Vol. 8 No. 02 Agustus 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Jaminan Fidusia:

Perspektif Keabsahan Hukum dan Mekanisme Penilaian

Ni Wayan Nilandari 1, Putu Aras Samsithawrati 2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 03 Juli 2023

Diterima : 09 Agustus 2023

Terbit : 28 Agustus 2023

Keywords :

Legal Legitimacy, Intellectual Property, Fiduciary Guarantee, Intellectual Property Appraisal.


Abstract

This study aims to examine and elaborate more comprehensively regarding the legal validity of intellectual property as an object of fiduciary guarantees in obtaining bank credit facilities for creative economy actors and to elaborate on the mechanism for intellectual property valuation and the approach used in determining the economic value of intellectual property. This study used a type of normative legal research method with a statutory approach and legal concept analysis. The results of the study indicated that the validity of intellectual property as a fiduciary guarantee is contained in various provisions, namely Law 28/2014, Law 13/2016, Creative Economy Law and PP 24/2022. The category of intellectual property that can be used as a fiduciary guarantee is normatively determined to be only intellectual property that has been registered and registered at the ministry responsible for legal affairs and intellectual property, namely registered and registered with the Directorate General of Intellectual Property, as well as intellectual property that has been managed either independently or by transferring rights to other parties. PP 24/2022 has explicitly regulated the mechanism for bank and non-bank financial institutions in providing access to intellectual property-based financing for creative economy actors, namely by evaluating the intellectual property that is used as collateral, using several approaches, namely: the cost approach, the market approach, the income approach and/or other valuation approaches in accordance with the applicable valuation standards.

Kata kunci:

Keabsahan Hukum, Kekayaan Intelektual, Jaminan Fidusia, Penilaian Kekayaan Intelektual.


Corresponding Author:

Ni Wayan Nilandari, E-mail: [email protected]


DOI :

10.24843/AC.2023.v08.i02.p9


Abstrak

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji dan mengelaborasi secara lebih komprehensif terkait keabsahan hukum terhadap kekayaan intelektual sebagai objek jaminan fidusia dalam mendapatkan fasilitas kredit perbankan bagi pelaku ekonomi kreatif dan untuk mengelaborasi mekanisme penilaian kekayaan intelektual serta pendekatan yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi kekayaan intelektual. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keabsahan kekayaan intelektual sebagai jaminan fidusia tertuang dalam berbagai ketentuan yaitu UU 28/2014, UU 13/2016, UU Ekonomi Kreatif serta PP 24/2022. Kategori kekayaan intelektual yang dapat dijadikan jaminan fidusia secara normatif ditentukan hanyalah kekayaan


intelektual yang sudah terdaftar dan tercatat di kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan hukum dan kekayaan intelektual, yaitu didaftarkan dan dicatatkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, serta kekayaan intelektual yang telah dikelola baik secara mandiri maupun dengan pemindahan hak kepada pihak lain. PP 24/2022 telah mengatur secara eksplisit mekanisme bagi lembaga keuangan bank maupun nonbank dalam memberikan akses pembiayaan berbasis kekayaan intelektual bagi pelaku ekonomi kreatif yaitu dengan melakukan penilaian terhadap kekayaan intelektual yang dijadikan agunan, dengan beberapa pendekatan yaitu: pendekatan biaya, pendekatan pasar, pendekatan pendapatan dan/atau pendekatan penilaian lainnya sesuai dengan standar penilaian yang berlaku.

  • I.    Pendahuluan

Dalam perkembangan revolusi 4.0 pertumbuhan perekonomian negara semakin meningkat. Bank merupakan institusi yang memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan ekonomi Indonesia. Salah satu elemen yang memberikan dorongan bagi perkembangan ekonomi nasional adalah kegiatan perbankan, dimana bank berperan dalam menyimpan dan menyalurkan dana kepada anggota masyarakat.1 Dalam menerapkan fungsi bank yang pertama yaitu menyimpan dana dari masyarakat, bank membuka peluang bagi masyarakat dalam menyimpan dana yang dimiliki di bank dalam bentuk simpanan berupa tabungan, giro, deposito, dan sebagainya. Disamping itu dalam menerapkan fungsi bank yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat salah satunya diterapkan dalam bentuk pemberian kredit oleh bank. Pemberian dana kepada masyarakat yang dilakukan oleh bank sebagai kredit berasal dari uang yang telah disimpan oleh masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, atau deposito. Dalam hal bank memberikan kredit kepada masyarakat, bank menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip kepercayaan untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah. Prinsip kehati-hatian diterapkan melalui penilaian persetujuan kredit yaitu formula 4P dan 5C.

Formula 4P terdiri dari Personality, Purpose, Prospect, dan Payment. Sedangkan formula 5C terdiri dari Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition. Salah satu bagian dari 5C yaitu Collateral (jaminan) pada umumnya bukan merupakan syarat wajib dalam mendapatkan fasilitas kredit dari bank, namun untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet, jaminan berperan penting dalam konteks ini. Jaminan perbankan pada awalnya hanya dikenal bentuk jaminan yang lebih berfokus pada jaminan kebendaan yaitu benda berwujud seperti mobil, tanah, rumah, dan sebagainnya, namun seiring dengan perkembangannya pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UU 42/1999) yang menentukan bahwa benda yang bergerak tak berwujud dapat digunakan objek jaminan utang, salah satunya yaitu kekayaan intelektual sebagai

objek jaminan fidusia. Dalam jaminan fidusia, terjadi pemindahan hak kepemilikan suatu benda dengan dasar kepercayaan, dimana pemilik benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap memiliki kekuasaan atas benda tersebut. Dengan demikian, yang dialihkan adalah hak kepemilikan benda berdasarkan kepercayaan.2

Di negara Indonesia, awalnya istilah yang digunakan dalam mengkaji kekayaan intelektual adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HAKI), namun istilah HAKI resmi berubah menjadi Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI). HKI sendiri berasal dari kata Intellectual Property Rights yang termasuk dalam kategori kepemilikan individu, yaitu hak terhadap benda yang tidak berwujud. Berdasarkan peraturan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Kemenkumham istilah HKI tidak lagi dipergunakan karena telah diubah menjadi Kekayaan Intelektual.3 Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut KI) menurut David I. Bainbridge, KI merupakan hak yang timbul dari kreativitas manusia, dimana manusia mengungkapkan kemampuan berpikirnya melalui berbagai karya yang memberikan manfaat dan mendukung kehidupan manusia, serta mempunyai nilai ekonomi. Organisasi Internasional yaitu WIPO (World Intellectual Property Organization) mengkategorikan KI sebagai aset tidak berwujud. WIPO memasukkan KI sebagai salah satu aset perusahaan, dimana aset perusahaan dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu aset berwujud, misalnya bangunan, gedung, mesin, keuangan, dan infrastruktur serta aset tidak berwujud, misalnya merek, desain, ide, dan aset sektor kreatif lainnya.4

KI sebagai benda tidak berwujud (intangible rights) juga dikemukakan oleh Insan Budi Maulana, KI terdiri dari dua komponen utama yang termasuk dalam hukum kebendaan tidak berwujud. Pertama, terdapat Industrial Property Rights (Hak Kekayaan Industrial) yang berkaitan dengan inovasi atau invensi yang terkait dengan kegiatan industri. Ini mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Kedua, terdapat Copyrights (Hak Cipta) yang memberikan perlindungan terhadap karya dalam bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan.5 Bagian tersebut termasuk dalam jenis-jenis KI yang telah dilindungi dalam hukum di Indonesia.

KI memiliki peran yang signifikan dalam mendukung perkembangan ekonomi kreatif, seperti di pulau Bali yang terkenal kaya akan budaya tradisionalnya seperti musik dan tariannya.6 Wisatawan mancaegara yang datang ke Indonesia khususnya ke pulau Bali tertarik dengan budaya tersebut. Budaya dan kekayaan alam Indonesia memiliki

pesona dan kharisma yang tinggi untuk menarik wisatawan serta mengembangkan pariwisata sehingga membawa nilai ekonomi bagi negara Indonesia khususnya pulau Bali. Berkaitan dengan nilai ekonomi suatu benda dalam konteks ini disebut sebagai karya yang lahir dari intelektual manusia seperti musik dan tarian tradisional erat kaitannya dengan KI.7 Musik merupakan KI yang telah dilindungi oleh hak cipta, dimana pencipta karya memperoleh hak eksklusif melalui hak cipta.8 Pemegang hak cipta atas karya yang diciptakannya berhak mendapatkan hak ekonomi dalam memperoeh manfaat ekonomi atas penggunaan karya tersebut.9 Dalam perkembangannya banyak bisnis pendukung industri pariwisata yang telah didirikan di sekitar Bali, dimana destinasi wisata komersial ini banyak memainkan musik Bali untuk mendorong kegiatan ekonomi. Lantunan dan aransemen musik yang khas akan budaya Bali senantiasa mengiringi kegiatan pariwisata Bali yang sudah terkenal tidak hanya di tanah air melainkan dalam kancah internasional.10

Salah satu jenis KI yaitu Hak Cipta yang telah dilindungi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UU 28/2014). Pasal 16 ayat (3) UU 28/2014 menentukan bahwa Hak Cipta memiliki potensi untuk digunakan sebagai jaminan fidusia. Ketentuan ini tentu memberikan peluang besar bagi pencipta untuk menggunakan ciptaannya sebagai objek jaminan fidusia. Disamping itu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (selanjutnya disebut UU 13/2016) khususnya dalam Pasal 108 ayat (1) juga menentukan bahwa Hak atas Paten memiliki potensi untuk digunakan sebagai jaminan fidusia. Ketentuan ini juga memberikan peluang bagi para inventor untuk menggunakan invensinya sebagai objek jaminan dalam mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga keuangan. Namun dalam penerapannya ketentuan ini dirasa belum optimal jika dijadikan dasar hukum bahwa KI dapat dijadikan objek jaminan fidusia, karena belum ada ketentuan yang menjelaskan secara lebih spesifik terkait dengan mekanisme penilaian atau valuasi KI, persyaratan teknis pengajuan KI sebagai objek jaminan fidusia di lembaga keuangan11, dan jenis KI yang dapat digunakan sebagai jaminan fidusia, mengingat bahwa tidak semua Peraturan Perundang-undangan terkait KI mengatur mengenai KI yang dimungkinkan dijadikan jaminan fidusia.

Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, pemerintah perlu mengembangkan sektor ekonomi kreatif sebagai salah satu prioritasnya. Merujuk pada penjelasan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (selanjutnya disebut PP 24/2022) bahwa peningkatan nilai tambah KI sebagai dasar ekonomi kreatif memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi yang signifikan dengan memanfaatkan sumber daya intelektual bangsa. Namun, dalam pelaksanaannya, perkembangan ekonomi kreatif menghadapi sejumlah tantangan, yaitu kendala dalam memperoleh akses layanan perbankan, promosi, infrastruktur, perkembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif, serta kurangnya kolaborasi yang memadai antara pemangku kepentingan yang terlibat.

Terkait dengan tantangan yang dihadapi dalam praktiknya, pemerintah telah mengambil tindakan tertentu, salah satunya yaitu menerbitkan PP 24/2022, yang mengatur tentang penggunaan KI sebagai jaminan fidusia bagi pelaku ekonomi kreatif dalam mendapatkan akses pembiayaan. Perlindungan terhadap hasil kreativitas para pelaku ekonomi kreatif telah diatur secara lebih detail dalam PP 24/2022. Indonesia memiliki potensi besar dalam industri kreatif, seperti film, musik, desain, dan sebagainya, namun pengembangan industri kreatif membutuhkan dukungan finansial yang kuat khususnya dari segi pembiayaan. Dengan dikeluarkannya PP 24/2022 memberi harapan dan peluang bagi pelaku usaha ekonomi kreatif yang telah mendapatkan perlindungan berkaitan dengan KI yang dimilikinya untuk menerima kemudahan pembiayaan. Dalam konteks ini, misalnya dalam bentuk kredit dari lembaga keuangan baik bank ataupun nonbank, dimana produk ekonomi kreatif yang berbasis KI ini dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang, salah satu persyaratannya karya kreativitas tersebut telah dicatatkan sehingga telah memiliki sertifikat KI.

Keberadaan KI sebagai jaminan fidusia didukung dengan adanya PP 24/2022, Salah satu ketentuan yang diatur mencakup peluncuran skema pembiayaan yang berbasis KI. Dalam sistem ini, KI digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan, sehingga mereka dapat memberikan dukungan finansial kepada para pelaku ekonomi kreatif. Secara keseluruhan, PP ini mencakup isi penting terutama mengenai pembiayaan, pertanggugjawaban lembaga pemerintahan, serta keaktifan masyarakat dalam mewujudkan perkembangan ekonomi kreatif dan cara ataupun metode yang dapat dilakukan dalam penyelesaian konflik pembiayaan. PP 24/2022 ini terlihat bertujuan untuk membantu dan mendukung kesuksesan para pelaku ekonomi kreatif, terutama setelah dampak yang muncul karena Covid-19 yang menimbulkan kesenjangan di segala aspek kehidupan, termasuk ranah ekonomi.12 Sehubungan dengan latar belakang tersebut, dalam studi ini kajian berfokus pada dua permasalahan sebagai berikut: (1) bagaimana keabsahan hukum terhadap keberadaan KI yang digunakan sebagai objek jaminan fidusia dalam mendapatkan fasilitas kredit perbankan?; dan (2) bagaimana mekanisme penilaian KI yang dijadikan objek jaminan fidusia oleh lembaga perbankan? Studi ini memiliki tujuan dalam mengkaji dan

mengelaborasi lebih komprehensif keabsahan hukum terkait keberadaan KI sebagai objek jaminan fidusia dalam mendapatkan fasilitas kredit perbankan bagi pelaku ekonomi kreatif dan untuk mengelaborasi mekanisme penilaian KI serta pendekatan yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi dari suatu karya KI yang dijadikan objek jaminan fidusia dalam kaitannya dengan akses kredit perbankan.

Penelitian ini memiliki kesamaan topik dengan beberapa studi sebelumnya, yaitu mengkaji mengenai KI sebagai objek jaminan utang, namun fokus kajiannya berbeda. Penelitian ini menekankan pada keabsahan serta mekanisme penilaian KI sebagai objek jaminan fidusia. Studi terdahulu dilakukan oleh: (1) Trias Palupi Kurnianingrum, studi yang berjudul “Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit Perbankan Intellectual Property As Banking Credit Guarantee”.13 Dalam studi ini, penelitian berfokus pada kedudukan dan kendala hak KI sebagai jaminan kredit perbankan; Kemudian (2) Gerrid Williem Karlosa Reskin & Wirdyaningsih, studi yang berjudul “Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan Utang Menurut PP Nomor 24 Tahun 2022”.14 Dalam studi ini, penelitian berfokus pada analisa pengaturan hak KI jika dijadikan jaminan utang menurut PP 24/2022 dan kendala yang akan dihadapi dalam pengimplementasiannya mengingat hak KI merupakan aset yang tidak berwujud.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode atau jenis penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach) dan pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach). Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian hukum yang melibatkan analisis dokumen-dokumen hukum yang dianggap sebagai norma atau aturan yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat serta menjadi landasan dan panduan bagi perilaku masyarakat.15 Bahan hukum dalam studi ini yang dikaji yang berasal dari bahan hukum primer yakni UU 42/1999, UU 28/2014, UU 13/2016, UU Ekonomi Kreatif serta PP 24/2022. Tehnik pengumpulan bahan hukum menggunakan tehnik studi dokumen melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mengidentifikasi bahan hukum terkait, mensistimatisasi dengan cermat dan mengelompokkannya yang termasuk dalam kategori bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Kemudian, bahan tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis diskriptif kualitatif.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Keabsahan Hukum Terhadap Kekayaan Intelektual sebagai Objek Jaminan Fidusia

KI adalah hak yang muncul dari karya intelektual seseorang yang menghasilkan keuntungan materiil, yang pada konsepnya memberikan kesejahteraan bagi

pemiliknya. KI juga merupakan hak yang timbul dari kegiatan kreatif manusia yang diekspresikan kepada masyarakat dalam berbagai bentuk, dan memiliki manfaat dalam mendukung kehidupan manusia karena memiliki nilai ekonomi.16

Menurut Balew Mersha & G/Hiwot Hadush, mereka berpendapat bahwa KI adalah hasil dari kegiatan berpikir dan mencipta di sektor industri, ilmu pengetahuan, dan seni. Oleh karena itu, menurut pandangan mereka, cakupan KI sangatlah luas. Sehubungan dengan kekayaan tersebut negara melindunginya melalui peraturan perundang-undangan. Tujuan dari perlindungan KI adalah untuk melindungi hak eksklusif para pencipta dan bertujuan untuk mendorong kreativitas, penyebaran, dan pemanfaatan hasil kreativitas manusia, serta mempromosikan perdagangan yang adil yang dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan sosial.17

KI merupakan aset yang saat ini sangat bernilai tinggi, dimana pemegang KI mendapatkan hak eksklusif atas karyanya. Secara prinsip, pemegang KI pada dasarnya memiliki kedudukan yang sama dengan pemilik hak atas benda menurut Buku II KUHPerdata, yaitu individu.18 Dalam konteks benda yang diatur dalam Pasal 499 KUHPerdata, mencakup segala jenis barang dan hak yang bisa menjadi objek kepemilikan. Dalam pengertian hukum, benda merujuk pada segala hal yang bisa menjadi fokus hukum, termasuk KI. Sebagai salah satu hak kebendaan, KI memiliki 2 (dua) hak yang disebut dengan hak eksklusif, terdiri dari hak moral (moral rights) yang selalu melekat pada pemiliknya dan hak ekonomi (economic rights) yang bermanfaat memberikan keuntungan dalam bentuk royalti, hak ekonomi memiliki sifat yang dapat beralih kepemilikannya kepada pihak lain (transferable), oleh karenanya yang menerima hak tersebut juga mendapatkan manfaat ekonomi.19 KI dianggap sebagai aset yang tidak berwujud (intangible assets) yang memiliki unsur ekonomi dan nilai investasi. Unsur ekonomi yang terdapat dalam KI itulah yang membuatnya menjadi aset yang berharga, sehingga dapat digunakan sebagai jaminan dalam mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank.

Dalam perjanjian kredit bank, adanya jaminan memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi keamanan bank dan mengurangi risiko. Jaminan ini memberikan kepastian hukum dari debitur bahwa mereka akan memenuhi kewajiban untuk membayar utang dan bunga yang mereka pinjam dari bank. Dalam konteks hukum jaminan, terdapat keterkaitan antara pemberi pinjaman dan peminjam dalam perjanjian pinjam-meminjam sebagai kontrak utama, dimana objek jaminan berperan sebagai kontrak pendukung (acessoir).20 Dikeluarkannya UU 42/1999 membuka peluang besar terhadap keberadaan KI sebagai benda tidak berwujud yang

dimungkinkan menjadi objek jaminan utang, dalam konteks ini KI dibebankan jaminan fidusia. Pasal 1 angka 2 UU 42/1999 mendefinisikan Jaminan fidusia adalah suatu bentuk jaminan yang diberikan oleh pihak pemberi fidusia kepada pihak penerima fidusia atas suatu benda bergerak, termasuk benda berwujud atau tak berwujud serta benda tidak bergerak sebagai jaminan pelunasan utang atau pemenuhan kewajiban. Dalam jaminan fidusia, pihak penerima fidusia memiliki hak istimewa untuk menguasai dan menjual objek jaminan jika pihak pemberi fidusia tidak dapat memenuhi kewajibannya. Jaminan fidusia biasanya diatur dalam perjanjian yang mengikat antara kedua belah pihak, dan memberikan perlindungan kepada pihak penerima fidusia terhadap risiko wanprestasi atau ketidakmampuan pihak pemberi fidusia untuk membayar utang atau memenuhi kewajiban. Jaminan ini tetap berada di bawah kepemilikan pihak yang memberikan fidusia dan digunakan sebagai agunan untuk melunasi utang tertentu. Ketentuan ini sangat jelas menentukan bahwasannya benda bergerak tak berwujud dapat digunakan sebagai objek jaminan fidusia, dalam konteks ini termasuk KI.

Secara konseptual, jaminan fidusia merujuk pada bentuk jaminan yang memperoleh status sebagai hak kepemilikan atas objek yang digunakan sebagai jaminan setelah objek tersebut resmi terdaftar di kantor pendaftaram fidusia. Artinya, jika objek yang menjadi jaminan fidusia tidak terdaftar, maka hak yang dimiliki oleh yang menerima fidusia berdasarkan perjanjian pembebanan fidusia bukanlah hak kepemilikan atas objek tersebut, melainkan hak pribadi atau personal. Konsep dari jaminan fidusia, yaitu objek jaminan tersebut tidak dikuasai oleh pihak kreditur, melainkan tetap dikuasai oleh pihak debitur sebagai pemilik benda yang dijaminkan tersebut dan tidak ada penyerahan secara fisik.21 Dalam penelitian ini, fokus utama adalah pada teori fidusia yang melibatkan perjanjian pemindahan hak milik suatu objek dengan dasar kepercayaan, namun pemilik objek tetap memegang hak kepemilikan. Fidusia, memiliki peran penting dalam menjaga keamanan kredit perbankan sebagai bentuk jaminan, yang dilahir karena adanya perjanjian kredit bank.

Hasil sidang ke-13 United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) Working Group VI on Security Interest di Ney York tanggal 19-23 Mei 2008 menentukan bahwa, KI akan digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit dari lembaga perbankan di tingkat internasional.22 Berdasarkan UU 28/2014 khususnya dalam Pasal 16 ayat (3) menentukan bahwa hak cipta memiliki potensi untuk digunakan sebagai jaminan fidusia dan UU 13/2016 khususnya Pasal 108 ayat (1) menentukan bahwa hak atas paten memiliki potensi untuk digunakan sebagai jaminan fidusia. Namun dalam penerapannya ketentuan ini dirasa belum optimal jika dijadikan dasar hukum bahwa KI dapat dijadikan objek jaminan fidusia, karena belum ada ketentuan yang menjelaskan secara lebih spesifik terkait dengan mekanisme penilaian atau valuasi KI, persyaratan teknis pengajuan KI sebagai objek jaminan fidusia di lembaga keuangan, dan jenis-jenis KI yang dapat dijadikan jaminan fidusia, mengingat bahwa tidak semua Peraturan Perundang-undangan terkait KI mengatur mengenai KI yang dimungkinkan dijadikan jaminan fidusia. Berdasarkan peraturan OJK saat ini, secara teoritis penggunaan KI sebagai objek jaminan untuk fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan aturan OJK sudah diperbolehkan, namun demikian, terdapat beberapa faktor penting yang menjadi catatan, seperti valuasi nilai KI, baik yang dilakukan oleh penilai eksternal maupun internal yang memiliki sertifikat terkait KI.23

Keberadaan KI sebagai objek jaminan dalam mendapatkan fasilitas kredit kembali menjadi isu yang banyak dibahas dalam lingkungan masyarakat setelah pemerintah menetapkan regulasi yang mengatur lebih detail terkait dengan KI sebagai objek jaminan utang yaitu PP 24/2022 pada tanggal 12 Juli 2022.24 Urgensi diterbitkannya PP 24/2022 adalah sebagai amanat UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, Sebagai pijakan bagi pertumbuhan ekonomi negara, peningkatan nilai tambah KI menjadi dasar bagi perkembangan ekonomi kreatif, stimulus pengembangan ekonomi kreatif, dan pemulihan ekonomi nasional pasca wabah covid-19. Disamping itu, Presiden berkeinginan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif, dimana pertumbuhan ini dalam praktiknya serta berdasarkan data tahun 2020 menunjukkan bahwa sektor ekonomi kreatif dianggap sebagai salah satu pilar utama dalam perekonomian Indonesia di masa depan.25 Salah satu aspek utama yang diatur dalam PP ini yaitu membuka skema pembiayaan berbasis KI. Fasilitas skema pemiayaan berbasis KI terdiri dari 2 (dua) hal, yakni pemanfaatan KI yang memiliki nilai ekonomi dan penilaian KI. Pasal 1 angka 4 PP 24/2022 menentukan bahwa skema pembiayaan dengan KI merujuk pada pola pembiayaan yang menggunakan KI sebagai jaminan kepada lembaga keuangan, sehingga mereka dapat memfasilitasi pembiayaan kepada para pelaku ekonomi kreatif. Objek jaminan utang yang dimaksud dalam ketentuan ini pelaksanaannya dapat dilakukan dalam bentuk jaminan fidusia terhadap KI, kontrak dan/atau hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif (Pasal 9 ayat (2) PP 24/2022).

Ekonomi kreatif didefinisikan sebagai hasil dari nilai tambah yang timbul dari KI yang berasal dari kreativitas manusia, yang berakar pada warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi. Pelaku ekonomi kreatif mengajukan pembiayaan berbasis KI kepada lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank. Syarat yang wajib dipenuhi oleh pelaku ekonomi kreatif saat mengajukan pembiayaan berbasis KI diatur dalam Pasal 7 ayat (2) PP 24/2022 setidaknya, persyaratan tersebut mencakup: proposal pembiayaan, memiliki usaha di bidang ekonomi kreatif, memiliki keterkaitan dengan produk KI dalam ekonomi kreatif, dan memiliki dokumen pencatatan atau sertifikat terkait KI. KI yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang berdasarkan Pasal 10 PP 24/2022 yaitu KI yang sudah terdaftar atau tercatat di kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan hukum dan KI serta KI yang telah dikelola baik secara mandiri maupun dengan pemindahan hak kepada pihak lain. Frasa “KI yang sudah dikelola” adalah KI yang telah dikomersialisasikan oleh pemiliknya atau oleh pihak lain sesuai dengan perjanjian. Dalam KBBI, komersialisasi diartikan sebagai tindakan menjadikan sesuatu sebagai objek perdagangan. Secara sederhana komersialisasi dapat diartikan sebagai proses transformasi suatu objek, produk, atau barang tertentu menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomi.

Penerapan mekanisme pembiayaan dari pengelolaan KI dalam praktik di beberapa negara telah membuktikan bahwa hal tersebut dapat memberikan dampak yang signifikan dalam mempercepat proses pengembangan sistem inovasi dan meningkatkan nilai tambah dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Beberapa negara yang telah menerapkan mekanisme tersebut antara lain:26

  • 1.    Pada bulan Desember 2010, Departemen Kekayaan Intelektual Hong Kong meluncurkan sebuah program pengakuan kepemilikan intelektual yang didukung oleh modal melalui kemitraan dengan Bank of China (Hong Kong), Chon Hing Bank, Citi Commercial Bank, Hang Seng Bank, dan Bank of East Asia.

  • 2.    Pada bulan Desember 2013, pemerintah Malaysia meluncurkan skema pembiayaan berbasis KI (IPFS) senilai RM200 juta dan pada bulan Mei 2015, telah memberikan pinjaman sebesar RM20 juta kepada 11 perusahaan melalui Malaysia Debt Ventures Bhd (MDV), sebuah badan yang mengelola program tersebut.

  • 3.    Pada bulan April  2014, IPOS (Kantor  Kekayaan  Intelektual Singapura)

mengeluarkan sistem pendanaan KI senilai $100 juta yang bertujuan untuk mendorong Usaha Kecil dan Menengah (UKM) lokal dengan menggunakan kekayaan intelektual sebagai jaminan untuk pinjaman bank. Proyek ini melibatkan DBS Bank, Ltd; Overseas-Chinese Banking Corp, Ltd; dan United Overseas Bank, Ltd.

  • 4.    Pada tahun 2014 China telah melakukan lebih dari RMB63,5 miliar dalam bentuk pinjaman berbasis KI sejak program diterbitkan pada tahun 2008 dikelola oleh China Development Bank, lembaga keuangan milik pemerintah China. Penelitian empiris menunjukkan bahwa pemerataan pinjaman modal berbasis KI telah membantu meningkatkan kapasitas untuk inovasi mandiri di perusahaan China.

Beberapa negara tersebut di atas telah membuka pembiayaan berbasis KI, dimana dalam peminjaman kredit di lemaga keuangan, KI telah dijadikan jaminan dalam beberapa praktik tersebut. Hal ini tentu menjadi pelajaran dan referensi bagi negara Indonesia untuk segera mengoptimalkan skema pembiayaan berbasis KI. Salah satunya dengan mempertimbangkan untuk membuat perbandingan elemen dengan model pengaturan terkait KI di beberapa Negara, seperti Singapura yang telah mengakui dan menggunakan KI sebagai jaminan untuk pinjaman bank, dengan penerapan seperti membentuk lembaga penilai KI independen, mengenalkan standar penilaian, serta mendukung dengan menerima KI sebagai jaminan untuk pinjaman bank.27 Di Indonesia pada praktik di Bank Negara Indonesia (BNI) sudah menerima KI dengan jenis merek sebagai jaminan fidusia, namun hanya sebagai jaminan tambahan.

  • 3. 2 Mekanisme Penilaian Kekayaan Intelektual sebagai Objek Jaminan Fidusia oleh Lembaga Perbankan

Kepercayaan perbankan dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur adalah adanya dukungan berupa jaminan. Salah satu faktor pendukung KI sebagai objek jaminan fidusia adalah valuasi atau penilaian atas jaminan KI tersebut. Namun demikian penilaian KI sebagai benda tidak berwujud dirasa sangat sulit untuk

menentukan nilai KI sebagai objek jaminan fidusia. Hambatan ini menjadi salah satu penyebab perbankan sebagai pihak kreditur ragu menerima objek jaminan KI sebagai jaminan utang. Menurut modul 11 IP Panorama yang diterbitkan oleh WIPO, penilaian KI “a process to determine the monetary value of subject Intellectual Property”. Oleh karena itu, penilaian KI yang termasuk dalam kategori aset tak berwujud, tidaklah sesederhana menilai aset yang memiliki bentuk fisik, dan belum tentu dipahami oleh semua orang.28

Penilaian pada suatu karya KI dirasa sangat penting dan perlu untuk diterapkan dalam menjadikan KI tersebut sebagai objek jaminan oleh lembaga perbankan. Di Indonesia, pihak perusahaan melaksanakan penilaian terhadap KI yang dimilikinya dengan alasan transaction, internal use dan other purposes. Penilaian ini dilakukan oleh para penilai professional yang megikuti Kode Etik Penilai Indonesia (selanjutnya disebut KEPI) serta Standar Penilaian Indonesia (selanjutnya disebut SPI). Jika berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik, bahwa penilaian didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pendapat tertulis mengenai nilai ekonomi suatu objek penilaian sesuai SPI.29 Oleh karenanya untuk menentukan suatu nilai ekonomi dari KI tersebut harus dilakukan mekanisme penilaian terhadap KI yang nantinya akan menambah kepercayaan pihak lembaga perbankan menerima KI sebagai objek jaminan.

Dalam Pasal 8 PP 24/2022 menentukan bahwa Lembaga keuangan, baik itu bank maupun lembaga keuangan nonbank, dalam memberikan pembiayaan berbasis KI melakukan beberapa hal sebagai berikut: a. verifikasi terhadap usaha ekonomi kreatif; b. verifikasi surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa; c. penilaian kekayaan intelektual yang dijadikan agunan; d. pencairan dana kepada pelaku ekonomi kreatif; dan e. penerima pengembalian pembiayaan dari pelaku ekonomi kreatif sesuai perjanjian.

Penilaian KI yang dijadikan agunan lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 12 ayat (1) PP 24/2022 penilaian menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya:

  • a.    pendekatan biaya

Pendekatan ini berfokus pada perhitungan biaya yang telah dikeluarkan untuk mengembangkan atau mengakuisisi KI.30 Dalam pendekatan ini, nilai KI ditentukan berdasarkan biaya yang telah dihabiskan untuk menghasilkan atau memperoleh KI tersebut. Biaya yang termasuk dalam penilaian meliputi biaya riset dan pengembangan, biaya pendaftaran KI, biaya perolehan dari pihak ketiga, dan biaya lainnya yang terkait dengan pengembangan dan pemeliharaan KI. Namun, pendekatan biaya juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan utamanya adalah bahwa metode ini tidak memperhitungkan nilai masa depan atau potensi pendapatan yang dihasilkan oleh KI.

  • b.    pendekatan pasar

Pendekatan Pasar melibatkan perbandingan KI yang sedang dinilai dengan KI serupa yang telah diperdagangkan di pasar. Dalam pendekatan Pasar, yang perlu dilakukan adalah mencari data tentang transaksi KI serupa yang telah terjadi di pasar. Transaksi ini bisa berupa penjualan atau lisensi KI yang sejenis atau memiliki karakteristik yang mirip. Data pasar yang dicari termasuk harga penjualan, royalti, atau nilai lisensi yang diperoleh dalam transaksi tersebut. Setelah data pasar ditemukan, selanjutnya melakukan analisis perbandingan. KI yang sedang dinilai dibandingkan dengan KI serupa yang telah diperdagangkan untuk melihat sejauh mana karakteristik dan nilai-nilainya serupa. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam analisis ini termasuk cakupan KI, jangka waktu atau umur KI, tingkat perlindungan hukum, potensi pendapatan, risiko, dan faktor-faktor lain yang relevan. Hasil dari analisis perbandingan ini dapat digunakan untuk menentukan nilai KI yang sedang dinilai. Jika terdapat transaksi pasar yang sebanding, nilai pasar yang terkait dapat digunakan langsung sebagai acuan nilai. Namun, jika tidak ada transaksi yang serupa, analisis yang dilakukan dapat menghasilkan rentang nilai atau indikasi nilai yang bisa digunakan sebagai dasar untuk menentukan nilai yang wajar. Pendekatan pasar memiliki keuntungan utama yaitu menggunakan data pasar aktual untuk menentukan nilai KI. Hal ini dapat memberikan gambaran yang lebih objektif dan aktual tentang nilai KI. Selain itu, metode ini juga dapat memberikan indikasi nilai yang didasarkan pada keadaan pasar saat ini, yang dapat memperhitungkan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi nilai. Namun, pendekatan ini mempunyai beberapa kelemahan, kelemahan utamanya yaitu keterbatasan data pasar yang tersedia, terutama jika KI yang sedang dinilai memiliki karakteristik yang unik atau langka. Selain itu, harga transaksi pasar juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak terkait langsung dengan nilai KI itu sendiri.

  • c.    pendekatan pendapatan

Pendekatan ini melibatkan analisis potensi pendapatan masa depan yang dapat diperoleh dari penggunaan atau pemanfaatan KI. Dalam pendekatan pendapatan penting untuk dilakukan identifikasi dan analisis sumber-sumber pendapatan yang dihasilkan oleh KI. Ini dapat meliputi pendapatan dari penjualan produk atau jasa yang dilindungi oleh hak KI. Setelah sumber pendapatan teridentifikasi, selanjutnya melakukan proyeksi pendapatan masa depan yang dapat diperoleh dari KI. Ini melibatkan analisis faktor-faktor seperti perkiraan penjualan, pangsa pasar, harga, biaya produksi, pertumbuhan industri, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pendapatan. Setelah proyeksi pendapatan masa depan disusun, selanjutnya menerapkan metode penilaian yang sesuai untuk menghitung nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang diharapkan. Metode penilaian yang umum digunakan dalam pendekatan pendapatan antara lain adalah metode diskon arus kas (discounted cash flow) dan metode pengali pendapatan (income multiplier method). Metode diskon arus kas menggunakan tingkat diskonto yang mencerminkan tingkat risiko dan waktu untuk mengalkulasikan nilai saat ini dari arus kas yang diantisipasi di masa mendatang. Metode ini mengasumsikan bahwa nilai KI terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan pendapatan di masa depan. Metode pengali pendapatan, di sisi lain, menggunakan rasio atau pengali berdasarkan data pasar untuk mengalikan pendapatan yang diharapkan dari KI. Pengali ini dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat pertumbuhan industri, risiko, dan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh KI. Pendekatan pendapatan memiliki keuntungan utama yaitu fokus pada potensi

pendapatan yang dihasilkan oleh KI, yang seringkali menjadi faktor utama dalam menilai nilai KI. Pendekatan ini juga mencerminkan nilai masa depan dan potensi keuntungan yang mungkin diperoleh dari KI tersebut. Namun, pendekatan pendapatan mempunyai beberapa kelemahan, kelemahan utamanya yaitu ketergantungan terhadap proyeksi dan perkiraan yang dapat menjadi subjektif dan rentan terhadap ketidakpastian.

  • d.    pendekatan penilaian lainnya sesuai dengan standar penilaian yang berlaku

Untuk mengantisipasi perkembangan dalam hal penilaian KI di masa sekarang, PP 24/2022 menambahkan pendekatan penilaian lainnya berdasaran standar penilaian yang berlaku.

Penilaian (valuasi) terhadap suatu objek jaminan sangat tergantung pada keyakinan penilai, karena masing-masing pendekatan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam hal tertentu, sebagai contoh penilaian bisa menggunakan pendekatan pasar, namun untuk hal lain, justru lebih tepat jika menggunakan pendekatan penilaian yang lain.

Penentuan nilai KI hanya dapat dilakukan oleh individu atau kelompok yang telah memperoleh izin sebagai penilai yang diakui oleh kementerian yang bertanggung jawab dalam bidang keuangan negara. Mereka harus mempunyai pengetahuan dan keahlian yang memadai dalam bidang penilaian KI serta harus terdaftar dalam kementerian yang bertanggung jawab dalam tugas-tugas pemerintahan di sektor ekonomi kreatif (Pasal 12 ayat (3) PP 24/2022).

Perlu ditekankan di sini, mengingat KI merupakan aset tidak berwujud yang memang memiliki kerumitan dalam penilaiannya, tidak seperti aset yang berwujud, maka dalam PP 24/2022 kompetensi di bidang KI sangat dibutuhkan. Hal ini untuk memastikan hasil penilaian yang dilakukan penilai KI dapat dipercaya dan memiliki kekuatan atau kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga bisa meyakinkan lembaga keuangan bank maupun nonbank untuk menerima KI sebagai objek jaminan. Saat ini di Indonesia sudah terdapat lembaga yang diakui pemerintah untuk melaksanakan penilaian terhadap aset yang akan dijadikan objek jaminan. Terdapat juga Asosiasi Profesi Penilai yang sering disebut dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (selanjutnya disebut MAPPI). MAPPI terdaftar dan berada dalam pembinaan Kementerian Keuangan, MAPPI melaksanakan penilaian terhadap aset berdasarkan SPI yang diterbitkan oleh MAPPI. Dalam SPI, disebutkan secara garis besar bahwa penilaian dibagai menjadi 2 (dua) bagian, yaitu penilaian aset properti dan penilaian aset bisnis. Dalam hal ini KI termasuk dalam kategori penilaian aset bisnis. Sejalan dengan perkembangannya SPI yang telah diterbitkan oleh MAPPI telah mengalami beberapa perubahan, hal demikian dilaksanakan untuk menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan kemajuan dalam penilaian aset secara nasional maupun internasional. Pengurus serta anggota MAPPI, mengakui bahwasannya penilaian terhadap aset KI masih jarang dilakukan, karena permintaan dari lembaga keuangan terhadap hal ini juga sangat minim.31

Berkaitan dengan KI sebagai objek jaminan fidusia, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian juga, diantaranya:32 a. Keberadaanya (availability)

Keberadaan suatu KI dapat dikuatkan dengan adanya sertifikat kepemilikan KI yang telah dikeluarkan oleh Direktor Jenderal Kekayaan Inelektual.

  • b.    Kelayakan nilai jaminan dibandingkan dengan pinjaman atau loan covering (compatibility)

Jaminan berfungsi untuk melindungi pihak perbankan selaku kreditur dengan memberikan perlindungan ekonomis yang dianggap dapat mengkompensasi risiko tertentu yang ditanggung oleh pihak perbankan. Ini terjadi ketika debitur gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang, seperti terjadinya kredit macet. Dalam hal ini, penting untuk memastikan bahwa nilai jaminan KI setara atau sebanding dengan nilai risiko yang muncul karena debitur wanprestasi. Dalam membayar utang dan bunganya. Dengan kata lain, nilai risiko yang mungkin muncul di masa depan harus seimbang atau sejajar dengan nilai jaminan yang dijadikan sebagai jaminan dalam memperoleh fasilitas kredit dari lembaga perbankan.

  • c.    Dapat dialihkan (executability)

Jaminan tersebut memiliki fleksibilitas untuk dialihkan kepada pihak lain, dan masa berlaku jaminan tersebut masih berlaku. Jaminan tersebut sudah didaftarkan pada Kemenkumham, sehingga memungkinkan untuk dilakukan peralihan kepemilikan jaminan tersebut.

  • 4. Kesimpulan

Keabsahan penggunaan KI sebagai jaminan fidusia dalam rangka mendapatkan akses pembiayaan bagi pelaku ekonomi kreatif tertuang dalam berbagai ketentuan yaitu UU 28/2014, UU 13/2016, UU Ekonomi Kreatif serta PP 24/2022. Kategori KI yang dapat dijadikan jaminan fidusia secara normatif ditentukan hanyalah KI yang sudah terdaftar atau tercatat di kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan hukum dan KI, yaitu dicatatkan atau didaftarkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, serta KI yang telah dikelola baik secara mandiri maupun dengan pemindahan hak kepada pihak lain. PP 24/2022 telah mengatur secara eksplisit mekanisme bagi lembaga keuangan bank maupun non-bank dalam memberikan akses pembiayaan berbasis KI bagi pelaku ekonomi kreatif yaitu dengan melakukan penilaian terhadap kekayaan intelektual yang dijadikan agunan, dengan beberapa pendekatan yaitu: pendekatan biaya, pendekatan pasar, pendekatan pendapatan dan/atau pendekatan penilaian lainnya sesuai dengan standar penilaian yang berlaku.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

Dharmawan, N.K.S., dkk. (2018). Harmonisasi HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL Indonesia. Bali: SWASTA NULUS.

Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Mataram: Mataram University Press.

Rahmatullah, I. (2015). Aset Hak Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan Dalam Perbankan.

Yogyakarta: Deepublish.

Jurnal

Jaman, U. B. (2022). Prospek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai Jaminan Utang. Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains, 1(01), 15-20.

Keniten, I. B. A. J., Wiryawan, I. W., & Bagiastra, I. N. HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA.

Kurnianingrum, T. P. (2017). Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit Perbankan (Intellectual Property As Banking Credit Guarantee). Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan, 8(1),  31-54. DOI:

http://dx.doi.org/10.22212/jnh.v8i1.936

Kurniawan, I. G. A. (2020). Valuasi Merek sebagai Jaminan Kredit Perbankan: Relevansi dalam Pembentukan Lembaga Penilai Kekayaan Intelektual. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 9(4),  767. DOI:

https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.v09.i04.p08

Kusumaningtyas, R. F. (2016). Perkembangan Hukum Jaminan Fidusia Berkaitan dengan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia. Pandecta Research Law Journal, 11(1), 96-112. DOI: https://doi.org/10.15294/pandecta.v11i1.6465

Mulyani, S. (2014). realitas pengakuan hukum terhadap hak atas merek sebagai jaminan fidusia pada praktik perbankan di Indonesia. Hukum dan Dinamika Masyarakat, 11(2), 135-148.

Nur, N., Sulistiyono, A., & Roestamy, M. (2020). Model Pengembangan Jaminan Fidusia Bagi Pemilik Hak Cipta Karya Musik Dan Lagu Sebagai Objek Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit  Perbankan Di   Indonesia. Jurnal Sosial

Humaniora, 11(2), 190-202. DOI: https://doi.org/10.30997/jsh.v11i2.3123

Rafli, M. A., Bachri, E., & Ramadan, S. (2023). Implementasi Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif (studi pada Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Lampung dan Bank Indonesia: Kekayaan Intelektual dan Ekonomi Kreatif. Journal Presumption of Law, 5(1),  87-108. DOI:

https://doi.org/10.31949/jpl.v5i1.4497

Reskin, G. W. K. (2022). PENGATURAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAI JAMINAN UTANG MENURUT PP NOMOR 24 TAHUN 2022. PALAR (Pakuan Law review), 8(4), 193-206. DOI: https://doi.org/10.33751/palar.v8i4.6857

Samsithawrati, P. A., Dharmawan, N. K. S., Dwijayanthi, P. T., Krisnayanti, A. A. I. E., & Sawitri, D. A. D. (2023). Perlindungan Seni Menghidangkan Makanan dan Karya Turunannya Berbasis Teknologi: Perspektif Hak Cipta. Jurnal Analisis Hukum, 6(1), 1-17. DOI: https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4159

Setiono, G. C. (2018). Jaminan kebendaan dalam proses perjanjian kredit perbankan (tinjauan yuridis terhadap jaminan benda bergerak tidak berwujud). Transparansi Hukum, 1(1). DOI: https://doi.org/10.30737/transph.v1i1.159

Sinaga, N. A. (2020). Pentingnya perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual bagi Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jurnal Hukum Sasana, 6(2). DOI: https://doi.org/10.31599/sasana.v6i2.385

Yuswanto, S. (2017). Analisis Pengembangan Usaha Berbasis Kekayaan Intelektual. Lingkar Widyaiswara, 4, 8-24.

Prosiding:

Dharmawan, N. K. S., Sarjana, I. M., Kurniawan, I. G. A., & Samsithawrati, P. A. (2023, January). The Existence of Collective Management Organization for Copyrights Protection: Do Its Roles Applicable for Dance Copyright Work?. In 3rd

International Conference on Business Law and Local Wisdom in Tourism (ICBLT 2022) (pp. 861-871). Atlantis Press. DOI: https://doi.org/10.2991/978-2-494069-93-0_100

Kasih, D. P. D., Dharmawan, N. K. S., Dewi, A. A. I. A. A., Widiatedja, I. G. N. P., Santosa, A. A. G. D. H., & Samsithawrati, P. A. (2023, January). Enhancing Protection for Balinese Traditional Cultural Expression: A Government and Academician Cooperation Approaches. In 3rd International Conference on Business Law and Local Wisdom in Tourism (ICBLT 2022) (pp. 226-234). Atlantis Press. DOI: https://doi.org/10.2991/978-2-494069-93-0_27

Online/World Wide Web:

Bali Ekbis. (2022). Royalti untuk Komersialisasi Karya Cipta Lagu. Retrieved From http://www.baliekbis.com/royalti-untuk-komersialisasi-karya-cipta-lagu/#comment-731 (diakses 20 Juni 2023).

Hukumonline. (2022). KI Sebagai Jaminan Fidusia, Ini yang Harus Dipersiapkan Bank dan          Pelaku          Usaha.          Retrieved          From

https://www.hukumonline.com/berita/a/ki-sebagai-jaminan-fidusia--ini-yang-harus-dipersiapkan-bank-dan-pelaku-usaha-lt62d8d352e07e4/ (diakses 24 Mei 2023).

Kompas.id. (2022). Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan Utang. Retrieved From https://www.kompas.id/baca/opini/2022/08/03/kekayaan-intelektual-sebagai-jaminan-utang (diakses 3 Juni 2023).

Ojk.go.id. (2022). Prospek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai Jaminan Utang. Retrieved                 From                 https://www.ojk.go.id/ojk-

institute/en/capacitybuilding/upcoming/1110/prospek-hak-kekayaan-intelektual-hki-sebagai-jaminan-utang (diakses 20 Juni 2023).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6802

339