Vol. 8 No. 03 Desember 2023

e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Pengaturan Pemberhentian Notaris Secara Tidak Hormat Akibat Dinyatakan Pailit

Kadek Liana Satwikha Gama1, Made Gde Subha Karma Resen2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 18 Juli 2023

Diterima : 8 Desember 2023

Terbit : 8 Desember 2023

Keywords :

Notary, Disrespectful

Dismissal, Bankruptcy


Kata kunci:

Notaris, Pemberhentian Secara

Tidak Hormat, Pailit

Corresponding Author:

Kadek Liana Satwikha Gama, E-mail: [email protected]

DOI :

10.24843/

AC.2023.v08.i03.p6


Abstract

The purpose of this writing is to analyze the legal provisions and consequences of the termination of a Notary declared bankrupt. This writing employs the normative legal research method by examining the UUJN and UUK PKPU, using a legislative approach and a conceptual analysis approach. This research writing utilizes reference materials, including primary legal sources as the main reference, such as relevant literature, secondary legal materials like journals, and tertiary legal materials to support the research. This naturally allows for a deeper exploration of the subject being analyzed. The results of the research analysis are qualitatively explained with descriptive explanations. The research findings regarding the regulation of the termination of a Notary due to bankruptcy are governed by the UUJN, which stipulates that a Notary declared bankrupt is a Notary who, as a legal entity, has two or more creditors and is unable to meet their obligations to repay debts. This may also be due to causing losses to the involved parties, and the Notary is unable to be accountable for their actions. Therefore, further regulation is necessary regarding the termination of a Notary declared bankrupt due to individual misconduct in the performance of their duties. As a legal consequence, when a Notary is dishonorably terminated because of being declared bankrupt, the Notary is considered unfit and loses their authority in accordance with the UUJN. Their position must be filled by a Replacement Notary to hand over the notarial protocol, which holds the status of a state-owned confidential document.

Abstrak

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengalisis pengaturan serta akibat hukum pemberhentian seorang Notaris yang dinyatakan pailit. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatf dengan mengkaji UUJN serta UUK PKPU, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analisis konseptual, penulisan penelitian ini menggunakan bahan refrensi yakni bahan hukum primer sebagai bahan acuan yang utama berupa literatur yang berkaitan, bahan hukum sekunder seperti jurnal-jurnal, serta bahan hukum tersier untuk menunjang penelitian ini tentunya dapat memberikan suatu pendalaman terhadap hal yang sedang dianalisis, hasil dari pengkajian serta analisis penelitian ini dijelaskan secara kualitatif dengan penjelasan deskriptif. Hasil penelitian

pengaturan pemeberhentian Notaris karena pailit diatur dalam UUJN dimana mengatur bahwa Notaris yang dinyatakan pailit merupakan Notaris dengan sebagai subjek hukum yang memiliki dua atau lebih kreditor serta tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang hal ini dapat dikarenkan juga karena dalam melakukan suatu kerugian terhadap para pihak dan Notaris tidak mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan sehingga diperlukan suatu pengaturan lebih lanjut mengenai pemberhentian Notaris yang pailit karena perbuatan individu bukan p;ailot dalam pelaksanaan jabatannya. Akibat hukum Notaris diberhentinkan secara tidak hormat karena dinyatakan pailit maka Notaris dianggap tidak cakap dan kehilangan kewenangan jabatannya sesuai dengan UUJN serta posisinya harus digantikan oleh Notaris Pengganti untuk menyerahakan protokol notaris yang kedudukannya sebagai dokumen rahasia milik negara.

  • I.    Pendahuluan

Peran Notaris sangat besar dalam bidang hukum, dan juga memiliki peran aktif dalam suatu perumusan hukum nasional. Maka Notaris dalam menjalankan jabatannya yang secara professional harus memperhatikan perkembangan suatu hukum nasional1. Mengingat jabatan profesi Notaris sebagai pejabat umum sebagai suatu profesi yang mulia.2 Dalam melaksanakan jabatannya juga Notaris berpegang teguh pada UUJN sebagai pedoman dalam melaksanakan jabatannya yang juga di dalamnya mengatur sanksi-sanksi bagi Notaris dalam mejalankan jabatannya. Selain itu Notaris berpegang teguh pada Kode Etik Profesi Notaris yang menjadi pedoman dalam melaksanakan suatu jabatannya dengan berpegangan teguh pada norma-norma etika, martabat, serta suatu integritas dalam dirinya.3 Sehingga Notaris dalam menjalankan suatu jabatan harus dengan kepribadian yang luhur dan berpegang teguh berdasarkan ketentuan hukum serta sesuai dengan Kode Etik Notaris.4 Berdasarkan Pasal 12 UUJN bahwa:

“Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:

  • a.    dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

  • b.    berada di bawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

  • c.    melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris; atau”.

Kepailitan sendiri menjadi salah satu tolak ukur dalam Notaris diberhentikan secara tidak hormat berbeda dengan UUK PKPU itu sendiri menyatakan bahwa yang dapat dipailitkan merupakan suatu debitur badan hukum atau yang sedang berada dalam keadaan pailit.5 Kepailitan berkaitan dengan ketidakmampuan seorang debitor untuk memenuhi tanggungjawabnya kepada seorang kreditor sehingga perlu dilakukannya suatu penyelesaiannya demi mencapai suatu keadilan hukum. Kepailitan diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUK PKPU yang mengatur bahwa “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” Untuk sebelumnya yang dimaksud dengan debitor diatur dalam Pasal 1 angka 3 yang mengatur bahwa “Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.” Sedangkan debitor pailit diatur dalam Pasal 1 angka 4 UUK PKPU yang mengatur bahwa “Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.”

Berdasarkan Pasal 12 huruf a UUJN yang mengatur “Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila: a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Hal yang perlu digaris bawahi merupakan pemberhentian Notaris secara tidak hormat salah satunya diakibatkan telah dinyhatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan, tentunya sanksi ini akan memberikan suatu kerugian bagi Notaris karena harus diberhentikan dari jabatannya sebagai pejabat umum (publik) secara tidak hormat akibat kepailitan yang dialaminya. Dimana apabila dicermati Pasal 12 huruf a UUJN tersebut terdapat suatu multitafsir apakah Notaris sebagai pejabat umum (publik) ini menjalankan suatu jabatannya dalam bentuk perusahaan yang mencari keuntungan sehingga dapat dipailitkan ataupun Notaris melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan jabatannya sehingga hal tersebut menyebabkan akta otentik tersebut menjadi terdegradasi sehingga kekuatan pembuktian dalam akta tersebut tidak menjadi sempurna. Sehingga berdasarkan hal tersebut Notaris harus bertanggungjawab pada para pihak melalui suatu pertanggungjwaban kepada Pengadilan Niaga tempat dimana Notaris tersebut berkedudukan berdasarkan wilayah jabatannya. Akibatnya merupakan apabila seorang Notaris tidak dapat memenuhi pertanggungjawabannya dengan tidak mampu mengganti suatu kerugian oleh Pengadilan Niaga maka dapat mengajukan pailit.

Dalam UUJN harus diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya berdasarkan rekomendasi majelis pengawas, sedangkan apabila mengacu pada UUK PKPU yakni dalam Pasal Pasal 24 ayat (1) mengatur bahwa “Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.” UUK PKPU debitor dalam menguasai atas harta kekayaannya menjadi tidak berhak lagi untuk mengurus harta

kekayaannya. Sehingga debitor dinyatakan tidak cakap dalam melaksanakan kepengurusan harta kekayaannya namun debitor tetap dapat diperkenakan melakukan perbuatan hukum lainnya.

Sehingga berdasarkan Pasal 12 huruf a UUJN ditelaah didalamnya belum menjelaskan secara rinci Notaris dinyatakan pailit karena melaksanakan usahanya sehingga dapat dijatuhi putusan pailit atau dalam bentuk menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum (publik) dimana dalam kapasitasnya sebagai sebagai pribadi (recht persoon). Belum terdapat pula kriteria secara rinci yang termasuk kepailitan apakah mengenai kategori penundaan suatu pembayaran atas hutangnya, sehingga hal-hal tersebut menyebabkan suatu ketidak pastian hukum bagi Notaris tersebut. Selain itu dalam UUK PKPU mengatur mengenai rehabilitasi sebagai upaya pengembalian keadaan bagi debitor seperti semula sebelum dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan, namun dalam ketentuan UUJN tidak diatur bagaimanakah upaya pengembalian keadaan setelah debitor mampu menyelesaikan hutangnya yang berakibat diberhentikan secara tidak hormat memunculkan suatu pertanyaan dimana apabila seorang Notaris telah menyelesaikan kewajibannya apakah dapat kembali lagi menjadi Notaris atau tidak dapat lagi menjadi seorang Notaris, dan apabila dapat kembali menjadi seorang Notaris apakah harus memulai dari awal proses menjadi seorang Notaris atau cukup membuka kantornya kembali dan menjalankan tugasnya seperti biasanya. Sehingga dalam Pasal 12 UUJN tersebut terdapat suatu konflik norma yakni suatu keadaan dimana terjadinya ketidakselarasan antara Pasal 12 UUJN dengan Pasal 24 ayat (1) dari UUK PKPU.

Sehingga berdasarkan uraian tersebut terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai pemberhentian Notaris tidak hormat akibat pailit, beberapa penelitian terdahulu tersebut salah satunya karya ilmiah yang ditulis oleh Aga Waskitha Wiryawan pada Jurnal Lex Renaissance yakni dengan judul karya ilmiah “Tinjauan Yuridis Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris” dengan fokus pembahasan mengenai faktor faktor Notaris pailit berdasarkan UUJN serta bagaimana akibat hukum daripada Notaris yang dinyatakan pailit tersebut. Dimana dengan hasil penelitian yakni bahwa Notaris dinyatakan pailit karena ketidak sanggupannya dalam membayar hutang kepada kreditor dan Notaris tidak sanggup membayar ganti rugi kepada kreditor atas perbuatan yang merugikan kreditor akibat hukumnya yakni dengan diberhentikannya Notaris tersebut secara tidak hormat.6 Selain itu karya ilmiah lainnya yakni ditulis oleh Galuh Puspaningrum pada Diversi Jurnal Hukum dengan judul karya ilmiah yakni “Notaris Pailit Dalam Peraturan Jabatan Notaris”. Adapaun fokus pembahasan dalam karya ilmiah ini merupakan penafsiran Notaris pailit serta korelasi dari Undang-Undang Kepailitan serta UUJN itu sendiri, dengan hasil pembahasan yakni Notaris merupakan sebagai pejabat umum (publik) yang berbeda dengan subjek kepailitan sebagai suatu perusahaan yang dapat dinyatakan pailit karena tidak mampu membayar terkait dengan hutang piutangnya serta tidak adanya kolerasi antara Undang-Undang Kepailkitan dengan UUJN dikarenakan pengaturan mengenai

Notaris yang pailit normanya masih bersifat kabur dan belum ada pengaturan lebih jelas mengenai Notaris pailit dalam UUJN.7

Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut terdapat perbedaan mengenai apa yang menjadi titik fokus dan substansi dalam penelitian kali ini dengan penelitian terdahulu yakni penelitian kali ini memfokuskan terkait dengan pengaturan pemberhentian tidak hormat seorang Notaris akibat pailit, karena dalam hal ini masih belum jelasnya pengaturan Notaris dikatakan pailit dalam hal ini Notaris dalam bentuk menjalankan jabatannya dalam bentuk suatu perusahaan sehingga dapat dinyatakan pailit atau Notaris dalam kedudukannya sebagai pejabat umum (publik) atau sebagai (recht person) yang melakukan perbuatan melawan hukum terhadap orang dan tidak mampu mepertanggungjawabkan kesalahannya sehingga dinyatakan pailit. Dimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan dari pemberhentian Notaris secara tidak hormat akibat dinyatakan pailit tersebut.

Melalui hal yang telah diuraikan tersebut dapat dirumuskan suatu permasalahan hukum yakni:

  • 1.    Bagaimana pengaturan pemberhentian Notaris secara tidak hormat akibat dinyatakan pailit ?

  • 2.    Bagaimana akibat hukum bagi Notaris yang diberhentikan secara tidak hormat akibat dinyatakan pailit ?

Sehingga berdasarkan perumusan masalah daripada penelitian ini, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan berjudul “Pengaturan Pemberhentian Notaris Secara Tidak Hormat Akibat Dinyatakan Pailit”.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum normatif menjadi suatu metode utama dalam perumusan annalisis ini. Metode ini mengupayakan yang dilakukan dalam suatu penelitian kali ini merupakan penelitian dengan upaya menemukan penyelesaian permasalahan berdasarkan suatu aturan hukum, doktrin, ataupun suatu prinsip hukum yang dimana tujuannya untuk menjawab suatu permasalahan hukum normatif yakni berkaitan dengan suatu kekaburan norma yakni berkaitan dengan pengaturan pemberhentian seorang Notaris yang secara tidak hormat yang diakibatkan oleh putusan pengadilan bahwa yang bersangkutan pailit sehingga diperlukan suatu penafsiran terhadap norma dari Pasal 12 huruf a UUJN. Dimana penelitian hukum normatif merupakan suatu penelitian kepustakaan.8 Pendekatan Statue Approach suatu pendekatan dengan menganalisa isu hukum yang terjadi dengan melakukan suatu penelaahan terhadap aturan hukum yang berlaku serta perundang-undangan.9 Serta menggunakan suatu pendekatam analisis dan konseptual (Analitical & Conceptual Approach) yakni suatu

pendekatan dengan menganalisis terhadap suatu isu permasalahan hukum yang dilakukan secara konseptual10 kedua pendekatan tersebut menjadi acuan dalam suatu penelitian kali ini. Bahan hukum primer menjadi acuan utama dalam penelitian ini, serta bahan hukum sekunder seperti literatur ataupun jurnal penelitian yang berkaitan, serta bahan hukum penunjang lainnya yakni bahan hukum tersier yang tentunya masih berkaitan dengan permasalahan yang dianalisis ini. Analisis yang digunakan merupakan suatu analisis deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan menjelaskan secara detail yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Pemberhentian Notaris Secara Tidak Hormat Akibat Dinyatakan Pailit

Hukum kepailitan mengenal suatu konsep yang disebut dengan utang, utang merupakan apabila seorang debitur kesulitan terkait denagn keuangan untuk membayarkan suatu utang yang dimilikinya yang dinyatakan berdasarkan suatu putusan pengadilan harta dari debitor dapat dibagikan kepada kreditor.11 Diatur dalam UUK PKPU yakni pada Pasal 1 angka 6 mengatur bahwa “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”

Apabila dikaitkan dengan Notaris Pasal 12 huruf a UUJN mengatur “Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila dinyatakan pailitberdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” Maka dalam hal ini belum terdapatnya suatu penjelasan yang Notaris pailit apakah Notaris sebagai (recht person) berdasarkan pribadi seorang tersebut atau merupakan sebagai pejabat umum (publik) yang sedang menjalankan jabatannya. Apabila Notaris diputuskan pailit berdasarkan jabatannya maka apakah yang menjadi suatu tujuan dalam kepailitan tersebut karena didalam UUJN tersebut belum mengatur secara merinci bagaimanakah pengaturan daripada Notaris yang dinyatakan pailit tersebut. 12 Diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUK PKPU bahwa “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.” Artinya bahwa seseorang dinyatakan pailit apabila seorang debitor tidak mampu memenuhi tanggungjawabnya atas dua atau lebih dari dua kreditor, dan setelah mendapat putusan dari pengadilan. Berkaitan dengan hal ini maka ketika seseorang dinyatakan pailit maka harus terdapat suatu

fakta atau keadaan dimana seseorang memang dinyatakan benar mengalami kepailitan yakni:

  • 1.    Terdapat kreditor yang jumlahnya merupakan dua orang atau lebih sebagai orang yang memiliki piutang

  • 2.    Terdapat suatu utang yang telah atau melebihi dari tanggal jatuh tempo tetapi tidak dapat dibayarkan atau dilunasi

Sehingga ketika seorang Notaris dinyatakan pailit harus memenuhi suatu fakta serta keadaan tersebut, apakah seorang Notaris meilik dua atau lebih kreditur serta apakah seorang Notaris tidak mampu untuk melunasi kewajiban atas utangnya. Hal ini juga membedakan ketika seorang debitor dinyatakan pailit tentu berbeda dengan debitor dinyatakan insolven (keadaan tidak mampu membayar hutangnya), keduanya merupakan hal yang sejenis namun berbeda dimana jika debitor dinyatakan pailit debitor masih mampu membayar hutangnya dengan obyek yang menjadi obyek kepailitan sedangkan insolven yakni keadaan seorang debitor memang sama sekali tidak mampu untuk melunasi hutang piutangnya sekalipun dengan harta yang menjadi obyek kepalitan. Berkaitan dengan hal tersebut tentu terjadinya suatu ketidakadilan bagi Notaris. Hal ini dikarenakan kepailitan merupakan suatu tindakan yang dimana sifatnya manusiawi dan bukan merupakan tindakan kriminal karena kepailitan dapat dialami oleh siapa saja. Dalam hal ini Notaris dipailitkan kedudukannya merupakan sebagai seorang individu yakni sebagai debitor yang tidak mampu melunasi utang yag dimilikinya bukan dalam hal keuddukan jabatannya sebagai pejabat umum, sehingga perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap seorang debitor yang berprofesi sebagai Notaris terhadap UUK PKPU yang berkaitan dengan suatu objek kepailitan apakah tidak dapat lagi untuk menjalankan suatu profesi jabatannya kembali. Merujuk kepada ketentuan yang berlaku mengenai kepailitan bahwa pailit merupakan kondisi debitor dalam keadaan tidak mampu untuk membayarkan hutangnya kepada kreditor baik yang berdasarkan pada pelaporan daripada debitor maupun permohonan dari seseorang yang kemudia menghasilkan suatu putusan pengadilan.

Sehingga kedudukan seorang Notaris harus ditafsirkan terhadap penafsiran peraturan perundang-undangan dengan mengaitkan terhadap peraturan hukum atau berdasarkan dengan ketentuan suatu sistem hukum.13 Seorang Notaris dalam hal mengalami kepailitan merupakan dalam kedudukan sebagai seorang subjek hukum bukan dalam profesi jabatannya. Sehingga seluruh kekayaan yang dimaksud dalam kepailitan tersebut merupakan segala kekayaan yang dinyatakan pada saat suatu putusan pengadilan menyatakan pailit dan seluruh karta kekayaan yang didapatkan pada saat masa kepailitan. Berdasarkan hal tersebut dengan merujuk kepada suatu teori kepastian hukum, bahwa pengaturan mengenai Notaris yang dinyatakan pailit perlu mendapatkan suatu kepastian agar tidak menimbulkan konflik norma antara UUJN dengan UUK PKPU ataupun peraturan perundang-undangan lainnya. Konsep kepailitan yang digambarkan berdasarkan perspektif UUK PKPU merupakan kepailitan terhadap seorang perorangan sebagai subjek hukum ataupun badan usaha, dimana hal ini dikaitkan dengan pelaporan dari adanya seorang Kreditor maupun seorang individu tersebut untuk mengajukan permohonan pailitnya. Bahwa dalam hal

ini kepailitan menurut UUK PKPU hanya berkaitan dengan harta benda yang dimiliki seorang debitor yang menjadi objek kepailitan bukan yang berkiatan dengan pribadi seorang Debitor.

Menurut UUK PKPU debitor yang mengalami suatu kepailitan pada prinsipnya kehilangan haknya berkaitan dengan haknya yang menjadi objek kepailitan, objek kepailitan diatur dalam Pasal 21 UUK PKPU yang mengatur bahwa “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.” Namun apabila dicermati dengan Pasal 22 huruf UUK PKPU jasa atau sebagai upah tidak berlaku sehingga berdasarkan hal tersebut berkaitan dengan Notaris digaji berdasarkan honorarium, Pasal 36 ayat (1) UUJN “Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.”. Maka honorarium dari Notaris tersebut tidak dapat menjadi suatu objek kepailitan dikarenakan segala sesuatu sebagai bentuk penggajian dari jabatan atau jasanya tidak berlaku sebagai objek kepailitan.

Apabila dikaitkan dengan andagium “lex specialis derogatlegi generalis”, maka berkaitan dengan suatu permasalahan kepailitan bagi Notaris difokuskan kepada UUJN dan UUK PKPU menjadi ketentuan umumnya., karena UUK PKPU mengatur suatu kepailitan secara umum. Ketentuan kepailitan berdasarkan UUK PKPU mengesampingkan jabatan dari seorang individu namun dalam ketentuan UUJN jabatan seseorang berpengaruh terhadap seorang individu. Kepailitan terhadap Notaris merupakan kepailitan terhadap suatu jabatannya secara khusus bagi Notaris yakni berkaitan kepada kedudukan seorang Notaris sebagai subjek hukum yang diputuskan pailit. Kepailitan pada disebabkan karena ketidakmampuan seorang debitor dalam membayar hutangnya kepada kreditor hal ini dapat terjadi melalui berbagai faktor yakni seperti apabila seorang Notaris tidak mampu melaksanakan kewajibannya sehingga harus menggati kerugian atas perbuatannya sehingga menyebabkan sebuah utang terhadap kreditor.14 Sehingga kepailitan yang diatur berdasarkan UUJN dengan kepailitan berdasarkan UUK PKPU sifatnya tidak sama secara keseluruhan namun kepailitan yang dimaksud mnerupakan suatu kepailitan terhadap subyek hukum sebagai seorang pribadi. Apabila Notaris diapilitkan akibat tidak dapat mengganti rugi atas perbuatan merugikan yang dilakukan kepada kreditor yakni berkaitan dengan Notaris tidak menjalankan jabatannya sesuai Pasal 16 UUJN serta dalam Kode Etik Profesi Notaris, maka peran daripada Majelis Pengawas Notaris memiliki peran dalam hal ini, sehingga perlu persamaan persepsi terhadap UUK PKPU dan UUJN itu sendiri. Ketika Notaris diputuskan pailit oleh putusan pengadilan. Selain itu juga berkiatan dengan suatu teori perlindungan hukum dalam ini berkaitan dengan suatu pemberian perlindungan hukum bagi Notaris yang dimana dalam mengalami kepailitan ini hendaknya dapat dipailitkan sebagai seorang peroangan bukan dalam rangka jabatannya. Maka teori prlindungi hukum ini berkaitan dengan dibentuknya sutau peraturan perundang-undangan dalam rangka melindungi Notaris atas jabatannya. Kompetensi pengadilan terkait dengan pengadilan mana yang berhak untuk mengadili yakni mengacu pada Pasal 1 angka 7 UUK PKPU mengatur bahwa “Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan

peradilan umum” yang selanjutnya Pasal 3 ayat (1) UUK PKPU yakni mengatur “Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor.” Sehingga jelas UUK PKPU bahwa yang memiliki kewenangan dalam memutus sengketa pailit ini merupaka Pengadilan Niaga tempat kedudukan debitor. Dalam hal seorang Notaris memiliki wilayah kerjanya yang belum tentu sama dengan tempat kedudukan daripada Notaris tersebut sehingga kepailitan dalam UUJN ini mengacu kepada suatu kedudukan Notaris pailit dalam bentuk sebagai subjek hukum perorangan bukan sebagai profesi atas pejabat umum.

  • 3.2    Akibat Hukum Bagi Notaris Yang Diberhentikan Secara Tidak Hormat Akibat Dinyatakan Pailit

Secara sederhana apabila seorang debitor telah dinyatakan berdasarkan putusan pengadilan sebagai debitor pailit maka akan haknya atas harta kekayaannya yang menjadi objek pailit menjadi hilang15. Sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUK PKPU mengatur bahwa “Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.” Hal ini berarti bahwa Ketika seorang Notaris dinyatakan pailit makai seorang Notaris tidak dapat melakukan suatu perbuatan hukum dan berada dibawah pengampuan kurator dan tidak cakap melakukan perbuatan hukum16. Namun dalam UU Kepailitan, debitor pailit tidak kehilangan haknya berkaitan dengan hak lainnya untuk bekerja ataupun melakukan profesinya karena hal ini akan berkaitan dengan upaya seorang debitor pailit untuk melunasi utangnya.

Hilangnya hak seorang debitor untuk menguasai harta kekayaannya yang menjadi objek penelitian terdapat pengecualian termaktub Pasal 22 UUK PKPU “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 tidak berlaku terhadap :

  • a.    benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

  • b.    segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau

  • c.    uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.”

Maka hal yang berkaitan dengan suatu benda yang dibutuhkan debitor untuk melakukan pekerjaannya serta dalam hal ini menyangkut mengenai honorarium yang

diterima oleh Notaris sebagai pembayaran atas jasanya tidak dapat disita sebagai objek kepailitan.17 Namun hal ini tidak diatur secara lebih lanjut dalam UUJN itu sendiri tentu hal ini akan merugikan pihak Notaris karena bagaimanapun juga Notaris merupakan subjek hukum dimana memiliki kewenangan atas hak-hak perdatanya, dimana hal ini diatur dalam Pasal KUHPerdata “Tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya segala hak-hak kewargaan”. Selain itu kepailitan bukan merupakan suatu tindak pidana kriminal, hanya tidak cakap mengurus harta kekayaannya.18

Jika seorang Notaris diberhentikan tidak hormat maka seorang Notaris tidak akan mendapatkan honorarium sehingga hal ini akan menyulitkan seorang Notaris untuk melunasi utangnya, selain itu apabila seorang Notaris telah melunasi utangnya, belum diatur dalam UUJN berkaitan dengan pengangkatan kembali seorang Notaris.19 Pasal 1330 KUHPerdata mengatur “Orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; dan Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.” Dalam hal ini ketika seorang dinyatakan pailit maka ia dianggap tidak mampu untuk mengelola harta kekayaannya sehingga harus berada dibawah pengampuan kurator.20 Oleh karena itu sesuai dengan Pasal 1330 KUHPerdata maka Notaris dianggap tidak cakap karena berada dalam pengampuan seorang kurator untuk mengurus harta kekayaannya. UUK PKPU yang terdapat suatu upaya pemulihan kembali atas debitor yang telah melunasi utangnya yakni dengan dillakukannya suatu rehabilitasi Pasal 215 UUK PKPU yang mengatur bahwa “Setelah berakhirnya kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166, Pasal 202, dan Pasal 207 maka Debitor atau ahli warisnya berhak mengajukan permohonan rehabilitasi kepada Pengadilan yang telah mengucapkan putusan pernyataan pailit.”

Notaris, karena dengan diberhentikannya secara tidak hormat seorang Notaris, maka Notaris akan kehilangan segala kewenangannya Pasal 15 UUJN bahwa jabatannya sebagai pejabat umum hilang dari dirinya yang menyebabkan seorang Notaris tidak mempunyai kewenangan lagi dalam membuat suatu akta otentik serta perjanjian dibawah tangan lainnya, maka hal ini akan berkaitan dengan bagaimana kedudukan dan pertanggungjawaban daripada protokol Notaris yang bersangkutan karena hal tersebut merupakan suatu dokumen rahasia milik negara karena hal tersbut hanya

diketahui oleh Notaris dan para pihak yang bersangkutan21, adapun yang dimaksud dengan protokol Notaris Pasal 1 angka 13 UUJN mengatur bahwa “Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Karena UUK PKPU Pasal 98 mengatur bahwa “Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.” Namun dalam UUJN sendiri mengatur bahwa harus ditetapkannya Notaris Pengganti untuk menggantikan Notaris yang diberhentikan secara tidak hormat22, Pasal 62 UUJN mengatur yakni mengatur bahwa “Penyerahan Protokol Notaris dilakukan dalam hal Notaris: a. meninggal dunia; b. telah berakhir masa jabatannya; c. minta sendiri; d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; e. diangkat menjadi pejabat negara; f. pindah wilayah jabatan; g. diberhentikan sementara; atau h. diberhentikan dengan tidak hormat.” Sehingga dengan diberhentikannya dengan tidak hormat seorang Notaris maka harus menyerahkan kewajiban dari protokol notaris tersebut kepada Notaris Pengganti23.

Namun berdasarkan UUK PKPU apabila seorang debitor pailit tersebut telah mampu untuk melunasi kewajibannya maka debitor pailit berhak untuk mengajukan suatu rehabilitasi yakni suatu pemulihan nama baik ketika seorang debitor pailit telah memenuhi kewajibannya berdasrakan putusan pengandilan berdasarkan ketentuan Pasal 215 UUK PKPU mengenai rehabilitasi, namun hal pengangkatan kembali Notaris karena mengenai pengangkatan kembali seorang Notaris ini belum diatur secara kebih lanjut dalam ketentuan UUJN tersebut, sehingga mengenai pemberhentian Notaris secara tidak hormat akibat pailit ini hendaknya diatur lebih lanjut secara merinci dalam UUJN agar dapat memenuhi suatu kepastian hukumnya.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan mengenai permberhentian Notaris secara tidak hormat akibat pailit telah diatur dalam UUJN, namun pengaturan ini masih mengalami kekaburan sehingga perlu dilakukan suatu pengaturan lebih lanjut yang dimana Notaris yang dipailitkan dalam bentuk sebagai subjek hukum yakni secara individunya bukan dalam sebagai menjalankan suatu profesi jabatannya sebagai pejabat umum yang dinyatakakan pailit akibat tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap pembayaran utangnya, sehingga bukan dipailkitkan dalam bentuk jabatannya karena tidak melakukan suatu perbuatan melawan hukum ataupun pidana pada jabatannya. Akibat hukum Notaris tidak mempunyai hak untuk mengurusi hal berkaitan dengan harta kekayaan yang menjadi objek kepailitan serta hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum sesuai dengan

kewenangannya sebagai Notaris berdasarkan Pasal 15 UUJN sehingga Notaris tidak memiliki kewenangan lagi dalam pembuatan suatu akta otentik dan perjanjian di bawah tangan lainnya. Maka akibatnya segala hal yang menyangkut protokol diberikan kepada Notaris Pengganti sebagai penyelenggara jabatannya hal ini berdasarkan rekomendasi dari Majelis Pengawas Notaris meningat protokol Notaris merupakan sebagai suatu dokumen rahasia milik negara yang hanya diketahui oleh Notaris dan para pihak. Namun apabila Notaris telah menyelesaikan kewajibannya terkait dengan pembayaran utang maka Notaris berhak mengajukan suatu rehabilitasi untuk pemulihan nama baiknya berdasarkan putusan pengadilan namun hal ini tidak membuat Notaris dapat diangkat kembali menjadi Notaris karena terkait dengan pengaturan Notaris diangkat kembali setelah diberhentikan dengan tidak hormat belum diatur dalam ketentuan UUJN.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Budiono, H. (2013). Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Marzuki,P. M. (2013). Penelitian Hukum. Cet. XII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soekanto, R. S. (2013). Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Cet. XV. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Supramono, Gatot. (2014). Perjanjian Utang Piutang. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sutiyoso, B. (2012). Metode Penemuan Hukum. Yogyakarta: UII Press.

JURNAL:

Anindita, S. R., & Rudy, D. G. (2022). Penyatuan Regulasi Pembuatan Badan Usaha Dengan Konsep Omnibus Law Serta Peran Notaris di Dalamnya. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 7(03).https:// doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i03.

Erwinsyahbana, T. (2018). Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris Pengganti setelah Pelaksanaan Tugas dan Jabatan Berakhir. Lentera Hukum. 5(2),323340. DOI: 10.19184/ejlh.v5i2.7339.

Galuh P., (2021). Notaris Pailit Dalam Peraturan Jabatan Notaris. Diversi Jurnal

HukumVolume 4 Nomor 2. .DOI : https://doi.org/10.32503/diversi.v7i28.

Istanti, I., & Khisni, A. (2017). Akibat Hukum Dari Akta Jual Beli Tanah Dihadapan Ppat Yang Dibuat Tidak Sesuai Dengan Prosedur Pembuatan Akta Ppat. Jurnal Akta,4(2), 271-282. DOI: https://doi.org/10.30659/akta.v4i2.1797.

Kurniawan, I. W. A., & Arya, W. (2018). Tanggung Jawab Notaris Atas Akta yang Tidak Dibacakan Dihadapan Para Penghadap. Acta Comitas:  Jurnal

Hukum Kenotariatan,3(3). DOI: https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p08.

Novalianasari, H., Madjid, A., & Soekesi, T. S. (2020). Makna Frasa Pelanggaran

Berat pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Perspektif

Hukum Pidana. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. 5(2), 271279. DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um019v5i2p271-279.

Prakoso, B. (2021). Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Sebagai Dasar Perubahan Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah. Journal of Private and Economic Law,1(1), 63-82. DOI: https://doi.org/10.19184/jpel.v1i1.23859

Pratiwi A.. (2020). Sanksi Terhadap Notaris DalamMelanggar Kode Etik. Repertorium Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan. DOI: 10.28946/rpt.v9i2.637.

Podungge, W. R. (2022). Pemulihan Hak Keperdataan Notaris Yang Diberhentikan Secara Tidak Hormat Pasca Dinyatakan Pailit. Jurnal Officium Notarium, 2(1). https://doi.org/10.20885/JON.vol2.iss1.art9.

Puspaningrum, G. (2019). Notaris Pailit dalam Peraturan Jabatan Notaris. DIVERSI: Jurnal Hukum, 4(2), 199-217. https:// DOI : 10.32503.

Putra, F. M. K. (2014). Eksistensi Kreditor Separatis Sebagai Pemohon Dalam Perkara Kepailitan. Perspektif:Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan,19(1). https://doi.org/10.30742/perspektif.v19i1.606.

Wawan S. (2019). Tinjauan HukumTerhadap Kewenangan Pemberian Sanksi Pemberhentian Kepada Notaris Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal IUS Vol.VII No.02. DOI : https://doi.org/10.51747/ius.v7i2.669.

Wedha, I Nyoman Ganang Bayu & Made Gde Subha Karma Resen. (2022). Kepailitan Sebagai Alasan Pemberhentian Notaris Di Indonesia. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 7 No. 01. DOI :   https://

10.24843/AC.2022.v07.i01.p02.

Wiryawan, A. W. (2020). Tinjauan Yuridis Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris. Lex Renaissance, 5(1). 193-206. https://doi.org/10.20885/JLR.vol5.iss1.art12.

Yuhana, D. A. (2021). Peran Majelis Pengawas Daerah dan Notaris Penerima Protokol Terhadap Penyimpanan Protokol Notaris Yang Telah Berumur 25 Tahun.      Jurnal      Officium      Notarium,      1(1).      DOI      :

https://doi.org/10.20885/JON.vol1.iss1.art6 .

DISERTASI:

Prastyo, H. (2017). Akibat Hukum Terhadap Akta Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris Setelah Dinyatakan Pailit. Universitas Sebelas Maret.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

487