Wewenang Lembaga Perkreditan Desa Dalam Hal Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan
on
Vol. 8 No. 03 Desember 2023
e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Wewenang Lembaga Perkreditan Desa Dalam Hal Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan
I Putu Yudhi Setiawan1, Dewa Gede Pradnya Yustiawan2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana,email: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana,email: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 7 Oktober 2023
Diterima : 8 Desember 2023
Terbit : 8 Desember 2023
Keywords :
Authority; Village Credit Institutions
; Mortgage right;
Kata kunci:
Wewenang; Lembaga Perkreditan Desa; Hak
Tanggungan;
Corresponding Author:
I Putu Yudhi Setiawan
Yustiawan, E-mail:
DOI :
Abstract
The purpose of the research is to understand the authority of village credit institutions in terms of granting credit with mortgage rights as collateral and the legal strength of credit agreements with land ownership guarantees at village credit institutions. The research uses normative research methods, because the focus of the study starts from the blurring of norms. This ambiguity in norms occurs because the rules governing the binding of collateral for credit agreements are unclear, especially regarding collateral for land ownership rights at village credit institutions. This research approach is a statutory approach, a conceptual approach. The analysis used on this data is only normative-qualitative analysis. The results of this research are that LPDs are not authorized as legal subjects of mortgage rights, LPDs are due (owned) by traditional villages in Bali whose existence is recognized based on customary law through the provisions of the LKM Law. LPD can still distribute credit with collateral for land rights using a private deed with the debtor while still prioritizing the principle of prudence and not conflicting with local traditional village awig-awig. Credit agreements and collateral agreements made by LPD under their control remain valid and have binding legal force just like the law for the parties who make them as long as they fulfill the conditions for the validity of the agreement, namely subjective conditions and objective conditions. LPD as a financial institution that provides credit facilities to debtors legally executes collateral which becomes credit collateral at LPD if the debtor does not meet its achievements.
Abstrak
Tujuan dari penelitian untuk memahami mengenai wewenang lembaga perkreditan desa dalam hal pemberian kredit dengan agunan hak tanggungan dan kekuatan hukum perjanjian kredit dengan jaminan hak milik atas tanah pada lembaga perkreditan desa. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, karena fokus kajian mulai dari kekaburan norma. Kekaburan norma ini terjadi karena tidak jelasnya aturan yang mengatur mengenai pengikatan agunan perjanjian kredit khususnya mengenai agunan hak milik atas tanah pada lembaga perkreditan desa. Pendekatan
10.24843/
AC.2023.v08.i03.p8
penelitian ini dengan pendekatan perundang-undangan,pendekatan konseptual. Analisis yang digunakan terhadap bahan hukum tersebut hanya berupa analisis normatif-kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa LPD tidak berwenang sebagai subyek hukum hak tangungan, LPD merupakan due (milik) desa adat di Bali yang keberadaannya diakui berdasarkan hukum adat melalui ketentuan UU LKM. LPD tetap dapat menyalurkan kredit dengan jaminan hak atas tanah menggunakan akta dibawah tangan dengan debitur dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tidak bertentangan dengan awig-awig desa adat setempat. Perjanjian kredit dan pengikatan jaminan yang dibuat oleh LPD secara dibawah tangan sah berlaku bagi pihak LPD dan debitur dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sama halnya seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya selama memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif . LPD selaku lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit kepada debitur sah melakukan eksekusi jaminan yang menjadi jaminan kredit di LPD berdasarkan perjanjian kredit dan surat kuasa menjual secara dibawah tangan jika debitur tidak memenuhi prestasinya.
Bali merupakan provinsi di Indonesia yang sumber perekonomiannya tidak berdasarkan sumber daya budaya berbeda dengan daerah pada umumnya di Indonesia yang mengandalkan sumber daya alam sebagai penggerak perekonomiannya. Bali yang mengandalkan sumber daya budaya sebagai sumber perekonomian, baik budaya ritual keagamaan maupun kebudayaan yang ada pada sendi kehidupan masyarakat Bali seperti sistem arsitektur bangunan, sistem irigasi pertanian, sistem lingkungan dan tata ruang, sistem sosial kemasyarakatan serta sub-sub sistem lainnya yang berbaur menjadi satu dalam naungan desa adat yang berdasarkan atas konsep Tri Hita Karana. Dalam rangka pelaksanaan fungsi kultural desa adat yang berat tersebut, pemerintah Provinsi Bali pada tahun 1984 menggagas berdirinya lembaga keuangan tepat dinaungan desa adat melalui SE-GUB Bali No: 972 Taun 1984, pada 1/11/1984 berisikan Lembaga Perkreditan Desa. Lembaga ini selanjutnya dikenal LPD di setiap desa adat yang di Bali keberadaannya sangat memberi maanfaat ekonomi bagi krama desa adat setempat dalam hal menjalankan fungsi kulturalnya.
Ketentuan yang mengatur mengenai Lembaga ini adalah Peraturan daerah (PERDA) Prov. Bali No. 3 Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Perda Bali tentang LPD, yang didalam pasal 1 angka ke-9 ketentuan untuk mengatur mengenai LPD lembaga finansial berada dibawah naungan desa adat yang kedudukannya berada pada wewidangan desa adat. LPD dalam menjalankan kegiatan usahanya merupakan sebuah lembaga perekonomian dengan cakupan desa adat yang berperan mendorong kemampuan ekonomi krama desa adat serta fungsi serupa dengan lembaga keuangan pada umumnya. Pengelolaan LPD menggunakan awig-awig, pararem, pesangkepansebagai pedoman bagi LPD dalam rangka mejalankan kegiatan usahanya. karena kekhususan
LPD tersebut, kedudukan atau keberadaan LPD dikecualikan keberadaanya dari pemerintah, pengecualian tersebut telah diatur pada ketentuan pasal 39 ayat ke-3 UU Nomor 1 Tahun 2013 mengenai Lembaga Finansial Skala Kecil. Kedudukan ini tak dapat digolongkan kedalam lembaga keuangan mikro serta tidak terikat atas aturan yang yang diatur dalam ketentuan UU LKM serta keberadaannya diakui berdasarkan hukum adat. LPD merupakan lembaga keuangan desa adat, jadi dengan demikian LPD tunduk pada hukum adat yang berada di Bali yaitu awig-awig atau pararem pada masing-masing desa adat.
LPD mempunyai 3 (tiga) sifat dasar dalam menjalankan usahanya yakni, kegiatan mengumpulkan, penggunaan, pemberian dana dan jasa.1 mengumpulkan dana dari masyarakat (krama desa) dalam bentuk tabungan baik tabungan sukarela maupun tabungan berjangka kemudian dana yang terkumpul tersebut secara sistematis disalurkan kembali kedalam bentuk kredit. Penyaluran kredit kepada krama desa adat memerlukan agunan sebagai pengaman proses kredit tersebut.2 Agunan digolongkan menjadi dua kelompok yaitu agunan kebendaan (materiil) dan agunan perseorangan (imateriil).3 Agunan yang mempunyai sifat mendahului dari benda-benda lainnya serta melekat mengikutu benda tersebut ialah agunan kebendaan. Agunan yang mempunyai sifat mendahului dari benda-benda lainnya dengan cara menjamin dengan harta kekayaan seseorang terhadap orang lain dengan tujuan untuk pemenuhan perikatan yang bersangkutan ialah agunan perorangan.4
Pelaksanaan pemberian kredit pada LPD lebih banyak menggunakan jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan secara umum diatur pada ketentuan pasal 1131 sampai 1132 Kitab UU Hukum Perdata seterusnya disebut KUHPerdata. Secara umum pada LPD, jenis jaminan kebendaan yang digunakan adalah jaminan dengan sertifikat hak milik atas tanah dengan kelebihan secara ekonomis nilai dari objek tanah tersebut akan terus mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan jaminan kebendaan lainnya. Selain secara ekonomis nilai dari objek tanah akan terus meningkat, perlindungan hukum bagi kreditur akan lebih diutamakan melalui lembaga agunan hak milik atas tanah yaitu hak tanggungan. Ketetapan mengenai hak teersebut diatur melalui ketentuan UU Republik Indonesia No: 4 Tahun 1996 Tentang hak Tanggungan Atas Tanah Beserta harta bendanya yang terhubung dengan Tanah yang seterusnya disebut UUHT. Ketentuan pasal 1 angka ke-1 UUHT yang bertujuan untuk menjamin pelunasan utang yang telah diperjanjikan oleh debitur, yang berakibat didahulukannya kreditur terhadap kreditur lainnya. Ketentuan selanjutnya diatur dalam pasal 9 UUHT mengatur bagi Pemegang hak tanggungan ialah orang pribadi atau berbadan hukum yang mempunyai posisi menjadi pemberi kredit. Kedudukan lembaga yang berada dibawah desa adat atau milik
dari desa adat berdasarkan hal tersebut tentunya LPD berbeda dengan lembaga keuangan yang berbadan hukum yang didirikan berdasarkan akta yang dibuat oleh Notaris. Penjelasan pasal 9 UUHT mengatur bahwa ketentuan pasal tersebut cukup transparan. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka dapat diuraikan permasalahan sebagai berikut pertama bagaimana wewenang lembaga perkreditan desa dalam hal pemberian kredit dengan agunan hak tanggungan serta kedua bagaimana kekuatan hukum perjanjian kredit dengan agunan hak milik atas tanah.
Penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan untuk memahami mengenai wewenang lembaga perkreditan desa dalam hal pemberian kredit disertainya agunan hak tanggungan, serta bagaimana kekuatan hukum perjanjian kredit dengan agunan hak milik atas tanah pada LPD.
Penelitian dilakukan dengan mengedepankan gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikiran yang baru yang nantinya berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya menganai lembaga perkreditan desa. Penelitian ini tentunya memiliki beberapa kesamaan atau kemiripan pemikiran ataupun ide dengan penelitian terdahulu, namun penulisan ini tetap terdapat pembaharuan didalamnya. Adapun penelitian yang dijadikan perbandingan pada artikel ini ialah:
-
1. Tesis bertajuk “Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Atas Tanah pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten Gianyar” diteliti oleh Ni Nym Rumbiani program Pascasarjana di Magister Kenotariatan Universitas Udayana pada tahun 2013. Inti pemembahasannya melingkupi prosedur penyaluran kredit diseluruh LPD sekabupaten Gianyar disertai dengan upaya yang dapatdilakukan apabila debitur ingkar janji.5
-
2. Jurnal yang ditulis oleh Ni Made Devi Jayanthi, yang diterbitkan oleh Jurnal Ac ta Comitas–Fakultas Hukum Universitas Udayana, Volume 2 , Tahun 2017. Judul “Status Dan Kedudukan Lembaga Perkreditan Desa (Lpd) Terkait Pengikatan Jaminan Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro.” Permasalahan yang diangkat yaitu “status dan kedudukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro serta pengatur an hukum pengikatan jaminan pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dengan berlakunya Undang-Undang Nom or 1 Tahun 2013 tentang Lem baga Keuangan Mikro.”6
Berdasarkan penulisan penelitian terdahulu diatas, penulisan penelitian ini tidak memiliki tujuan untuk meniru tulisan terdahulu, yang dimana pada penulisan ini terdapat unsur pembaharuan yang nantinya dapat bermanfaat bagi kegiatan akademik khususnya mengenai lembaga kredit ini. Penelitian ini berjudul “Wewenang Lembaga Perkreditan Desa Dalam Hal Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan” yang didalamnya mengkaji mengenai bagaimana wewenang dalam hal pemberian
kredit dengan agunan hak tanggungan serta kedua bagaimana kekuatan hukum perjanjian kredit dengan jaminan hak milik atas tanah.
Metode penelitian normative dipilih digunakan pada penelitian ini, dikarenakan konsentrasi kajian bermula dari kekaburan norma7. Kekaburan norma ini terjadi karena tidak jelasnya aturan yang mengatur mengenai pengikatan agunan perjanjian kredit khususnya mengenai agunan hak milik atas tanah pada lembaga perkreditan desa. Hal tersebut berdampak pada wewenang lembaga perkreditan dengan dalam menyalurkan kredit menggunakan jaminan hak milik atas tanah secara notariil dibawah lembaga Hak Tanggungan. Sumber rujukan yang digunakan yaitu sumber data pihak kedua yang diambil pada peraturan UU, keputusan-keputusan pengadilan, teori, konsep, serta pandangan para pakar hukum.8 Pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual yang digunakan pada artikel ini. Penulisan yakni memakai teknik analisis studi dokumen beserta eknik pengumpulan bahan hukum lalu kemudian dapat dianalisis permasalahan hukum tersebut melalui pemikiran yang deduktif, selanjutnya kepada tada yang telahdikumpulkan dianalisis menggunakan analisi yang bersifat normatif-kualitatif.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Lembaga perkreditan desa digagas pendiriannya oleh pemerintah Provinsi Bali melalui orang nomor satu diBali pada saat itu Prof. Dr. I.B. Mantra dengan tujuan LPD sebagai lembaga keuangan dinaungan desa adat dapat menjaga dan mengembangkan khsusnya dalam hal keuangan tradisi dan budaya bali.9 Perda Prov. Bali No: 3 Tahun 2017 disebut Perda LPD adalah aturan yang mengatur mengenai LPD diBali. Ketentuan pasal 1 angka 9 Perda LPD mengatur merupakan lembaga keuangan yang berada dibawah naungan desa adat yang kedudukannya berada pada wewidangan desa adat Bidang usaha LPD sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 7 ayat 1 Perda LPD yang menetapkan bahwa bisnis LPD yaitu :
-
a. Mengumpulkan dana masyarakat (krama desa)
-
b. Menyalurkan kredit kepada masyarakat dan desa itu sendiri
-
c. Menyalurkan kredit kepada masyarakat luar dengan ketentuan adanya hubungan kerjasama antar desa tersebut.
-
d. Kerjasama antar Desa dimaksud lebih lanjut diatur oleh Pergub.
-
e. Terima pinjaman dari lembaga finansial maksimal 100% dari total modal, termasuk didalamnya laba ditahan dan cadangan kerugian, terkecuali batasan lain dalam total pinjaman atau hibah.
-
f. mengamankan surplus likuiditas pada Bank Umum dengan Kerjasama berupa bunga koperatif dan pelayanan yang mumpuni.
LPD dalam menjalankan kegiatan usaha menurut ketentuan tersebut secara umum sama dengan lembaga keuangan pada umumnya yakni mengumpulkan dan menyalurkannya dana kembali ke masyarakat (krama desa) berbentuk kredit. Dalam hal penyaluran kredit kepada masyarakat/krama desa adat, LPD memerlukan jaminan sebagai penjamin bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya baik berupa agunan perorangan maupun kebendaan. Secara umum agunan yang lumbrah digunakan dalam hal penyaluran kredit di LPD adalah agunan kebendaan berupa agunan kebendaan berupa sertifikat hak milik atas tanah melalui lembaga hak tanggungan yang dibuat oleh Notaris/PPAT di wilayah kedudukannya. Ketentuan pasal 1 angka ke-1 UUHT yang pada intinya menyatakan hak tanggungan merupakan agunan hak atas tanah berikut dengan harta benda yang melekat pada objek hak tersebut dengan tujuan sebagai agunan bagi pelunasan atau pemenuhan kewajiban dari apa yang dinjanjikan oleh debitur, yang berakibat didahulukannya kreditur terhadap kreditur lainnya. Ketentuan tersebut memberikan perlindungan hukum bagi kreditur akan lebih diutamakan dari kreditur lainnya dalam hal pemenuhan kewajibannya melalui lembaga jaminan hak tanggungan. Kelebihan lainnya mengenai jaminan sertifikat hak milik atas tanah yaitu secara ekonomis nilai dari objek tanah tersebut akan terus mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan jaminan kebendaan lainnya. Pemberian hak tanngungan dibuat dalam bentuk perjanjian dihadapan pejabat yang berwenang yaitu PPAT sebagai jaminan pelunasan utang debitur terhadap kreditur dengan produk akta otentik yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan.10 Ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut adalah pasal 10 UUHT yang menentukan bahwa :
-
a. Pasal 10 ayat 1 mengatur mengenai hak tanggungan diberikan dengan tujuan sebagai jminan debitur untuk melakukan pelunasan utang yang merupakan representasi dari perjanjian kredir atau perjanjian lain yang dibuat debitur dan kreditur
-
b. Pasal 10 ayat 2 menjelaskan hak tanggungan dirumuskan dengan akta otentik yang diciptakan oleh PPAT berdasarkan ketentuan peraturan UU terbaru.
Ketentuan pasal 9 UUHTmenjelaskan bahwa hak tanggungan dipegang oleh perorangan atau badan hukum yang berstatus/berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang . Orang pribadi kodrati/natuurlijk persoon yang dalam hal ini adalah manusia sebagai mahluk sosial. Orang sebagai subyek hukum secara yuridis terdapat dua makna yaitu orang tersebut mempunyai kelayakan subyektif dan memiliki kewenangan yaitu kecakapan dalam bertindak yang akan melahirkan hak dan
kewajiban.11 Badan hukum merupakan perkumpulan manusia yang mempunyai tujuan yang sama dalam menjalankan hak dan kewajiban. Badan hukum dibagi menjadi 2 yaitu badan hukum public dan private. Badan hukum public terdiri atas Negara, Provinsi Kabupaten/Kota yang mempunyai kewenangan legislative (membuat dan melaksanakan undang-undang) yang memiliki wewenang menjalankan kegiatan pemerintahan. Badan hukum privat terdiri dari perhimpunan/perkumpulan, Perseroan Terbatas, yayasan dan sejenisnya yang pendiriannya oleh pejabat umum (notaris) dalam rangka mencapai tujuan tertentu.12 Berdasarkan ketentuan tersebut LPD tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga keuangan yang berbadan hukum karena LPD merupakan lembaga keuangan dibawah naungan desa adat yang diatur berdasarkan hukum adat. Ketentuan pasal 39 ayat 3 UU LKM mengatur bahwa kedudukan LPD tidak dapat digolongkan kedalam lembaga keuangan mikro serta tidak terikat atas aturan yang mengatur mengenai lembaga finansial skala kecil serta keberadaannya diatur berdasarkan hukum adat. Sebelum UU LKM berlaku, LPD diatur berdasarkan ketentuan Pasal 58 UU no 7 Tahun 1992 jo. UU Nomor 10 Tahun 1998 selanjutnya disebut UU Perbankan mengatur “Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Undang-undang ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.” Setelah UU LKM berlaku, kedudukan LPD tidak bisa disetarakan dengan lembaga finansial lain seperti Bank BPR dikarenakan LPD adalah lembaga ini istimewa dinaungan desa adat (due desa adat) yang memiliki jiwa dan karakteristik yang berbeda.13 Berdasarkan ketentuan tersebut maka pengaturan LPD diserahkan kepada desa adat masing-masing. Hal tersebut dipertegas melalui aturan pasal 39 ayat (3) UU LKM yang membedakan LPD dari lembaga keuangan mikro lain, kemudian pengaturannya diserahkan kepada hukum adat yaitu hukum adat Bali yang dipertegas kembali pada ketentuan pasal 5 Perda Bali tentang LPD yang salah satu syarat pendiriannya yaitu harus mempunyai awig-awig.
LPD yang diatur melalui hukum adat dengan demikian LPD tidak berwenang sebagai subyek hukum hak tangungan walaupun LPD memenuhi unsur untuk menjadi suatu subyek hukum yaitu LPD memiliki modal atau kekayaan sendiri, serta memiliki organ kepengurusan serta badan pengawas sendiri dengan tujuan utama untuk kesejahteraan krama desa adat. LPD bukan di kategorikan badan hukum karena akta pendirian yang dibuat oleh pejabat umum tidak ada dan pendiriannya berbeda dengan lembaga keuangan lain yang memerlukan modal namun atas prakarsa desa
adat untuk kesejahteraan krama desanya. Dengan demikian LPD tidak dapat membuat pengikatan jaminan hak milik atas tanah secara notariil melalui lembaga Hak Tanggungan. Berdasarkan hal tersebut maka ada potensi kerugian bagi LPD jika debitur wanprestasi karena kedudukan LPD sebagai kreditur konkuren yang tidak dapat didahulukan dengan kreditur lainnya. Namun demikian, LPD merupakan due (milik) desa adat di Bali yang keberadaannya diakui berdasarkan hukum adat melalui ketentuan UU LKM yang mempunyai fungsi sosial dan kultural untuk kesejahteraan dari krama desa adat. LPD tetap dapat menyalurkan kredit dengan jaminan hak katas tanah menggunakan akta dibawah tangan dan surat kuasa menjual dengan debitur dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tidak bertentangan dengan awig-awig desa adat setempat.
-
3.2. Kekuatan Hukum Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Milik Atas Tanah Pada Lembaga Perkreditan Desa
Kesepakatan antara para pihak yang telah bersepakat yang melahirkan suatu perbuatan hukum bagi para pihak yang mengikatkan diri dengan tujuan tertentu. Lahir dari adanya kesamaan kehendak dari para pihak untuk mencapai suatu kesepakatan dalam hal tertentu disebut perjanjian.14 Ketentuan perjanjian pada pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian merupakan perbuatan hukum antara satu orang atau lebih membuat suatu kesepakatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang membuatnya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka unsur didalam dari sebuah perjanjian yaitu para pihak, adanya kesepakatan seluruh pihak, adanya sesuatu yang ingin dituju, ada aturan tidak boleh dilanggar, ada berbentuk lisan tertentu atau ditulis dan adanya ketentuan tertentu sebagai isi dalam perjanjian. Perjanjian diciptakan pada dasarnya untuk memfasilitasi pertukaran hak dan kewajiban antara semua pihak dengan cara adil, proporsional dan keinginan para pihak dapat terfasilitasi. Selanjutnya dalam pada pasal 1338 KUH Perdata menjelaskan bahwa selama perjanjian dirumuskan secara sah maka perjanjian tersebut akan berlaku seperti UU bagi semua pihak yang membuat perjanjian tersebut, serta perjanjian yang telah disepakati tidak dapat dirubah kembali terkecuali atas kemauan dari seluruh pihak yang membuatnya atau dikarenakan undang-undang yang harus menyatakan perjanjian itu batal, perjanjian harus dibentuk dengan didasari itikad baik. Melalui frasa “perjanjian dibuat secara sah” merujuk pada ketentuan pasal 1320 KUH Perdata yaitu syarat sahnya perjanjian. Suatu perjanjian dinyatakan sah berlaku bagi para pihak harus memenuhi unsur kesepakatan dan kecakapan bertindak bagi para pihak yang disebut syarat subjektif dan memenuhi unsur suatu hal tertentu serta tidak berlawanan dengan peraturan perundang-undangan yang kemudian dinamakan syarat objektif. Perjanjian yang dibuat tanpa terpenuhinya unsur-unsur tersebut maka perjanjian tersebut dapat dikatakan tidak sah dan belum berlaku mengikat dan dipatuhi bagi para pihak, sementara jika perjanjian memenuhi unsur-unsur yang menjadi syarat sahnya perjanjian maka perjanjian tersebut mengikat sama halnya seperti UU untuk semua pihak yang menciptakannya.
Ketetuan pasal 1339 KUHPerdata mengatur “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang- undang” berdasarkan tersebut diatas jika dikaitkan melalui perjanjian kredit pada LPD, perjanjian tersebut mengikat sama halnya dengan undang-undang bagi pihak pembuatnya. Perjanjian kredit yang ditetapkan oleh LPD dan debitur merupakan suatu perikatan karena telah disepakati antara kreditur dan debitur berpedoman berdasarkan terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif merupakan syarat mutlak sahnya suatu perjanjian yang diatur pada pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan hal tersebut bahwa para pihak wajib mentaati isi dari perjanjian kredit yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak, dengan demikian para pihak wajib memenuhi prestasinya masing-masing. LPD menyalurkan kredit kepada masyarakat (krama desa adat) berdasarkan perjanjian kredit dengan jaminan berlaku mengikat bagi LPD selaku kreditur dan masyarakat (krama desa adat) selaku debitur selama memenuhi syarat sahnya perjanjian. Perjanjian kredit yang ditetapkan LPD adalah perjanjian utama yang seharusnya diikuti dengan perjanjian tambahan (accesoir) yang bertujuan sebagai pengaman dan untuk mendapat dilindungi hukum untuk kreditur dengan membuat perjanjian jaminan kredit secara notarial dan sertifikat hak milik atas tanah dipasang Hak Tanggungan yang didftarkan di Badan Pertanahan Nasional. Tujuan dari pendaftaran tersebut adalah untuk lebih menjamin kepastian hukum jika debitur wanprestasi maka akta jaminan hak tanggungan tersebut memiliki kekuatan eksekutorial dengan kedudukan LPD selaku kreditur dapat didahulukan dari kreditur lainnya.15
LPD dalam menyalurkan kredit kepada debitur menggunakan perjanjian kredit dan surat kuasa menjual secara dibawah tangan yang seharusnya dibuat dihadapan pejabat yang berhak yaitu PPAT/notaris. Kuasa menjual yang tidak dibuat secara notariil tersebut sehingga LPD tidak memiliki sertifikat Hak Tanggungan sebagai bukti telah didaftarkan Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan. Hal tersebut berakibat pada pembuktian dari akta tersebut tidak sempurna serta LPD sebagai kreditur kedudukannya tidak dapat didahului degan kreditur lainnya dalam hal eksekusi jaminan kredit. Pada pasal 20 ayat 1 UUHT mengatur : “Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan : a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditor-kreditor lainnya.” Berdasarkan ketentuan itu jika debitur melanggar janji maka kreditur diperbolehkan melego objek jaminan untuk memenuhi prestasi dari debitur dan posisi dari kreditur pemengan hak tanggungan didahulukan dari kreditur lainnya. Maka LPD yang melakukan perjanjian kredit dan pengikatan jaminan secara dibawah tangan mempunyai potensi tidak dapat menjual objek jaminan dari debitur untuk memenuhi prestasinya jika ada kreditur lain yang memegang sertifikat hak tanggungan dari debitur tersebut. Meskipun perjanjian kredit dan pengikatan jaminan yang dilakukan
oleh LPD tanpa melalui notaris, perjanjian tersebut masih memiliki kekuatan yang mengikat dan berlaku sebagai UU untuk semua pihak yang mengikatkan diri untuk memenuhi prestasinya. Perjanjian yang dibauat tersebut tetapsah selama perjanjian tersebut dibuat mengikuti ketentuan pasal 1320 KUH Perdata yang merupakan syarat yang harus terpenuhi untuk sahnya suatu perjanjian.
Ketentuan yang memperkuat perjanjian kredit dan pengikatan jamiinan yang dibuat oleh LPD secara dibawah tangan tetap sah dan mengikat adalah pasal 1131 KUH Perdata yang mengurus “Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Maka daripada itu LPD selaku lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit kepada debitur sah melakukan eksekusi jaminan yang menjadi jaminan kredit di LPD jika debitur tidak memenuhi prestasinya. LPD mempunyai tujuan untuk mendorong kemampuan ekonomi krama desa adat serta kesejahteraan krama desa khususnya menopang kegiatan-kegiatan yang bersifat kultural dari masyarakat adat di Bali. Dengan demikian peran dari desa adat sangat penting agar LPD dapat tetap eksis keberadaannya. Prajuru/pengurus desa adat setempat dapat berperan serta dalam menjamin pelunasan utang debitur dengan cara membuat ketentuan dalam awig-awig tentang LPD bahwa setiap krama desa yang akan meminjam dana wajib untuk membuat surat pernyataan. Surat pernyataan tersebut memuat bahwa krama desa sebagai debiturdi LPD wajib menyatakan bahwa akan melunasi utangnya dan tidak akan menjaminkan objek jaminan yang telah menjadi jaminan di LPD kepada pihak lainnya, yang ditandatangani debitur kelian adat dan dinas serta bendesa adat setempat yang jika dilanggar akan dikenai sanksi adat berdasarkan awig-awig setempat. Ketentuan tersebut dapat mengamankan LPD sebagai kreditur agar kredit yang disalurkan dapat kembali.
Lembaga Perkreditan Desa tidak berwenang sebagai subyek hukum hak tangungan walaupun LPD memenuhi unsur untuk menjadi suatu subyek hukum yaitu LPD memiliki modal atau kekayaan sendiri, serta memiliki organ kepengurusan serta badan pengawas sendiri dengan tujuan utama untuk kesejahteraan krama desa adat yang dinaungi desa adat (due desa adat) dan diatur melalui hukum adat. LPD yang keberadaannya diakui berdasarkan hukum adat melalui ketentuan UU LKM. LPD tidak dapat membuat pengikatan jaminan hak milik atas tanah secara notariil melalui lembaga Hak Tanggungan. Berdasarkan hal tersebut maka ada potensi kerugian bagi LPD jika debitur wanprestasi karena kedudukan LPD sebagai kreditur konkuren yang tidak dapat didahulukan dengan kreditur lainnya. LPD tetap dapat menyalurkan kredit dengan agunan hak atas tanah tersebut menggunakan akta dibawah tangan tanpa perantara notaris dengan debitur dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tidak bertentangan dengan awig-awig desa adat setempat.
Kekuatan hukum perjanjian kredit dan pengikatan jaminan yang dibuat oleh LPD secara dibawah tangah tetap sah dan perjanjian ini memiliki kekuatan hukum mengikat sama sepeti UU bagi para pihak pembuatnya selama memenuhi ketentuan sahnya perjanjian yaitu syarat subjektif dan objektif. LPD selaku lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit kepada debitur sah melakukan eksekusi jaminan yang menjadi jaminan kredit di LPD jika debitur tidak memenuhi prestasinya. Prajuru
desa adat sebagai lembaga yang menaungi LPD membuat aturan yang mengatur karma desa adat yang akan meminjam dana di LPDuntuk membuat surat pernyataan akan melunasi utang dan tidak akan menjaminkan objek jaminan yang telah menjadi jaminan di LPD kepada pihak lain yang ditandatangani debitur kelian adat dan dinas serta Bendesa adat setempat yang jika dilanggar akan dikenai sanksi adat berdasarkan awig-awig setempat.
References
Buku
Diantha, I. M. P. (2016). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Prenada Media.
Nurjaya Nym., dkk. (2011). Landasan Teoritik Pengaturan LPD sebagai Lembaga Keuangan Komunitas Masyarakat Hukum Adat di Bali. Denpasar: Udayana University.
Salim H, S.H., M.S. (2017). Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,Cet.X. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Suratama & Philips D. (2015). Metode Penelitian Hukum. Alfabeta.
Jurnal
Devi Jayanthi, N. M., Wairocana, I. G. I. N., & Wiryawan, I. W. (2017). Status dan kedudukan lembaga perkreditan desa (LPD) terkait pengikatan jaminan dengan berlakunya Undang-Undang nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Jurnal Acta Comitas. 2(2).
DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2017.v02.i02.p04
Fajar, N. M. A. P. (2022). Pengaturan Kewenangan Pengawasan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Pekraman Desa Adat Di Bali. Jurnal Yustitia, 16(1), 45-53 Retrieved from URL: https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/899
Kaliey, R. M. (2023). Kedudukan Benda Tak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit. Lex Privatum, 11(1). 1-13 Retrieved from URL: https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/45539 .
Maulana, P. W. (2023). Perjanjian Lisensi Berupa Konten Youtube Pada Jaminan Fidusia Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Ekonomi Kreatif. Bureaucracy Journal: Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance, 3(1), 529-539. DOI: https://doi.org/10.53363/bureau.v3i1.199
Prananingrum, D. H. (2014). Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia dan Badan Hukum. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 8(1), 73-92.
DOI:https://doi.org/10.24246/jrh.2014.v8.i1.p73-92.
Santosa, A. G. D. (2019). Perbedaan Badan Hukum Publik dan Badan Hukum Privat. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5(2), 152-166
DOI:https://doi.org/10.23887/jkh.v5i2.18468.
Sinaga, N. A. (2018). Peranan asas-asas hukum perjanjian dalam mewujudkan tujuan perjanjian. Binamulia Hukum, 7(2), 107-120 DOI:
https://doi.org/10.37893/jbh.v7i2.318.
Suparsabawa, I. N. R., & Sanica, I. G. (2020). Implementasi Corporate Sosial
Responsibility Perspektif Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Traditional. Jurnal Penelitian IPTEKS, 5(2), 234-244 DOI: https://doi.org/10.32528/ipteks.v5i2.3662.
Wiguna, I. W. J. B. (2020). Tinjauan Yuridis Terkait Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik. Jurnal Acta Comitas, 81. 79-88 DOI: https://
10.24843/AC.2020.v05.i01.p07.
Wiguna, M. O. C. (2018). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (Skmht) Dan Pengaruhnya terhadap Pemenuhan Asas Publisitas Dalam Proses Pemberian Hak Tanggungan Power Of Attorney Imposing Security Rights (Skhmt) And Its Influence To Publicity Rights Fullfilment In Security Rights Providing. Jurnal Legislasi Indonesia, 12(2). 1-19 Retrieved from
URL:https://ejurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/download/402/28 2.
Tesis
Rumbiani N.Y., (2013). Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Atas Tanah pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten Gianyar. Universitas Udayana.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer)
UU Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Lembaga Perkreditan Desa
511
Discussion and feedback