position.

Keywords: Instrumental Witnesses, obligation of keeping the confidential

  • I.    BAB I PENDAHUHUAN

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Perlindungan    hukum    kepada

segenap warga negaranya oleh negara diantaranya, mengadakan lembaga hukum berupa jabatan notaris yang diberi tugas dan wewenang sebagai seorang pejabat umum untuk membuat akta autentik. Akta tersebut adalah

merupakan alat bukti sempurna bagi para pihak yang membuatnya. Keberadaan jabatan notaris ditujukan untuk mewujudkan kepastian hukum melalui akta autentik yang dibuatnya. Pelaksanaan tugas dan jabatan notaris diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 pada tanggal 6 Oktober 2004

(selanjutnya disebut UUJN) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 pada tanggal 15 Januari 2014 (selanjutnya disebut UU Perubahan Atas UUJN).

Kewajiban notaris dibarengi juga dengan ketentuan lainnya dalam pelaksanaan pembuatan akta notaris. Salah satunya dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN menyebutkan bahwa, “Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.”

Pasal 16 ayat (1) huruf f UUNJ-P yang mengatur bahwa kewajiban notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, khususnya dalam membuat akta notariil adalah merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatan, kecuali undang-undang mementukan lain. Memerintahkan notaris merahasiakan berdasarkan sumpah atau janji jabatan segala sesuatu baik berupa surat-surat atau dokumen maupun keterangan-keterangan dalam rangka dibuatnya suatu akta notariil, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta tersebut.

Keberadaan saksi instrumenter itu sendiri dalam akta notaris, yang oleh ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN hanya diwajibkan hadir atau dihadirkan pada saat akta dibacakan. Dengan demikian, apakah keberadaannya hanya menyaksikan tentang pembacaan akta saja atau juga harus mengetahui kebenaran tentang apa yang disaksikannya tersebut, misalnya apakah benar orang yang hadir untuk menandatangani akta tersebut adalah pihak-pihak dalam akta serta apakah benar benda atau barang yang dijadikan obyek dalam akta tersebut. Ruang lingkup tanggung jawab seorang saksi menurut hukum pembuktian pada umumnya ataupun setidak-tidaknya berdasar ketentuan di atas maka saksi instrumenter wajib mengetahui tentang hal-hal yang diperintah untuk disaksikan.

Norma hukum yang mengatur tentang keberadaan saksi intrumenter sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 UU Perubahan Atas UUJN yang menyebutkan bahwa, Apabila ketentuan

dalam Pasal 39 dan Pasal 40 tidak terpenuhi,    akta tersebut    hanya

mempunyai    kekuatan   pembuktian

sebagai akta dibawah tangan. Pasal 41 UU Perubahan Atas UUJN ini masih belum jelas atau mengandung kabur norma. Hal tersebut yang membawa implikasi hukum pada kewajiban notaris sebagaimana dimaksud di atas, juga membawa konsekuensi hukum dalam pertanggung jawaban saksi instrumenter terhadap       isi       akta       yang

ditandatanganinya.     Sehingga perlu

adanya aturan yang jelas untuk mengatur      kewajiban      notaris

merahasiakan isi aktanya berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Perubahan Atas UUJN dengan keberadaan saksi instrumenter akta berdasarkan Pasal 41 UU Perubahan Atas UUJN.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan       yang

selanjutnya akan dibahas lebih mendalam.      Adapun      rumusan

permasalahan-permasalahan     adalah

sebagai berikut :

  • 1.    Apakah kedudukan hukum saksi instrumenter dalam pembuatan akta notaris menimbulkan kewajiban yang sama dengan notaris untuk merahasiakan isi akta yang dibuatnya berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Perubahan Atas UUJN ?

  • 2.    Bagaimana tanggung jawab saksi instrumenter terhadap kerahasiaan akta notaris ?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Adapun   tujuan   umum   dari

penelitian ini adalah mengembangkan kemampuan diri dalam menyampaikan dan menuliskan pikiran dalam suatu karya ilmiah dan lebih memahami mengenai ilmu hukum dan ilmu kenotariatan. Tujuan khusus dari penelitian adalah untuk mengetahui kedudukan hukum saksi intrumenter dalam pembuatan akta notaris dapatkah menimbulkan kewajiban yang sama dengan notaris untuk merahasiakan isi akta berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Perubahan Atas UUJN, agar tidak terjadi kekaburan norma dan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab saksi instrumenter terhadap kerahasiaan akta notaris.

  • 1.4    Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan     dapat     memberikan

sumbangan pemikiran dan masukan teori

ilmu      terhadap      perkembangan

pengetahuan ilmu hukum pada umumnya dan    hukum    kenotariatan    pada

khususnya, terkait dengan kewajiban saksi instrumenter merahasiakan isi akta berdasarkan UUJN, serta mengetahui bagaimana tanggung jawab dari saksi instrumenter terhadap kerahasian akta notaris.

1.5 Landasan Teoritis

Landasan  teoritis  adalah upaya

untuk mengidentifikasi teori hukum umum atau  khusus,  konsep-konsep

hukum, asas-asas hukum, dan lain-lain yang selanjutnya dipergunakan sebagai landasan untuk membahas permasalahan dalam penelitian. 1 1. Asas Legalitas

Asas legalitas adalah salah satu prinsip utama dari dasar setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara hukum. 2 “Het legaliteitsbeginsel houdt in dat alle (algemene) de burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten. ”3 (Asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga Negara harus berdasarkan undang-undang). Keberadaan saksi instrumenter sangatlah penting dalam proses pembuatan akta, oleh karena itu diperlukan pengaturan yang lebih jelas dan terperinci agar tidak menimbulkan kabur norma mengenai kewajiban dan tanggung jawab saksi instrumenter dalam proses pembuatan akta.

2. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan ini adalah merupakan salah satu asas pelaksanaan tugas dan kewajiban notaris. Jabatan notaris adalah jabatan kepercayaan dimana notaris dalan menjalakan tugas jabatannya harus selaras karena notaris adalah orang yang dipercaya untuk itu.4 Asas ini digunakan penulis terkait dengan tanggung jawab yang melekat pada notaris dalam melaksanakan kewajibannya untuk merahasiakan isi akta yang dibuatnya.


3. Asas  Nemo  Testis  Indoneus  In

Propria Cause

Asas  nemo testis  indoneus  in


propria cause adalah merupakan salah satu asas dalam hukum pembuktian yang berarti bahwa tidak seorangpun yang boleh menjadi saksi dalam perkaranya sendiri.5 Berdasarkan asas ini maka


dalam pembuatan akta diperlukanlah saksi dalam hal ini saksi instrumenter, untuk dapat memberikan kesaksian apabila terjadi kasus atau permasalahan terkait dengan akta yang dibuat oleh para pihak.

4. Teori Kewenangan


Philipus M. Hadjon


bahwa, diartikan


wewenang


sebagai kekuasaan


menyatakan (bevoegdheid)


(rechtsmacht).   Jadi dalam

hukum publik, wewenang


dengan pejabat


kewenangan menjalankan berdasarkan


kekuasaan.6 Notaris umum   yang


hukum konsep berkaitan


atribusi, kewenangannya


ebagai memiliki dalam harus


ketentuan    peraturan


perundang-undangan yang berlaku yakni UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN.

5. Teori Pertanggungjawaban


Teori membedakan menjadi dua,


pertanggungjawaban pertanggungjawaban dimana hal ini


dikemukakan oleh Hans Kelsen yaitu


pertanggungjawaban kesalahan (based


on


berdasarkan fault) dan


pertanggungjawaban mutlak (absolute


responsibility).7 Dalam menjelaskan,     bahwa


teori ini seseorang


bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.8 Terkait dengan


  • 1Buku Pedoman Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2013, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, hal. 53.

  • 2Ridwan. HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 90.

  • 3Van wijk H.D and Willem Konijnenbelt, 1995, Hoofdstukke van Administratief Recht, Vuga,s’Gravenhage, hal. 41.

  • 4Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, 2013, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Cetakan pertama, Dunia Cerdas, Jakarta, hal. 84.


  • 5Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Cetakan pertama, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hal. 64.

  • 6Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, No. 5 & 6 tahun XII, September – Desember, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 1.

  • 7Hans Kelsen, 1967, Pure Theory Of Law, Translation from the Second (Revised and Enlarged) German Edition, diterjemahkan oleh Max Knight Berkeley-Los Angeles, University of California Perss, London,(selanjutnya disebut Hans Kelsen I), hal. 119.

  • 8Hans Kelsen, 2007, (General Theory of Law & State), Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Diterjemahkan oleh Somardi, BEE Media Indonesia, Jakarta, (selanjutnya disebut Hans Kelsen II), hal. 81.


teori tanggung jawab lebih menekankan pada tanggung jawab saksi instrumenter terhadap isi akta yang diketahuinya melalui pembacaan akta oleh notaris yang kurang jelas pengaturannya dalam UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN.

  • 6.    Teori Kepastian Hukum.

Suatu negara hukum yang memiliki kedudukan tertinggi dalam pelaksaan pemerintahan adalah hukum. Kepastian hukum    adalah    menjaga    setiap

kepentingan subjek hukum agar tidak terganggu dan terjamin kepastiannya. Teori ini dicetuskan oleh john Austin dan Van Kan. 9 Oleh karenanya diperlukan teori-teori ini untuk dapat meyelesaikan permasalahan yang ada terkait    dengan    kepastian    dan

kemanfaatan hukum bagi notaris dan saksi instrumenter.

  • 7.    Teori Keadilan.

Aristoteles mengemukakan bahwa keadilan itu adalah kebijakan yang bersangkutan pada hubungan antar sesama manusia. Oleh karena itu Aristoteles    membedakan    keadilan

menjadi dua bagian, yaitu keadilan umum atau keadilan legal dimana segala perbuatan harus sesuai dengan undang-undang demi kepentingan umum dan keadilan khusus yang mewujudkan kebajikan yang bukan dikuasai oleh motif sosial melainkan pada ukuran perbuatan dalam hubungan antar sesame manusia.10 Teori ini akan berkaitan dengan kewajiban notaris untuk merahasiakan segala sesuatu tentang akta yang dibuat seharusnya melekat juga pada saksi instrumenter.

  • 8.    Teori Perlindungan Hukum.

Teori perlindungan hukum yang dijelaskan oleh Fitzgerald yang dikutip oleh Satijipto Raharjo bertujuan mengintegrasi   serta  mengkoordinasi

berbagai kepentingan dalam suatu masyarakat    karena    perlindungan

terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.11 Ketidak jelasan pengaturan mengenai saksi instrumenter dalam pembuatan akta notaris menyebabkan perlindungan yang    diberikan    kepada    saksi

instrumenter tersebut menjadi tidak jelas pula.

  • 9.    Konsep a. Merahasiakan

Berdasarkan Kamus Hukum, rahasia adalah sesuatu hal yang hanya wajib diketahui oleh yang berhak, pejabat atau penguasa yang ditugaskan untuk itu; Sesuatu yang sengaja disembunyikan dari orang lain (hukum pidana). 12 Notaris sebagai pejabat umum oleh jabatannya   memiliki tugas   untuk

mematuhi  dan melaksanakan  rahasia

jabatannya.  Rahasia Jabatan  sendiri

adalah sesuatu yang berkenaan dengan jabatan dan tidak boleh diketahui oleh umum. 13 Oleh karenanya berdasarkan penjabaran diatas terkait dengan rahasia dari suatu profesi maka dapat dirumuskan bahwa rahasia tersebut adalah sesuatu yang tidak dapat disebarluaskan atau dibagi kepada pihak lain, selain pihak tertentu yang memiliki kewenangan terhadap hal tersebut baik berdasarkan jabatan atau profesi pekerjaannya yang apabila dilanggar akan mengakibatkan saksi bagi pelanggarnya. b. Saksi Instrumenter

Saksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya, supaya bilamana perlu dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa tadi sungguh-sungguh terjadi. 14 Terkait dengan hukum, saksi adalah orang yang menyaksikan sendiri suatu kejadian; orang   yang    dapat   memberikan

keterangan tentang segala sesuatu yang didengar, dilihat dan dialaminya sendiri untuk     kepentingan     penyidikan,

penuntutan dan peradilan mengenai suatu perkara pidana. 15 Saksi akta notaris merupakan para saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta (instrumen), maka dari itulah disebut       saksi       instrumenter

(Instrumentaire Getuigen)16. Ketentuan Pasal 40 UU Perubahan Atas UUJN menentukan bahwa saksi instrumenter yang berjumlah minimal 2 (dua) orang

  • 12Sudarsono, 2002, Kamus Hukum, Edisi Baru, Cetakan ketiga, Rinek Cipta, Jakarta, hal. 389.

  • 13Sudarsono, Op. Cit., hal 389.

  • 14Departemen       Pendidikan       dan

Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hal. 852.

  • 15Sudarsono, Op. Cit., hal. 415.

  • 16Habib Adjie, 2008,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, (selanjutnya disebut Habib Adjie I), hal. 147.

hadir    dalam    pembacaan    akta,

membubuhkan tanda tangan mereka, memberikan     kesaksian     tentang

kebenaran adanya dilakukan dan dipenuhinya formalitas-formalitas yang diharuskan oleh UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN, yang disebutkan dalam akta tersebut.

  • 1.6 Metode Penelitian

  • 1.6.1    Jenis Penelitian

Penulis menggunakan   metode

penelitian hukum normatif. Melalui penelitian hukum normatif ini, penulis mengkaji      mengenai      peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, yaitu mengenai kekaburan norma yang terdapat pada ketentuan dalam UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN terkait dengan keberadaan saksi instrumenter dalam pembuatan akta notaris dan kewajiban notaris merahasiakan isi akta.

  • 1.6.2    Jenis Pendekatan

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa     pendekatan.     Dengan

pendekatan tersebut penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan masalah yang penulis pergunakan untuk menunjang dalam penelitian ini adalah pendekatan        perundang-undangan

(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

  • 1.6.3    Sumber Bahan Hukum.

Penulis menggunakan sumber bahan hukum primer yaitu perundang-undangan, berupa UUJN juncto UU Perubahan    Atas    UUJN,    serta

menggunakan KUHP dan KUHPerdata. Sumber bahan hukum sekunder diperoleh dari kajian pustaka, berupa doktrin-doktrin, jurnal hukum dan internet, dimana bahan hukum sekunder ini adalah sebagai bahan hukum yang tidak    mengikat.    Penulis    juga

menggunakan bahan hukum tertier yaitu Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, termasuk juga buku-buku hukum, skripsi, tesis dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.

  • 1.6.4    Teknik Pengumpulan Bahan

Hukum

Pengumpulan bahan hukum yang penulis lakukan dengan melalui cara yaitu dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan   yaitu  penelitian yang

dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan  hukum dan kemudian

melakukan pencatatan (sistem kartu).

  • 1.6.5    Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis interpretasi atau penafisran hukum. Penulis dalam hal ini menggunakan penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis dan penafsiran futuristik.

BAB II PEMBAHASAN

  • A.    Kewajiban Saksi Instrumenter Untuk Merahasiakan Isi Akta Terkait Kedudukannya Dalam Pembuatan Akta

Proses pembuatan akta selain para pihak atau penghadap dan notaris, ada pula saksi instrumenter yang juga hadir dalam proses pembuatan akta, serta turut membubuhkan tanda tangan dan paraf     dalam     akta     tersebut.

Penandatanganan yang dilakukan saksi instrumenter dalam akta notaris memberikan    kesaksian    terhadap

kebenaran adanya, dilakukan dan dipenuhinya formalitas-formalitas yang diharuskan oleh UUJN. 17 Hal ini adalah merupakan       ketentuan       yang

diperintahkan oleh UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN, sehingga keberadaan saksi instrumenter adalah merupakan suatu syarat formal dari suatu akta notaris. Peran saksi instrumenter dalam setiap pembuatan akta notaris tetap diperlukan. Karena keberadaan saksi instrumenter selain berfungsi sebagai alat bukti juga dapat membantu posisi seorang notaris menjadi aman dalam hal akta yang dibuat oleh notaris diperkarakan oleh salah satu pihak dalam akta atau pihak ketiga. Dari sifat dan kedudukannya sebagai saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akat itu, juga turut menyaksikan perbuatan itu dan penandatanganan dari akta itu. Para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang dibacakan itu dan juga bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi akta itu dalam ingatannya. 18

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan saski intrumenter adalah perintah undang-undang untuk menjadikan akta

17Diakses      dari      http://mkn-

unsri.blogspot.com/2012/08/perlindunga n-hukum-terhadap-saksi-akta.html. Diankses    pada    hari, Senin 15

September 2014.

18G.H.S. Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 170.

yang buat oleh atau dihadapan notaris menjadi akta autentik. Saksi instrumenter oleh undang-undang diwajibkan hadir dalam pembuatan akta notaris, sehingga saksi instrumenter mengetahui isi akta melalui pembacaan akta dan ikut menandatangani akta tersebut. Hal ini mengakibatkan saski instrumenter adalah bagian dari proses hukum dari terbentuknya suatu akta yang memiliki akibat hukum. Saksi instrumenter yang merupakan bagian penting dari proses pembuatan akta autentik notaris, seharusnya juga memiliki kewajiban untuk tetap menjaga kerahasian akta yang ditandatanganinya. Namun ketentuan dalam UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN tidak diatur secara tegas mengenai kewajiban merahasiakan bagi saksi instrumenter.

Tidak adanya kewajiban merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta oleh saksi instrumenter, menyebabkan saksi instrumenter dapat dengan mudah dimintai keterangan terkait dengan akta yang ditandatanganinya oleh pihak yang berwenang. Saksi instrumenter sebagai bagian dari notaris, tentunya harus menjaga kerahasian isi akta guna menjaga kepentingan para pihak dalam akta. Dipanggilnya saksi instrumenter oleh pihak yang berwenang tentunya dapat menyebabkan pembongkaran rahasia terhadap isi akta yang diketahui oleh saksi instrumenter, karena tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi saksi instrumenter untuk menjaga kerahasian isi akta tersebut.

Perlindungan hukum yang diberikan dengan adanya kewajiban merahasiakan oleh saksi instrumenter mencegah terjadinya pemanggilan terhadap saksi instrumenter oleh pihak yang berwenang untuk memberikan keterangan terkait dengan akta yang berujung pada memberikan keterangan terkait dengan akta tersebut. Berdasarkan penjelasan mengenai teori perlindungan hukum yang disampaikan Satijipto Raharjo, yang dikutip dari Fitzgerald, bahwa mengkoordinasi berbagai kepentingan dalam masyarakat terhadap kepentingan tertentu, hanya dapat dilakukan dengan memberikan batasan kepentingan di pihak lain19, maka guna melindungi kepentingan para pihak yang terkait dengan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, baik notaris maupun saksi instrumenter yang hadir

pada saat verlidjen akta, memiliki kewajiban untuk merahasiakan isi dan segala keterangan terkait dengan akta tersebut. Dengan memberikan kewajiban merahasiakan inilah saksi instrumenter dibatasi kepentingannya oleh undang-undang untuk menjaga kepentingan para pihak terkait dengan akta autentik.

Sebuah akta notaris tidak boleh diperlakukan secara parsial di hadapan hukum, tapi harus dipahami secara menyeluruh (holistic integral), mulai dari awal akta sampai akhir akta, dengan kata lain pemanggilan saksi akta tersebut membuktikan ketidakmampuan pihak-pihak tertentu tersebut dalam memahami akta notaris.20 Pencantuman kewajiban merahasiakan oleh saksi instrumenter dalam UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN juga terkait dengan     keadilan     bagi     saksi

instrumenter. Teori keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa keadilan itu adalah kebijakan yang bersangkutan pada hubungan  antar

sesame manusia, dimana keadilan umum atau legal adalah segala perbuatan harus sesuai dengan undang-undang demi kepentingan   umum.21   Tidak  hanya

notaris     saja     yang     diberikan

perlindungan hukum, namun saksi instrumenter yang merupakan bagian penting untuk menjadikan akta notaris sebagai akta autentik, juga perlu mendapat perlindungan hukum.

  • B.    TANGGUNG JAWAB SAKSI

INSTRUMENTER   TERHADAP

KERAHASIAN AKTA AUTENTIK

UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN mengatur mengenai kerahasiaan isi akta dalam sumpah jabatan notaris Pasal 4 ayat 92) UUJN dan kewajiban notaris Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Perubahan Atas UUJN. Kedua ketentuan diatas merupakan suatu keharusan bagi notaris untuk menjaga kerahasian. Dilihat dari pemaparan pasal-pasal tersebut diatas unsur terpenting yang harus dirahasiakan adalah isi akta dan segala sesuatu atau segala keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta. Kedua hal penting ini perlu dipahami sebagai bagian yang perlu dirahasiakan. Isi akta dalam ketentuan Pasal 38 ayat (3) UU Perubahan Atas UUJN huruf c menentukan bahwa, Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan. Isi akta berada pada bagian badan akta, dimana

  • 20Habib Adjie III, Op.Cit., hal. 12.

  • 21O. Notohamidjojo II, Op. Cit. hal. 85.

badan akta yang memuat keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak-pihak dalam akta atau keterangan-keterangan dari notaris mengenai hal-hal yang disampaikannya atas permintaan yang bersangkutan.22

Berdasarkan pemaparan diatas maka hal yang harus dirahasiakan oleh notaris dalam melaksanakan jabatannya tidak hanya terbatas pada isi akta yang memuat hak, kewajiban, objek yang diperjanjikan, penjabaran tentang imbalan, denda, serta klausula lain yang disepakati bersama. Kewajiban merahasiakan notaris juga terhadap keterangan dan informasi yang diberikan para pihak pada saat menyampaikan maksud dan tujuannya untuk membuat akta. Keterangan yang disampaikan ke pada notaris, walaupun itu tidak dicantumkan tetap harus dijaga kerahasiaannya oleh notaris. Ketentuan Pasal 54 UU Perubahan Atas UUJN juga menjelaskan bahwa grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta dan juga tidak memperlihatkan isi akta, merupakan kewajiban notaris untuk menjaga kerahasiaannya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Kewajiban notaris untuk merahasiakan juga didasarkan pada hak yang diberikan dalam ketentuan Pasal 1990 ayat (2) angka 3 KUH Perdata, dan Pasal 170 KUHAP yaitu hak ingkar yang merupakan pengunduran diri sebagai saksi. Dilihat kembali dari ketentuan-ketentuan yang ada terkait dengan kewajiban merahasiakan, maka sumpah jabatan notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2), kewajiban merahasiakan isi akta sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f, dan ketentuan Pasal 54 UU Perubahan Atas mewajibkan notaris untuk tidak bicara. Artinya notaris tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam akta yang dibuatnya, baik berupa akta partij maupun akta pejabat ambtelijke akta.23 Notaris disini memiliki kewajiban untuk tidak berbicara. Dilihat dari ketentuan Pasal 1909 ayat (2) angka 3 KUH Perdata dan Pasal 170 KUHAP, notaris diberikan hak untuk tidak bicara mengenai isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta, yang didasarkan pada kewajibannya yang terdapat pada sumpah jabatan, Pasal 16 ayat (1) huruf

f dan Pasal 54 UU Perubahan Atas UUJN.

Notaris dapat memperlihatkan isi akta dan memberitahukan segala keterangan terkait dengan akta yang dibuatnya. Hal ini dimungkinkan karena notaris hanya berhak memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan mengenai isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak. Selain dari pihak-pihak tersebut diatas, maka orang lain tidak diperbolehkan untuk diberikan keterangan atau informasi terkait dengan akta oleh notaris, kecuali undnag-undang menentukan lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 54 UU Perubahan Atas UUJN.

Notaris selaku pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta autentik, dalam menjalankan tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhi, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. 24Secara tegas disebutkan dalam UU Perubahan Atas UUJN bahwa notaris memiliki kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh terkait dalam proses pembuatan akta. Sumpah jabatan notaris juga mengatur mengenai merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam prose pembuatan akta. Berdasarkan hal tersebut maka notaris berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan untuk menjaga kepercayaan masyarakat harus melaksanakan kewajiban merahasiakan tersebut.

Teori pertanggungjawaban yang disampaikan oleh Hans Kelsen mengenai pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan, memiliki arti bahwa seorang individu bertanggug jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan menimbulkan kerugian.25 Dikaitkan teori tanggung jawab ini dengan notaris yang membocorkan rahasia yang seharusnya dirahasiakannya, maka notaris harus bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukannya, dengan tidak menjalankan kewajibannya untuk tetap menjaga kerahasian isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta. Notaris tesebut dapat dituntut berdasarkan ketentuan Pasal

24Ibid., hal. 91.

25Hans Kelsen III, Op. Cit., hal. 140.

322 ayat (1) dan (2) KUHP oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat dari dibocorkannya isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta oleh notaris.

Dipanggilnya saksi instrumenter untuk memberikan kesaksian terkait

masalah akta yang ditandatanganinya, maka saksi hanya memberikan kesaksiaan sebatas tanggung jawabnya untuk melaksanakan tugasnya yang diberikan oleh notaris. Tidak adaknya kewajiban merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diketahui dalam

proses pembuatan akta oleh

instrumenter instrumenter perlindungan dihadapkan

saksi saksi


nyebabkan


tidak yang kepada


kuat pihak


memiliki apabila yang


berwenang untuk dimintai kesaksian. Kemungkinan untuk bocornya rahasia mengenai isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta sangatlah besar dilakukan oleh saksi instrumenter.

Saksi instrumeneter adalah merupakan bagian penting dari proses pembuatan akta, yang tentunya juga merupakan bagian dari notaris, harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hukum administrasi negara, dasar bagi pemerintahan untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan (bevoegdheid) yang berkaitan dengan suatu jabatan (ambt).26 Oleh karenanya jika dilihat secara administrasi atau hukum publik maka kesalahan yang dilakukan oleh saksi instrumenter dengan membongkar rahasia terkait dengan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta, adalah merupakan tanggung jawaba dari notaris. Hal ini dikarenakan notarislah yang memiliki kewenangan yang ditentukan oleh undang-undang (kewenangan atribusi) untuk membuat akta autentik, yang dalam mejalankan tugas jabatannya melekan kewajiban merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta. Saksi instrumenter disini dilihat sebagai bagian dari notaris yang merupakan alat untuk menjadikan akta tersebut autentik. Terkait dengan hal tersebut, maka notaris bertanggung jawab secara kolektif yang artinya bahwa notaris bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh saksi instrumenter yang merupakan bagian penting dalam proses pembuatan

akta autentik, yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Terkait dengan hal tersebut diatas, maka penulis berdasarkan interpretasi futuristis (Antisipatif) yaitu penafsiran dengan mengacu kepada rumusan rancangan undang-undang atau rumusan yang         dicita-citakan         (ius

constituendum).27          Berdasarkan

pemaparan diatas, untuk menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi saksi instrumenter dalam melaksanakan tugasnya dalam proses pembuatan akta autentik, maka diperlukan norma yang jelas dan tegas mengenai kewajiban dan tanggung jawab saksi instrumenter dalam UUJN juncto UU Perubahan Atas UUJN. Pengaturan yang jelas mengenai kewajiban dan tanggung jawab saksi instrumenter untuk merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam proses pembuatan akta, akan melindungi saksi intrumenter, notaris juga para pihak terkait dengan akta tersebut.

BAB III PENUTUP

  • 3.1 . Simpulan

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dibuat simpulan mengenai penelitian yang terkait dengan kewajiban      saksi      isntrumenter

merahasiakan isi akta berdasarkan undang-undang     jabatan     notaris.

Simpulan yang dapat diambil dari pemaparan di atas adalah :

  • 3.1.1    Kedudukan    hukum    saksi

instrumenter dalam pembuatan akta notaris menimbulkan kewajiban yang sama dengan notaris yaitu untuk merahasiakan isi akta berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Perbahan Atas UUJN. Hal ini dikarenakan saksi instrumenter adalah bagian penting dalam proses pembuatan akta autentik yang harus ada, yang ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN. Kedudukan saksi instrumenter adalah perintah dari undang-undang yang digunakan untuk memenuhi syarat formil suatu akta autentik. Tanpa keberadaan 2 (dua) orang saksi instrumenter dalam proses pembuatan akta autentik, maka kedudukan dari akta autentik yang memiliki kekuatan

27I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi : Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Edisi Revisi, Setara Press, Malang, hal. 86.

pembuktian sempurna tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian akta di bawah tangan, sesuai dengan ketentuan Pasal 41 UU Perubahan Atas UUJN. Keberadaan saksi instrumenter dalam pembacaan akta tentunya    mengakibatkan    saksi

instrumenter mengetahui isi akta, dan untuk melindungi kepentingan para pihak dan notaris maka saksi instrumenter     harus     memiliki

kewajiban merahasiakan isi akta tersebut.

  • 3.1.2    Tanggung jawab dari saski instrumenter terhadap kerahasian isi akta menjadi tidak jelas karena tidak adanya      kewajiban      untuk

merahasiakan isi akta. Saksi instrumenter sebagai bagian alat untuk menjadikan akta notaris sebagai akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, merupakan bagian dari notaris itu sendiri. Oleh karenanya beban tanggung jawab saksi instrumenter sepenuhnya dilimpahkan kepada notaris. Hal ini dikarenakan notaris sebagai pejabat umum  memiliki

kewenangan membuat akta autentik dan memiliki   kewajiban   untuk

menjaga kerahasiaan isi  akta dan

segala keterangan yang  diperoleh

dalam proses   pembuatan   akta,

tentunya          bertanggungjawab

sepenuhnya terhadap akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapannya dan menjaga kerahasiaan isi akta tersebut.

  • 3.2    Saran-saran

Dalam penelitian ini diperlukan saran-saran      untuk      mengatasi

permasalahan-permasalahan       yang

dibahas. Adapun saran-saran dalam penelitian ini adalah :

  • 3.2.1    Perlu adanya penegasan mengenai kewajiban merahasiakan isi akta oleh saksi instrumenter dalam undang-undang jabatan notaris. Pembuat undang-undang diharapkan dapat mencantumkan kewajiban merahasiakan tersebut dalam ketentuan pasal mengenai saksi instrumenter, sehingga tidak terjadi kekaburan norama terkait dengan pengaturan saksi instrumenter dalam undang-undang jabatan notaris. Saksi instrumenter sebagai bagian penting dalam proses pembuatan akta autentik, harus memiliki pengaturan yang tegas dan jelas dalam undang-undang jabatan notaris, sehingga tercipta hubungan yang selaras dengan notaris dalam menjalakan tugas jabatannya. Norma mengenai saksi instrumenter dibuat lebih tegas guna menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi saksi instrumenter.

  • 3.2.2    Berkaitan dengan tanggung jawab saksi    instrumenter,    penentuan

normanya masih sangat kabur. Seyognya diperlukan pengaturan norma yang lebih jelas dan tegas, baik mengenai hak dan kewajiban serta tanggung jawab dari saksi instrumenter dalam undang-undang jabatan notaris. Hal ini diperlukan agar tidak seluruhnya tindakan yang dilakukan oleh saksi instrumenter sebagai bagian dari akta, menjadi tanggung jawab notaris. Pengaturan norma yang jelas dan tegas mengenai saksi instrumenter diperlukan untuk mencegah terjadinya pembongkaran rahasia mengenai isi akta oleh saksi instrumenter. Apabila pembongkaran rahasia oleh saksi instrumenter terjadi, maka saksi instrumeneter dapat     mempertanggungjawabkan

tindakannya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

I.    BUKU

Adjie, Habib, 2011, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, Cetakan Ketiga, Refika Aditama, Bandung.

______, 2009, Sanksi Perdata Dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, PT. Refika Aditama, Bandung.

Amirrudin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bahsan, M., 2008, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada.

Djumhana, Muhammad, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan ke V, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan kelima, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Kelsen, Hans, 2007, (General Theory of Law & State), Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Diterjemahkan oleh Somardi, BEE Media Indonesia, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta.

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2013, BukuPedoman Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Denpasar, hal. 58.

Raharjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sadjijono, H., 2011, Bab-bab Pokok Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertangungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tobing, GHS Lumban, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan Kelima, Erlangga, Jakarta.

  • II.    ARTIKEL

Adjie, Habib, 2013, Memahami Kembali: Hak dan Kewajiban Ingkar Notaris, Renvoi Nomor: 4.124 September 2013.

  • III.    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Burgelijk Wetboek (B. W), yang diterjemahkan oleh Prof. Soebekti, R., S.H. dan R. Tjitrosudibyo, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31.

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182.

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 1 17.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3.

*****

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2017-2018

246