Acta Comitas (2017) 2 : 228 – 236 ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

TUKAR MENUKAR HAK ATAS TANAH ANTAR WILAYAH OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Oleh

I Made Adi Wiranegara*

NIM. 1192461003

Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana email: adiwiranegarash@gmail. com

Pembimbing I: I Gusti Ngurah Wairocana ** Pembimbing II: I Wayan Wiryawan ***

ABSTRAK

Tanah merupakan salah satu bagian terpenting dalam kelangsungan hidup manusia. Selain tanah sebagai tempat tinggal, tanah juga sebagai tempat untuk mencari rejeki, maka dari itu setiap manusia berusaha untuk menguasai sebidang tanah untuk keperluan kehidupannya.

Meningkatnya kebutuhan akan tanah untuk kegiatan usaha, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan untuk menekan terjadinya konflik di masyarakat. Oleh karena itu dalam menjamin adanya kepastian hukum dan ketertiban dimasyarakat Negara sangat berkepentingan untuk mengatur baik tentang penguasaan maupun mengenai peralihan ataupun pengalihan hak atas tanah di Indonesia. Salah satu pengaturan peralihan hak atas tanah dikenal dalam perundang-undangan pertanahan di Indonesia adalah dengan “Tukar Menukar Tanah”. Secara substantif tukar menukar merupakan bagian dari perikatan yang lahir dari perjanjian oleh karenanya tunduk pada azas kebebasan berkontrak tetapi karena obyeknya adalah hak atas tanah maka dalam pelaksanaannya harus tunduk dengan syarat-syarat formal yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dibidang hukum pertanahaan.

Untuk tukar menukar tanah yang letak tanahnya antara tanah yang terletak di Kabupaten Badung dengan tanah yang terletak di Kota Denpasar menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang daerah kewenangannya berdasarkan pasal 12 daer ah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi. Oleh karenanya untuk tukar menukar tanah seperti tersebut diatas Akta PPAT nya cukup dibuat satu Akta .

Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis emperis yaitu menggunakan data lapangan (field research) sebagai data primer dan perundang-undangan serta buku-buku yang membahas tentang permasalahaan yang dikaji sebagai data sekunder. Berdasarkan data-data yang terkumpul dan dianalisis secara kwalitatif disimpulkan, bahwa tukar menukar tanah yang letak tanahnya antara tanah yang terletak di Kabupaten Badung dengan tanah yang terletak di Kota Denpasar belum dapat dilaksanakan karena, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentan g Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah belum ditaati yang disebabkakan oleh faktor kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait dan faktor budaya hukum para pelaksana peraturan tersebut.

Kata Kunci : tukar menukar, hak, tanah, antar wilayah.

ABSTRACT

Land is one of the most important part of human survival. In addition to the land as a residence, land as well as a place to seek fortune, and therefore every human being needs to control a piece of land for the purposes of life.

Increasing the need for land for business activities, the increasing need for support in the form of legal certainty in the field of land to reduce the occurrence of conflict in the community. Therefore, in ensuring law and order in society, the State is very concerned to regulate both about control and about the transition or transfer of land rights in Indonesia. One of the transfer of land right arrangements known in the land laws in Indonesia is the "Land Swap ". Substantively, exchange or swap is part of the engagement that was born out of the agreement, therefore, it is subject to

the principle of freedom of contract, but because the object is a land right, the implementation must comply with the formal requirements set out in the legislation in the field of agrarian or land law.

To exchange land of which location of land between the land located in Badung with land located in Denpasar according to the Indonesian Government Regulation Number 24 of 2016 about the amendment to Government Regulation Number 37 of 1998 on regulations on the Positions of Land Deed Officials, the local authority pursuant to article 12 of PPAT work area is in one province. Therefore for the exchange of land as aforesaid, the Deed of PPAT is enough in one land certificate.

The research method using juridical empirical method namely by using field data (field research) as the primary data and legislation as well as books that discuss the problems as the secondary data. Based on the data collected and analyzed qualitatively, it can be concluded that the exchange of land that located between Badung and land Denpasar City could not be implemented because the Indonesian Government Regulation Number 24 of 2016 about the amendment to Regulation of Government Number 37 of 1998 regarding regulation of Land Deed Officials Position has not adhered to because of factor of lack of coordination between the relevant parties, and the legal cultural factors of the human resources who implementing the regulations.

Keywords: exchange, land, rights, between regions.

* Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan T.A. 2011/2012

** Pembimbing I

*** Pembimbing II

  • I.    PENDAHULUAN

Ketentuan tentang tukar-menukar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH perdata) diatur pada bab ke VI. Ketentuan tersebut sangat singkat karena hanya terdiri dari enam Pasal yaitu Pasal 1541 sampai dengan Pasal 1546, akan tetapi walaupun hanya terdiri dari enam Pasal, ketentuan tersebut sangat luas karena Pasal 1546 KUH Perdata mengatakan bahwa aturan-aturan tentang persetujuan jual-beli berlaku terhadap persetujuan tukarmenukar.

Tukar menukar hak atas tanah tidak selamanya obyek transaksi berada dalam satu wilayah kerja PPAT, dalam arti disatu pihak obyek tukar menukar berada antar kabupaten atau provinsi. Hal ini dapat dilakukan olen PPAT karena berdarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana termaktub dalam Pasal 4 ayat (2) yaitu akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi objek perbuatan hukum dalam akta. Didalam praktiknya dalam proses tukar menukar hak atas

tanah fakta menunjukkan terhambatnya proses transaksi tukar menukar hak atas tanah disebabkan karena tukar menukar hak atas tanah antar wilayah kabupaten sering tidak dapat dilakukan oleh satu PPAT yang berdasarkan observasi hanya dapat dilakukan pada tanah yang objeknya berdampingan dan terletak dalam satu wilayah kerja kerja PPAT.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah implementasi tukar menukar tanah antar wilayah oleh PPAT ?

  • 2.    Faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan tukar menukar tanah antar wilayah oleh PPAT ?

  • II.    Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

  • a.    Jenis penelitian

Adapun jenis-jenis penulisan yang dilakukan dalam penulisan     ini

merupakan penulisan hukum, sebagai penulisan hukum yang bersifat empiris.

  • b.    Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang    mana    bertujuan    untuk

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan penyebaran suatu gejala, untuk menentukan ada tidaknya hubungan

suatu gejala dengan gejala lain yang terdapat di dalam suatu masyarakat. 1 c. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam mengkaji penulisan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan fakta (fact approach) terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah terkait tukar menukar hak atas tanah antar wilayah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  • d.    Sumber data

Data Primer yang digunakan dalam penelitian ini sumber datanya diperoleh dari penelitian lapangan (field research), yaitu data-data yang diperoleh    dengan    mengadakan

penelitian langsung ke lapangan, yang dilaksanakan     dengan     metode

wawancara dan kuisioner.

Data sekunder yang sumber datanya diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), yaitu data-data ataubahan penulisan ini diperoleh dari literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah penelitian ini,2 meliputi:

  • 1.    Undang-Undang   Dasar   Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

  • 2.    Undang-Undang   Pokok   Agraria

Nomor 5  Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok Agraria.

  • 3.    Peraturan   Pemerintah   Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

  • 4.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  • 5.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  • e.    Teknik pengumpulan data

Dalam pengumpulan data di lapangan, teknik yang dipergunakan adalah teknik wawancara atau interview.       Instrumen       yang

dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder adalah kartu yang dibuat

sesuai dengan pokok bahasan yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian.

  • f.    Pengolahan dan analisis data

  • 1)    Teknik pengolahan data

Teknik pengolahan data dalam penulisan ini dengan mengumpulkan dan mengambil data baik dari lapangan maupun dari kepustakaan kemudian diolah secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif kualitatif.

  • 2)    Analisis data

Analisis data merupakan kegiatan untuk mengkaji atau menelaah hasil pengolahan data yang di bantu dengan teori-teori hukum, proses untuk menganalisis data dilakukan sebagai berikut :

  • a.    Menggabungkan antara data satu dengan data yang lainnya sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji.

  • b.    Untuk memahami  makna dari

keseluruhan data   hasil   suatu

penelitian     digunakan     teknik

interpretasi, sehingga memperoleh gambaran permasalahan yang akan diteliti.

Jadi,    bentuk    analisis    yang

dilakukan    merupakan    penjelasan-

penjelasan, bukan berupa angka-angka statistik atau bentuk angka lainnya. 3 3) Teknik penyajian data

Setelah menganalisis data melalui penafsiran atas keseluruhan data yang diperoleh dari penelitian, selanjutnya data tersebut disajikan secara deskriptif dengan menggambarkan secara rinci permasalahan yang diteliti dengan ulasan menggunakan teori-teori hukum.

  • III. TEORI DAN TINJAUAN UMUM

  • 3.1.    Teori Efektifitas Hukum

Lawrence M. Friedman melihat hukum adalah sesuatu yang berdiri sendiri. Sistem hukum berkait dengan elemen-elemen yang lain yaitu ekonomi dan politik. Keterkaitan antara elemen-elemen tersebut tercakup dalam uraian beliau mengenai apa yang disebut sistem hukum (legal System). Sistem hukum  itu sendiri  terdiri  dari tiga

komponen utama, yaitu : legal structure (struktur   hukum),   legal   subtance

(substansi hukum), legal culture (budaya  hukum). 4  Ketiga  komponen

tersebut saling menentukan dan saling

mempengaruhi satu dan lainnya.

  • 3I bid., h. 106.

  • 4L awrence M. Friedman, 1984, American Law, W.W. Norton& Company, New York-London, h.5-6.

Berdasarkan Teori Sistem Hukum (Legal System Theory) dari Lawrence M.Friedman,    Soerjono    Soekanto

mengembangkan teori tersebut menjadi Teori    Efktivitas    Hukum    dan

menyebutkan bahwa hukum dapat berlaku dengan efektif ditentukan oleh lima faktor yang menentukan efektivitas berlakunya hukum di masyarakat:

  • a.    Faktor hukumnya sendiri (Undang-undang).

  • b.    Faktor penegak hukumnya yakni pihak-pihak yang   membentuk

maupun menerapkan hukum.

  • c.    Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

  • d.    Faktor      masyarakat,      yakni

lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

  • e.    Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.5

Teori ini akan digunakan untuk mengkaji rumusan masalah yang kedua tentang     efektifitas hukum dalam

implementasi tukar menukar tanah antar wilayah oleh PPAT .Hukum dapat berlaku efektif akan menimbulkan perubahan di dalam masyarakat dan perubahan itu dapat disebutkan sebagai perubahan sosial.6

  • 3.2.    Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hukum dari Pareto, jika suatu perjanjian dipandang dari sudut ekonomi sebagaimana dipaparkan dalam teori Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk.7

  • 3.3.    Teori Kepastian Hukum

Menurut     Radbruch     dalam

pengertian hukum dapat dibedakan tiga aspek yaitu keadilan, finalitas dan legalitas yang ketiga-tiganya diperlukan

untuk sampai pada pengertian hukum yang memadai.8

  • 3.4.    Teori Keadilan

Aristoteles mengemukakan bahwa keadilan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : a.  Keadilan distributif

  • b.  Keadilan korektif. 9

  • 3.5.    Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dasar hukum terhadap eksistensi atau keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998, tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang telah dirubah dengan perubahan Peraturan     Pemerintah     Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Tugas pokok PPAT diatur dalam Pasal 2 PP Nomor 37 Tahun 1998, dengan    yaitu melaksanakan yaitu

melaksanakan    sebagian    kegiatan

Pendaftaran Tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai mengenai Hak atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan itu. Perbuatan yang dimaksudkan itu adalah:

  • 1.    Jual Beli.

  • 2.    Tukar Menukar.

  • 3.    Hibah.

  • 4.    Pemasukan ke dalam Perusahaan (inbreng).

  • 5.    Pembagian Hak Bersama.

  • 6.    Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas Tanah Hak Milik

  • 7.    Pemberian Hak Tanggungan.

  • 8.    Pemberian Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan.

Kewenangan PPAT untuk membuat akta didasarkan pada kenyataan dimana tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun tersebut terletak/berada, bukan hal dimanakah para penghadap (misalnya penjual dan pembeli) dapat berkumpul, atau pada hal dimanakah domisili pemegang hak atau domosili pemegang hak atau domisili calon penerima hak berada.

Sebelum berlakunya PP No 24 Tahun 2016 sudah dikenal adanya perluasan daerah kerja, namun terbatas

  • 8T heo Huijbers, 2007,Filsafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Cetakan Keempat belas, Yogyakarta, hal. 163.

  • 9    Ibid

hanya untuk pembuatan tiga macam Akta dimana salah satu bidang tanah yang merupakan obyek pembuatan Akta berada didalam daerah kerjanya, yaitu untuk pembuatan akta;

  • 1.    tukar menukar,

  • 2.    pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) dan

  • 3.    pembagian hak bersama.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dapat dipahami bahwa untuk perbuatan akta Tukar Menukar atas sebidang Tanah yang berada di Kabupaten Badung dengan sebidang tanah yang berada di Kota Denpasar, maka PPAT yang berwenang untuk membuat Akta Tukar Menukar tersebut adalah salah satu dari PPAT yang daerah kerjanya Kabupaten Badung atau PPAT yang daerah kerjanya Kota Denpasar.

  • 3.6.    Peralihan Hak Atas Tanah

Menurut Pasal 37 PP Nomor 24 Tahun 1997 peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan Rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dalam ketentuan tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud beralih dan diperalihkan, tetapi hanya diatur tentang peralihan suatu hak atas tanah atauhak milik atas satuan rumah susun.

Peralihan hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional (Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota).

Peralihan hak atas tanah harus di buktikan dengan akta yang dibuat oleh Penjabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat PPAT. Dengan demikian ada unsur absolute yang harus dipenuhi dalam mengalihkan hak atas tanah, yakni adanya Akta peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT.

Alat pembuktian yang sah bagi kepemilikan hak atas tanah adalah dalam bentuk seftifikat hak atas tanah. Sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur (untuk pendaftaran tanah sistemik) atau gambar situasi (untuk pendaftaran tanah sporadis) yang dijahit menjadi satu dan bentuknya ditetapkan oleh menteri. Fungsi sertifikat hak atas tanah adalah untuk membuktikan adanya hak atas tanah dan subyek yang berhak atas tanah tersebut.

Peralihan hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional (Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota). Langkah tersebut terkait erat dengan prosedur peralihan hak atas tanah, karena prosedur menentukan legalitas dari peralihan hak. Dengan demikian legalitas peralihan hak atas tanah sangat ditentukan oleh syarat formil maupun materiil, prosedur dan kewenangan bagi pihak-pihak terkait, baik kewenangan mengalihkan maupun kewenangan pejabat untuk bertindak. Prosedur hukum beralihnya suatu hak atas tanah dapat ditelusuri baik sebelum maupun setelah berlakunya UUPA.

Perjanjian tukar menukar hak atas tanah adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, dalam perjanjian itu pihak yang satu berkewajiban menyerahkan hak atas tanah yang ditukar, begitu pula pihak lainnya berhak menerima hak atas tanah yang ditukar.

Subjek hukum dalam perjanjian tukar-menukar adalah pihak pertama dan pihak kedua. Sedangkan yang dapat menjadi objek tukar-menukar adalah semua barang, baik barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak (pasal 1542 KUHPerdata).

  • IV. PEMBAHASAN

  • 4.1.    Implementasi Kewenangan

Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Tukar Menukar Hak Atas Tanah Antar Wilayah Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Dalam hal tukar menukar yang obyeknya hak atas tanah baik yang berada dalam satu wilayah Kabupaten/Kota maupun antar wilayah Kabupaten/Kota sebagai syarat formalnya harus dibuat dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT. Semua akta yang merupakan kewenangan PPAT untuk membuatnya adalah Akta otentik, termasuk disini adalah Akta Tukar Menukar. Isi yang dituangkan dalam aktamenurut hasil wawancara dengan Bapak Made Widiada. Notaris/PPAT Kota Denpasar, menyatakan isi perjanjian tukar menukar harus apa adanya jangan berisi hal-hal yang direkayasa karena dapat menimbulkan masalah dikemudian hari. Akta tukar menukar termasuk dalam jenis Partij Acte (Partai Akta), bukan Ambtelijk Acte (akta pejabat) artinya bahwa akta

tersebut dibuat oleh para pihak dihadapan PPAT, oleh karena itu PPAT hanya menuangkan apa yang disampaikan, dijelaskan dan diakui oleh para pihak kedalam akta yang dibuatnya. Sejauhapa yang disampaikan, apa yang dijelaskan dan diakui oleh para pihak itu tidak bertentangan dengan hukum maka PPAT dapat membuatkan aktanya.(hasil wawancara tanggal 20 Desember 2016).

Berkaitan dengan tanggungjawab atas kebenaran isi akta sebagaimana yang disampaikan oleh para pihak Bapak Made Widiada. Notaris/PPAT Kota Denpasar menyatakan adalah tanggung jawab para pihak, bukan tanggung jawab PPAT.

Sebagaimana dinyatakan Bapak I Made Mawi, alamat Lingkungan Umalas Kangin, Desa/Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung menyatakan untuk memenuhi kebutuhan akan tanah yang lebih luas untuk pertanian dan investasi lebih suka melakukan tukar menukar atas tanahnya yang ada diwilayah Kabupaten Badung, karena melalui tukar menukar transaksinya lebih cepat dan aman, karena tidak perlu mencari pembeli hak atas tanah yang ada di Kabupaten Badung yang harganya begitu tinggi, sehingga sulit mencari pembelinya. Melalui tukar menukar tanah yang dialihkan menjadi lebih aman dan kemungkinanan memperoleh dispensasi berupa uang tambahan. (hasil wawancara tanggal 9 Januari 2017).

Tukar menukar hak atas tanah sebagai salah satu bentuk transaksi pengalihan hak atas tanah pada dasarnya merupakan perbuatan hukum dalam bentuk perjanjian. Sehingga seringkali perbuatan tersebut diawali dengan negosiasi untuk memperoleh kesepakatan. Sebagimana hal tersebut disampaikan oleh Bapak I Made Mawi, alamat Lingkungan Umalas Kangin, Desa/Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, setelah beberapa kali melakukan pendekatan dengan Ibu Ni Nyoman Wertiani dengan alamat Perum Teras Ayung Blok D 3-5 Gatsu Timur Denpasar Banjar/Lingkungan Tembau, Desa/Kelurahan Penatih, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. barulah dicapai kesepakatan untuk menukar hak atas tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 6633/Kelurahan Kerobokan Kelod, yang luas dan batas-batas letak tanahnya diuraikan dalam surat ukur tanggal

22/08/2016. Nomor 06948/Kerobokan Kelod, seluas 500 M2, atas nama I Made Mawi, dengan sebidang tanah Hak Milik Nomor 10135/Kelurahan Kuta yang luas dan batas-batasnya serta letak tanahnya diuraikan dalam surat ukur tanggal 21 -11-2008 Nomor 2364/Kuta/2008, seluas 450 M2, atas nama Ni Nyoman Wertiani. (hasil wawancara tgl 20 Januari 2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Made Mawi, alamat Lingkungan Umaalas Kangin, Desa/Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung menyampaikan bahwa proses pembuatan perjanjian tukar-menukar hak atas tanahnya dilakukan di Kantor Notais/PPAT. I Made Widiada yang wilayah kerjanya Kota Denpasar. tetapi perjanjian tukar menurkar itu tidak dapat dilaksanakan dengan alasan belum ada peraturan pelaksanaan dari PP No 37 Tahun 1997 yang telah dirubah dengan PP No 24 Tahun 2016. Selanjutnya disarankan peralihan hak atas tanah tersebut dilakukan dengan transaksi jual beli. (hasil wawancara tgl 20 Januari 2017).

Untuk menyelenggarakan serta melaksanakan pendaftaran tanah yang didasarkan pada Pasal 19 Ayat (1) UUPA, dalam pelaksanaannya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang dalam perjalanan pelaksanaanya diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diharapkan proses pendaftaran tanah di wilayah Negara Republik Indonesia terselenggara dengan baik, sehingga terciptanya kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah yang telah didaftarkan dan secara tidak langsung akan mengurangi terjadinya sengketa pertanahan dikemudian hari.

Sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini diberlakukan, pembuktian kepemilikan hak atas tanah cukup dengan kesaksian dari penyanding dalam hal ini adalah pemilik tanah disamping yang menjadi obyek kepemilikan tanah dan kesaksian dari Kepala Desa. Mengenai batas-batas dari suatu tanah tersebut hanya ditentukan berdasarkan pohon-pohon yang hidup di atas tanah tersebut, sehingga kepastian hukum dari batas-batas tanah tersebut kurang terjamin.

Ketentuan    hukum    Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran tanah dalam waktu yang singkat dengan hasil yang lebih memuaskan

Pendaftaran     tanah     menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu: Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

  • 1.    Pendaftaran Tanah Secara Sporadik.

  • 2.    Pendaftaran     Tanah     Secara

Sistematik.

Tujuan pendaftaran tanah menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu:

  • a.    Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

  • b.    Untuk menyediakan informasi kepada      pihak-pihak      yang

berkepentingan           termasuk

pemerintah

  • c.    Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Obyek pendaftaran tanah ditentukan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan :

  • a.    Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

  • b.    Tanah hak pengelolaan.

  • c.    Tanah wakaf.

  • d.    Hak milik atas satuan rumah susun. e. Hak tanggungan.

  • f.    Tanah negara.

Pendaftaran tanah mengenal adanya sistem publikasi, dimana terdapat beberapa sistem publikasi pendaftaran tanah dari negara-negara yang telah melaksanakan dan menyelenggarakan pendaftaran tanah yang bertujuan untuk

memberikan kepastian hukum bagi para pihak    dengan    memiliki    bukti

kepemilikan berupa sertipikat hak atas tanah.   “Adapun   sistem   publikasi

pendaftaran tanah oleh negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah yaitu : Sistem To rrens, Sistem Negatif dan Sistem Positif”.

  • 4.2. Faktor-faktor               yang

mempengaruhi         efektifitas

berlakunya kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah terkait dengan tukar menukar tanah antar wilayah.

Walaupun PP Nomor 37 Tahun 1998 yang telah diperbarui dengan PP Nomor 24 Tahun 2016 telah mempunyai keberlakuan secara filosofis, yuridis dan sosiologis tetapi Peraturan Pemerintah tersebut belum dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan Notaris/PPAT Bapak Made Widiada, PPAT di Kota Denpasar menyatakan bahwa belum dapat dilaksanakannya peralihan hak atas tanah berdasarkan perjanjian tukar menukar tanah yang berlokasi di Kota Denpasar dengan tanah yang berlokasi di Kabupaten Badung karena belum ada aturan teknisnya, yang berupa petunjuk pelaksana maupun pentunjuk teknis yang khusus mengatur mengenai tukar menukar yang obyeknya ada di Kota Denpasar dengan tanah yang ada di Kabupaten Badung. (wawancara 28 Januari 2017).

Praktek tukar menukar hak atas tanah yang dialami oleh Bapak I Made Mawi, alamat Lingkungan Umaalas Kangin , Desa/ Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. dengan Ibu Ni Nyoman Wertiani dengan alamat Perum Teras Ayung Blok D 3-5 Gatsu Timur Denpasar Banjar/Lingkungan Temba, Desa/Kelurahan Penatih, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar tidak dapat terlaksana yang pembuatan aktanya dilakukan di PPAT yang wilayah kerjanya di Denpasar. dengan alasan Akta Tukar Menukar Hak Atas Tanah yang tanahnya terletak antar wilayah belum dapat dilaksanakan mengingat pelaksanaan PP no 37 yang telah diperbarui dengan PP No 24 tahun 2016 belum ada Peraturan mengenai petunjuk pelaksanaannya dan petunjuk teknisnya.    Kepadanya    disarankan

transaksi    tersebut    menggunakan

Perjanjian Jual Beli.(wawancara tgl 20 Januari 2017).

Menurut Lawrence, tiga elemen penting yang menentukan berfungsi atau tidaknya hukum antara lain:

  • 1.    Substansi hukum meliputi : peraturan - peraturan atau regulasi yang di buat oleh lembaga yang berwenang;

  • 2.    Struktur Hukum meliputi : tatanan daripada elemen lembaga hukum (kerangka organisasi dan tingkatan dari lembaga kepolisian, kejaksaan, kehakiman,       pemasyarakatan,

kepengacaraan); dan

  • 3.    Budaya hukum meliputi: nilai-nilai, norma-norma dan lembaga-lembaga yg menjadi dasar daripada sikap perilaku hamba hukum.

Terkait efektifitas pelaksanaan Tukar Menukar Hak Atas Tanah antar wilayah    tenyata    belum    dapat

memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat yangi sebakan belum adanya aturan yang memberikan petunjuk agar para elemen-elemen pelaksana Perturan Perundang-undangan tersebut dapat berkoordinasi secara efektif. Hal lain juga dapat mempengaruhi efektifitas Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dianalisis dari adanya pengaruh nilai ekonomi didalam pelaksannannya. Dengan menganjurkan transaksi tukar menukar hak atas tanah tersebut dengan perjanjian jual beli maka PPAT akan mendapat kesempatan untuk membuat 2 akta, dibandingkan dengan tukar menukar yang cukup dibuat dengan 1 (satu) akta. Disamping faktor budaya hukum menjadi pengaruh terhadap efektifitas terhadap ketentuan tersebut juga keberlakuan ketentuan tersebut menunjukkan hukum hukum yang hidup (living law) di masyarakat. 10 Hukum yang hidup adalah “Hukum yang dilaksanakan dalam masyarakat, sebagai lawan dari hukum yang diterapkan oleh negara”.11sejalan dengan ini,Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta mengemukakan bahwa    hukum yang baik adalah

“Hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat”. 12

  • V. PENUTUP

  • 5.1    Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini:

  • 1.    Implementasi tukar menukar tanah antar wilayah tidak dapat dilaksanakan dan penyelesaiannya oleh Badan Pertanahan Nasional diarahkan dengan proses Jual Beli.

  • 2.    Faktor yang berpengaruh terhadap efektifitas berlakunya kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diatur dengan PP Nomor 37 Tahun 1998 yang diperbarui dengan PP Nomor 24 Tahun 2016 adalah faktor kurang koordinasinya para pelaksana Peraturan Perundang-undangan dan juga pengaruh sistem kerja dari PPAT terutama disebabkan dari nilai ekonomi yang didapat dari Perjanjian Tukar Menukar Hak Atas Tanah dibandingkan dengan Perjanjian jual beli.

  • 5.2    Saran

Saran-saran yang dapat diajukan, diantaranya:

  • 1.    Menjamin kepastian hukum, keadilan dan manfaat bagi masyarakat yang melakukan transaksi Tukar Menukar Tanah antar wilayah hendaknya pemerintah segara membuatkan Peraturan yang dapat memberikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya dari PP Nomor 37 Tahun 1998 yang diperbarui dengan PP Nomor 24 Tahun 2016 sehingga para pelaksana dapat berkoordinasi dengan sebaik-baiknya

  • 2.    Pemerintah Daerah segera mempertegas Peraturan Perpajakan khususnya pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang ditimbulkan dalam proses tukar menukar hak atas tanah antar wilayah dan penguatan terhadap struktur hukum dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), Instansi Perpajakan, Badan Pendapatan Daerah, dalam rangka penguatan konsep-konsep tukar menukar dan jual beli.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Amiruddin & Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bernard L. Tanya, et al., Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, CV. Kita, Surabaya.

Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet. III, Rhineka Cipta, Jakarta.

Lawrence M. Friedman, 1984, American Law, W.W. Norton& Company, New York-London

Soerjono Soekanto, 1985, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali, Jakarta

-------, 2004, Pendekatan Sosiologi terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta

-------, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Theo Huijbers, 2007,Filsafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Cetakan Keempat belas, Yogyakarta

Artikel Ilmiah

Niken Saraswati, 201 1, “Standar Kontrak Dalam Hukum Perjanjian , http://kennysiikebby.wordpress.com/201 1/03/07/Kennysiikebby’s Blog Just Another Wordpress.Com Site

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-UndangNomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.Lembaga Negara Tahun 1960 No 104 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penunjukkan Pejabat Yang Dimaksudkan Dalam Pasal 19 PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta Hak Dan Kewajibannya.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Peraturan Jabatan PPAT.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan R. Subektidan R. Tjitrosudibia, 2001, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2017-2018

236