Vol. 8 No. 02 Agustus 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Peran Notaris Dalam Proses Pembuktian Pada Sengketa Hak Atas Tanah di Pengadilan

Putu Aristia Anggara Putera1, I Ketut Sudantra2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 15 Juli 2023

Diterima : 23 Agustus 2023

Terbit : 28 Agustus 2023

Keywords :

Notary Public; Evidence; Land Rights Disputes


Kata kunci:

Notaris; Pembuktian; Sengketa

Hak Atas Tanah

Corresponding Author:

Putu Aristia Anggara Putera, E-mail:

[email protected]

DOI :

10.24843/

AC.2023.v08.i02.p12


Abstract

The research purpose is to evaluate the notary's accountability for a document used as evidence in court as well as whether a notary must be in court upon summons in order to participate in the proving process of land rights disputes. Empirical research techniques were used to conduct this study. Specifically, an investigation of legal principles, a comparison of textual truth with truth in society, and the use of historical perspectives. This study's conclusion is that the verification procedure greatly depends on whether The notary is entirely liable for the document he witnessed. The notary is required to be accountable for the formal correctness of the appearers, particularly if the deed is a party deed. While this is happening, the notary is the information provided by the appearers is the only thing that must match what is written in the deed. The Regional Supervisory Board safeguards the notary's duty to respond to subpoenas and inquiries. If the notary is called by the investigator or the court, the MPD is mandated by law to take specific actions. A notary will only relay information that is contained in the deed if the notary is testifying in court.

Abstrak

Dalam studi ini, bertujuan membahas mengenai tanggung jawab notaris atas akta yang berfungsi sebagai bukti di pengadilan, dan apakah notaris harus menghadiri panggilan pengadilan untuk berpartisipasi dalam proses pembuktian sengketa hak atas tanah. Penelitian ini menggunakan metode empiris. Di sini, penulis menggunakan metode fakta, analisis konsep hukum, dan analisis historis untuk membandingkan kebenaran teks dengan kenyataan sosial. Tujuan penulisan ini adalah guna meneliti tanggungjawab notaris atas akta yang menjadi alat bukti di pengadilan serta kewajiban notaris menghadiri panggilan pengadilan untuk terlibat dalam pembuktian sengketa ha katas tanah. Menurut penelitian ini, tanggungjawab notaris baik secara formil, materil maupun lahiriah atas aktanya sangat penting dalam suatu proses pembuktian. Notaris bertanggung jawab atas kebenaran formil para penghadap, khususnya jika akta tersebut adalah akta pihak. Namun, untuk kebenaran materiil, hanya penjelasan oleh penghadap yang menjadi tanggungjawab daripada notaris. Sedangkan untuk kebenaran materiil, notaris hanya bertanggungjawab atas bahwa benar apa yang tertuang pada akta merupakan kenyataan yang diberikan oleh para pembicara. MPD melindungi notaris dari kewajiban

mereka untuk memenuhi panggilan pengadilan dan penyidikan. Berdasarkan undang-undang MPD bertugas untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu apabila notaris mendapat panggilan baik oleh penyidik maupun oleh pengadilan. dalam hal notaris memberikan keterangan di pengadilan, notaris hanya menyampaikan keterangan sepanjang apa yang tertuang dalam akta.

  • I.    Pendahuluan

Sebagai makhluk sosial, manusia sudah memiliki naluri dan tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Akibatnya, meminta bantuan orang lain adalah salah satu kebutuhan manusia. Karena kebutuhan tidak universal, akibatnya akibat hukum dari segala kebutuhan itu seringkali berbeda untuk setiap individu yang menginginkannya. Dalam hubungannya dengan manusia lain maka manusia memerlukan hukum guna menjamin kepastian hak antara manusia satu dengan manusia yang lain.

Salah satu pilar penegakan hukum Indonesia adalah notaris. Notaris harus selalu berdasarkan pada undang-undang dan berpegang teguh pada prinsip moral sebagai pekerjaan mereka. Notaris adalah profesi hukum yang bersifat mulia1, dalam hal ini notaris diumpamakan sebagai wakil negara dalam hal hukum privat. Hal ini disebabkan fakta bahwa sebagai notaris, dia selalu berhadapan dengan masalah masyarakat. Notaris dapat menetapkan hak atas benda, properti, dan kewajiban seseorang, sehingga apabila notaris melakukan kekeliruan, hak seseorang dapat dicabut dan seseorang dapat terbebani dengan kewajiban yang tidak seharusnya.2

Seorang Notaris atau PPAT sering terlibat dalam proses hukum terkait dengan akta yang mereka buat selama menjalankan fungsinya. Notaris atau PPAT dapat menjadi pihak kedua dalam sengketa hak atas tanah di pengadilan. Ini dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti diduga terlibat dalam pelanggaran hukum dilakukan oleh pihak dalam akta di hadapan notaris.

Kewajiban notaris terletak pada keyakinan bahwa suatu perjanjian itu adalah sah berdasarkan syarat-syarat dalam undang-undang. Ini juga berarti bahwa perjanjian dapat dibatalkan jika mengandung informasi yang salah, kekeliruan, paksaan, atau penyalahgunaan keadaan. Apabila perjanjian dibuat oleh pihak yang tidak layak, itu tidak mengakibatkan pembatalan perjanjian; itu tetap sah selama tidak dibatalkannya. Dalam tanggung jawab perdata, secara yuridis perbuatan melawan hukum sangat luas, sehingga memungkinkan pihak lain menjadi rugi dan memiliki hubungan sebab akibat dengannya. Apabila notaris melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian orang lain, perbuatan tersebut dianggap telah dilakukan dan bersalah berdasarkan undang-undang. Kecuali, perbuatan tersebut bersifat pasif atau tidak melakukan apa-

apa tetapi tetap menjadi tanggung jawabnya. Notaris mungkin tidak memiliki pengetahuan, pengalaman, atau pemahaman yang memadai.Untuk mendukung akta notaris atau PPAT yang tidak sah, bukti lahiriah, formal, dan materiil harus diberikan. Jika tidak dapat dibuktikan, tindakan tersebut tetap sah dan mengikat bagi semua pihak yang terlibat dalamnya. Namun, keputusan tersebut dapat dianggap terdegradasi atau bawah tangan, dan bahkan dapat dinyatakan batal demi hukum jika terbukti ada kesalahan dalam proses persidangan.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini membahas peran notaris/PPAT dalam sengketa hak atas tanah. Tujuan daripada penelitian ini adalah guna mengukur antara das sollen dengan das sein tentang (1) Tanggungjawab Notaris/PPAT atas akte yang menjadi alat bukti pengadilan? (2) Apakah seorang Notaris/PPAT wajib untuk menghadiri panggilan pengadilan untuk terlibat dalam proses pembuktian sengketa hak atas tanah?

Studi ini mengkaji fungsi daripada notaris dalam proses penanganan sengketa hak tanah. Hoyrinissa Mayra, mahasiswi Kenotariatan Universitas Udayana, melakukan orisinalitas penelitian sebelumnya dalam jurnal yang ditulis pada tahun 2021 berjudul Akta Dinyatakan Batal Demi Hukum Oleh Pengadilan: Bagaimana Tanggungjawab Notaris. Jurnal ini menitik beratkan pada konsekuensi akte notaris yang dibatalkan pasca proses peradilan, termasuk tanggung jawab notaris. Jurnal ini lebih menekankan peraturan dalam UUJN dan KUHAP yang berkaitan dengan notaris dalam kaitannya dengan akta otentik yang diproses di pengadilan. Selain itu, jurnal tersebut berjudul Saksi di Muka Pengadilan: Bagaimana Peran Notaris? yang dibuat oleh Leonardo Wirautama, seorang mahasiswa Universitas Indonesia pada tahun 2022.3

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan bagian penting dari perkembangan ilmu hukum karena tujuan penelitian adalah untuk menemukan solusi atas masalah hukum yang muncul. Dalam konteks ini, penelitian hukum adalah penelitian yang dilakukan dalam kerangka pengetahuan dan pemahaman tentang hukum, dan temuan penelitian tersebut bertujuan untuk memberikan rekomendasi atau petunjuk tentang apa yang harus dilakukan terkait dengan masalah hukum.4 Untuk memperoleh, mengumpulkan, dan menganalisis bahan dan informasi ilmiah, metode penelitian diperlukan. Metode ini memungkinkan karya ilmiah memiliki struktur yang sistematis dan konsisten. Penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris yaitu mengevaluasi kesesuaian antara norma hukum dengan praktik atau pelaksanaan hukum. Penulis menggunakan pendekatan fakta, analisis konsep hukum, dan historis. Adapun data-data dalam penulisan ini penulis lakukan dengan tehnik wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Karangasem dan Ikatan Notaris Indonesia Kabupaten Karangasem, serta studi dokumen. Data sekunder juga diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan. Analisis kualitatif digunakan untuk menemukan jawaban atau kesimpulan atas pertanyaan penelitian setelah data primer dan sekunder dikumpulkan melalui studi dokumen dan wawancara.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Tanggungjawab Notaris atas Akta yang Menjadi Alat Bukti di Pengadilan

Notaris adalah lembaga yang menghasilkan bukti tertulis tentang suatu peristiwa hukum selama menjalankan tugasnya. Salah satu aspek penting dari profesi notaris adalah kewajiban undang-undang notaris untuk menjamin kebenaran apa yang ditulis dalam akta otentik.5 Notaris harus bertindak jujur, adil, seksama, amanah, dan mandiri. Selain itu, mereka harus mengedepankan kepentingan pihak yang melaksanakan tindakan dalam akte dan memberikan layanan yang berdasarkan amanat ketentuan UUJN, kecuali jika ada alasan untuk menolaknya. Notaris memiliki dua tugas dalam menjalankan tugasnya. Salah satu fungsi notaris adalah fungsi relatering, yang berarti bahwa notaris membuat akta berdasarkan apa yang disampaikan oleh pihak dan bahwa setiap hal yang ditulis dalam akta memang benar sesuai keinginan pihak-pihak tersebut dengan tetap berpedoman pada syarat sah suatu perjanjian. Fungsi berikutnya adalah fungsi konstatering, yang berarti notaris menuangkan isi akta daripada akta asli berdasarkan apa yang terjadi di depan notaris. Notaris dan notaris pengganti tidak memiliki wewenang mandat atau delegatif. Negara membentuk jabatan notaris untuk melaksanakan beberapa wewenang negara, terutama dalam bidang hukum pembuktian, menurut UUJN Jo. UUJN-P. Pasal 1868 dari KUH Perdata, yang berdiri di atas UUJN, mengatur pekerjaan notaris.6

Dalam ketentuan UUJN hanya bentuk formal akta otentik yang menjadi tanggungjawab notaris, bukan substansinya. Notaris tidak boleh terlibat dalam hal ini dan harus memberikan penjelasan hukum kepada penghadap yang memerlukan bantuan hukum dari notaris. Apabila penjelasan hukum yang diberikan Notaris dikemudian hari ternyata salah, hal itu dapat menjadi tanggungjawab notaris. Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa jika seorang notaris tidak bertindak berdasarkan undang-undang, maka notaris tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban atas kebenaran perbuatannya.

Tanggung jawab lahir dari kewenangan notaris, yaitu subyek hukum dalam hal ini, untuk membuat akta dan menjalankan kewajiban yang terkait dengan jabatannya. Pasal 15 UUJN memberikan notaris wewenang untuk membuat akta otentik. Aturan lain juga memberi mereka wewenang selain yang disebutkan di atas. Ini menunjukkan bahwa tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum sangat terkait dengan pekerjaan mereka. Teori Hans Kelsen menyatakan bahwa tanggung jawab notaris adalah sepenuhnya dan berdasarkan kesalahan yang diperbuatnya.7 Jika Notaris secara sadar berbuat salah pada proses akta dibuat, pertanggungjawaban notaris adalah berdasarkan kesalahan, sehingga notaris harus bertanggungjawab terhadap perbuatannya. Penuntutan terhadap kesalahan tersebut berupa ganti kerugian oleh para pihak dapat dilakukan atasnya, hal itu dikarenakan aktanya atau perbuatan atas aktanya menyebabkan para pihak merasa

dirugikan. Lain halnya dengan pertanggungjawaban absolut/mutlak terhadap notaris apabila meskipun dalam pembuatan akta notaris telah bertindak secara hati-hati dan mengedepankan ketentuan UUJN, namun tetap menimbulkan kesalahan yang tidak ia sengaja.

Notaris bertanggung jawab atas semua tindakan yang berkaitan dengan profesinya saat bertindak sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akte autentik. Terkait kebenaran materiil, pertanggungjawaban notaris hanya atas bentuk resmi akte yang sebenarnya, seperti pada ketentuan Undang-Undang; oleh karena itu, notaris tidak bertanggung jawab pada setiap hal yang dikarenakan lalai atau salah yang berkaitan dengan isi akta yang dibuat olehnya. Pertanggungjawaban atas kebenaran materiil dibatasi oleh batas-batas berikut:

  • 1.    Yurisprudensi menentukan tanggung jawab perdata notaris atas hal materil akta yang dibuatnya. Berdasarkan Putusan MA Nomor 702 K/Sip/1973, notaris tidak dianggap sebagai pihak dalam akta notaris jika akta notaris menjadi sengketa antara dua pihak. Dalam hal ini, jika akta tersebut tidak memiliki masalah formal, lahir, atau substansial, maka akta tersebut bertentangan dengan prinsip hukum yang disebutkan sebelumnya.8

  • 2.    Tanggung jawab perdata notaris atas kebenaran materiil dokumen yang mereka buat: Meskipun UUJN atau Peraturan Jabatan PPAT tidak menetapkan

ketentuan pidana secara tertulis, notaris dapat dipidana jika bertindak hal-hal yang melanggar hukum dan berunsur pidana. Kekuatannya sebagai alat

pembuktian tergantung pada kondisi di mana akta autentik dibuat. Tiga hal harus diperhatikan saat akta autentik dibuat, dan masing-masing dari elemen-elemen ini berhubungan dengan nilai pembuktian, antara lain:9

Aspek lahiriah membuktikan bahwa tindakan tersebut memiliki legitimasi hukum. Pihak yang menentang akta notaris harus menunjukkan kepada hakim bahwa akta notaris tersebut cacat sejak dibuat sampai pihak lain yang memiliki kekuatan hukum yang sah menggugatnya, karena tanggung jawab pembuktian di persidangan. Karena kekuatan lahiriah akta notaris, sebuah akta harus dianggap sah sebagaimana adanya tanpa memerlukan bukti tambahan untuk mendukung keabsahan.

Aspek formil adalah bagian yang memberikan kepastian tentang kejadian atau tindakan hukum pihak-pihak dan guna membuktikan formal akta itu sendiri serta apa yang Notaris lihat, dan dengar dalam akta. Pihak-pihak yang menentang akta notaris harus menunjukkan dalam persidangan pengadilan bahwa mereka menentangnya. Penentang bertanggung jawab atas bukti. Dalam aspek materiil, pihak yang menentang akta notaris dapat mengajukan gugatan ke pengadilan jika mereka menentang aspek materiil akta notaris.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Majelis Pengawas Daerah Notaris di Kabupaten Karangasem, I Ketut Sarjana, SH., Notaris/PPAT di Kabupaten Karangasem, tanggungjawab notaris/PPAT terhadap akta yang menjadi obyek sengketa di pengadilan lebih cenderung pada kebenaran formil pada akta tersebut. Hal itu dikarenakan akta yang menjadi obyek sengketa dalam peradilan adalah partij acta atau akta pihak, yaitu akta yang isi materilnya merupakan kesepakatan-kesepakatan yang diterangkan oleh para pihak. Sehingga dalam hal ini yang menjamin kebenaran daripada isi/substansi dari kesepakatan pada akta adalah para pihak. Sedangkan notaris hanya menjamin bahwa benar yang tertuang dalam Sakta adalah apa yang diterangkan oleh para pihak.

Menurut Notaris/PPAT I Ketut Sarjana, SH, justru yang harus menjadi perhatian lebih dari notaris dalam menuangkan akta adalah pada komparisi akta tersebut yang mana berisikan kebenaran formil dari para pihak. Apakah penghadap bertindak untuk dirinya sendiri, untuk orang lain berdasarkan kuasa, ataupun jika penghadap telah kawin maka diperlukan persetujuan suami/istrinya dalam melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Sehingga menurutnya tanggungjawab notaris/PPAT terhadap akta yang dibuat dihadapannya lebih kepada kebenaran formil dari akta tersebut.

Sedangkan menurut hasil wawancara dengan Ketua Ikatan Notaris Indonesia Kabupaten Karangasem, I Made Gede Sudanes, SH., M.Kn., Notaris/PPAT di Kabupaten Karangasem, tanggungjawab notaris dalam hal akta yang dibuat dihadapannya dijadikan sebagai alat bukti dalam proses peradilan adalah produk akta itu sendiri. Hal itu dikarenakan, selama akta tersebut adalah akta yang bersifat autentik, maka akte tersebut adalah suatu alat pembuktian yang sifatnya sempurna baik secara lahiriah, formil maupun materil. Sehingga menurutnya tanggungjawab notaris adalah akta itu sendiri selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Selama ini notaris di Karangasem dalam setiap pemanggilan notaris oleh pengadilan maupun penyidik, kepentingan mereka akan pihak notaris hanya sebatas sebagai pihak yang memberikan kesaksian berdasarkan akta yang dibuat olehnya. Sehingga menurutnya apabila terdapat pemanggilan terkait akta, notaris tidak perlu takut. Notaris cukup menyampaikan dan menjelaskan apa yang ia telah tuangkan dalam akta. Menurutnya ketika memberikan keterangan, jangan sampai notaris menyampaikan terkait diluar substansi akta tersebut. Misalnya saat Notaris memang mengenal salah satu pihak dalam akta, sebaiknya tidak menyampaikan latar belakang dan hal-hal lain yang dapat mengakibatkan pertanyaan-pertanyaan baik penyidik maupun hakim bisa menjadi meluas karenanya.

  • 3.2    Kewajiban Notaris/PPAT Menghadiri Panggilan Pengadilan untuk Terlibat dalam Proses Pembuktian Sengketa Hak atas Tanah

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan, juga dikenal sebagai jalur litigasi, adalah penyelesaian sengketa melalui proses pada pengadilan di mana hakim memiliki wewenang untuk menentukan juga memutuskan sengketa. Proses ini lebih formal dan teknis, membutuhkan banyak waktu, mahal. Salah satu metode bersengketa dalam ruang lingkup hukum perdata adalah melalui pengadilan penyelesaian sengketa pertanahan. Pada intinya, ini mencakup ganti rugi dan tindakan melanggar hukum. Dalam hal ini, notaris bertindak sebagai pejabat umum dan menjalankan tugas pemerintah yang mengharuskan mereka untuk membantu membuat akta untuk

menjamin keamanan hukum bagi semua pihak. Jika notaris membuat akta yang benar-benar merugikan pihak lain, notaris dapat dimintai pertanggungjawaban dan dihukum administratif.

Berdasarkan keterangan narasumber Notaris Made Gede Sudanes, bahwa pemanggilan notaris oleh pihak pengadilan maupun penyidik merupakan suatu bentuk pemenuhan atas tanggungjawab yang notaris miliki terhadap akta yang dibuatnya. Dalam praktiknya, Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Kehormatan Notaris memeriksa notaris sebelum mereka diizinkan untuk berpartisipasi dalam proses peradilan, menunjukkan bahwa notaris memiliki hak yang sama seperti pejabat umum di depan hukum. Sebagai pejabat umum menurut ketentuan yang berlaku, notaris ketika memberikan persetujuan atas perbuatan autentik dalam rangka urusan pemerintahan, wajib mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan kewajibannya.10

Berdasarkan hasil wawancara dengan Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Karangasem, I Ketut Sarjana, SH., Notaris di Kabupaten Karangasem, pada tahun 2022 terdapat 7 (tujuh) panggilan oleh pengadilan kepada notaris/PPAT, yang mana seluruhnya merupakan kasus mengenai sengketa hak atas tanah. Menurutnya, ketujuh panggilan tersebut hanya bertujuan untuk memberikan kesaksian di hadapan para hakim dan para pihak, tidak sampai pada menjadi turut tergugat. Menurutnya setiap sengketa hak atas tanah yang melibatkan notaris/PPAT dalam proses peradilan di Kabupaten Karangasem selalu bermula dari adanya perjanjian antara para pihak yang ditentukan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). baik PPJB beserta kuasa maupun PPJB tidak dengan kuasa. Sehingga notaris/PPAT dalam hal ini dianggap dapat memberikan keterangan terkait perjanjian berupa PPJB yang dibuat dihadapannya.

Berdasarkan Pasal 1866 KUHPerdata, bukti tulisan, saksi-saksi, pengakuan, persangkaan, dan sumpah adalah semua jenis bukti yang dapat digunakan sebagai bukti dalam kasus sengketa di persidangan. Menurut Notaris/PPAT, I Ketut Sarjana, SH., Pasal 1866 KUHPerdata ini mewajibkan notaris untuk memberikan keterangan dan penjelasan mengenai isi akta daripada akta yang dibuat di hadapannya. Namun, bukan untuk turut membuktikan bahwa akta tersebut benar secara substansial.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Karangasem, Notaris/PPAT I Ketut Sarjana, SH., dalam hal pemanggilan notaris baik oleh penyidik bahkan pengadilan, ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Melihat aturan diatas setiap Notaris mendapatkan panggilan baik dari penyidik, maupun pengadilan, Notaris selalu dibawah perlindungan dan pengawasan dari Majelis Pengawas Daerah. Perlindungan dan pengawasan yang dimaksudkan adalah agar jangan sampai notaris sebagai profesi mulia turun derajatnya serta kepercayaannya di mata masyarakat. Namun dengan tidak bermaksud untuk menutup-nutupi apabila terdapat kesalahan daripada Notaris itu sendiri.

Narasumber I Ketut Sarjana, SH juga menyampaikan bahwa selama ia menjabat sebagai Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Karangasem, setiap rekan Notaris yang

memperoleh panggilan baik dari penyidik maupun dari pengadilan, selalu melapor dan berkonsultasi terlebih dahulu kepada MPD. Sehingga hal tersebut menurutnya dapat setidaknya menjaga marwah profesi serta memberikan jaminan keadilan dan kepastian hukum bagi Notaris. Menurutnya, dalam setiap pemanggilan Notaris, notaris harus memastikan terlebih dahulu akta yang berkaitan dengan pokok perkaranya. Baik tentang komparisi akta maupun tentang isi akta tersebut. Kemudian notaris mengecek secara seksama tentang apa yang ia tuangkan pada akta. Sehingga Ketika hadir dalam pemanggilan tersebut notaris dapat menyampaikan serta menjawab pertanyaan-pertanyaan baik dari penyidik maupun hakim berdasarkan isi akta. Akan lebih baik lagi apabila Notaris juga memperhatikan warkah akta tersebut sebagai informasi penunjang tentang lahirnya akta tersebut.

Menurut Narasumber, saat hadir dalam suatu pemanggilan oleh penyidik maupun hakim. Notaris cukup menyampaikan hal-hal yang hanya berkaitan pada akta. Apabila terdapat pertanyaan yang bersifat melebar menurutnya notaris cukup menyampaikan “saya Notaris hanya mengetahui sepanjang isi akta dan tidak mengetahui hal-hal yang tidak berkaitan dengan akta”.

Apabila teori-teori, serta ketentuan perundang-undangan diatas dikaitkan dengan hasil wawancara dengan narasumber, bahwa kewajiban Notaris/PPAT dalam memenuhi panggilan pengadilan dalam proses pembuktian sengketa hak atas tanah adalah sebuah kewajiban. Namun kewajiban disini bukan untuk memberatkan atau hal yang bersifat negatif. Melainkan hanya menerangkan isi daripada akta yang ia buat baik secara lahiriah, materiil, maupun formil di muka persidangan. Notaris dalam hal ini juga hanya menyampaikan keterangan sepanjang akta itu sendiri guna melancarkan proses peradilan. Selain itu notaris juga pasti memperoleh pendampingan baik melalui MPD maupun MKN

  • 4.    Kesimpulan

Tanggung jawab notaris/PPAT meliputi tanggung jawab secara lahiriah, formil, dan materiil atas akta yang berfungsi sebagai alat bukti di pengadilan. Titik berat daripada tanggungjawab tersebut lebih cenderung pada kebenaran formil khususnya pada komparisi akta. Dimana notaris harus jeli dan seksama dalam menuangkan data formil daripada penghadap. Sedangkan dalam hal materiil dari akta tersebut, notaris hanya berkewajiban untuk memastikan bahwa informasi pada akta sudah sesuai dengan informasi yang diberikan atau disepakati para penghadap. Kewajiban Notaris/PPAT dalam memenuhi panggilan pengadilan dalam proses pembuktian sengketa hak atas tanah adalah sebuah kewajiban. Kewajiban tersebut dilakukan dengan perlindungan dan pengawasan dari Majelis Pengawas Daerah Notaris. Dalam hal notaris memenuhi panggilannya, notaris berkewajiban untuk memberikan keterangan dan menjelaskan terkait isi daripada akta tersebut. Tetapi bukan untuk turut membuktikan kebenaran materil dari akta tersebut. Adapun batasan notaris/PPAT dalam menyampaikan keterangannya hanya sepanjang isi akta tersebut guna memperlancar jalannya persidangan di pengadilan. apabila terdapat pemanggilan terkait akta, notaris tidak perlu takut. Notaris cukup menyampaikan dan menjelaskan apa yang ia telah tuangkan dalam akta. Menurutnya ketika memberikan keterangan, jangan sampai notaris menyampaikan terkait diluar substansi akta tersebut. Misalnya saat Notaris memang mengenal salah satu pihak dalam akta, sebaiknya tidak menyampaikan latar belakang

dan hal-hal lain yang dapat mengakibatkan pertanyaan-pertanyaan baik penyidik maupun hakim bisa menjadi meluas karenanya.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

Habib Adji, 2014, “Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kelsen, Hans, 2008, “Pure Theory of Law, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif”, Nusa Media, Bandung.

Jurnal

Agus Toni Purnayasa, 2021 “Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris Yang Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan Akta Autentik,” Acta Comitas 03, No. 03

https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03

Brillian Pratama, Happy Warsito, Herman Adriansyah, 2022, “Prinsip Kehati-hatian Dalam membuat Akta Oleh Notaris”. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 11(1), 25-26. DOI http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v11i1.1640

Finanto Valentino & Dalem Dahana, C., 2022, “Pencegahan Dan Perlindungan Hukum Terhadap Kriminalisasi Jabatan Notaris”. Jurnal Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 7(2), 330-331. https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i02.p13

Firhan Umar & I Gede Artha, 2023, “Pengaturan Frasa Menghadap dan Berhadapan Dalam Pembuatan Akta Notaris”. Jurnal Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan 8(1) https://doi.org/10.24843/AC.2023.v08.i01.p9

Hendra, Rahmad, 2017, “Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru.” Jurnal Ilmu Hukum, 3(1) https://doi.org/10.30652/jih.v3i01.1029

Hoyrinissa Mayra, P. N. Simatupang, 2021, “Akta Dinyatakan Batal Demi Hukum Oleh Pengadilan: Bagaimana Tanggungjawab Notaris”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 10 No. 1, https://doi.org/10.24843/KS.2021.v10.i01.p14

Selly Masdalia Pertiwi, I Nyoman Sirtha, dan I Made Pria Dharsana, 2017, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Berakibat Batal Demi Hukum Pada Saat Berakhir Masa Jabatannya”, Acta Comitas, Jurnal Hukum Kenotariatan,

https://doi.org/10.24843/AC.2017.v02.i02.p09

Leonardo W., & Siti Hajati, 2022, “Saksi Di Muka Pengadilan: Bagaimana Keduduka Akta Dan     Peran     Notaris?”,     Jurnal     Kertha     Semaya,     DOI:

https://doi.org/10.24843/KS.2022.v10.i06.p12

Laksmi Mahadewi, Novy Purwanto, 2021, “Tanggung Jawab Notaris Pengganti yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam Pembuatan Akta Autentik”, Acta Comitas, vol. 06, no. 03 https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i02.p18

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491

375