Pencantuman Klausula Proteksi Diri Oleh Notaris Dalam Pembuatan Akta Notaris: Perspektif Undang-Undang Jabatan Notaris
on
Vol. 8 No. 03 Desember 2023
e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Pencantuman Klausula Proteksi Diri Oleh Notaris Dalam Pembuatan Akta Notaris: Perspektif Undang-Undang Jabatan Notaris
I Putu Reinaldy Putrawan1, I Made Sarjana2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 11 Agustus 2023
Diterima : 8 Desember 2023
Terbit : 8 Desember 2023
Keywords :
Deed; Clause;Notary
Kata kunci:
Akta; Klausula; Notaris
Corresponding Author:
I Putu Reinaldy Putrawan, E-mail:
DOI :
10.24843/
AC.2023.v08.i03.p5
Abstract
The purpose of this study is to determine the legality of notarial deeds with the inclusion of self-protection clauses by Notary and related to the authenticity of notarial deeds that include selfprotection clauses in relation to the exercise of authority to make authentic deeds. This study uses normative legal research method with statutory, factual, analytical and conceptual approaches. The research results show that the use of the selfprotection clause by Notary is prohibited in the Notary Public Law because it places Notary as a party in the deed. Notaries can still be held liable for the losses of the parties as a result of the implementation of their position in terms of making deeds, including the clause, which actually the Notary cannot take refuge in the clause Authenticity of the deed with the inclusion of the clause will have legal implications that make the deed degraded or lose its evidentiary power to become a deed under the hand.
Abstrak
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui legalitas terhadap akta notaris dengan pencantuman klausul proteksi diri oleh Notaris serta berkaitan dengan autentisitas terhadap akta notaris yang mencantumkan klausula proteksi diri dalam kaitannya dengan pelaksanaan kewenangan terhadap pembuatan akta autentik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan, fakta, analitis dan konseptual. Hasil peneltiian menunjukkan bahwa penggunaan klausula proteksi diri oleh Notaris dilarang didalam Undang-Undang Jabatan Notariskarena menempatkan Notaris sebagai pihak didalam akta. Notaris tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap kerugian dari para pihak akibat dari pelaksanaan jabatannya dalam hal pembuatan akta tidak terkecuali pada klausula tersebut yang sebenarnya Notaris tidak dapat berlindung didalam klausula tersebut Autentisitas terhadap akta dengan pencantuman klausul tersebut akan menimbulkan implikasi hukum yang menjadikan akta tersebut terdegradasi atau kehilangan kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan.
-
I. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara hukum dengan prinsip yaitu adanya suatu penjaminan atas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan akan hukum. Dalam menjamin hal tersebut, diperlukan suatu alat untuk membuktikan telah tercapainya tujuan hukum tersebut dalam hal hak serta kewajiban subjek hukum dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Berkaitan dengan alat pembuktian khususnya dalam keperdataan, salah satunya ialah dengan menggunakan alat bukti berupa tulisan, yang dalam hal ini dilakukan dengan suatu akta.1 Akta tersebut menjadi alat bukti sebagai penjaminan atas kepastian akan hukum terkait hak serta kewajiban yang berkepentingan sehingga melindungi pihak tersebut. Akta merupakan suatu surat mengenai peristiwa yang terjadi sebagai suatu dasar dalam hak yang digunakan untuk pembuktian dan berisikan tandatangan sebagai persetujuan.2 Akta sebagai suatu alat pembuktian terbagi kedalam akta autentik dan akta dibawah tangan, yang masing-masing memiliki perbedaan utama dalam hal kekuatan pembuktian. Akta dapat dikatakan autentik jika akta tersebut dibuat berdasar atas bentuk sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta tersebut serta pembuatan atas akta tersebut dilakukan ditempat dimana ia memiliki kewengan membuatnya, yang dalam hal ini termaktub dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Sedangkan akta dibawah tangan dengan pembuatannya dilakukan langsung dari pihak yang berkepentingan dengan tidak adanya campur tangan pejabat yang memiliki kewenangan untuk itu. Namun, antara akta autentik serta akta dibawah tangan, keduanya sama-sama memiliki tujuan utama yaitu sebagai alat pembuktian.3
Notaris dalam hal ini berwenang terhadap pembuatan akta yang bersifat autentik sebagai seorang pejabat umum sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan serta dibuat berdasar atas wilayah jabatannya, yang selanjutnya melahirkan akta yang bersifat autentik. Hal tersebut sebenarnya dalam pasa tersebut mengamanatkan adanya Undang-undang yang mengatur bahwa Notarislah sebagai pejabat dengan wewenangnya dalam membuat akta yaitu sesuai dengan ketentuan UU tentang Jabatan Notaris, yang selanjutnya disingkat UUJN. Berkaitan dengan kewenangannya juga ditentukan dalam dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN dengan pembuatannya sebagai keharusan oleh undang-undang ataupun keiginan pihak yang nantinya dibuat melalui akta autentik sebagai alat pembuktian. Pelaksanaan kewenangan membuat akta autentik, tentunya harus didasari pada UUJN sebagai dasar acuan dalam pembuatan akta autentik. Pembuatannya tersebut juga ditentukan terhadap notaris yang melaksanakan jabatan salah satunya dengan jujur terhadap pembuatan suatu akta sebagai bukti telah terjadinya peristiwa hukum sebagai alat
untuk pembuktian, sesuai dengan Pasal 16 UUJN. Untuk menjamin kepastian, maka seorang notaris dalam pembuatan akta tersebut ialah meminta dokumen-dokumen pendukung untuk nantinya dapat dituangkan dalam suatu akta seperti tanda pengenal serta peristiwa hukum yang sesuai dengan keterangan ataupun kepentingan dari pihak, sehingga nantinya akan dituangkan kedalam suatu akta.4
Pembuatan terhadap akta autentik oleh notaris sebagai pelaksanaan jabatan notaris tersebut sangat dimungkinkan terjadinya suatu permasalahan hukum didalamnua yaitu berkaitan dengan prosedur ataupun permaslahan yang berasal dari para pihak yang secara tidak langsung melibatkan Notaris dalam suatu pemeriksaan sebagai proses penyelesaian permasalahan hukum tersebut. Akta tersebut dimungkian terjadinya suatu penyangkalan sebagai suatu permasalahan oleh pihak yang merasa kepentingannya dirugikan terhadap isi yaitu keterangan yang dicantumkan dalam akta tersebut.5 Hal ini yang melahirkan pemikiran bahwa adanya stau klausul yang dicantumkan dalam pembuatan akta sebagai klausul untuk melindungi diri Notaris jika terjadi hal demikian sebagai klausul proteksi diri. Klausul ini dibuat dengan tujuan agar Notaris tetap terlindungi nantinya jika terjadi penyangkalan-penyangkalan terhadap akta yang dibuatnya sebagai bukti yang kuat oleh Notaris.6
Berdasarkan hal tersebut maka pentingnya mengkaji berkaitan dengan adanya klausula proteksi diri dalam pembuatan akta notaris sebagai alat pembuktian oleh notaris jika terjadinya suatu penyangkalan-penyangkalan oleh para pihak terkait isi ataupun hal-hal yang merugikan para pihak sehingga notaris tersebut terlindungi. Sehingga dalam hal ini, permasalahan tersebut akan dikaji secara normative yang dirumuskan kedalam dua rumusan permasalahan, yakni (1) bagaimanakah legalitas akta notaris dengan pencantuman klausul proteksi diri oleh Notaris? dan (2) bagaimanakah autentisitas akta notaris dengan pencantuman klausul proteksi diri oleh Notaris? Tujuan penelitian kali ini berkaitan dengan sejauh mana legalitas terhadap akta yang mencantumkan klausul proteksi diri oleh notaris serta autentisitas akta terhadap adanya klausul proteksi diri oleh Notaris tersebut. Hal ini menjadi pokok terpenting dalam kajian kali ini karena akan berimplikasi bagi prosedur dalam membuat akta autentik sebagai dasar acuan untuk nantinya pelaksanaan pembuatan akta Notaris sebagaimana ditentukan dalam peraturan-peraturan yang berlaku.
Penelitian ini jika dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan, terdapat adanya persamaan dalam hal topik dan juga perbedaan dalam hal penempatan fokus utama dalam hal legalitas suatu akta terhadap akta notaris yang mencantumkan klausul proteksi diri yang nantinya akan berdmpak kepada autentisitas akta notaris tersebut khususnya dalam hal pembuktian dalam persidangan. Terdapat
penelitian terdahulu yang disusun oleh Raifin Oktiva, Iman Jauhari, dan Muazzin pada tahun 2021 yang mengkaji mengenai “Peran Majelis Pengawas Notaris Terkait Pencantuman Klausula Pelindung Diri”.7 Pengkajian utama terdapat pada pelaksanaan tugas oleh majelis tersebut terhadap kalusul proteksi didalam pembuatan suatu akta. Penelitian lainnya juga pernah dilakukan pada tahun 2022 melalui penelitian tesis di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jambi oleh Ismanto yang mengkaji terkait “Larangan Pencantuman Klausul Proteksi Diri Dalam Akta Notaris”.8 Fokus kajian tersebut terhadap berkaitan kepada batasan terhadap klausula proteksi diri yang dicantumkan serta akibat hukum yang terjadi jika dicantumkannya klausula tersebut. Berdasarkan hal tersebut, jika dibandingkan penelitian-penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan, maka terdapat perbedaan dala penelitian ini yaitu terhadap fokus penelitian yang akan dibahas mengacu pada adanya pencantuman klausula proteksi diri oleh Notaris tersebut yang akan dikasi berdasarkan UU Jabatan Notaris terhadap legalitas akta Notaris tersebut dan autentisitas akta dengan pencantuman kalusula proteksi diri.
Metode peneliitian hukum normatif terhadap penulisan ini dengan tujuan untuk menemukan kebenaran dengan dasar normatif yaitu dengan pendekatan perundang-undangan, fakta, analitis dan konseptual dengan dukungan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dalam peningkatan kualitas dari muatan materi yang terkandung dalam penulisan. Penelitian ini menggunakan teknik penelusuran bahan hukum berupa studi dokumen. Dalam proses menganalisis, penulisan ini memiliki sifat yang deskriptif serta dengan penggunaan metode yang kualitatif. Metode peneltiian hukum normatif ini sangat relevan untuk digunakan dalam penulisan ini dalam melakukan pemecahan masalah melalui pengkajian Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai dasar hukum pelaksanaan jabatan Notaris terhadap pencantuman klausula proteksi diri oleh Notaris dalam akta yang dibuatnya.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
3.1. Legalitas Akta Notaris Dengan Pencantuman Klausul Proteksi Diri oleh Notaris
Notaris secara terminologi merupakan sebuah kata yang berasal dari “nota-literaria” sebagai suatu tanda yang ditulskan sebagai suatu penggambaran atas ungkapan untuk disampaikan kepada nasrasumber. Pada hakikatnya, notaris suatu jabatan yang bertugas untuk melahirkan suatu alat bukti sebagai kebutuhan masyarakat akan kepastian dalam hal melakukan suatu periwstiwa hukum. Notaris diartikan secara yuridis termaktub didalam peraturan perundang-undangan sebagai legalitas pelaksanaan jabatan yaitu dalam UUJN, khususnya pada Pasal 1 angka 1. Berdasarkan definisi tersebut, sebenarnta terdapat 2 (dua) hal yang menjadi pengaturan didalam klausula tersebut, yaitu adanya pengaturan mengenai konsep secara teoritis mengenai notaris serta adanya pengaturan mengenai kewenangan notaris tersebut. Pemerintah
melalui peraturan perundang-undangan mengonstruksikan Notaris sebagai Pejabat Umum sebagai seseorang dengan tugas dalam memberi pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat secara menyeluruh.9
Keberadaan Notaris di Indonesia sebagai suatu hal yang sangat penting dikarenakan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap mewujudkan suatu kepastian serta perlindungan hukum. Dikatakan demikian karena terlihat dalam ranah hukum perdata di Indonesia sebagai pejabat yang berwenang terhadap pembuatan suatu akta yang memiliki keautentikan sempurna dalam hal pembuktian. Notaris dalam membuat alat bukti terhadap segala perjanjian oleh yang berkepentingan ataupun berdasarkan atas penetapan yang diharuskan Undang-undang untuk nantinya dinyatakan dalam bentuk akta.10 Abdulkadir Muhammad memberikan pendapat berkaitan dengan kewenangan Notaris tersebut sebagai suatu pelaksanaan tugas serta jabatan Notaris harus menjalankan:
-
a. Pelaksanaan jabatan oleh Notaris dalam hal pembuatan akta wajib dilaksanakan dengan baik serta benar yaitu sesuai dengan kehendak hukum ataupun permintaan dari para pihak karena jabatan, sehingga memenuhi segala ketentuan hukum ataupun pihak yang memiliki kepentingan untuk dicantumkan dalam suatu akta.
-
b. Pelaksanaan jabatan Notaris harus menghasilkan akta yang bermutu, yaitu sesuai dengan ketentuan perundangan ataupun mewakili kepentingan para pihak dengan sebenarnya. Hal ini mengacu pada Notaris yang nantinya haruslah memberikan suatu penjelasan tentang kebenaran akta.
-
c. Pelaksanaan jabatan Notaris harus menghasilkan akta yang berdampak positif sebagai alat bukti yang sempurna.11
Prosedur dalam pelaksanaan jabatan Notaris melalui pembuatan akta sebagai akta notaris sebagaimana diatur dengan UUJN ialah dengan mengkonstatir suatu peristiwa empiris yang nantinya akan dihubungkan dengan hukum sehingga menjadi peristiwa hukum tertentu yang nantinya akan dibuat dengan tertulis dalam suatu bentuk yang ditentukan sehingga menjadi suatu akta yang autentik. Dalam hal mengkonstatir tersebut, Notaris bertindak secara pasif dalam pelaksanaan profesinya sebagai prinsip dasar dalam hal memberikan pelayanan kepada pihak yang berkepentingan. Bertindak secara pasif tersebut ialah Notaris dalam melakukan tugasnya hanya melakukan pencatatan ataupun menulis berkaitan dengan keterangan pihak yang berkepentingan, tidak untuk memberikan perubahan ataupun memberi penambahan terhadap apa
yang menjadi keterangan para pihak, namun hanya akan disesuaikan beradasar atas peraturan yang berlaku agar dapat dicantumkan dalam akta.12
Kewenangan tersebut termaktub kedalam Pasal 15 UUJN sebagai kewenangan atribusi oleh undang-undang. Habib Adjie mengemukakan bahwa berdasarkan atas UUJN, Undang-undang yang mengatur serta menentukan kewajiban dalam hal suatu perbuatan hukum wajib dicantumkan dalam bentuk akta, serta peraturan terkait lainnya yang mensyaratkan pembuatan akta autentik oleh Notaris.13 Kewenangan atribusi terhadap Notaris tersebut memiliki cakupan yang luas, sehingga sebenarnya Notaris dalam pelaksanaan jabatannya untuk menjalankan kewenangan harus dengan benar yang membutuhkan suatu kemampuan yang khusus.
Pembuatan terhadap akta notariis harus memperhatikan pengaturan dalam UUJN yang secara khusus termaktub dalam Pasal 38 UUJN yaitu terkait bentuk serta sifatakta. Hal ini sebagai lex specialis dari ketentuan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang secara khusus menentukan akta tersebut dibentuk berdasar atas ketentuan dalam undaang-undang. Bentuk yang ditentukan dalam UUJN meliputi adanya suatu kepala,badan, serta akhir atau penutup akta.14 Berkaitan dengan akta tersebut, tidak jarang bahwa terdapat permasalahan hukum yang terjadi terhadap akta notaris yang mengakibatkan Notaris tersebut ikut terlibat didalam suatu permasalahan yang merupakan tanggungjawab Notaris terhadap produk hukumnya. Hal ini yang sebenarnya menimbulkan pemikiran kritis oleh Notaris yang selanjutnya melahirkan adanya pencantuman klausul proteksi diri dalam suatu akta oleh Notaris sebagai bentuk proteksi terhadap dirinya agar dapat tidak dilibatkan dalam suatu perkara.
Klausula proteksi terhadap Notaris tersebut umumnya ditemukan terhadap bentuk akta notaris yang isinya berdasar atas keterangan para pihak yang berkepentingan atau disebut sebagai akta para pihak (partij-acta). Pencantuman terhadap klausula proteksi digunakan oleh Notaris sebagai suatu urgentsitas Notaris untuk melindungi ataupun mengamankan diri. Berkaitan dengan urgensitas pencantuman klausul tersebut, Habib Adjie memberikan pendapat, yaitu sebagai:
-
a. Tindakan yang digunakan sebagai suatu unsur kehati-hatian terhdap pembuatan akta notaris
-
b. Melindungi Notaris terhadap hukum
-
c. Bentuk penyampaian informasi kepada pihak-pihak agar nantinya tidak selalu melabelkan Notaris sebagai pihak yang secara mutlak memiliki tanggung jawab tanpa didasari oleh bukti-bukti.
-
d. Cara dalam memberikan edukasi kepada para pihak dalam hal jika nantinya para pihak memberikan suatu keterangan yang palsu, maka mereka yang harusnya memiliki tanggungjawab.15
Pada hakikatnya, klausula proteksi diri yang dicantumkan oleh Notaris sebenarnya belum terdapat pengaturannya, yaitu khsusunya dalam UUJN sebenarnya tidak ada satu pasal pun yang menentukan bahwa isi dari akta dalam badan akta tersebut terkait dengan adanya pencantuman klausul proteksi diri oleh Notaris yang boleh dicantumkan sebagai tindakan proteksi dari hukum oleh Notaris. Ketetntuan dalam peraturan lainnya yang terkait sebenarnya juga belum mengatur mengenai pencantuman klausul tersebut sebagai kewajiban notaris untuk mencantumkannya didalam akta. Berkaitan denga isi akta sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 38 ayat (3) UUJN, pengaturan terhadap badan akta khususnya dalam hal isi akta sebagaimana ditentukan dalam huruf c tersebut hanya menentukan isi akta sebagai suatu kehendak pihak yang berkepentingan untuk dicantumkan dalam suatu akta sebagai suatu perbuatan hukum yang nantinya menjadi alat bukti terhadap hak yang dimilikinya. Berkaitan dengan klausula proteksi diri oleh Notaris sebagai tindakan melindungi diri, sebenarnya belum ada peraturan yang mewajibkan Notaris untuk mencantumkan hal tersebut sehingga kekuatan hukumnya tidak mengikat. UUJN atau peraturan lainnya juga belum mengatur secara eksplisit mengenai hal tersebut. Namun jika diinterpretasikan terhadap klausula tersebut sebenarnya, terdapat larangan untuk Notaris dalam hal menjadi pihak dalam suatu akta. Hal ini termaktub dalam Pasal 52 UUJN. Pasal tersebut menentukan bahwa adanya suatu larangan bagi Notaris dalam menjadi pihak untuk pembuatan akta. Berdasarkan hal tersebut, sebenarnya jika akta Notaris terdapat suatu klausul yang menentukan bahwa nantinya jika terjadi suatu permasalahan terhadap akta ataupun akibat yang lainnya dengan notaris tidak bertanggungjawab terhadap hal tersebut, maka sebenarnya hal ini sama seperti Notaris yang membuat akta tersebut menjadikan dirinya sebagai pihak didalam akta tersebut. Sehingga dengan ini secara yuridis hal tersebut dikatakan tindakan yang melanggar ketentuan dalam UUJN. Selain itu ditentukan dalam Pasal 53, bahwa sebenarnya Notaris tidsk membuat suatu ketentuan yang memberi suatu keundtungan bagi Notaris. Pencantuman ini dapat dinilai sebagai suatu hal yang memberi keuntungan Notaris yang dalam hal ini melanggar ketentuan dalam pasal tersebut. Pencantuman klausula tersebut juga sebenarnya bertentangan dengan konsep Notaris sebagai jabatan yang dibutuhkan masyarakat untuk dapat melindungi hak-hak masyarakat, namun jika dicantumkan kalusula tersebut, seolah-olah Notariis yang meminta perlindungan kepada masyarakat sebagai pihak dalam suatu akta, padahal sejatinya Notaris yang harusnya memberikan perlindungan terhadap hak dari para pihak.
Notaris dalam hal ini jika dalam hal pembuktian terbukti ikut andil ataupun membuat kesalahan, maka ia tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap permasalahan yang terjadi karena Notaris tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Klausul ini dapat dikatakan bahwa bukan menjadi jaminan akan suatu kepastian akan penuntutan Notaris dikemudian hari karena secara normatif tetap harus memegang tanggungjawab terhadap akta jika memang dapat dibuktikan
melakukan suatu pelanggaran terhadap produk hukumnya. Hal ini sejalan dengan adanya teori pertanggungjawaban oleh Krenenburg dan Vegtig, yaitu “Fautes de Services” sebagai suatu tanggungjawab yang diberikan terhadap posisi atau pelaksanaan jabatan.16 Berdasarkan teori tersebut sebenarnya Notaris tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap kerugian dari para pihak akibat dari pelaksanaan jabatannya dalam hal pembuatan akta tidak terkecuali pada klausula tersebut yang sebenarnya Notaris tidak dapat berlindung didalam klausula tersebut. Sehingga jika nantinya dalam suatu pelaksanaan jabatan terhadap akta yang digugat karena suatu permasalahan dan Notaris menjadi saksi ataupun sebagai turut tergugat dalam suatu persidangan dapat dimintakan pertanggungjawaban dengan pemanggilan melalui prosedur yang telah diatur dalam UUJN ataupun perundang-undangan terkait. Terlebih jika akta tersebut menimbulkan suatu kerugian yang dapat dibuktikan, maka Notaris tetap dapat dimintai pertanggungjawaban.
Akta Notaris sebagai alat pembuktian yang sah dan sempurna yang berarti bahwa dalam suatu pembuktian tidak diperlukan alat bukti lainnya lagi terhadap penyelesaian permasalahan hukum perdata.17 Akta notaris sebagai alat pembuktian yang memiliki sifat yang sempurna tersebut sebenarnya sebagai tanda kepercayaan negara kepada pejabat terhadap pembuatanakta autentik yang secara khusus menjadi kewenangan Notaris terhadap pembuatan akta autentik sebagai pelaksanaan sebagaian kewenangan negara dalam hal hukum keperdataan. Tanda kepercayaan tersebut terletak dalam produk hukum yang dihasilkan sebagai suatu akta autentik yang pada umumnya mengandung beberapa kekuatan pembuktian, yaitu:
-
a. Secara Lahiriah.
Kekuatan pembuktian akta sebagai akta autentik dalam hal ini terhadap kekuatan akta tersebut yang dapat membuktikan sendiri bahwa akta itu sebagai akta autentik. Keautentukan akta yang lahiriah tersebut sudah terlihat atau tampak dari luar atau dari fisik ataupun bentuknya sebagai suatu akta autentik. Ketentuan tersebut berdasarkan atas asas “acta publica probant sese ipsa” yaitu secara lahir terlihat akta autentik serta berdasar atas syarat-syarat sebagaimana mestinya, sehingga berlaku sebagai akta autentik kecuali dengan pembuktian terbalik.
-
b. Secara Formal
Akta dapat membuktikan dirinya tersebut dibuat sesuai dengan atutran hukum dalam hal tujuan serta segala yang dinyatakan ataupun tercantum didalam suatu akta yang semuanya tersebut merupakan suatu kebenaran pembuatan serta disaksikan oleh pejabat yang memiliki kewenangan untuk
membuatnya. Dengan kata lain bahwa akta dengan kekuatan pembuktian formal tersebut terlihat dalam hal substansi yang tertulis dalam suatu akta.
-
c. Secara Materil
Suatu akta autentik oleh para pihak memberi para pihak dan juga ahliwaris atau orang yang medapatkan suatu hak darinya, suatu bukti yang sempurna berkaitan dengan muatan. Dengan kata lain, mengacu pada suatu materi akta.18
Akta sebagai pembuktian dengan sifat pembuktian yang sempurna, sehingga sebenarnya didalam akta tersebut mengandung aspek-aspek yang harus dipenuhi agar menjadi sempurna baik dari segi material maupun formal sehingga mengikat para pihak. Nilai suatu kekuatan atas pembuktian oleh akta Notari sebagai akta autentik apabila telah memenuhi persyaratan dalam hal pembuktian formil dan materil, maka akta itu sebenarnya telah mencukupi batas minimum terhadap pembuktian sehingga tidak memerlukan alat bukti lain sebagai pendukung akta tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pembuatan akta oleh Notaris sebagai suatu produk hukum, Notaris harus bertanggung jawab atas akta tersebut. Namun apabila dalam pembuatannya tidak mengikuti ataupun memenuhi sebagaimana ditentukan dalam peraturan yang berlaku, dapat dikatakan akta memiliki kecacatan yuridis yang berimplikasi pada keautentikan akta notaris tersebut.
Suatu akta khususnya akta notaris yang dapat disebut sebagai akta yang autentisitasnya sempurna ialah dalam hal akta-akta sebagai produk hukum Notaris tersebut telah dibuat berdasar atas bentuk yang ditentukan oleh UUJN. Berkaitan dengan autentisitas suatu akta sebenarnya yang menjadi paying hukum ialah yang termaktub dalam Pasal 1868 KUH Perdata.19 Pembuatan terhadap akta oleh Notaris sebagai akta dengan kekuatan pembuktian sempurna harus dibuat dengan memastikan aspek-aspek berikut ini terpenuhi, yaitu:
-
a. Aspek Prosedural
Aspek ini mengandung arti dalam membuat akta notaris harus memperhatikan beberapa ketentuan sebagai suatu Teknik pembuatan untuk memastikan bahwa pihak yang memiliki kepentingan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku sekaligus terhadap peristiwa empiris yang nantinya akan dikaji serta diklasifikasikan kedalam peristiwa hukum tertentu. Hal tersebut dilakukan secara urut serta rinci sebagai pelaksanaan dari prinsip kehati-hatian oleh Notaris serta pasal-pasal lainnya dalam UUJN, yang pada umumnya yaitu:
-
- Menjalankan suatu kewenangan tentunya harus melakukan tahapan pengenalan para pihak melalui identitas yang di perlihatkan kepada Notaris
-
- Selanjutnya melakukan suatu tindakan pasif terhadap keterangann yang diberikan oleh para pihak dengan menanya ataupun mendengarkan sebagai suatu kepentingan para pihak.
-
- Notaris wajib dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap surat terkait yang berhubungan dengan kepentingan para pihak sebagai suatu bukti
-
- Selanjutnya, Notaris mengkonstatir peristiwa empiris tersebut kedalam suatu peristiwa hukum dengan memberikan penyuluhan hukum tentang apa yang menjadi keinginan para pihak dan memformulasikannya kedalam kerangka akta.
-
- Pembuatan akta sebagai keinginan para pihak tersebut harus dibuat oleh Notaris sedemikian rupa dengan mematuhi semua teknis administratif terhadap pembuatan akta
-
b. Aspek Wewenang
Pelaksanaan jabatan Notaris wajib berdasar atas aspek wewenang yang yang ditentukan dalam Pasal 15 UUJN. Notaris dalam pelaksanaan jabatannya tidak berdasar pada aspek ini, maka sebenarnya hal tersebut dapat dikategorikan kepada melakukan suatu tindakan diluar kewenangan sebagai Notaris sehingga jika kedepannya terdapat pihak-pihak merasa terhadap akta tersebut mengalami kerugian, maka menjadi tanggungjawab Notaris.
-
c. Aspek Substansial
Aspek ini sebenarnya aspek yang seharusnya benar-benar diperhatikan oleh Notaris terhadap pembuatan akta sebagai kewenangannya dikarenakan pada aspek ini sebagai pengimplementasian Notaris dalam hal menuagkan peristiwa empiris para pihak menjadi suatu alat bukti dengan mengkonstatir menjadi peristiwa hukum dengan memperhatikan Pasal 38 UUJN.20
Pelaksanaan terhadap kewenangan oleh beberapa Notaris khususnya dalam hal pembuatan akta dalam praktiknya, menggunakan suatu klausul baru sebagai tindakan untuk pemberian penegasan implisit terhadap kedudukan serta tanggungjawab Notaris. Klausul ini sebagai klausul proteksi terhadap Notaris agar dalam pelaksanaan kewenangannya, para pihak memberikan keterangan yang sejujurnya dengan dokumen-dokumen yang benar. Pada umumnya, pencantuman klauusl terhadap tindakan proteksi diri oleh Notaris tersebut dicantumkan dalam akta yang berbentuk partij acta yang sesuai dengan Analisa bahwa sebenarnya pencantuman tersebut sah saja dilakukan selama belum dilarang. Namun, pencantuman tersebut bukan menjadi wajib untuk dicantumkan, melainkan tergantung kepada kebutuhan Notaris. Pencantuman terhadap klauusl proteksi diri tersebut sebenarnya pada awal
penggunaannya menimbulkan kerancuan yang hadir terhadap kekuatan hukum dari klausula tersebut bhawa atas dasar Pasal 15 ayat (1) UUJN terkait kewenangan pembuatan akta berdasar atas keinginan para pihak tentang segala perbuatan, selanjutnya Pasal 38 ayat (3) huruf c terhadap badan akta yang isinya memuat kehendak pihak-pihak yang berkepentingan, serta Pasal 53 UUJN yang memberikan penegasan terhadap larangan bagi Notaris dalam mencantumkan ketentuan yang memberi hak ataupun keuntungan terhadap Notaris, istri ataupun suami dari Notaris, selanjutnya terhadap saksi beserta istri atau suami saksi, ataupun terhadap orangorang yang dalam hal ini memiliki hubungan keluarga dengan Notaris.
Ketentuan-ketentuan tersebut sebenarnya jika dianalisi memberikan suatu pemahaman secara eksplisit mengenai kewenangan Notaris terhadap membuat akta autentik dengan cara mengkonstatirkan peristiwa atau perbuatan para pihak dengan berdasar kesepakatan menjadi peristiwa hukum berdasarkan atas suatu kesepakatan yang dapat dituangkan dalam isi akta.21 Dalam hal ini Notaris bertugas dalam hal keterangan pihak-pihak tersebut sebagai fakta empiris harus disesuaikann dengan peraturan perundang-undangan terkait sehingga menjadi fakta hukum atau yuridis. Dalam hal mengkonstatir suatu fakta tersebut, Notaris tentunya akan berpedoman pada UUJN khususnya terhadap pencantman klausul yang sebenarnya menjadi suatu larangan terhadap pencantuman dikarenakan secara tidak langsung Notaris sebagai pihak didalamnya. Implikasi hukum yang terjadi akibat pencantuman tersebut ialah terhadap autentisitas akta Notaris yang sesuai dengan Pasal 52 Ayat (3) UUJN, bahwa akta menjadi terdegradasi sehingga memiliki kekuatan pembuktian dibawah tangan yang nantinya juga akan berakibat pertanggungjawaban Notaris itu sendiri untuk membayar biaya ganti rugi terhadap pembuatan akta.
Legalitas terhadap pencantuman klausula proteksi diri sebagai suatu tindakan pengamanan oleh Notaris berkaitan dengan sengketa hukum yang belum terdapat pengaturannya secara eksplisit, namun jika diinterpretasikan terhadap tindakan tersebut dalam hal pencantuman klausula proteksi diri Notaris, sebenarnya secara tidak langsung menempatkan Notaris sebagai pihak dalam akta yang melanggar ketentuan dalam UUJN sebagai tindakan pelanggaran hukum. Pencantumn kalusula proteksi diri akan menimbulkan implikasi terhadap kekuatan pembuktian akta yang terdegradasi sebagai akta dibawah tangan. Klausula proteksi diri tersebut tidak memberikan imunitas bagi Notaris terhadap pertanggungjawabannya, karena jika dapat dibuktikan akta yang dibuatnya telah melanggar hukum dna memberi kerugian bagi pihak-pihak, maka tetap Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum yang berlaku.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Arliman, L. (2015). Notaris dan Penegakan Hukum Oleh Hakim. Yogyakarta: Deepublish.
Habib, A. (2015). Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Bandung: PT. Refika Aditama.
Jurnal
Aulina, S. D. (2022). Analisis Yuridis Terhadap Akta Notaris Dalam Bentuk In Originali. Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum, 3(2). doi:
https://doi.org/10.55357/is.v3i2.214
Borman, M. S. (2019). Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Perspektf Undang-Undang Jabatan Notaris. Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 3(1). doi: https://doi.org/10.33474/hukeno.v3i1.1920
Fahmi, I. A. (2013). Analisis Yuridis Degradasi Kekuatan Pembuktian dan Pembatalan Akta Notaris Menurut Pasal 84 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Arena Hukum, 6(2). doi:
https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2013.00602.5
Gaol, S. L. (2018). Kedudukan akta notaris sebagai akta di bawah tangan berdasarkan undang-undang jabatan notaris. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 8(2). doi:
https://doi.org/10.35968/jh.v8i2.257
Hably, R. U., & Djajaputra, G. (2019). Kewenangan Notaris Dalam Hal Membuat Akta Partij (Contoh Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1003
K/PID/2015). Jurnal Hukum Adigama, 2(2). doi:
https://doi.org/10.24912/adigama.v2i2.6562
Hasmi, Rizah. (2022). Pemenuhan Syarat Formil dan Kekuatan Pembuktian Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah Elektronik. Banua Law Review, 4(1), h. 85-97. doi: https://doi.org/10.32801/balrev.v4i1.38
Iryadi, I. (2018). Kedudukan Akta Otentik dalam Hubungannya dengan Hak Konstitusional Warga Negara. Jurnal Konstitusi, 15(4). doi:
https://doi.org/10.31078/jk1546
Juanda, E. (2015). Eksistensi Dan Problematika Profesi Notaris. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 3(2). doi: http://dx.doi.org/10.25157/jigj.v3i2.417
Muljono, B. E. (2017). Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan. Jurnal Independent, 5(1). doi: https://doi.org/10.30736/ji.v5i1.59
Oktiva, R., Jauhari, I., & Muazzin, M. (2021). Peran Majelis Pengawas Notaris Terkait Pencantuman Klausula Pelindung Diri. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 10(2), 376-384. doi:10.24843/JMHU.2021.v10.i02.p13.
Purnayasa, A. T. (2018). Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris yang Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan Akta Autentik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3). doi: https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p01
Setiawan, A., & Gun, G. (2017). Analisis Yuridis Standar Prosedur Pelayanan
Operasional (Sppop) Notaris Dalam Pembuatan Akta Terkait Klausul Proteksi Diri Notaris Berdasarkan Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal Akta, 4(1). doi:
http://dx.doi.org/10.30659/akta.v4i1.1538
Sulaiman, Eman, dkk. (2020). Kekuatan Hukum Digital Signature Sebagai Alat Bukti Yang Sah Di Tinjau Dari Hukum Acara Perdata. Risalah Hukum, 16(2), h. 95-105. doi: https://doi.org/10.30872/risalah.v16i2.207
Tjukup, I. K., Layang, I. W. B. S., Nyoman, A. M., Markeling, I. K., Dananjaya, N. S., Putra, I. P. R. A., & Tribuana, P. A. R. (2016). Akta Notaris (Akta Otentik) Sebagai Alat Bukti Dalam Peristiwa Hukum Perdata. Acta Comitas, 1(2). doi:
https://doi.org/10.24843/AC.2016.v01.i02.p05
Tesis atau Disertasi
Ismanto, I. (2022). Larangan Pencantuman Klausul Proteksi Diri Dalam Akta Notaris. Disertasi. Universitas Jambi.
Nisa, N. Z. (2021). Urgensi Pencantuman Klausul Eksonerasi Pada Akta Pihak (Partij Acte). Universitas Surabaya.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, (2014), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Balai Pustaka, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 117 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 5491.
473
Discussion and feedback