Vol. 8 No. 02 Agustus 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Peran dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Penyelenggaraan Sistem Pendaftaran Tanah

Ni Luh Gede Purnamawati1, I Gede Agus Kurniawan2

1Fakultas Hukum, Universitas Pendidikan Nasional, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum, Universitas Pendidikan Nasional, E-mail:

[email protected]

Info Artikel

Masuk : 02 Agustus 2023 Diterima : 25 Agustus 2023

Terbit : 28 Agustus 2023

Keywords :

Land supervisor; land registration; Responsibility


Kata kunci:

pengawas tanah; pendaftaran tanah; Tanggung jawab

Corresponding Author:

Agus Kurniawan, E-mail: [email protected] d

DOI :

10.24843/

AC.2023.v08.i02.p14


Abstract

The aim of this research is to better understand the duties and responsibilities of land deed officials in the implementation of the land registration system. Land registration with Land Deed Officials is proven to still cause various legal problems. This writing uses normative research methods to investigate the roles and responsibilities of land deed officials in the land registration system, using statutory approaches, conceptual approaches, and primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study show that the Land Deed Making Officer in the implementation of land registration is very important to ensure the legality and legitimacy of the transfer of land rights and to maintain legal certainty for all parties involved in land transactions. Where the PPAT's responsibility is very important in ensuring that all land rights transfer transactions are carried out lawfully, legally, and in accordance with applicable legal provisions. Thus the purpose of land registration can be achieved.

Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk lebih memahami tugas dan tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah dalam penyelenggaraan sistem pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah terbukti masih menimbulkan berbagai permasalahan hukum. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif untuk menyelidiki peran dan tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah dalam sistem pendaftaran tanah, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah sangat penting guna memastikan legalitas dan keabsahan peralihan hak atas tanah serta untuk menjaga kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam transaksi tanah. Dimana tanggung jawab PPAT sangat penting dalam memastikan bahwa semua transaksi peralihan hak atas tanah dilakukan secara sah, legal, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian tujuan pendaftaran tanah dapat tercapai.

  • I.    Pendahuluan

Mengingat berartinya tanah dalam keberadaan negara serta cepat, otoritas publik menganut strategi pemberian hak istimewa tanah kepada penduduk ataupun pemegang kebebasan tanah dengan membagikan hak istimewa tanah kepada penduduk. Tetapi, kebutuhan hendak tanah kadang-kadang membuat kondisi yang tidak bisa didamaikan, serta warga setempat wajib memikirkan perihal ini sehingga permasalahan tidak terjalin lagi di setelah itu hari.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, dibaca bersama ayat 2 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Peraturan Agraria (selanjutnya disebut UUPA), menetapkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam lainnya adalah milik negara, baik dalam bentuk kepemilikan maupun penggunaan. Ini mengacu pada hak negara untuk mengontrol semua sumber daya alam.

UUPA meminta agar pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia agar undang-undang yang mengatur hak atas tanah menjadi lebih jelas. Selain itu, pemilik tanah kosong harus mendaftarkan hak mereka sesuai dengan semua hukum dan peraturan yang berlaku. Untuk memberikan kepastian hukum kepada pemerintah Indonesia, maka pendaftaran tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan pemerintah, sesuai dengan ayat (1) pasal 19 UUPA.

Pemerintah sudah membagikan bermacam pedoman dalam perihal pendaftaran tanah, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP No 24 Tahun 1997), spesialnya: Pendaftaran tanah merupakan sesuatu rangkaian aktivitas yang dicoba dengan pembukuan, pengenalan serta update keterangan-keterangan raga serta hukum. selaku pedoman serta pengaturan paket-paket tanah serta satuan-satuan rumah susun, tercantum dikeluarkannya pesan statment hak kepunyaan atas pembagian tanah sudah menemukan hak-hak istimewa serta kebebasan hak kepunyaan atas satuan rumah susun serta kebebasan-kebebasan tertentu yang mengganggunya.

Untuk melengkapi pendaftaran tanah, aturan dan peraturan tertentu yang secara teknis berkaitan dengan urusan pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran peralihan digunakan. dengan memberikan informasi fisik yang akurat tentang ukuran, lokasi, dan batas-batas properti, yang memungkinkan penentuan undang-undang hak atas tanah tertentu melalui pendaftaran tanah.1

Sesuai dengan pengertian yang diberikan dalam Pasal 1 nomor 1 Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 (selanjutnya disebut Perka BPN), yang menerangkan guna untuk memastikan kepastian, ketertiban, serta perlindungan hukum, tindakan yang diperlukan oleh peraturan perundang-undangan sangat penting. Kecuali itu, peraturan perundang-undangan dan pihak-pihak yang berkepentingan melakukan tindakan sungguh-sungguh yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) untuk menjamin hak dan kewajibannya demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. individu yang terlibat, serta masyarakat secara keseluruhan.

Berdasarkan beberapa definisi yang berkaitan dengan PPAT, dapat diketahui bahwa fungsi PPAT adalah untuk menjamin kebenaran substantif dan formal yang tepat dalam setiap tindakan pengalihan hak atas tanah dan bangunan, serta berperan dalam memverifikasi tanggung-jawab para-pihak yang perlu dipenuhi terkait pengalihan hak. Perbuatan asli yang menjadi tanggung jawab PPAT hanya menyalin ataupun mencantumkan tindakan hukum yang dilakukan oleh pihak atau orang yang terlibat dalam perbuatan tersebut. Sejak berlakunya PP No. 24 Tahun 1997, penjualan pula perlu dijalani oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertanggung jawab berlandaskan negosiasi tersebut. Dengan melakukan jual beli di depan PPAT maka terpenuhi syarat-syarat yang jelas.2 Untuk membikin akta jual beli sebidang tanah, pihak yang mengalihkan hak harus memenuhi syarat-syarat sebagai pihak yang mengalihkan hak, dan pihak yang menerima hak wajib memenuhi syarat-syarat sebagai pihak yang menerima hak. Selain itu, akta harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.

Dengan terdapatnya pedoman ini, pastinya hendak terjalin perubahan- perubahan mengenai tata cara pendaftaran tanah, tata cara pembebasan wilayah, dan juga tugas serta kewajiban PPAT dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum pendaftaran tanah. Umumnya, penduduk Indonesia sesungguhnya tidak seluruhnya menguasai apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah dan tugas serta kewajiban PPAT dalam pendaftaran tanah. Berbagai perkara hukum seputar pendaftaran tanah dengan partisipasi PPAT menunjukkan hal tersebut.

Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis, masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apa peran PPAT dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah? dan 2) Apa tanggung jawab PPAT dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah ? Berdasarkan hal tersebut, tujuan pembuatan dokumen ini adalah untuk memahami fungsi dan tanggung jawab PPAT dalam sistem pendaftaran tanah.

Artikel ini merupakan artikel ilmiah yang asli atau berbeda dengan karya ilmiah sebelumnya. Adapun karya ilmiah yang berkaitan dengan karya ilmiah penulis yaitu karya ilmiah: (1) Yovita Christian Assikin3 Tahun 2019, dengan judul “Kewajiban pejabat yang melakukan akad jual beli sehubungan dengan batalnya akad jual beli, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, rumusan masalahnya adalah apa akibat hukum dari batalnya akad jual beli tersebut. karena mengandung cacat hukum sehubungan dengan pihak-pihak yang tercantum di dalamnya? dan apa tanggung jawab petugas pendaftaran tanah yang kontrak jual belinya dibatalkan karena mengandung cacat hukum ditinjau dari ketentuan petugas pendaftaran tanah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku?; (2) Aprilia, Annisa Putri dan Ratna, Edith4 dengan judul “Kekuasaan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Jual Beli Hak Atas Tanah Di Semarang”, rumusan masalahnya,

bagaimana peran PPAT dalam memberikan kepastian hukum dalam jual beli tanah? ; (3) Stanty, Ahmad Hisni5dengan judul : “Akibat Hukum Akta Jual Beli Tanah Dihadapan PPAT Yang Tidak Dilakukan Sesuai Tata Cara Pembuatan Akta PPAT Dengan Menelaah Akta Jual Beli Yang Dilakukan di Depan Sertifikat Tanah pejabat penerbit, tetapi tidak dilakukan dengan baik sesuai prosedur yang benar”?

Ringkasan di atas membuktikan bahwa ada perbedaan antara publikasi penulis ini dan penulis lain dalam hal artikel atau penelitian mereka. Fakta bahwa studi ini berkonsentrasi pada pembahasan dan analisis tugas dan tanggung jawab PPAT dalam menyelenggarakan sistem pendaftaran tanah membedakannya dari studi para sarjana lainnya.

  • 2.    Metode Penelitian

Dengan mengevaluasi fungsi PPAT dalam Penyelenggaraan Sistem Pendaftaran Tanah, tulisan ini menggunakan metodologi penelitian hukum normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki, kajian normatif adalah metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi aturan hukum, doktrin hukum, atau prinsip hukum untuk menjawab pertanyaan atau tantangan hukum tertentu.6 Metode pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan serta pendekatan konseptual. Riset ini menggunakan bahan hukum primer antara lain UUPA, PP No. 24/ 1997 serta Permen ATR/ BPN No. 5/ 2017, bahan hukum sekunder yakni journal hukum serta bahan hokum tersier ialah bahan yang didapat bersumber dari internet. Dengam teknik deskriptif kualitatif bahan hukum dikumpulkan kemudian dilakukan analisis, dan diinterpretasikan.7

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Peran PPAT dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah

Tata cara pendaftaran tanah dilakukan dengan mengacu pada PP No. 24 Tahun 1997.8 Informasi pendaftaran tanah yang diberikan kepada Kantor Pertanahan dalam administrasi pertanahan harus sesuai dengan keadaan tanah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun secara hukum. Fungsi PPAT sangat penting dalam penulisan berkas hukum ini, terutama dalam penulisan koreksi terhadap dokumen yang telah ditulis sebelumnya. PPAT sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk melaksanakan perbuatan peralihan hak atas tanah, akta pengalihan hak, dan kuasa untuk membebankan hak tanggungan, juga diminta untuk membantu para kepala kantor pertanahan di seluruh tanah air dalam memberantas pendaftaran tanah melalui surat jaminan. sebagai bukti bahwa pemindahan dari penjara telah terjadi. hak positif

atas tanah dan/atau bangunan sehingga dapat digunakan sebagai bukti pendaftaran tanah.

Sebagai pejabat umum, PPAT melakukan tindakan yang dianggap sebagai perbuatan asli, yaitu tindakan yang membuktikan adanya tindakan hukum tertentu yang menghasilkan peralihan hak atas tanah dan properti.9 PPAT bertindak sebagai warga negara dan memiliki otoritas untuk melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah, sesuai dengan peraturan yang berlaku. PPAT juga harus membantu kliennya jika mereka dikehendaki mengalihkan hak atas tanah, dengan tidak menyimpang dari kedudukannya sebagai PPAT.

Hukum dan ketertiban menjamin jaminan, permintaan dan asuransi yang sah dalam pandangan kebenaran dan keadilan.10 Ketertiban, kepastian, dan perlindungan hukum memerlukan penerapan hukum dalam kehidupan masyarakat. Untuk mencapai hal ini, diperlukan bukti yang jelas menunjukkan hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum masyarakat. Perbuatan hukum konkrit yang dilakukan di PPAT menjadi bukti bagi pihak-pihak bahwa telah dilakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun. Perbuatan hukum ini akan digunakan sebagai dasar untuk mencatat perubahan dalam data pendaftaran tanah yang disebabkan oleh tindakan hukum yang telah ditetapkan.

Mengenai penghukuman hak atas tanah dan bangunan, setiap pengadaan kebebasan karena kegiatan yang sah harus diselesaikan dengan akta pertama. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang memperoleh hak sehingga mereka dapat mempertahankan haknya dari tindakan hukum pihak manapun. Tanpa akta pertama, pengadaan kebebasan ini tidak dianggap sah, bahkan hak istimewa atas tanah dan bangunan tetap ada pada individu yang memindahkan kebebasan ini. Akta asli yang dibuat pada waktu diperolehnya hak itu merupakan bukti yang kuat bahwa hak atas tanah dan bangunan itu telah beralih demi hukum kepada pihak yang dinyatakan menerima hak, melindungi pihak yang memperoleh hak.

  • 3.1.1.    Letak pejabat pembuat akta tanah dalam hukum positif di Indonesia

Mengingat pentingnya fungsi PPAT, maka perlu adanya ketentuan tersendiri yang mengatur tentang PPAT. Berdasarkan ketentuan ayat 1 Pasal 1 Keputusan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Undang-Undang Pertanahan, disebutkan: ”Pejabat pembuat undang-undang tanah tindakan, pejabat publik berwenang untuk membuat tindakan nyata sehubungan dengan undang-undang tertentu yang berkaitan dengan hak atas tanah atau hak atas rumah susun.”

Secara rinci, kerangka hukum yang mengatur tata kerja pejabat di bidang surat tanah (PPAT) tertuang dalam:

  • a.    Menurut ayat 24 psl 1 PP Nomor 24 Tahun 1997, “Pejabat pemerintah yang berwenang melakukan tindakan tertentu di bidang pertanahan adalah pejabat yang menerbitkan sertifikat tanah, selanjutnya disebut PPAT.”

  • b.    Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pedoman Tempat Pembuatan Akta Daerah, Pasal 1 Ayat 1, menyatakan: “tindakan-tindakan yang berkenaan dengan hak untuk memiliki rumah susun atau tanah”.

  • c.    Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 tentang “Pengaturan Pelaksanaan Pengumuman Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Pengaturan Tempat Wewenang Pembuatan Akta Daerah menyebutkan: satuan rumah”.

  • 3.1.2.    Tugas dan kewajiban pejabat pada dokumen tanah selama pendaftaran tanah

Untuk memenuhi kewajiban membuat akta yang dapat dipercaya untuk kegiatan-kegiatan yang sah menurut hukum yang penting bagi pelaksanaan pendaftaran tanah, PPAT harus memenuhi perikatan-perikatan yang harus dipenuhi dalam membuat akta pembatasan, khususnya sebelum membuat akta yang sah. PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa atau memverifikasi sertifikat tanah dan catatan lainnya di kantor Badan Pertanahan Nasional lokal, dan memberikan penjelasan tentang tujuan dan fungsinya.11 Adapun tanggung jawab PPAT adalah:

  • 1)    Membantu badan hukum dalam mengajukan permohonan izin pengalihan dan permintaan konfirmasi konversi dan pendaftaran hak atas tanah.

  • 2)    Menyusun tindakan atas tindakan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah dan hak hipotek (pembelian dan penjualan, pertukaran, dll.).12

Adapun kewenangan PPAT adalah:

  • 1)    Membuat akta otentik untuk segala tindakan hukum yang berkaitan dengan: a. Jual beli; b. Menukar; c. Menganugerahkan; d. Mendaftar sebagai perusahaan (inbreng); e. Hak umum; f. Memberikan HGB atau hak pakai atas tanah yang ada di properti; g. Memberikan hak tanggungan; dan h. Menerbitkan surat kuasa yang memberikan hak hipotek.

  • 2)    PPAT dapat mengajukan tuntutan-tuntutan sehubungan dengan hak istimewa tanah (termasuk namun tidak terbatas pada hak pakai hasil dan tanah yang dipergunakan untuk hak milik standar) atau hak atas tanah yang karena kecenderungannya dapat dipindahkan atau diganggu hak istimewa kontraknya, atau membuat kuasa hukum atas beban tersebut. bangsal kebebasan.

  • 3)    PPAT hanya berwenang bertindak sehubungan dengan perbuatan hukum yang secara khusus disebutkan dalam penugasan.13

Tugas PPAT sesuai Pasal 45 Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:”

  • 1)    Menghormati Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  • 2)    Setelah dilantik dan bersumpah sebagai PPAT.

  • 3)    Selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya, menyampaikan laporan bulanan tentang tindakan yang dilakukannya kepada Kepala Badan Pertanahan, Kepala Pemerintah Daerah dan Kepala Dinas Pajak Pertanahan dan Bangunan setempat.

  • 4)    Kirim protokol PPAT mengenai hal-hal berikut:

  • a.    PPAT yang mengundurkan diri dari jabatannya, mewakilinya pada PPAT lain di tempat kerjanya atau Kepala Kantor Pertanahan.

  • b.    PPAT sementara yang berhenti menjadi PPAT sementara, PPAT sementara yang menggantikannya, atau Kepala Kantor Pertanahan.

  • c.    PPAT Khusus yang berhenti menjadi PPAT Khusus, PPAT Khusus yang menggantikannya, atau Kepala Kantor Pertanahan.

  • d.    Membebaskan uang untuk layanan kepada orang-orang yang tidak dapat membuktikannya secara hukum.

  • 5)    Membuka kantor setiap hari kerja (kecuali hari libur bank atau hari libur resmi), dengan jam kerja sekurang-kurangnya sama dengan kantor pertanahan lokal.

  • 6)    Kantor hanya di 1 (satu)berkantor di wilayah kerjanya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pengangkatan PPAT.

  • 7)    Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengucapan sumpah, menyerahkan alamat kantor, tanda tangan, paraf, cap atau cap jabatan kepada kepala kantor wilayah, bupati/walikota, ketua pengadilan negeri, dan kepala kantor pertanahan yang wilayah kerjanya termasuk wilayah kerja PPAT yang bersangkutan.

  • 8)    Lakukan posisi dalam kondisi nyata setelah mengambil sumpah.

  • 9)    Memasang tanda dan menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditentukan oleh Kepala Badan.”

Dalam pendaftaran tanah, PPAT memegang peranan penting mengingat PPAT merupakan pejabat administrasi yang ditunjuk untuk melayani masyarakat secara umum dalam pertukaran. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997, setiap pertukaran dan pembebanan hak istimewa atas tanah harus didaftarkan dalam hal ditegaskan dengan peraturan pendaftaran tanah. Oleh karena itu tugas PPAT sangatlah penting, mengingat tanpa adanya PPAT dapat dirasakan tidak adanya bukti kegiatan dalam suatu masalah atau perdebatan.

Pekerjaan PPAT juga dapat memberikan perluasan sumber pendapatan negara dari daerah pengeluaran, dengan pekerjaan yang sangat besar bagi PPAT yaitu diserahi tugas mengurusi tugas pribadi (PPh) yang dibayar atas upah yang timbul dari pertukaran hak atas tanah yang tiada habisnya. dan pengembangan. mengenakan pajak atas perolehan hak sebelum melakukan tindakan dan memperhatikan peran penting PPAT dalam penyediaan pelayanan publik dan

perluasan sumber penerimaan negara, yang selanjutnya akan menjadi motor penggerak perluasan pembangunan nasional.14

Uraian tentang peran PPAT di atas diharapkan dapat sangat membantu, khususnya bagi masyarakat umum yang sama sekali tidak mengerti tentang PPAT, dan bagi pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kearifan bagi masyarakat yang belum memahaminya. peran PPAT. PPAT sering melakukan briefing, klarifikasi melalui Kantor Pertanahan sehingga hal tersebut dapat tercapai. Tujuan dari tugas pemerintah adalah agar masyarakat tidak lagi bersengketa, bersengketa atas permasalahan yang dihadapi (jual beli tanah dan lain-lain).

  • 3.2. Kewajiban PPAT Dalam Melaksanakan Pendaftaran Tanah

PPAT seringkali harus memilih antara mematuhi ketentuan hukum atau menggunakan kebijakan karena banyak persoalan yang tidak tercakup dalam ketentuan hukum. Secara sosiologis, PPAT tidak hanya berperan sebagai pegawai negeri yang dilindungi undang-undang, tetapi juga sebagai manusia yang hidup bermasyarakat dan wajib memperhatikan kepentingan masyarakat. PPAT tidak hanya tentang nilai dan norma; tindakannya juga terkait dengan masalah praktis kehidupan sosial.15

Sebagai pejabat publik, PPAT harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan sesuai dengan jabatannya dengan sebaik-baiknya. Ia harus melayani kepentingan orang yang meminta jasanya dengan menegakkan hukum, memelihara ketertiban umum, berbahasa Indonesia yang baik, dan ikut serta dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang hukum.

PPAT bertanggung jawab atas surat-surat yang digunakan untuk melakukan perbuatan hukum kekuatan, membuktikan bahwa surat-surat itu memenuhi jaminan kepastian yang harus diperhatikan dalam surat aslinya dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan PPAT bertanggung jawab untuk memenuhi unsur-unsur kompetensi dan otoritas orang yang terlibat dalam kasus tersebut. Apabila PPAT dapat menjawab pertanyaan apakah keterampilan dan kewenangan tersebut telah terpenuhi, namun Kantor Pertanahan tetap mensyaratkan persyaratan yang terkait dengan pelaksanaan keterampilan dan kewenangan tersebut, maka Kantor Pertanahan juga akan bertanggung jawab, atau paling tidak menangani masalah-masalah tersebut. yang seharusnya menjadi tanggung jawab PPAT.

PPAT harus bertindak secara profesional. Perilaku profesional ini ditujukan untuk:

  • 1) Pertama, perilaku profesional harus dikaitkan dengan kompetensi yang

didukung oleh pengetahuan dan pengalaman yang tinggi.

  • 2) Kedua,  dia harus memiliki  integritas moral saat  melakukan  tugas

profesionalnya. Semua pertimbangan moral harus mendasari pekerjaannya.

Meskipun ia menerima imbalan yang tinggi atas jasanya, hal-hal yang bertentangan dengan kebaikan harus dihindari. Dalam melaksanakan tugas profesi tersebut, pertimbangan moral harus sesuai dengan prinsip-prinsip agama, kemasyarakatan, dan kesopanan yang berlaku.

  • 3)    Ketiga, Anda harus jujur tidak hanya dengan pihak kedua atau ketiga, tetapi juga dengan diri Anda sendiri.

  • 4)    Keempat, meskipun pengalaman nyata PPAT dapat dijadikan sebagai upaya untuk mencari uang, namun tidak boleh hanya berpedoman pada pertimbangan uang dalam menjalankan tugas profesionalnya. Jika seseorang mengharapkan bantuan darinya dan tidak dapat membayarnya karena ketidakmampuannya, maka ia harus memberikan jasanya secara gratis sebagai bukti profesionalismenya. PPAT tidak boleh diskriminatif, artinya tidak boleh membedakan orang yang mampu dengan orang yang tidak mampu.

  • 5)    Kelima, PPAT harus mematuhi standar profesional. Sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan tugas profesi karena Kode Etik Profesi mengatur perilaku yang harus dimiliki oleh PPAT. Selain itu, PPAT yang menjalankan tugas hukumnya dengan sebaik-baiknya harus menguasai bahasa Indonesia, sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia.

  • 3.2.1.    Proses Pendaftaran Tanah Dalam Hukum Positif

Pendaftaran tanah sebagai bagian dari agraria termasuk dalam UUPA; Pasal 19 UUPA mengatur pendaftaran tanah. Anggaran Rumah Tangga seperti “No” 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997 menentukan bahwa pedoman ini memberikan kepastian hukum kepada pemilik tanah. Pendaftaran tanah diadakan untuk menjawab persoalan-persoalan daerah setempat dan penguasa umum, serta untuk memberikan kepastian yang sah. Dengan PP No. 10 Tahun 1961 dibentuklah pokok-pokok pertanahan di Indonesia. Disempurnakan dengan PP No. UU 24 Tahun 1997.16

Sejak UU No. 10 Tahun 1961 dan UU No. 24 Tahun 1997 diubah, peraturan yang mengatur UUPA telah diperbarui. Penyempurnaan tersebut mencakup berbagai hal yang tidak jelas dalam undang-undang lama (PP No. 10 Tahun 1961), termasuk definisi, tujuan, dan alasan pendaftaran tanah. Selain memberikan jaminan hukum, penyempurnaan ini juga mencakup pengumpulan dan penyebaran informasi menyeluruh tentang data hukum dan fisik yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan.17

Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 mengatur tujuan dari proses pendaftaran tanah sebagai peraturan pelaksanaan UUPA, demikian disampaikan dalam keterangannya:

  • a.    Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemilik hak tanah, rumah susun, dan hak terdaftar lainnya sehingga mereka dapat dengan mudah membuktikan bahwa mereka adalah pemilik hak tersebut;

  • b.    Memberikan informasi kepada pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, agar dapat dengan mudah memperoleh informasi yang diperlukan untuk membuat undang-undang tentang tanah terdaftar dan bangunan rumah susun untuk menjaga tertib administrasi pertanahan.

Keputusan Pemerintah no. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 memperluas cakupan pendaftaran tanah dengan memasukkan hak selain hak atas tanah. Keputusan Pemerintah no. No. 24 Tahun 1997 mendefinisikan tempat-tempat pendaftaran tanah, antara lain:

  • a.    bidang tanah yang dimiliki dengan hak milik, hak pakai, hak pakai bangunan dan hak pakai;

  • b.    hak pengelolaan tanah;

  • c.    tanah wakaf;

  • d.    Kepemilikan apartemen;

  • e.    hukum hipotek;

  • f.    Tanah negara

Selain itu, pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 menetapkan asas pendaftaran tanah: “Pendaftaran tanah diselenggarakan atas asas kesederhanaan, keterandalan, keterjangkauan, relevansi, dan keterbukaan”. Dalam Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997, Urip Santoso menjelaskan, yaitu:”

  • 1)    Asas Kesederhanaan, yang dimaksudkan agar ketentuan dasar dan prosedurnya mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pemegang hak atas tanah.

  • 2)    Asas Jaminan, yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat agar hasilnya dapat menjamin kepastian hukum sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

  • 3)    Asas Aksesibilitas, yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa pendaftaran tanah dapat diakses secara Semua orang yang membutuhkan harus dapat mengakses layanan yang ditawarkan oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah.

  • 4)    Konsep kontemporer menunjukkan kelengkapan yang cukup dalam pelaksanaannya dan konsistensi dalam pemeliharaan data. Data saat ini harus menunjukkan keadaan. Setelah itu, ada kewajiban untuk mencatat dan mendaftar semua perubahan yang terjadi. Menurut prinsip ini, data pendaftaran tanah harus diperbarui secara konsisten dan terus menerus untuk memastikan bahwa informasi yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan.

  • 5)    Asas Keterbukaan: prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat umum dapat mengetahui atau mendapatkan informasi tentang data fisik dan hukum yang tersedia di kantor pertanahan kabupaten/kota setiap saat.18

Secara umum, proses pendaftaran tanah terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: 1) Pengumpulan dan pemrosesan data fisik; 2) Pemeriksaan hak dan akuntansi; 3)

Penerbitan sertifikat; 4) Pengiriman data fisik dan data hukum; 5) Penyimpanan daftar umum dan dokumen pendaftaran tanah primer; serta pendaftaran perubahan dan pembebanan hak; dan 6) Pendaftaran perubahan data pendaftaran lainnya dari bidang tanah untuk menjaga data pendaftaran tanah yang berkaitan dengan tanah.19

Dokumen hukum yang berkaitan dengan pertanahan harus ditulis, lengkap, jelas, dan diterapkan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan yang berlaku untuk memperoleh kepastian hukum. Ini dilakukan melalui proses pendaftaran tanah. Salah satu cara terbaik untuk memverifikasi hak atas tanah adalah dengan mengeluarkan sertifikat sebagai bagian dari proses pendaftaran tanah. Sebagai hasil dari proses pendaftaran tanah, akta tanah adalah dokumen tertulis yang mengandung keterangan hukum dan fisik tentang tanah yang bersangkutan. Jika ada pihak lain yang memiliki hak atas tanah tersebut, mereka dapat mempergunakannya sebagai agunan atau menyimpannya sebagai penunjuk jalan.

  • 3.2.2.    Kewajiban pejabat melakukan perbuatan di bidang tanah dalam proses pendaftaran tanah

Tanggung jawab PPAT berubah dari sistem publikasi negatif menjadi tanggung jawab untuk mengevaluasi dokumen, PPAT harus saling bertanggung jawab:

“a. Membuat akta yang menjadi dasar hukum pendaftaran peralihan hak atau hipotek.

  • b.    PPAT bertanggung jawab untuk memenuhi kemampuan dan kekuatan para terdakwa dalam berperkara dan memastikan sahnya hak-hak mereka sesuai dengan data dan informasi yang diberikan atau disampaikan kepada para terdakwa.

  • c.    PPAT bertanggung jawab atas surat-surat yang digunakan sebagai dasar untuk menegakkan Tindak Kekerasan dan bukti-bukti tersebut memenuhi jaminan kredibilitasnya, yang harus dibuktikan dengan dokumen asli dan dibuktikan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

  • d.    PPAT bertanggung jawab untuk memvalidasi klaim berdasarkan

informasi yang diberikan oleh pemberi pernyataan,  memastikan

keandalan catatan, dan memastikan bahwa tindakannya sesuai dengan prosedurnya.20

Menurut Hans Kelsen, bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas tindakan tertentu atau bahwa ia bertanggung jawab secara hukum atas tindakan tertentu paling dekat dengan gagasan kewajiban hukum. Untuk menjelaskan hubungan antara kewajiban PPAT dengan kuasa mengadakan perjanjian jual beli, diperlukan teori pertanggungjawaban hukum. Kekuasaan untuk mengadakan suatu perjanjian jual beli meliputi pembuatan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum kepada para pihak.

PPAT harus dituntut sesuai dengan kewenangannya apabila suatu perbuatan nyata dilakukan secara sembarangan, membahayakan masyarakat atau menimbulkan kerugian baik disengaja maupun tidak disengaja dan merugikan atau mengandung unsur-unsur tindak pidana. Konsep ini menunjukkan bahwa ada kompromi antara kebutuhan masyarakat hukum akan kepastian hukum dan hukum yang hidup dengan hukum tertulis. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan dan pengarahan hukum.

Sesuai Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006, pelanggaran berat yang dilakukan oleh PPAT dapat menimbulkan alasan yang memalukan atas keadaannya oleh Pimpinan Badan Pertanahan Nasional Indonesia. Pasal 62 PP No. 24 Tahun 1997 Selain itu, Pasal mengatur tugas administratif,21 yaitu: Sebelum diberhentikan dari jabatannya sebagai PPAT, PPAT yang tidak mematuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 38, 39, dan 40, serta petunjuk dan peraturan yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. KPS bertanggung jawab atas kesalahan, kekeliruan, atau kecerobohan dalam perencanaan kesepakatan dan kontrak pembelian yang menyimpang dari prasyarat formal dan material untuk strategi pemberian KPS, meskipun hal itu sangat bergantung pada otorisasi peraturan.

  • 4. Kesimpulan

Menurut PP Nomor. 24 Tahun 1997, peralihan serta pembebanan hak atas tanah cuma sanggup didaftarkan apabila dikukuhkan dengan akta PPAT, yang menggambarkan peranan PPAT dalam pendaftaran tanah di Indonesia. Oleh karena itu, peran PPAT sangat penting, karena tanpa itu, masalah atau sengketa dapat dianggap tidak ada bukti perbuatannya. Tanggung jawab PPAT dalam pendaftaran tanah di Indonesia terbatas pada isi surat dan harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini PPAT hanya bertanggung jawab terhadap peraturan pemerintah. Salah satu pihak dapat dikenakan sanksi jika kalah, tergantung bukti di pengadilan. KPBU bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian dalam penyusunan kontrak penjualan yang menyimpang dari persyaratan formal dan esensial untuk tata cara penerbitan KPBU.

References

Buku:

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak

Publisher).

Arba, M. (2021). Hukum Agraria Indonesia. Sinar Grafika. h. 11.

ND, M. F., & Achmad, Y. (2017). Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Cetakan ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurlinda, I. (2016). Telaah atas materi muatan rancangan undang-undang pertanahan. Jurnal Bina Mulia Hukum, 1(1), 1-13.

Santoso, U. (2019). Pendaftaran dan peralihan hak atas tanah. Prenada Media.

Santoso, U. (2017). Hukum Agraria: Kajian Komprehenshif. Prenada Media., h. 174.

Syarief, E. (2021). Praktik Peradilan Perdata: Teknis dan Kiat Menangani Perkara di Pengadilan. Sinar Grafika (Bumi Aksara).

Journal:

Aprilia, A. P., & Ratna, E. (2022). Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Jual Beli Hak Atas Tanah Di Kota Semarang. Notarius, 15(1), 174-190. https://doi.org/10.14710/nts.v15i1.46033.

Assikin, Y. C., Abubakar, L., & Lubis, N. A. (2019). Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Berkaitan Dengan Dibatalkan Akta Jual Beli Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku. Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 3(1), 80-97. https://doi.org/10.24198/acta.v3i1.266.

Badu, S. A. (2017). Tugas dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia. Lex Administratum, 5(6).

Dananjaya, N. S. (2016). Pembatalan Sertipikat Hak Milik dan Akibat Hukumnya Terhadap Akta Jual Beli. Jurnal Bina Mulia Hukum, 1(1), 62-72.

Istanti, I., & Khisni, A. (2017). Akibat Hukum Dari Akta Jual Beli Tanah Dihadapan Ppat Yang Dibuat Tidak Sesuai Dengan Prosedur Pembuatan Akta Ppat. Jurnal Akta, 4(2), 271-282. https://doi.org/10.30659/akta.v4i2.1797.

Kaunang, M. C. (2016). Proses Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Lex Crimen, 5(4).

Kurniawan, I. W. A., & Arya, W. (2018). Tanggung Jawab Notaris Atas Akta yang Tidak Dibacakan Dihadapan Para Penghadap. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3). https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p08.

Novalianasari, H., Madjid, A., & Soekesi, T. S. (2020). Makna Frasa Pelanggaran Berat pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Perspektif Hukum Pidana. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 5(2), 271-279. http://dx.doi.org/10.17977/um019v5i2p271-279.

Prakoso, B. (2021). Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Sebagai Dasar Perubahan Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah. Journal of Private and Economic Law, 1(1), 63-82. https://doi.org/10.19184/jpel.v1i1.23859.

Rasda, D., Rahman, M. S., & Tijjang, B. (2021). Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah. Jurnal Litigasi Amsir, 9(1), 34-40.

Solina, E., Efritadewi, A., Sari, R. K., & Widiyani, H. (2019). Kebijakan Badan

Pertanahan Nasional Kota Tanjungpinang Dalam Mengeluarkan Sertifikat Hak Kepemilikan Terhadap Permukiman Di Atas Air. Jurnal Selat, 7(1), 19-37.

Sugeng, M. I. (2020). Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Gowa. Jurnal Yustisiabel, 4(2), 184-197.

https://doi.org/10.32529/yustisiabel.v4i2.738.

Sulistyaningsih, R. (2021). Reforma Agraria di Indonesia. Perspektif, 26(1), 57-64.

https://doi.org/10.30742/perspektif.v26i1.753.

Widianugraha, P. (2019). Tinjauan normatif pendaftaran tanah sistematis lengkap dikaitkan pembentukan aturan peraturan perundang-undangan. Jurnal Bina Mulia Hukum, 3(2), 208-223. https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.17.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 tahun 1960, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2016)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 tahun 1998 tentang Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1998)

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 612)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

400