Vol. 8 No. 02 Agustus 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Fungsi Majelis Kehormatan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Yang Tersangkut Kasus Pidana

Alvendo Maulana Malik Harseptian 1, Made Cinthya Puspita Shara 2

  • 1    Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

  • 2    Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

    Info Artikel

    Masuk : 30 Juli 2023

    Diterima : 25 Agustus 2023

    Terbit : 28 Agustus 2023

    Keywords:

    Notary Honorary Council, Legal Protection, Notary.


    Kata Kunci:

    Majelis Kehormatan Notaris, Perlindungan Hukum, Notaris.

    Corresponding Author:

    Alvendo Maulana Malik

    Harseptian, E-mail: [email protected]

    DOI :

    10.24843/

    AC.2023.v08.i02.p11


Abstract

  • 1.    Pendahuluan

Notaris merupakan pejabat umum yang diberi tugas dan kewenangan oleh negara untuk membuat akta-akta otentik serta kewenangan lain sebagaimana dimaksud peraturan perundang-undangan. Penyebutan Notaris sebagai pejabat umum, berkaitan erat dengan terminologi tentang akta otentik dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN), yang menentukan bahwa akta otentik sebagai alat bukti terkuat terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat yang mampu mewujudkan prinsip Negara Indonesia adalah negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.

Demikian pula dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN-P) menentukan: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Notaris merupakan jabatan yang diemban oleh seseorang dengan sebutan Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik dan sesuai dengan norma hukum yang terkandung dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menentukan: Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya.

Pentingnya peranan Notaris dalam memberi pelayanan hukum bagi masyarakat serta kedudukan hukum aktanya dalam lalu lintas hukum masyarakat Indonesia, menjadikan jabatan Notaris sebagai salah satu jabatan yang sangat mulia dikarenakan sangat kuat hubungannya dengan rasa kemanusiaan. Akta yang telah dibuat oleh Notaris maupun dihadapan Notaris merupakan salah satu bukti otentik yang sangat sempurna, dalam akta ini tentunya terkandung segala sesuatu yang berkaitan dari masing-masing pihak yang membuat akta dengan segala akibat yang harus dipertanggungjawabkan.1 Karena akta yang dibuatnya harus mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Agar tercapai hakekat pelaksanaan jabatan Notaris seperti itu, haruslah diselenggarakan oleh seseorang yang mempunyai rasa kebenaran dan keadilan yang tinggi sehingga dalam pelayanan atau pelaksanaan jabatannya dapat menjaga harkat kemanusiaan seseorang, yaitu memperlakukan adil sebagai pihak-pihak dalam akta yang dibuatnya.

Namun demikian, dalam praktek tidak jarang terjadi persoalan-persoalan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris. Seperti adanya gugatan terhadap Notaris, mulai dari gugatan terhadap keotentikan akta yang dibuatnya atas dalil bahwa aktanya tidak mengandung kebenaran menurut dokumen dan keterangan yang

diberi oleh pihak-pihak, serta proses pembuatannya tidak sesuai dengan UUJN/UUJN-P. Kemudian adanya gugatan pidana kepada Notaris atas dalil turut serta melakukan tindak pidana, membuat akta palsu atau memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan lainya sebagai tindak pidana sampai adanya Notaris menjadi terpidana.

Dilihat juga dalam berita terdapat beberapa notaris yang terjerat kasus hukum, dimana kasus-kasus tersebut diantaranya melakukan pelanggaran atas kewenangan yang diberikan, tidak dilaksanakannya kewajiban pada kode etik yang dimiliki oleh notaris itu sendiri. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya banyak kasus notaris dikaitkan dengan menjadi saksi, diduga maupun akhirnya sebagai tersangka. Selain itu dilihat dalam berita-berita dalam internet maupun terdapat dalam surat berita mengenai kenakalan maupun kekhilafan notaris menambah daftar buruk notaris di mata masyarakat. Bukan hanya sebagai saksi namun sering kali kita lihat notaris juga terlibat dengan perkara hukum menjadi tersangka.2 Hal ini difaktori dengan adanya produk hukum yang cacat atau tidak sesuai dalam peristiwa atau perbuatan hukum tersebut. Sehingga hal tersebut menjadi sebuah masalah bagi pihak-pihak maupun pihak ketiga yang dirugikan atau dicurangi dengan adanya produk hukum yang dibuat oleh notaris tersebut.

Dari deskripsi di atas diperoleh gambaran bahwa manakala terjadi persoalan-persoalan hukum dalam pelaksanaan jabatan Notaris berikut aktanya selalu melibatkan kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (selanjutnya disebut MKNW) di wilayah kerja Notaris, berupa persetujuan dari lembaga tersebut untuk memberi atau menolak permohonan Penyelidik (Kepolisian) maupun Penyidik (Jaksa) dan Pengadilan dalam hal akan dilakukan pemeriksaan (penyelidikan/penyidikan dan persidangan) terhadap Notaris. Keberadaan dan kewenangan MKNW seperti itu, berdasarkan pada Pasal 66 Ayat (1) UUJN-P. yang menentukan bahwa: Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

Selanjutnya ketentuan tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Tugas dan Fungsi, Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, dan Anggaran Majelis Kehormatan Notaris (selanjutnya disebut Permenkumham Nomor 17 Tahun 2021) Pasal 1 Angka 1 menentukan bahwa: Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, MKNW merupakan lembaga yang diberi tugas dan wewenang melakukan pembinaan kepada Notaris, memberi persetujuan maupun menolak permohonan penyidik, penuntut umum, ataupun hakim dalam rangka memeriksa Notaris dan dalam hal menyita/mengambil Minuta Akta maupun surat atau dokumen yang berkaitan dengan Minuta Akta sesuai dengan Undang-Undang maupun peraturan Menteri. Dalam hal ini apabila telah terjadi kriminalisasi terhadap jabatan Notaris, Notaris tidak dapat seenaknya dipanggil kedalam proses peradilan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim, karena semuanya itu harus melalui persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (selanjutnya disebut MKN).3

Lebih lanjut tentang keterkaitan antara wewenang MKNW dalam memberi atau menolak pemeriksaan Notaris maupun penyitaan Minuta Akta dalam penelitian ini adalah terkait tugas dan fungsi notaris sebagai pejabat publik, terutama dalam hal jika ada permintaan dari penyidik, baik untuk memperoleh persetujuan pemanggilan terhadap diri notaris maupun persetujuan dalam permintaan fotokopi minuta akta guna proses penyidikan. Untuk itu dalam proses pemeriksaan pada MKNW diharapkan dapat diperoleh hasil pemeriksaan yang mencerminkan adanya perlindungan hukum yang sesuai untuk semua pihak.4

Terkait mengenai Permenkumham Nomor 17 Tahun 2021, terdapat Pasal 1 Angka 1 diketahui bahwa MKN adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris. Dalam Pasal ini diartikan MKN melakukan pembinaan kepada Notaris bukan terhadap Jabatan Notaris yang dimana Pasal ini menimbulkan multi tafsir bagi aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan hakim bahwa MKN melindungi Notaris bukan melindungi jabatannya. Pada saat Notaris dianggap melakukan pelanggaran, sehingga dapat dipanggil untuk dimintai keterangan setiap saat atau diminta untuk menyerahkan fotocopy minuta akta yang dibuat oleh atau dihadapkannya kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk keperluan proses peradilan tanpa melewati proses penyaringan. Namun, hal ini tidak bisa ditarik dan diartikan bahwa pemberian keterangan maupun penyerahan fotocopy minuta kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim tersebut diasumsikan bahwa notaris yang bersangkutan bersalah. Pada penerapannya sangat jelas MKN bukan sebagai pembela Notaris.

Dari paparan masalah diatas maka diangkatlah karya ilmiah Fungsi Majelis Kehormatan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Yang Tersangkut Kasus Pidana. Dengan rincian rumusan masalah yaitu : bagaimana pengaturan fungsi Majelis Kehormatan Notaris dalam memberi perlindungan hukum terhadap Jabatan Notaris? dan bagaimana konsep perlindungan hukum terhadap Jabatan Notaris di masa yang akan datang? Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan fungsi Majelis Kehormatan Notaris

dalam memberi perlindungan hukum terhadap Jabatan Notaris dan konsep perlindungan hukum terhadap Jabatan Notaris di masa yang akan datang.

State of art dalam penelitian ini berasal dari penelitian jurnal yang berjudul Implikasi Yuridis Legalitas Kewenangan (Rechtmatigheid) Majelis Kehormatan Dalam Pembinaan Notaris Sebagai Pejabat Publik oleh I Wayan Parsa. Adapun rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian jurnal tersebut yaitu (1) Bagaimana ruang lingkup kewenangan keberadaan Majelis Pengawas Notaris dan Majelis Pengawas Notaris? dan (2) Bagaimana legalitas kewenangan fungsi Majelis Kehormatan Notaris dalam lembaga notariat?5 Kemudian terdapat pula penelitian jurnal yang mirip dengan judul Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris: Bagaimana Peran dan Fungsi Dewan Kehormatan Notaris oleh Theo Anugrah Pakarti. Adapun rumusan masalahnya : (1) Bagaimana peran dan fungsi Dewan Kehormatan Notaris terhadap pelanggaran kode etik Notaris bagi pengawasan dan pelaksanaan kode etik Notaris? dan (2) Bagaimana efektivitas dalam koordinasi Dewan Kehormatan Notaris sebagai lembaga penegakan kode etik Notaris di seluruh Indonesia?6 Kesimpulan yang diperoleh dalam penulisan artikel jurnal tersebut yaitu fungsi Majelis Kehormatan Notaris dalam memberi perlindungan hukum terhadap jabatan notaris yang bertujuan untuk melindungi marwah jabatan notaris. Membandingkan secara seksama kedua penelitian dari I Wayan Parsa dan Theo Anugrah Pakarti memiliki rumusan masalah serta topik pembahasan yang berbeda dengan tulisan ini.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu dengan menggunakan penelitian hukum yuridis normatif. Didalam penelitian normatif ini lebih memfokuskan mengkaji dari asas-asas hukum, sejarah hukum, sistematika hukum dan perbandingan hukum untuk menjawab permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang diatas. Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Permenkumham Nomor 17 Tahun 2021 terdapat kekaburan norma. Norma kabur yang dimaksud adalah MKN melakukan pembinaan kepada Notaris bukan terhadap Jabatan Notaris yang dimana Pasal ini menimbulkan multi tafsir bagi aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan hakim bahwa MKN melindungi Notaris bukan melindungi jabatannya. Sedangkan jenis pendekatakan yang penulis gunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatatan analisis konsep hukum.7 Pendekatan perundang-undangan, digunakan karena yang penulis teliti adalah aturan hukum yaitu Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Tugas Dan Fungsi, Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, Dan Anggaran Majelis Kehormatan Notaris yang menjadi fokus sentral dalam penelitian ini. Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai

dengan konsep-konsep hukum yang disertai dengan berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya, yang relevan dengan judul yang penulis angkat. Teknik analisis yang digunakan yaitu deskripsi, interprestasi dan argumentasi.8

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Fungsi Majelis Kehormatan Notaris Dalam Memberi Perlindungan Hukum Terhadap Jabatan Notaris

Ikatan Notaris Indonesia (INI) awalnya dibingungkan dengan lembaga bentukan baru dari pemerintah. Lembaga yang dimaksud adalah MKN sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Ayat (1) UUJN-P. Kebingungan para notaris ini cukup beralasan, karena UUJN-P tidak mencantumkan definisi MKN itu sendiri. Lembaga pengawas ini tiba-tiba saja muncul di Pasal 66 Ayat (1) UUJN-P beserta dengan komposisinya. Jika dirunut lembaga MKN tersebut tak lepas dari putusan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi pernah menganulir ketentuan Pasal 66 Ayat (1) UUJN-P tentang frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah. Sementara itu, Pasal tersebut dinilai sangat penting bagi profesi notaris. INI menilai frasa tersebut adalah salah satu filter notaris dari polisi ketika hendak menyita fotocopy minuta akta dan notaris itu sendiri dari kasus-kasus para pihak yang tidak relevan bagi notaris, karena frasa tersebut dihapus, UUJN-P menggantikan kewenangan MPD dengan MKN di Pasal tersebut.

Dibentuknya MKN semakin menambah deretan lembaga pengawasan dan pembinaan di tubuh notaris. Dengan begitu, notaris telah diawasi sebanyak lima lembaga, yaitu Dewan Kehormatan Notaris, Majelis Pengawas Daerah, Wilayah dan Pusat yang terakhir yaitu MKN. Kelima lembaga ini memiliki tugas yang jelas, seperti Dewan Kehormatan yang berfungsi untuk mengawasi notaris di bidang Kode Etik Notaris dan Majelis Pengawas berfungsi untuk mengawasi kepatuhan notaris menjalankan UUJN/UUJN-P. Sedangkan Majelis Kehormatan adalah untuk memberikan persetujuan atau tidak terhadap pemeriksaan yang akan dilakukan penyidik.

Pengertian MKN ditegaskan dalam Pasal 1 Angka 1 Permenkumham Nomor 17 Tahun 2021 yang menentukan MKN adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Dalam Pasal 3 Ayat (1) Permenkumham Nomor 17 Tahun 2021 MKN terdiri atas (a) Majelis Kehormatan Notaris Pusat; dan (b) Majelis Kehormatan Notaris Wilayah. Kemudian pada Ayat (2) Majelis Kehormatan Notaris Pusat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a dibentuk oleh Menteri dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Kemudian Ayat (3) Majelis Kehormatan Notaris Wilayah

sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b dibentuk oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dan berkedudukan di ibukota Provinsi.

Perlindungan hukum merupakan jaminan terhadap kepastian hukum bahwa manusia sebagai subjek hukum berhak memperoleh apa yang menjadi haknya serta melaksanakan apa yang merupakan kewajibannya atau guna memperoleh kepastian terhadap kepentingan yang diakui oleh hukum sehingga dengan adanya perlindungan tersebut manusia sebagai subjek hukum dapat memperoleh pengakuan terhadap martabatnya sebagai manusia.9 Keberadaan jabatan Notaris sebagai salah satu pejabat umum sangat populer dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas di Indonesia. Dalam perkembangannya masyarakat Indonesia dalam melakukan suatu perbuatan, perjanjian ataupun penetapan maka akan lebih memilih untuk menggunakan jasa Notaris karena produk (akta) yang dikeluarkan oleh seorang Notaris merupakan suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik dan dianggap sebagai alat bukti yang sempurna. Notaris dan produk aktanya dapat dimaknai sebagai upaya Negara untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi anggota masyarakat.10 Oleh karena itu kehadiran dari Notaris sangat dibutuhkan hingga saat ini.

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia yang merupakan satu-satunya wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Notaris. Dalam melaksanakan tugasnya Notaris harus sesuai dan tunduk pada UUJN maupun Kode Etik yang terdapat di dalam Organisasi Notaris. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris. Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.11

Kehadiran MKN inilah yang menjadi perlindungan bagi Notaris jika keterangan Notaris diperlukan dalam suatu perkara tindak pidana atau akta yang Notaris buat diperlukan bagi aparat penegak hukum untuk membuat terang suatu perkara tindak pidana. Jabatan Notaris dalam pelaksanaannya mendapat perlindungan berupa perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang diterima oleh Notaris terdapat

dalam UUJN/UUJN-P maupun dapat ditemukan pada ketentuan-ketentuan peraturan lainnya.12

Peran MKN sangat diperlukan untuk memberikan suatu pembinaan dan perlindungan hukum bagi Notaris agar dapat terhindar dari pemasalahan hukum yang dapat menjatuhkan institusi Notaris sebagai lembaga kepercayaan bagi masyarakat. Kehadiran MKN ini diharapkan dapat memberikan suatu bentuk perlindungan hukum yang optimal bagi Notaris serta dapat memberikan pembinaan secara preventif dalam penegakan UUJN/UUJN-P dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum.13

Perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Perlindungan hukum adalah untuk memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

Perlindungan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks ilmu hukum, konsep perlindungan hukum sering dimaknai sebagai suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada proses litigasi dan/atau non litigasi.

Dalam menjalankan fungsinya peran MKN sangat diperlukan untuk memberikan suatu pembinaan dan perlindungan hukum bagi Notaris agar dapat terhindar dari pemasalahan hukum. Maka dari itu dilihat dari penjelasan diatas bahwa yang dilindungi oleh MKN yakni jabatan notaris itu sendiri bukan dari oknum notaris yang melakukan tindak pidana jabatannya hingga dipastikan bahwa Fungsi MKN yakni melindungi marwah jabatan notaris. Serta dilihat dari dasar hukum maupun ruang lingkup yang telah dijelaskan diatas hingga makna perlindungan hukum oleh MKN

terhadap jabatan notaris itu sendiri dijelaskan bahwa wajib dilindungi dari 2 (dua) unsur tindakan kriminalisasi. Dimana tindakan kriminalisasi yang terkait dengan jabatan notaris yakni Tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh notaris itu sendiri (mengkriminalisasi jabatan) serta Tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh para pihak (mengkriminalisasi akta otentik). Kedua Tindakan kriminalisasi tersebutlah yang membuat marwah jabatan notaris menjadi hancur dan tidak baik. Maka dari itu MKN memiliki fungsi memberi perlindungan hukum untuk melindungi jabatan notaris tersebut.14

  • 3.2    Konsep Perlindungan Hukum Terhadap Jabatan Notaris Di Masa Yang Akan Datang

Terbitnya Permenkumham Nomor 17 Tahun 2021 yang belum dilaksanakan dapat dijadikan sebagai dasar pengaturan fungsi MKN di masa mendatang. Namun untuk memberi kepastian hukum yang lebih kuat lagi, di masa mendatang sebaiknya Permenkumham Nomor 17 Tahun 2021 ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah, karena Permenkumham Nomor 7 Tahun 2021 tidak termasuk peraturan perundang-undangan seperti yang dimaksudkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Adapun dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan sebagai struktur tata hukum Indonesia adalah :

  • -    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  • -  Ketepatan Majelis Permusyawaratan Rakyat:

  • -  Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

  • -  Peraturan Pemerintah;

  • -  Peraturan Presiden; dan

  • -  Peraturan Daerah, Provinsi, dan

  • -  Peraturan Daerah Kabupaten Kota.

Pancasila dilihatnya sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan pengemudi. Hal ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide yang tercantum dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm, maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari apa yang tercantum dalam Pancasila.15 Hendaknya di masa mendatang MKN juga diharapkan dapat berfungsi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris akan dapat berhasil baik jika pihak yang melakukan pembinaan dan pengawasan itu pun menguasai dan memahami bidang kerja Notaris dan ketentuan hukumnya. MKN pun harus terdiri atas anggota yang menjunjung tinggi profesionalisme dan keahlian berdasarkan kepakaran/senioritas atau rekam jejak yang baik dalam bidang kenotariatan.

Anggota MKN bisa diambil dari tokoh-tokoh akademisi maupun pemerintahan. Namun baik dari tokoh-tokoh akademisi maupun pemerintahan, mereka adalah orang-orang yang memahami atau belajar kenotariatan dengan baik. Demikian pula bagi Notaris, meskipun nantinya bertugas mengawasi Notaris sejawat, hendaknya tidak memihak dan mengesampingkan subyektivitas. MKN secara normatif harus melaksanakan fungsinya secara ideal, sehingga pertimbangan subyektif harus diabaikan, supaya tidak berpengaruh terhadap pengawasan tersebut karena menyangkut ikatan emosional teman/rekan seprofesi dan seorganisasi. Pengawasan terhadap Notaris dilakukan terhadap pekerjaan Notaris, meliputi pengawasan atas diri perilaku Notaris. Pekerjaan Notaris diawasi dengan cara memeriksa akta-akta Notaris serta Repertorium dan Klapper untuk diteliti apakah melanggar UUJN/UUJN-P atau tidak.16

Selain itu tuntutan moral dan kecerdasan serta kehati-hatian (cermat) harus selalu diperhatikan oleh Notaris, sehingga akta otentik yang dibuatnya benar-benar dapat menjamin kepastian hukum. Dibutuhkan kepastian hukum terhadap produk Notaris oleh karena itu pelayanan yang diberikan oleh Notaris harus benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan. Jadi, Notaris dituntut keahliannya dan kecermatannya serta dibekali moral yang kuat agar berperilaku menjaga harkat jabatannya. Untuk itu perlu diimbangi dengan pengawasan oleh MKN. Selanjutnya perlu diadakan kerjasama agar koordinasi dan kerjasama yang baik makin ditingkatkan berdasarkan hubungan yang saling membutuhkan antara MKN dan INI sebagai pemersatu. Antara MKN, Pengurus INI, Departemen Hukum dan HAM, Majelis Pengawas Notaris serta Dewan Kehormatan Notaris (selanjutnya disebut DKN) melalui kegiatan ilmiah dan silahturahmi harus bisa memupuk rasa solidaritas profesi yang lebih baik, menjunjung perilaku yang sesuai dengan Kode Etik dan bekerja sama secara mutualisme dalam pengayaan materi keilmuan yang relevan dengan bidang kerja Notaris.

Koordinasi dan kerjasama tidak hanya sebatas urusan menyelesaikan pembuatan akta, lebih dari itu berkaitan dengan pengawasan terhadap Notaris mengingat permasalahannya berintikan SDM dan pengawasan, maka perlu dipersiapkan alur sejak rekruitmen Notaris (dari pendidikan dan ujian kompetensi, maupun izin praktek) hingga menjadi Notaris dan berpraktek sehari-hari dengan regulasi yang tepat dan tegas. Maksudnya UUJN/UUJN-P, Kode Etik dan pengawasannya harus berjalan sinergi dan saling mendukung dalam rangka peningkatan mutu SDM, Notaris seharusnya lebih berusaha untuk terus belajar, agar senantiasa dapat mengikuti perkembangan global, dimulai pada saat seleksi pendidkan, rekruitmen dan saat berpraktek menjadi Notaris. Ini dilakukan dengan pelbagai cara ilmiah yang relevan dalam pembentukan profesi yang menjunjung tinggi profesionalitas sesuai Kode Etik Notaris, misalnya peningkatan mutu dan kinerja, pendidikan dan seleksi yang lebih baik dengan syarat izin praktek dan magang yang lebih rigid.

Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya, tidak menutup kemungkinan bahwa Notaris melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris. Pelanggaran ini harus dicegah

karena sejak awal Notaris telah disumpah dan mengetahui serta memahami segala ketentuan hukum dalam UUJN maupun kaidah-kaidah yang terdapat dalam Kode Etik Notaris. Maka dari itu, Notaris memerlukan pengawasan dalam menjalankan tugas dan jabatannya agar sesuai dengan UUJN dan Kode Etik Notaris sehingga Notaris dapat mempertahankan reputasinya sebagai profesi yang mulia. Tujuan lain dari pengawasan terhadap Notaris, bahwa Notaris dihadirkan untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat bukti berupa akta otentik sesuai permintaan yang bersangkutan kepada Notaris, sehingga tanpa adanya masyarakat yang membutuhkan Notaris, maka Notaris tidak ada gunanya.17 Mekanisme pengawasan dapat bersifat preventif dan represif. Pengawasan yang dilakukan secara preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, yang berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang masih bersifat rencana sedangkan pengawasan yang dilakukan secara represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan.

Dalam upaya menjaga Notaris agar menegakkan tugas jabatan mulia tersebut, maka dilakukan pengawasan. Di masa yang akan datang sebaiknya juga dilakukan oleh MKN. Pengawasan MKN lebih difokuskan dengan tujuan upaya preventif pelanggaran dan sebagai rambu efektivitas penegakan hukum yang lebih menjamin kepastian hukum. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat. Seharusnya tujuan pengawasan bukan hanya untuk pencegahan akan timbulnya pelanggaran, akan tetapi juga untuk mendukung penerapan UUJN/UUJN-P menuju kepastian hukum, secara moral juga mendukung efektifitas Kode Etik, dan secara represif juga untuk memberi rambu-rambu akan adanya hukuman/sanksi, bahwa perilaku, etik, dan pelaksanaan jabatan Notaris selalu dinilai dan diawasi oleh masyarakat melalui MKN dan DKN.

Guna mendukung kinerja Notaris agar lebih profesional dalam menjaga harkat martabatnya melaksanakan tugas jabatannya, tentu diperlukan peran lembaga yang lebih mandiri dan tidak berpihak, yang untuk menilai dan memeriksa serta mengawasi pelaksanaan tugas jabatan Notaris, mengingat pengawasan yang dilakukan terhadap Notaris, terkait UUJN/UUJN-P dan Kode Etik, dilakukan oleh MKN dan DKN serta Pengurus INI (yang juga adalah Notaris di wilayah kerja yang sama pula). Lembaga independen ini haruslah profesional yang menguasai kenotariatan dengan baik, atau pun profesi yang telah menyelesaikan studi notariat, senior dalam bidang ilmu notariat, akan tetapi tidak berpraktek sebagai Notaris. Selain itu dilihat dari fungsi serta tugas dari pelaksanaannya MKN dan DKN memiliki beberapa kesamaan, yakni : sama-sama memiliki tugas untuk mengawasi notaris, memberikan pembinaan serta menjaga marwah jabatan notaris itu sendiri. Maka dari itu lebih efektifnya apabila MKN didampingi DKN dalam melaksanakan tugas jabatannya. Serta apabila terdapat notaris yang terkena kasus pidana jabatannya hingga menjadi saksi maupun tersangka, maka DKN akan mengetahuinya dikarenakan notaris berada dalam pengawasan dari Lembaga DKN tersebut.

Dalam permasalahan diatas terlihat Pengawasan MKN lebih difokuskan dengan tujuan upaya preventif pelanggaran dan sebagai rambu efektivitas penegakan hukum yang lebih menjamin kepastian hukum bagi Notaris yang tersangkut kasus pidana. Berdasarkan teori kepastian hukum, untuk mendukung kinerja Notaris agar lebih profesional dalam melaksanakan tugas jabatannya, diperlukan peran lembaga yang lebih mandiri dan tidak berpihak, mengingat pengawasan yang dilakukan terhadap Notaris, terkait UUJN/UUJN-P dan Kode Etik, dilakukan oleh MKN yang akan menjamin kepastian hukum dari perbuatan yang dilakukan Notaris yang tersangkut kasus pidana jabatannya.

Dilihat juga dalam jenis-jenis pelanggaran yang terkait dengan jabatan notaris serta pengaturan perlindungan hukum terhadap jabatan notaris di masa yang akan datang selain bekerja sama dengan DKN, MKN juga wajib melihat indikator pengaturan terkait tindak pidana dalam jabatan notaris tersebut. Dimana terdapat tindakan kriminalisasi yang dapat menghancurkan marwah jabatan notaris tersebut, yakni kriminalisasi terhadap jabatan yang dilakukan oleh notaris serta kriminalisasi terhadap akta otentik yang dilakukan oleh para pihak. Dimana dijelaskan bahwa yang bisa mengkriminalisasi jabatan notaris tersebut ialah oknum notaris tersebut dengan cara notaris melakukan tindakan ataupun niatan dengan sengaja memihak salah satu pihak untuk menguntungkan salah satu pihak dengan memalsukan keterangan serta memasukan dokumen palsu guna dijadikan dasar pembuatan akta otentik. Sedangkan mengkriminalisasi akta otentik ialah para pihak itu sendiri dengan niatan atau tindakan dengan sengaja memberi keterangan dan dokumen palsu kepada notaris tanpa sepengetahuan notaris tersebut. Sehingga yang dapat bertanggung jawab atas hal tersebut ialah para pihak saja, tidak dengan para notaris yang membuat akta otentik tersebut.

  • 4.    Kesimpulan

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pengaturan Fungsi MKN dalam memberi perlindungan hukum terhadap jabatan notaris ialah dengan adanya permintaan atau permohonan penegak hukum dalam kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk memeriksa notaris dan/atau minuta akta atau protokol notaris yang bertujuan untuk melindungi marwah jabatan notaris. Pelaksanaan tugas dan wewenang MKN agar dapat menjaga marwah jabatan notaris wajib dilindungi dari tindak pidana yang dilakukan oleh notaris yakni mengkriminalisasi jabatan notaris itu sendiri serta oleh para pihak yakni mengkriminalisasi akta otentik. Dalam upaya menjaga Notaris agar menegakkan tugas jabatannya, maka dilakukan pengawasan oleh MKN. Pengawasan MKN lebih difokuskan dengan tujuan upaya preventif pelanggaran efektivitas penegakan hukum yang lebih menjamin kepastian hukum. Serta konsep tindak pidana dalam jabatan notaris dimasa mendatang menggunakan pedoman atau rujukan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang MKN agar dapat menjaga marwah jabatan notaris yakni dengan bekerjasama dengan DKN untuk menentukan tindak pidana mengkriminalisasi jabatan notaris. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat.

Daftar Pustaka / Daftar Refrensi

Buku :

Adjie, H. (2017). Memahami Majelis Pengawas Notaris (MPD) dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Bandung: Refika Aditama

Marzuki, P. M. (2021). Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Mulyoto. (2013). Kesalahan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perubahan Dasar CV. Yogyakarta: Cakrawala Media

Sulihandari, H., & Rifiani, N. (2013). Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris. Jakarta: Dunia Cerdas

Jurnal :

Arief, A. N. R., Akub, S., & Muchtar, S. (2019). Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Dalam Pengambilan Minuta Akta Dalam Proses Peradilan. Al-Adalah: Jurnal Hukum Dan Politik Islam. 4 (1). h. 53. DOI : 10.35673/ajmpi.v4i1.213

Dahlan, D. (2016). Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Terkait Aspek Pidana Dibidang Kenotariatan. Kanun Jurnal Ilmu Hukum. 18 (1). h. 45. DOI :

http://dx.doi.org/2527.8428/kanunjurnal.v8i1.135

Dirgantara, P, (2019), Tanggung Jawab Saksi Pengenal Terhadap Keterangan Yang Diberikan Dalam Pembuatan Akta Autentik, Acta Comitas, 4 (2), h. 187. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2019.v04.i02.p03

Dwikayanti, Ni Made, and I. Made Dedy Priyanto. (2021). Kedudukan Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Proses Penegakan Hukum Terhadap Notaris Theresia K. Dimu. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan Universitas Udayana. 6. (2). h. 414. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i02.p15

Mardiansyah, A., Adisti, N. A., RS, I. R., Nurliyantika, R., & Ramadhan, M. S. (2020). Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris pada Proses Penyelidikan suatu Perkara Tindak Pidana yang Melibatkan Notaris. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan. 9 (1). h. 49. DOI: http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v9i1.596

Pakarti, T. A. (2022). Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris: Bagaimana Peran Dan Fungsi Dewan Kehormatan Notaris. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 10 (7). h. 138. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i01.p11

Parsa, I. W., Sarna, K., & Suharta, N. (2016). Implikasi Yuridis Legalitas Kewenangan (Rechtmatigheid) Majelis Kehormatan Dalam Pembinaan Notaris Sebagai Pejabat Publik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 1 (2). h. 165. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2016.v01.i02.p04

Pramana, I. G. N. B., & Swardhana, G. M. (2020). Perlindungan Hukum Atas

Kriminalisasi Terhadap Notaris Karena Terjadinya Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 5 (3), h. 523. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i03.p07

Purwaningsih, E. (2015). Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris di Wilayah Provinsi Banten dan Penegakan Hukumnya. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 27 (1). h. 24. DOI : https://doi.org/10.22146/jmh.15907

Ru'ati, A., Nirahua, G., & Soplantila, R. (2022). Kekuatan Eksekutorial Putusan

Mahkamah Konsitusi Yang Bersifat Final Dan Mengikat di Indonesia. PATTIMURA     Legal     Journal.     1.     (1).     h.     19.

DOI: https://doi.org/10.47268/pela.v1i1.5899

Valentino, F., & Dahana, C. D. (2022). Pencegahan dan Perlindungan Hukum Terhadap Kriminalisasi Jabatan Notaris. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 7 (2). h. 337 DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i02.p13

Vigo, Silvanus. (2021). Promosi Jabatan Notaris Melalui Media Instagram Sebagai Bentuk Pelanggaran Kode Etik Profesi Notaris. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum. 9 (11). h. 2036. DOI : https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i11.p04

Widiada, M. P, Desak P. D. K, and Purwanti N. P. (2018). Eksistensi Majelis Kehormatan Notaris Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Notaris. Kertha Semaya:    Journal     Ilmu     Hukum.     4     (3),     h.     3.     DOI

: https://doi.org/10.24843/KS.2022.v10.i03.p05

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4432).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5491).

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Tugas Dan Fungsi, Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, Dan Anggaran Majelis Kehormatan Notaris

Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten 29-30 Mei 2015

365