RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP

PENCEMARAN AIR SUNGAI

Vanessa Laura Mariecruz, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Publikasi ini menggali dan memberikan wawasan mengenai langkah penegakan restoratif dalam mengatasi pencemaran air di Sungai Bengawan Solo. Artikel ilmiah ini menggunakan penelitian hukum normatif dan menggunakan banyak metodologi antara lain metode kasus, metode undang-undang, metode faktual, dan pendekatan Restorative justice,. Fokus utama publikasi ini berkisar pada penggunaan bahan hukum, khususnya dalam bentuk kutipan hukum. Kajian ini memuat sumber hukum primer yaitu Peraturan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan mengenai perlindungan lingkungan hidup, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran air. Selain itu, bahan hukum sekunder seperti buku, jurnal, dan sumber online digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan teknologi sistem kartu, sedangkan teknologi pengumpulan data meliputi teknologi deskripsi, teknologi evaluasi, dan teknologi argumentasi. Terjadinya pencemaran air di Sungai Bengawan Solo salah satunya disebabkan oleh aktivitas badan komersial, termasuk pembuangan limbah dan bangkai babi yang tidak tepat. Peristiwa pencemaran di Sungai Solo, Bangawan, segera disikapi oleh Gubernur Provinsi Jawa Tengah yang segera mengambil tindakan sebagai wakil pemerintah daerah. Gubernur bertemu dengan individu yang bertanggung jawab atas pencemaran tersebut, dan mendesak mereka untuk mengakui tanggung jawab mereka atas insiden tersebut. Selain itu, Gubernur juga mengimbau agar kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari. Sekali lagi. Penyelesaian kasus pencemaran air Sungai Bangawan Solo dilakukan secara ekstrayudisial dengan menggunakan kerangka restorative justice.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pencemaran Air, Aliran Sungai, Restorative Justice.

ABSTRACT

This publication explores and provides insight into restorative enforcement measures in overcoming water pollution in the Bengawan Solo River. This scientific article uses normative legal research and uses many methodologies including case methods, legal methods, factual methods, and Restorative justice approaches. The main focus of this publication revolves around the use of legal material, particularly in the form of legal citations. This study contains primary legal sources, namely Environmental Protection and Management Regulations and regulations regarding environmental protection, water quality management, and water pollution control. In addition, secondary legal materials such as books, journals, and online sources were used in the study. Data collection techniques used use card system technology, while data collection technology includes description technology, evaluation technology, and argumentation technology. One of the occurrences of water pollution in the Bengawan Solo River is caused by the activities of commercial entities, including improper disposal of waste and pig carcasses. The pollution incident in the Solo River, Bangawan, was immediately addressed by the Governor of Central Java Province who immediately took action as a representative of the local government. The governor met with the individuals responsible for the pollution, and urged them to acknowledge their responsibility for the incident. In addition, the Governor also appealed for similar incidents not to recur in the future. Again. The settlement of the Bangawan Solo River water pollution case is carried out extrajudicially using the framework of restorative justice.

Keywords: legal protection, water pollution, river flow, restorative justice.

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Air berfungsi sebagai fondasi utama untuk memenuhi kebutuhan penting kehidupan di planet ini. Ketiadaan air di bumi akan mengakibatkan tidak adanya kehidupan di bumi. Air merupakan komponen penting dari rutinitas sehari-hari manusia, mencakup berbagai aktivitas seperti kebersihan pribadi, pembersihan, hidrasi, praktik kuliner, dan irigasi. Air berkualitas tinggi sangat penting untuk kelangsungan hidup organisme hidup di Bumi. Kehadiran air yang terkontaminasi dapat menimbulkan dampak buruk yang parah terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan organisme perairan. Air bersih merupakan kebutuhan penting bagi keberadaan manusia, karena memiliki berbagai alasan seperti menunjang kehidupan sehari-hari, memfasilitasi kegiatan industri, dan memungkinkan sanitasi perkotaan yang bersih, dan masih banyak lagi. Saat ini, aktivitas manusia sehari-hari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekologi sekitar dan keanekaragaman hayati aslinya. Untuk memanfaatkan sumber daya air ini, sudah lazim dilakukan pengambilan air dari sungai-sungai di dalam wilayah sungai, yang juga dikenal sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS).

DAS merupakan sumber daya alam yang rumit dan terdiri dari berbagai komponen.1 Komponennya mencakup beragam flora, seperti hutan, serta sumber daya lahan dan air. Sungai merupakan sumber daya alam yang sangat penting karena alirannya yang terus menerus sehingga memudahkan pemanfaatan air yang berasal dari daerah hulu di hilir.2 Sungai memberikan banyak manfaat bagi berbagai macam makhluk hidup. Keberadaan air di sungai merupakan kebutuhan mendasar bagi proses biologis dan mempunyai manfaat yang signifikan dalam kehidupan manusia sehari-hari.3 Air bersih, sebagai sumber daya yang penting, sangat dicari dan dimanfaatkan setiap hari. Tidak diragukan lagi, kebutuhan fisiologis akan air pada dasarnya saling berhubungan.4 Meski begitu, sangat penting untuk berhati-hati saat menggunakannya. Apabila penggunaan terus menerus dilakukan maka akan terjadi penipisan sumber daya air. Namun demikian, penyelidikan saat ini berkaitan dengan cara kita memanfaatkan sumber daya air ini. Kurangnya tindakan perlindungan dalam pemanfaatan air terlihat jelas dalam perilaku rutin manusia. Mayoritas masyarakat cenderung memanfaatkan air tanpa mempertimbangkan faktor-faktor seperti kebersihan air dan kesehatan air. Memang benar, penggunaan air yang terkontaminasi atau tidak murni menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kesejahteraan manusia. Infeksi yang ditularkan melalui air, seperti diare, hepatitis A, polio, dan tifus, adalah penyakit yang ditularkan melalui konsumsi atau kontak dengan air yang terkontaminasi. Paparan pada tubuh manusia dapat menimbulkan risiko yang signifikan dan berpotensi membahayakan.5 Kenyataannya, hal-hal yang tampaknya tidak penting mempunyai pengaruh besar terhadap kesejahteraan seseorang. Jika air

terkontaminasi, kegunaannya akan terganggu, sehingga memberikan dampak yang besar pada fungsi rutin banyak organisme. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dalam skala global, angka kematian akibat gangguan terkait pencemaran air melebihi 14.000 orang per hari. Menurut WHO, populasi global saat ini yang menghadapi bahaya penyakit mukoid yang ditularkan melalui air dan makanan berjumlah sekitar 2 miliar orang.6

Pencemaran air mengacu pada perubahan keadaan badan air, termasuk danau, sungai, laut, dan air tanah, sebagai akibat dari aktivitas manusia. Pencemaran air dapat disebabkan oleh masuknya polutan dan beban limbah, yang dapat berwujud gas, senyawa terlarut, dan partikel.7 Air merupakan elemen penting dalam keberadaan manusia, serta dalam keseimbangan ekologi planet kita secara keseluruhan. Danau, sungai, dan lautan berperan penting dalam menopang kehidupan dan mendukung berbagai ekosistem. Artikel berjudul “Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air” khusus pada Pasal 1 Angka 11 PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menjelaskan mengenai konsep pencemaran air akibat tindakan antropogenik yang mengakibatkan masuknya atau masuknya organisme. Pencemaran air merupakan peristiwa masuknya zat, energi, dan/atau unsur lain ke dalam badan air, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas air.8 Pada ambang batas tertentu, hal ini membuat air tidak dapat dimanfaatkan. Fungsi memenuhi tujuan yang dimaksudkan.9 Air dianggap terkontaminasi bila tidak dapat memenuhi peruntukannya.

Polusi air terutama disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk bakteri, virus, parasit, pupuk, pestisida, obat-obatan, nitrat, fosfat, plastik, tinja, dan unsur radioaktif. Senyawa-senyawa ini mungkin tidak secara konsisten menyebabkan perubahan warna air, sehingga menjadikannya kontaminan yang tidak mencolok. Daya racun dari polutan itulah yang memicu terjadinya pencemaran.10 Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengujian terhadap air dan organisme akuatik dalam jumlah terbatas untuk memastikan kualitas air. Meskipun benar bahwa pencemaran air disebabkan oleh sebab-sebab alami, sumber utama pencemaran air biasanya berasal dari aktivitas manusia, seperti:11 a. Limbah Industri;

  • b.    Limbah Rumah Tangga;

  • c.    Pembuangan Sampah Laut dan Polusi Plastik di Laut; dan masih banyak lagi penyebab pencemaran di air, baik sungai, laut, dan lain-lain.

Selain itu, biasanya pencemaran yang terjadi di sungai berasal dari beberapa sumber, yaitu:12

  • 1.    Sedimen yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi akibat erosi tanah, kegiatan pertanian, operasi pertambangan, kegiatan konstruksi, pembukaan lahan, dan kegiatan antropogenik lainnya yang berkontribusi terhadap penipisan tanah.

  • 2.    Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga manusia, baik limbah hewan maupun tumbuhan.

  • 3.    Kegiatan industri melibatkan pembuangan residu bahan kimia yang timbul sebagai produk sampingan dari operasi yang dilakukan.

Tanda bahwa air lingkungan telah tercemar dengan adanya perubahan yang dapat diamati melalui:13

  • a.    Perubahan suhu air, perubahan nilai pH atau konsentrasi ion hidrogen

  • b.    Perubahan warna, bau, dan rasa air

  • c.    Adanya endapan, koloid, dan senyawa terlarut

  • d.    Keberadaan mikroba anaerobik dan produksi zat berbau busuk, seperti bakteri asam,

  • e.    Peningkatan tingkat radioaktivitas di berbagai badan air di lingkungan.

Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan kualitas air dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimia, dan biologis14

Sebagai individu, wajib memikul tanggung jawab dan menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, dengan penekanan khusus pada air sebagai komponen fundamental kehidupan. Untuk meningkatkan kualitas hidup, sangat penting untuk mengurangi masalah pencemaran air yang ada. Dalam konteks masyarakat kita, terdapat berbagai langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran air :15

  • a.    Untuk meminimalisir dampak plastik terhadap lingkungan, disarankan untuk secara bertahap mengurangi konsumsi plastik sambil menerapkan praktik-praktik seperti penggunaan kembali dan daur ulang bahan plastik untuk digunakan kembali agar dapat digunakan secara praktis. Di Bali, prevalensi penggunaan plastik sangat rendah. Pusat perbelanjaan biasanya menerapkan kebijakan yang mewajibkan pelanggannya membawa tas belanjaan mereka sendiri atau tas kain yang dapat digunakan kembali untuk penggunaan jangka panjang. Tempat makan tertentu juga memilih untuk menghilangkan penggunaan sedotan. Langkah awal ini mewakili pendekatan langsung terhadap mitigasi sampah plastik.

  • b.    Penting untuk membuang bahan pembersih kimia dan bahan yang tidak dapat terbiodegradasi dengan benar.

  • c.    Penting untuk memastikan pembuangan limbah medis yang tepat.

  • d.    Dianjurkan untuk mengonsumsi lebih banyak makanan organik yang dibudidayakan tanpa menggunakan pestisida.

  • e.    Salah satu solusi potensial melibatkan pemanfaatan material yang lebih ramah lingkungan.

  • f.    Kita harus mempertimbangkan untuk menggunakan pembersih ramah lingkungan.

  • g.    Penting melakukan reboisasi dan penanaman pohon.

Indonesia telah menyaksikan banyak contoh pencemaran air. Saat ini, permasalahan kelangkaan air dan pencemaran air telah menjadi perhatian besar di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu contoh pencemaran air di Indonesia adalah di Sungai Bangawan Solo, dimana perubahan aliran air mengakibatkan warna menjadi gelap dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Karena kontaminasi tersebut, sejumlah besar ikan menunjukkan tanda-tanda keracunan. Penyelidikan telah dimulai oleh aparat penegak hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri furnitur rumah tangga di sekitar Solo, Bangawan. Hasilnya menunjukkan bahwa Desa Polocato saat ini belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengelola air limbah. Saat ini, para pengusaha minuman konvensional yang biasa disebut ciu, menerapkan praktik pemanfaatan limbah untuk menyuburkan sawah, kemudian dibuang ke lahan pertanian dan badan air. Sungai Samin yang menjadi anak sungai Bengawan Solo merupakan tempat pembuangan berbagai macam limbah. Polisi melakukan sidak di dua lokasi yang terletak di bantaran Sungai Bangawan Solo dan anak-anak sungainya. Kedua perusahaan tersebut menghadapi sanksi administratif yang dikenakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah terkait permasalahan sampah. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melakukan tindakan proaktifnya dalam mengeluarkan peringatan dan memanggil pabrik-pabrik yang bertanggung jawab mencemari Sungai Bengawan solo.

Pada pembuatannya, jurnal ini memiliki orisinalitas penulisan. Berdasarkan jurnal yang sudah terbit sebelumnya, banyak jurnal yang telah membahas mengenai pencemaran air di Sungai Bangawan Solo, namun dalam penulisannya terdapat pembahasan yang berbeda. Sebagai contoh, terdapat skripsi yang berjudul “Analisis Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pencemaran Limbah Ciu di Sungai Bengawan Solo Perspektif Hukum Islam”16 dalam penulisan skripsi tersebut, penulisnya mengangkat permasalahan hukum ini dalam perspektif hukum Islam, sangat jelas perbedaannya dengan jurnal ini yang dalam mengangkat permasalahannya menggunakan restorative justice serta menggunakan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Perbedaannya juga terdapat dalam limbah yang mempengaruhi pencemaran air, dimana dalam skripsi sebelumnya hanya membahas mangenai limbah ciu yang menyebabkan air Sungai Bengawan Solo tercemar, sedangkan dalam jurnal ini membahas seluruh limbah yang menyebabkan pencemaran air dalam Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, terdapat artikel yang telah di publish sebelumnya berjudul “Peran Badan Lingkungan Hidup Dalam Pengendalian Pencemaran Sungai Bengawan Solo Di Kabupaten Sukoharjo”17 dalam pembahasannya, jurnal tersebut hanya membahas peran dari Badan Lingkungan Hidup, dalam jurnal ini peran yang lebih ditonjolkan dalam menyelesaikan permasalahan pencemaran air Sungai Bengawan Solo adalah Gubernur Jawa Tengah, serta jurnal tersebut tidak mengangkat

penyelesaian permasalahan dengan metode restorative justice, semntara itu dalam jurnal ini salah satu bentuk penyelesaiannya menggunakan metode restorative justice.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana Pengaturan Penyelesaian Kasus Pencemaran Sungai Khususnya Sungai Bengawan Solo?

  • 2.    Bagaimana Implementasi Penyelesaian Kasus Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan penyelesaian kasus pencemaran air sungai khususnya Sungai Bengawan Solo dan untuk mengetahui implementasi penyelesaian kasus pencemaran air Sungai Bengawan Solo.

  • 2 .Metode Penelitian

Dalam penulisan jurnal ini dengan menggunakan metodologi penelitian yang sesuai, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian dapat ditangani secara efektif, sehingga menghasilkan kesimpulan yang tepat dan benar. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dibentuk oleh asas doktrin hukum murni dan positivisme. Menurut Roni Hanitijo, penelitian hukum normatif dapat diartikan sebagai kajian ilmiah terhadap hukum dan asas hukum.18 Kajian hukum normatif jurnal ini menggunakan banyak metodologi, termasuk hukum kasus, hukum undang-undang, hukum faktual, dan hukum Restorative justice, untuk mengatasi permasalahan pencemaran air Sungai Bengawan Solo. Sumber hukum yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari beberapa sumber, antara lain bahan hukum utama meliputi Pasal 84 ayat (1) s/d ayat (3) dan Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sumber hukum sekunder, termasuk buku hukum, jurnal hukum, dan sumber online yang dikutip di situs resmi, juga digunakan dalam konteks ini. Teknologi yang digunakan untuk perolehan informasi hukum dikenal sebagai card system. Penelitian ini menggunakan metode card system untuk mendokumentasikan dan merujuk pada sumber-sumber hukum yang digunakan. Kartu-kartu ini memberikan informasi penting seperti nama penulis, judul buku, nomor halaman, dan kutipan terkait, yang semuanya penting untuk menjawab pertanyaan penelitian.19

Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penyusunan artikel jurnal ini adalah penelitian kepustakaan. Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan bahan hukum dikenal dengan teknik deskriptif, yaitu pemanfaatan teknik analisis yang sangat diperlukan. Proses evaluasi pendapat, pernyataan, pernyataan penetapan norma, pilihan, dan taktik argumentasi, baik yang terdapat dalam dokumen hukum primer maupun sekunder, tidak dapat dipisahkan dari penggunaan teknik evaluasi. Sebab, penilaian harus didasarkan pada justifikasi yang mendasar. Dalam konteks wacana hukum, sejauh mana beberapa argumentasi yang dikemukakan berkorelasi langsung

dengan tingkat kedalaman penalaran hukum yang dapat diwujudkan. Istilah ini berkaitan dengan penggambaran secara akurat keadaan atau pendirian suatu proposisi, baik dianggap sah atau tidak sah.

  • 3 .Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Penyelesaian Kasus Pencemaran Sungai Khususnya Sungai Bengawan Solo

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pengelolaan kualitas air dan pencemaran air merupakan topik penting dalam ilmu lingkungan. Istilah "air" mencakup semua bentuk air yang ada di atau di bawah permukaan bumi, kecuali air laut dan air fosil. Selain itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 1, Pasal 11 PP Nomor 82 Tahun 2001 Nomor 82 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau unsur lain ke dalam air melalui aktivitas manusia. kegiatan. Badan air dapat mengalami penurunan kualitas secara keseluruhan sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran air. Fungsi sistem air mengalami masalah. dan klasifikasinya. Tindakan segera sangat penting untuk mengatasi masalah pencemaran air di Sungai Solo yang terletak di Teluk Banga. Kegagalan untuk mematuhi persyaratan ini dapat mengakibatkan munculnya beberapa masalah. Kehadiran air sungai yang tidak terkontaminasi memberikan banyak manfaat baik bagi manusia maupun organisme lainnya. Namun pada kenyataannya, proses memperoleh air minum dari sungai mempunyai tantangan yang cukup besar. Tindakan utama untuk mendapatkan air minum adalah dengan mengatasi masalah pencemaran air yang umum terjadi, khususnya di Benagwan Solo. Dalam mengatasi permasalahan pencemaran air di Sungai Bengawan Solo, masyarakat setempat dapat memainkan peran penting seiring dengan intervensi pemerintah dalam mengurangi permasalahan lingkungan ini.

Dalam contoh di atas, tindakan cepat diambil oleh Gubernur Jawa Tengah setelah mengidentifikasi polusi di sekitar lokasi. Dapat dimengerti bahwa banyak perusahaan terkemuka, peternakan babi skala kecil, perusahaan perhotelan, fasilitas kesehatan, dan perusahaan lainnya mempunyai kapasitas untuk menghasilkan polusi di sekitar Sungai Bengawan Solo. Pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola pemerintahan di Provinsi Jawa Tengah segera mengirimkan satuan tugas khusus untuk mengatasi permasalahan polusi, dan secara konsisten meminta perkembangan terkini mengenai kemajuan yang telah dicapai. Kutipan khusus juga akan diberikan kepada perusahaan, industri kecil, dan peternakan yang diidentifikasi sebagai sumber polusi. Para peserta diminta berkomitmen untuk meningkatkan pengelolaan sampah pada tahun mendatang. Beberapa pihak segera mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan pencemaran air di Bangawan Solo. Pemeriksaan di bantaran Sungai Bangawan Solo dan anak-anak sungainya yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah mengungkap adanya pipa pembuangan limbah yang tersembunyi dan bangkai babi yang mengapung. Gubernur Jawa Tengah telah meminta agar pipa yang tersembunyi itu segera ditutup dan menghimbau para peternak babi untuk menghentikan pembuangan bangkai babi ke Sungai Solo bagian Bangawan.

Topik pembahasan tidak berkaitan dengan pokok bahasan paragraf sebelumnya. Menurut Pasal 15 ayat (1) Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dalam PP Nomor 82 Tahun 2001, apabila mutu air menunjukkan keadaan pencemaran, menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan sasaran kualitas air dengan memanfaatkan instansi yang berwenang masing-masing. Ada upaya kolektif yang dilakukan oleh individu untuk mengurangi

polusi dan meningkatkan kualitas sumber daya air. Dalam hal ini, Gubernur Jawa Tengah tidak melalui jalan hukum untuk mengatasi masalah ini. Namun, apabila pelaku tidak merasakan intimidasi pada kasus berikutnya, maka penyelesaiannya akan ditempuh melalui proses hukum. Gubernur Jawa Tengah telah menetapkan batas waktu bagi para pelanggar pencemaran air, yang mengharuskan mereka segera mengambil tindakan tegas untuk memperbaiki semua kegiatan yang berkontribusi terhadap pencemaran air. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 85 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 yang berjudul “Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)” mengatur tentang penyelesaian permasalahan lingkungan hidup secara non-yudisial dengan tujuan mencapai kesepakatan mengenai hal-hal sebagai berikut:

  • a.    “Bentuk dan besarnya ganti rugi;

  • b.    Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;

  • c.    Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau

  • d.    Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.”

Gubernur Jawa Tengah dengan sepatutnya melaksanakan langkah-langkah yang diuraikan dalam Pasal 85 ayat (1) huruf b dan c. Tindakan cepat yang diambil Gubernur Jawa Tengah saat mendeteksi bau busuk dan perubahan warna di Sungai Bengawan Solo yang menandakan adanya pencemaran air, terlihat jelas. Gubernur Jawa Tengah telah menggarisbawahi pentingnya menangani pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pencemaran air untuk mencegah terulangnya insiden serupa. Jika terjadi ketidakpatuhan, tindakan hukum segera akan diambil. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Gubernur Jawa Tengah menerapkan langkah-langkah yang diuraikan dalam artikel tersebut di atas.

Dilihat dari uraian di atas, air mempunyai arti penting dalam kehidupan biologis. Setelah terungkapnya pencemaran air di Sungai Bengawan Solo, Gubernur Jawa Tengah segera mengambil tindakan tegas untuk membatasi aktivitas agen pencemar. Langkah-langkah yang diterapkan mewakili pendekatan nyata untuk mengatasi masalah polusi. Secara khusus, pihak-pihak yang bertanggung jawab segera melakukan pemulihan badan air Sungai Bengawan Solo, pemerintah daerah mengambil tindakan dengan menutup saluran pipa yang tersembunyi, dan memberikan permohonan yang mendesak kepada para peternak babi untuk tidak membuang bangkai babi di daerah aliran sungai. Apabila permohonan banding tidak disetujui, maka perkara tersebut akan diputuskan melalui proses hukum di pengadilan. Peristiwa ini terjadi karena adanya pencemaran Sungai Bengawan Solo yang dilakukan oknum-oknum yang terlibat secara sengaja. Oleh karena itu, sangat penting bagi mereka untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka dan mengatasi masalah yang ada. Dengan begitu, para peternak babi akan enggan melanjutkan praktik pembuangan bangkai babi ke Sungai Bengawan Solo. Permasalahan tersebut telah diatasi oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan terkait yang tertuang dalam Pasal 85 ayat (1) UU No.85, yaitu Peraturan Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Selain itu, pemerintah setempat mengirimkan peringatan kepada individu tersebut, menekankan pentingnya untuk tidak menyembunyikan informasi dan menunjukkan niat mereka untuk mengambil tindakan hukum jika diperlukan. Resolusi ini secara efektif menyebarkan informasi penting kepada calon pelaku dan masyarakat umum, sehingga menekankan betapa gawatnya permasalahan yang ada dan menumbuhkan keinginan kolektif untuk mencegah terulangnya hal serupa.

  • 3.2    Implementasi Penyelesaian Kasus Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo

Penyelesaian kasus pencemaran air Sungai di Bangawan Solo melibatkan penggunaan PPLH UU Nomor 32 Tahun 2009, serta penerapan metode restorative justice. Kuat Puji Prayitno menegaskan bahwa restorative justice, berfungsi sebagai alternatif yang layak dalam sistem peradilan pidana, dengan menekankan pendekatan komprehensif yang mencakup pelaku, korban, dan masyarakat luas. Pendekatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dan mendorong pembentukan kembali hubungan sosial yang positif.20 Restorative justice,, sebagaimana dijelaskan oleh Tony F. Marshall, mencakup proses kolaboratif di mana seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam suatu pelanggaran tertentu bersatu untuk secara kolektif mengatasi dan memitigasi dampak pelanggaran tersebut, dengan tujuan akhir untuk mendorong perbaikan dan kemajuan di masa depan. Berdasarkan definisi yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana lebih menekankan pada konsensus yang dicapai oleh para pihak yang berkepentingan dan mengarahkan perhatian pada permasalahan yang prospektif. 21 berdasarkan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative justice,, syarat restorative justice adalah:

  • a)    Tindak Pidana yang baru pertama kali dilakukan.

  • b)    Kerugian di bawah Rp2.500.000

  • c)    Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban

  • d)    Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Penerapan kerangka Restorative justice,, dibandingkan dengan tindakan kriminal, dalam menangani permasalahan hukum lingkungan hidup bertujuan untuk mengurangi beban pada sistem hukum dan menegakkan keadilan baik bagi masyarakat yang terkena dampak maupun lingkungan hidup 22 Penyelesaian kejahatan lingkungan hidup secara luas dianggap mempunyai dampak negatif terhadap upaya menegakkan keadilan baik bagi masyarakat yang terkena dampak maupun bagi para korban kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, gagasan Restorative justice, muncul sebagai respons terhadap ketidakadilan dan ketidakefisienan praktik ekologi dalam sistem peradilan. Konferensi restoratif berpotensi menjadi pendekatan yang layak untuk mengatasi pelanggaran lingkungan. Ada beberapa argumentasi yang dapat dikemukakan untuk mengadvokasi penerapan model Restorative justice, dalam permasalahan lingkungan hidup:23

  • a.    Mediasi pelaku-korban mencakup kelompok aktor yang lebih sempit dibandingkan dengan bentuk mediasi lainnya

  • b.    Mempunyai kapasitas untuk memberikan panduan untuk menyelesaikan permasalahan melalui penyediaan tindakan kompensasi dan pemulihan kelestarian lingkungan;

  • c.    Hal ini dapat dengan mudah diterapkan dalam sistem peradilan pidana yang beragam;

  • d.    Model ini telah diterapkan di banyak negara untuk mengatasi berbagai tindak pidana.

Penerapan konseptual pertemuan restoratif terhadap situasi lingkungan merupakan usulan yang layak karena potensi manfaatnya :24

  • a.    Wawancara restoratif telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai metode untuk memfasilitasi keadilan dan semakin banyak digunakan dalam kasus-kasus kriminal di negara-negara industri.

  • b.    Konferensi restoratif berpendapat bahwa pelanggaran tersebut harus dianggap sebagai pelanggaran terhadap korban dan bukan sebagai pelanggaran terhadap negara atau masyarakat. Bentuk partisipasinya bisa bersifat individual atau kolektif, melibatkan banyak individu atau kelompok.

  • c.    Sesi pemulihan terutama berpusat pada penderitaan atau kekurangan yang dialami oleh korban, dibandingkan menekankan hukuman bagi pelaku kesalahan.

  • d.    Pertemuan restoratif dapat dilakukan melalui dialog langsung atau dialog tidak langsung sebagai sarana untuk memfasilitasi mediasi dan mendorong rekonsiliasi.

Penerapan Restorative justice, dalam sistem peradilan diatur dalam Pasal 84 UU Nomor 32 Tahun 2009 berjudul “Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)” :

  • (1)    Penanganan konflik lingkungan hidup dapat dilakukan melalui proses hukum di lingkungan pengadilan atau melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa di luar sistem peradilan.

  • (2)    Penyelesaian permasalahan lingkungan hidup dilakukan atas dasar sukarela oleh pihak-pihak yang terlibat.

  • (3)    Permulaan prosedur kasus bergantung pada salah satu pihak yang berselisih yang menyatakan bahwa upaya untuk menyelesaikan perselisihan di luar hukum telah terbukti sia-sia, sehingga memerlukan bantuan ke pengadilan.

Menurut Pasal 84, terdapat ketentuan mengenai potensi penyelesaian konflik lingkungan hidup melalui cara alternatif di luar sistem peradilan. Menurut Pasal 85 ayat (1), tujuan mencari metode penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk mencapai konsensus mengenai sifat dan besaran kompensasi, pemulihan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, tindakan spesifik, dan tindakan pencegahan yang bertujuan untuk mencegah terulangnya kembali pencemaran. dan kehancuran. Klausul tersebut di atas memberikan contoh prinsip-prinsip Restorative justice, dengan memberikan ruang bagi masyarakat dan mereka yang bertanggung jawab atas pencemaran dan perusakan lingkungan hidup untuk terlibat dalam penyelesaian sengketa secara sukarela, sehingga meniadakan perlunya proses hukum formal.

Oleh karena itu, restorative justice merupakan langkah lain yang dapat ditempuh dalam suatu perkara. Dalam kasus ini, restorative justice sudah ditempuh. Sebagai penanggung jawab daerah, Gubernur Jawa Tengah memanggil langsung para pelaku tindak pencemaran air Sungai Bengawan Solo. Beliau melakukan tindakan dengan mengirim tim khusus untuk menanggulangi pencemaran air yang sudah terjadi dan meminta laporannya. Serta menghimbau para pelaku untuk memperbaiki hal yang sudah dilakukan. Dengan demikian, Gubernur Jawa Tengah sebagai wakil dari masyarakat telah mengambil tindakan restorative justice dalam menangani kasus tersebut. Dapat dilihat dari bertemunya kedua belah pihak, antara pelaku dengan Gubernur Jawa Tengah sebagai wakil dari masyarakat. Dilakukan pula tindakan di luar

jalur hukum, yaitu lebih menghimbau para pelaku untuk membersihkan sungai agar memberikan efek jera dan sebagai bentuk pertanggung jawaban dari tindakan yang dibuat pelaku, serta mengatasi dampak kerugian yang dirasakan oleh korban pencemaran air. Hal ini juga sudah disepakati Gubernur Jawa Tengah sebagai wakil masyarakat serta perusahaan-perusahaan dan/atau pelaku lainnya.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa restorative justice merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu pelanggaran hukum. Restorative justice merupakan tindakan penyelesaian permasalahan hukum diluar pengadilan atau dengan menemukan para pihak untuk mendapatkan titik terang. Mengingat pembahasan sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah mengambil tindakan penyelesaian dengan mengaplikasikan peraturan yang tertulis dalam Pasal 85 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Oleh karena itu, restorative justice merupakan penyelesaian yang benar yang diambil dalam penyelesaian kasus pencemaran air Sungai Bengawan Solo. Karena permasalahan ini diselesaikan diluar jalur pengadilan dengan mempertemukan para pihak, serta meminta pertanggungjawaban dari para pelaku dan himbauan tegas bagi para pelaku untuk tidak mengulangi pencemaran air di Sungai Bengawan Solo lagi.

  • 4. Kesimpulan

Air Sungai Bengawan Solo mengalami pencemaran yang berakibat aliran air Sungai Bengawan Solo berubah warna menjadi hitam pekat dan beraroma tidak sedap. Akibat dari pencemaran ini juga sejumlah ikan banyak yang mabuk. Banyak pelaku usaha disekitar Sungai Bengawan Solo membuang limbah ke sungai serta membuang bangkai babi ke sungai juga. Pemerintah setempat, yaitu Gubernur Jawa Tengah langsung mengambil tindakan tegas dengan menghimbau para pelaku untuk memperbaiki masalah tersebut, menutup pipa siluman saat itu juga dan menghimbau para peternak babi untuk tidak lagi membuang bangkai babi ke dalam sungai. Penyelesaian dari permasalahan ini dilakukan dengan mengaplikasikan peraturan yang sudah tertulis dalam Pasal 85 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dan memberi peringatan tegas bagi para pelaku, jika hal ini terulang akan dilanjutkan ke jalur pengadilan. Selain itu dalam menyelesaikan pencemaran air di Sungai Bengawan solo, Gubernur Jawa Tengah juga mengaplikasikan pendekatan restorative justice. Dengan mempertemukan para pihak, yaitu para pelaku dengan Gubernur Jawa Tengah sebagai wakil dari masyarakat, yang diketahui bahwa arti dari resrtorative justice adalah salah satu cara penyelesaian pelanggaran hukum yang mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang berperkara, demi kepentingan masa depan. Sehingga pada permasalahan ini, pencemaran air Sungai Bengawan Solo diselesaikan olah para pelaku dan masyarakat serta makhluk hidup lainnya di sekitar sungai dapat menggunakan air Sungai Bengawan Solo dengan baik sesuai dengan kebutuhan sehari-hari makhluk hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Khambali. Pencemaran Lingkungan. Jawa Timur: HAKU Provinsi Jawa Timur, 2017. Sahabuddin, Erma Suryani. Filosofi ‘Cemaran’ Air. Kupang, NTT: PTK Press, 2015. Suprayogo, Didik, dkk. Manajemen daerah aliran sungai (DAS): tinjauan hidrologi akibat perubahan tutupan lahan dalam pembangunan. Malang: UB Press, 2017.

Jurnal

Adnyana, I Wayan Putro, Windia, I Wayan & Sudantra, I Ketut. “Perkawinan Nyeburin Berbeda Agama Ditinjau Dari Hukum Adat Bali.” Jurnal Kertha Wicara 1, No. 01 (2013): 1-10

Aiuddin dan Widyawati. “Studi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di Perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera Utara.” Jurnal Ecosystem 17, No. 1 (2017): 653-659

Artajaya, I Wayan Eka & Putri, Ni Kadek Felyanita Purnama. “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pemcemaran Air Di Sungai Bindu.” Jurnal Hukum Saraswati 03, No. 02 (2021): 123.

Benuf, Kornelius dan Azhar, Muhamad. “Metodologi Penelitian Hukum sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer.” Jurnal Gema Keadilan 7, No 1 (2020): 20-33

Imanuddin, Iman. “Pendekatan Restorative Justice Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Lingkungan Hidup.” Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum 17, No. 2 (2019): 126-132

Kurniawan, Tedy Verdyanto. “Peran Badan Lingkungan Hidup Dalam Pengendalian Pencemaran Sungai Bengawan Solo Di Kabupaten Sukoharjo.” (2017): 1-10.

Liku, James Evert Adolf, Mulya, Widya, Sipahutar, Merry K., Sari, Iin Pratama & Noeryanto. “Mengidentifikasi Sumber Pencemaran Air Limbah Di Tempat Kerja.” Jurnal Pengabdian Masyarakat 1, No. 1 (2022): 14-19.

Melinda, Tina & Siswandi, Erlan. “Kajian Kualitas Air Waduk Batujai Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air di Kabupaten Lombok Tengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.” Jukung Jurnal Teknik Lingkungan 7, No. 2 (2021): 213

Nurkasihani, Iba. “Restorative Justice, Alternatif Baru Dalam Sistem Pemidanaan.” Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum, (2019): 1

Setianto, Heri & Fahritsani, Husni. “Faktor Determinan Yang Berpengaruh Terhadap Pencemaran Sungai Musi Kota Palembang.” Media Komunikasi Geografi 20, No. 2 (2019): 187-198.

Trisnawati, Endah & Ratriningsih, Desrina. “Pengembangan Konsep Pariwisata Sungai Berbasis Masyarakat.” Jurnal Arsitektur Komposisi 11, No. 5 (2017): 189-425.

Vichotama, Richarta, Hariwibowo, Riyanto & Prayogo, Tri Budi. “Analisa Kualitas Air Tukad Badung, Denpasar, Bali Menggunakan Program QUAL2Kw.” Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air 1, No. 1 (2021): 40-51.

Internet

Kompas. “Apa Itu Restorative Justice Yang Belakangan Kerap Disebut Kapolri?” Available                                                                  from

https://nasional.kompas.com/read/2021/03/01/09271601/apa-itu-restorative-justice-yang-belakangan-kerap-disebut-kapolri?page=all    (2021),

diakses tanggal 7 September 2023.

Perpustakaan Universitas Peradaban. “Mengenal Rduce, Reuse, Recycle, dan Manfaatnya.”                         Available                         from

https://perpustakaan.peradaban.ac.id/2021/06/19/mengenal-reduce-reuse-recycle-dan-manfaatnya/ (2021). Diakses tanggal 24 November 2023

Rukandar, Dadan. “Pencemaran Air Pengertian, Penyebab dan Dampaknya.” Available from                         https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article-

pdf/PENCEMARAN%20AIR%2C%20PENGERTIAN%2C%20PENYEBAB%20 DAN%20DAMPAKNYA.pdf , diakses tanggal 9 Mei 2022.

Sylviadianti, Alvina & Najicha, Fatma Ulfatun. “Limbah Penyebab Pencemaran Air Pada Lingkungan.”                       Available                       from

https://www.researchgate.net/publication/370816697_LIMBAH_PENYEBA B_PENCEMARAN_AIR_PADA_LINGKUNGAN (2023). Diakses tanggal 15 September 2023.

Warlina, Lina. “Pencemaran Air: Sumber, Dampak dan Penanggulangannya.” Available from http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/08234/lina_warlina.pdf (2004), diakses tanggal 15 September 2023.

Skripsi

Oktavia, Nur Afifah. “Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham H. Maslow dan Relevansinya dengan Kebutuhan Siswa dalam Pembelajaran IPS. Skripsi Universitas Islam Negeri, KH Achmad Siddiq Jember. 2021

Setyawan, Muhammad Andy. “Analisis Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pencemaran Limbah Ciu Di Sungai Bengawan Solo Perspektif Hukum Islam.” Skripsi Universitas Islam Negeri Raden Mas Said, Surakarta. 2022

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059)

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Repbulik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161)

Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 811)

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 8 Tahun 2023 hlm 869-882

881