EFISIENSI UNIT ODOR ELIMINATOR DALAM MENGURANGI KONSENTRASI AMONIA (NH3) PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK
on
Arc. Com. Health • Desember 2022
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 9 No. 3: 409 – 424
EFISIENSI UNIT ODOR ELIMINATOR DALAM MENGURANGI KONSENTRASI
AMONIA (NH3) PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK
Ni Ketut Delvia Tri Lestari, I Gede Herry Purnama*
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Jalan PB. Sudirman Denpasar, Bali 80232
ABSTRAK
Air limbah domestik merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan dan aktivitas manusia. Pengolahan limbah domestik wajib dilakukan, baik limbah yang dihasilkan dari usaha maupun kegiatan lainnya yang menghasilkan limbah domestik. Hal ini diatur dalam Permen LHK No.68 Tahun 2016 pada pasal 3 ayat 1. Salah satu sistem pengolahan air limbah yang banyak digunakan adalah sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR). Pengolahan air limbah dengan sistem ini menghasilkan hasil sampingan berupa gas yang memiliki bau yang tidak sedap serta memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Saat ini metode untuk mengurangi gas tersebut sudah banyak digunakan dan dikembangkan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi unit odor eliminator sebagai salah satu alat pemurnian gas, dalam mengurangi konsentrasi amonia (NH3) yang dihasilkan dari pengolahan air limbah. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan desain pretest dan posttest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, effisiensi unit odor eliminator sebesar 72,785 % di lokasi A, sebesar 89,873% dan 89,927% pada lokasi B dan C serta efisiensi tertinggi pada lokasi D yakni sebesar 97,499%. Secara keseluruhan rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada outlet odor eliminator dibawah nilai ambang batas baku mutu tingkat kebauan.
Keywords: Amonia (NH3), Odor Eliminator, Anaerobic Baffled Reactor
ABSTRACT
Domestic wastewater is generated from human activities. Domestic waste treatment must be carried out, both waste generated from businesses and other activities that produce domestic waste. This is regulated in Minister of Environment and Forestry Regulation No.68 of 2016 in article 3 paragraph 1. One of the widely used wastewater treatment systems is the Anaerobic Baffled Reactor (ABR) system. Wastewater treatment with this system produces a by-product in the form of gas that has an unpleasant odor and has a negative impact on human health. Currently, the method to reduce the gas concentration has been widely used and developed. Therefore, this study aims to determine the efficiency of the odor eliminator unit as a gas purification tool, in reducing the concentration of amonia (NH3) produced from wastewater treatment. This study uses a quantitative descriptive approach with pretest and posttest designs. The results showed that the odor eliminator unit efficiency was 72,785% at location A, 89,873% and 89,927% at locations B and C and the highest efficiency at location D was 97,499%. Overall the average concentration of amonia (NH3) at the odor eliminator outlet is below the threshold value of the odor level quality standard.
Keywords: Amonia (NH3), Odor Eliminator, Anaerobic Baffled Reactor
PENDAHULUAN
Dibukanya kembali sektor pariwisata di Bali memberikan dampak yang positif bagi perkembangan ekonomi di Bali. Hotel dan restaurant yang kembali beroperasi diikuti dengan meningkatnya limbah domestik sebagai hasil buangan. Air limbah domestik merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan dan aktivitas
manusia. Air limbah domestik dibedakan menjadi dua yaitu greywater dan blackwater. Air buangan yang berasal tempat cuci, dapur maupun kamar mandi disebut dengan greywater, sedangkan air limbah yang berasal dari toilet disebut dengan blackwater. Jumlah greywater yang dihasilkan sebesar 80% dan balckwater berjumlah 20% dari jumlah total air limbah
yang dihasilkan (Aji & Marleni, 2017).
Anaerobic Baffled Reactor (ABR) merupakan salah satu sistem yang banyak digunakan untuk mengolah limbah domestik. ABR merupakan sistem pengolahan limbah tersuspensi dalam bioreaktor yang berpenyekat dalam keadaan anaerobik. Sekat-sekat yang dipasang pada ABR mengakibatkan adanya aliran air limbah upflow dan downflow. Aliran ini menyebabkan adanya kontak antara limbah dengan media yang lebih lama (Trilitai et al., 2015). Sistem ini merupakan sistem yang beroperasi secara anaerobik, sehingga dalam pengolahan air limbah dihasilkan gas metana, karbon dioksida, hidrogen sulfida, amonia serta uap air (Dengo et al., 2020).
Pengolahan limbah domestik bertujuan untuk mengolah limbah agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan sehingga aman dibuang ke badan air, namun dalam proses pengolahan limbah tersebut menghasilkan hasil sampingan berupa gas. Pengolahan air limbah menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S) dan amonia (NH3) yang berkontribusi pada bau yang tidak sedap. Konsentrasi amonia (NH3) yang ditemukan di pengolahan air limbah kota sebesar 0,019 – 5,2 ppm. Hidrogen sulfida yang ditemukan sebesar 0,001- 0,78 ppm (Barbusiński et al., 2021).
Amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) merupakan komponen senyawa bau yang memiliki konsentrasi yang paling tinggi di sebagian besar pengolahan air limbah. Amonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna, korosif, dan memiliki bau yang menyengat. Sifat korosif dan eksotermis dari amonia dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, mulut, selaput lendir mulut serta saluran pernapasan. Konsentrasi amonia (NH3) yang berbeda memberikan dampak yang berbeda (Barbusiński et al., 2021).
Berbagai metode penghilang senyawa bau pada pengolahan limbah sudah banyak digunakan. Metode fisikokimia dan metode biologis merupakan salah satu metode yang banyak digunakan dalam pengolahan limbah (Barbusiński et al., 2021). Di Bali penggunaan teknologi untuk mengurangi bau tidak sedap dari pengolahan air limbah masih jarang digunakan. Hal ini mengakibatkan banyak instalasi pengolahan air limbah di Bali yang mengeluarkan bau yang mengganggu. Bau yang mengganggu dari pengolahan air limbah menyebabkan banyak orang yang berada di sekitar pengolahan air limbah merasa tidak nyaman, disamping adanya risiko gangguan kesehatan apabila terpapar senyawa amonia (NH3) dalam waktu yang lama.
Odor eliminator yang didesain dan diimplementasikan di CV. Alam Raya merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengurangi bau yang tidak sedap pada IPAL di Bali. Odor eliminator merupakan alat yang berpotensi untuk mengurangi bau dari pengolahan air limbah. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai seberapa efektif unit ini dalam mengurangi bau akibat proses pengolahan air limbah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada inlet dan outlet odor eliminator serta mengetahui rata-rata efisiensi unit Odor Eliminator dalam mengurangi
konsentrasi amonia (NH3) yang dihasilkan dari pengolahan air limbah domestik.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses yang terjadi pada odor eliminator dalam mengurangi bau pada instalasi pengolahan air limbah domestik. Penelitian ini dilakukan ada bulan April sampai dengan Mei 2022 bertempat di CV. Alam Raya.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh unit odor eliminator yang terinstal pada instalasi pengolahan air limbah domestik dengan sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR) sebanyak 4 unit. Sampel dalam penelitian ini adalah inlet dan outlet amonia (NH3) pada unit odor eliminator yang terinstalasi pada instalasi pengolahan air limbah domestik dengan sistem ABR. Adapun besaran sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 4 unit odor eliminator.
Pengukuran konsentrasi amoia (NH3) pada inlet dan outlet unit odor eliminator diukur dengan menggunakan alat Amonia Detector AR8500. Konsentrasi amonia (NH3) diukur sebanyak 5 kali pengulangan dan diukur sebanyak dua kali dalam setiap pengulangan. Efisiensi unit odor eliminator dihitung dengan menggunakan persamaan yang tertera pada SNI 19-7117.6-2005 tentang Emisi gas buang – Sumber tidak bergerak-Bagian 6: Cara Uji Kadar Amoniak (NH3) dengan Metode Indofenol Menggunakan Spektrofotometer. Hasil pengukuran konsentrasi amonia (NH3) dan efisiensi unit odor eliminator disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
HASIL
Konsentrasi Amonia (NH3) pada Inlet Odor Eliminator
Berdasarkan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1 diatas, menunjukkan bahwa terdapat variasi hasil pengukuran konsentrasi amonia (NH3) pada inlet odor eliminator. Secara umum, konsentrasi amonia (NH3) pada inlet odor eliminator pada lokasi B lebih banyak dibandingkan dengan lokasi A, C dan D.
Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi amonia (NH3) dapat dilihat pada Tabel 5.1, yang menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada inlet unit odor elimnator di Lokasi A yakni sebesar 1,4 ppm dengan pengukuran sebanyak 10 kali pengukuran. Rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada inlet odor eliminator di Lokasi B sebesar 4,43 ppm, di Lokasi C sebesar 1,38 ppm dan di Lokasi D sebesar 1,26 ppm dengan pengukuran sebanyak 10 kali pengukuran. Konsentrasi amonia (NH3) pada inlet odor eliminator paling banyak dideteksi pada Lokasi B yakni sebesar 2,7 ppm sampai dengan 6,1 ppm. Lokasi A, C dan D memiliki konsentrasi amonia (NH3) yang relatif hampir sama yaitu sebesar 1,1 ppm sampai dengan 1,5 ppm. Hasil pengukuran konsentrasi amonia (NH3) pada inlet odor eliminator di lokasi A, C dan D menunjukkan hasil di bawah ambang batas kebauan, sedangkan pada lokasi B menunjukkan hasil pengukuran yang melebihi nilai ambang batas kebauan (nilai batas konsentrasi amonia pada baku mutu tingkat kebauan sebesar 2,0 ppm) yang diatur pada Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016
tentang baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Konsentrasi Amonia (NH3) pada Outlet Unit Odor Eliminator
Berdasarkan pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.2, menunjukkan bahwa terdapat variasi konsentrasi amonia (NH3) pada outlet odor eliminator pada keempat titik pengukuran. Lokasi B memiliki hasil pengukuran konsentrasi amonia (NH3) pada inlet odor eliminator paling tinggi dibandingkan dengan lokasi A, C dan D.
Rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada outlet odor eliminator dapat dilihat pada tabel 5.2, yang menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada outlet odor eliminator di lokasi A sebesar 0,38 ppm dengan pengukuran sebanyak 10 kali pengukuran. Rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada outlet odor eliminator di lokasi B sebesar 0,56 ppm, di lokasi C sebesar 0,14 dan di lokasi D sebesar 0,03 ppm dengan pengukuran sebanyak 10 kali pengukuran. Konsentrasi amonia (NH3) pada outlet odor eliminator yang di peroleh dari 10 kali pengukuran menunjukkan hasil konsentrasi amonia (NH3) dibawah nilai batas konsentrasi amonia (NH3) pada nilai baku mutu tingkat kebauan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 tentang baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Efisiensi Unit Odor Eliminator
Tabel 5.3 dan Gambar 5.3, menunjukkan bahwa terdapat variasi efisiensi pada setiap titik pengukuran. Efisiensi unit odor eliminator yakni sebesar 58,33% samapi dengan 100% pada 10 kali pengukuran. Hasil efisiensi paling rendah diperoleh di
lokasi A pada pengukuran ke-10 yakni sebesar 58,33%, sedangkan efisiensi tertinggi diperoleh sebesar 100% yang ditemukan di lokasi B, C dan D yang dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Berdasarkan pada Gambar 5.8, menunjukkan bahwa rata-rata nilai efisiensi unit odor eliminator dengan rata-rata efisiensi tertinggi diperoleh pada lokasi D yakni sebesar 97,499%. Rata-rata efisiensi unit odor eliminator terendah diperoleh pada lokasi A yakni sebesar 72,785%. Pada lokasi B diperoleh rata-rata efisiensi unit odor eliminator sebesar 89,873%, sedangkan pada lokasi C diperoleh rata-rata efisiensi unit odor eliminator sebesar 89,927%.
Efisiensi odor eliminator selama dilakukan pengukuran sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan efisiensi odor eliminator pada setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 5.4, Gambar 5.5, Gambar 5.6, dan Gambar 5.7. Efisiensi odor eliminator pada lokasi A menunjukkan bahwa, pada pengukuran pertama diperoleh nilai efisiensi sebesar 100% sedangkan pada pengukuran terakhir efisiensi odor eliminator mengalami penurunan menjadi 58,33%. Efisiensi odor eliminator pada lokasi B menunjukkan terjadinya penurunan efisiensi pada pengukuran ke-5 yakni sebesar 79,24% dan terjadi peningkatan kembali mulai pada pengukuran ke-8 yakni sebesar 81,66% dan pengukuran ke-10 sebesar 89,74%. Lokasi C menunjukkan nilai efisiensi odor eliminator yang fluktuatif selama lima hari pengukuran. Nilai efisiensi tertinggi diperoleh pada pengukuran pertama, kedua, kelima dan keenam yakni sebesar
100% dan nilai efisiensi terendah diperoleh pada pengukuran kesepuluh yakni sebesar 71,42%. Efisiensi odor eliminator pada lokasi D relatif konstan, namun terjadi
penurunan efisiensi pada pengukuran ke-3 menjadi 83,33% dan pengukuran ke-5 menjadi 91,66%.
Tabel 1. Konsentrasi Amonia (NH3) pada inlet Unit Odor Eliminator
PENGULANGAN |
LOKASI | |||
A (ppm) |
B (ppm) |
C (ppm) |
D (ppm) | |
1,5 |
2,7 |
1,4 |
1,3 | |
1 |
1.4 |
2,5 |
1,5 |
1,2 |
1,3 |
2,4 |
1,4 |
1,2 | |
2 |
1,2 |
2,4 |
1,5 |
1,2 |
1,6 |
5,3 |
1,2 |
1,2 | |
3 |
1,6 |
5,5 |
1,4 |
1,1 |
1,4 |
6,1 |
1,3 |
1,3 | |
4 |
1,5 |
6,0 |
1,3 |
1,3 |
1,3 |
5,7 |
1,4 |
1,4 | |
5 |
1,2 |
5,7 |
1,4 |
1,4 |
RATA-RATA |
1,4 |
4,43 |
1,38 |
1,26 |
Tabel 2. Konsentrasi Amonia (NH3) pada Outlet Odor Eliminator
PENGULANGAN |
LOKASI | |||
A (ppm) |
B (ppm) |
C (ppm) |
D (ppm) | |
0,0 |
0,0 |
0,0 |
0,0 | |
1 |
0,2 |
0,0 |
0,0 |
0,0 |
0,2 |
0,0 |
0,2 |
0,2 | |
2 |
0,3 |
0,0 |
0,2 |
0,0 |
0,5 |
1,1 |
0,0 |
0,1 | |
3 |
0,6 |
1,0 |
0,0 |
0,0 |
∕∣ |
0,4 |
1,2 |
0,2 |
0,0 |
4 |
0,6 |
1,1 |
0,1 |
0,0 |
0,5 |
0,8 |
0,3 |
0,0 | |
5 |
0,5 |
0,6 |
0,4 |
0,0 |
RATA-RATA |
0,38 |
0,56 |
0,14 |
0,03 |
Tabel 3. Efisiensi Unit Odor Eliminator
PENGULANGAN |
LOKASI | |||
A (%) |
B (%) |
C (%) |
D (%) | |
100 |
100 |
100 |
100 | |
1 |
85,71 |
100 |
100 |
100 |
84,61 |
100 |
85,71 |
83,33 | |
2 |
75 |
100 |
86,66 |
100 |
68,75 |
79,24 |
100 |
91,66 | |
3 |
62,5 |
81,81 |
100 |
100 |
71,42 |
80,32 |
84,61 |
100 | |
4 |
60 |
81,66 |
92,30 |
100 |
61,53 |
85,96 |
78,57 |
100 | |
5 |
58,33 |
89,74 |
71,42 |
100 |
RATA-RATA |
72,785 |
89,873 |
89,927 |
97,499 |
■ LOKASI A
■ LOKASI B
■ LOKASI C
■ LOKASI D
PENGUKURAN
Gambar 1. Konsentrasi Amonia (NH3) pada Inlet Unit Odor Eliminator
PENGUKURAN
Gambar 2. Konsentrasi Amonia pada Outlet Unit Odor Eliminator
Gambar 3. Efisiensi Unit Odor Eiminator
Gambar 4. Diagram Efisiensi Unit Odor Eliminator pada Lokasi A
—♦—EFISIENSI (%)
Gambar 5. Diagram Efisiensi Unit Odor Eliminator pada Lokasi B
Gambar 6. Diagram Efisiensi Unit Odor Eliminator pada Lokasi C
Gambar 7. Diagram Efisiensi Unit Odor Eliminator pada Lokasi D
Gambar 8. Diagram Rata-rata Efisiensi Unit Odor Eliminator
PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil penelitian, dapat dilihat bahwa konsentrasi amonia (NH3) pada inlet odor eliminator rata-rata sebesar 1,26 ppm sampai dengan 4,43 ppm. Konsentrasi amonia (NH3) paling tinggi ditemukan pada lokasi B yakni dengan rata-rata 4,43 ppm, sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di lokasi D dengan rata-rata 1,26 ppm. Sebagian besar konsentrasi amonia (NH3) yang ditemukan di inlet odor eliminator berada dibawah nilai ambang batas yang diatur dalam Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 tentang baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Terdapat satu titik pengukuran yang menunjukkan hasil melebihi nilai ambang batas (2,0 ppm) yakni dengan nilai rata-rata 4,43 ppm.
Amonia (NH3) merupakan salah satu
senyawa berbau tidak sedap yang terdapat di instalasi pengolahan air limbah, yang ditimbulkan dari dekomposisi bakteri urea yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Karakter amonia (NH3) yang berbau tajam mengakibatkan senyawa ini mudah untuk dikenali. Amonia (NH3) dapat mengakibatkan terjadinya iritasi hidung dan tenggorokan, edema bronkiolus dan alveolus, serta terjadinya kerusakan saluran napas (Senatore et al., 2021). Pada umumnya, konsentrasi amonia (NH3) pada IPAL lebih rendah dari ambang batas yang ditetapkan (Senatore et al., 2021).
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Fileni et al., 2018) menunjukkan bahwa konsentrasi amonia (NH3) pada reseptor IPAL terdekat sebesar 7,42 µg/m3 dan 4,67 µg/m3 yang dihitung dengan menggunakan AERMOD, pada simulasi kedua hasil yang diperoleh identik dengan
simulasi pertama serta pada simulasi ketiga, hasil evaluasi konsentrasi amonia (NH3) yang dievaluasi dengan menggunakan AUSTAL2000 diperoleh hasil sebesar 3,67 µg/m3. Konsentrasi amonia (NH3) ditemukan pada proses degritting stage sebesar 2 ppm dan pada secondary settling (pengendapan sekunder) sebesar 2 ppm (Ravina et al., 2019).
Penelitian mengenai komposisi dari senyawa yang menghasilkan bau pada pengolahan air limbah di lakukan di Sun-Cheon, Chonlanam-Do, Korea Selatan pada tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa yang berkontribusi pada bau yang dihasilkan pada pengolahan air limbah adalah amonia (NH3), hidrogen sulfida (H2S), metil merkaptan ((CH3SH), dimetil sulfida ((CH3)2S), dimetil disulfida ((CH3)2S2), dan triemethylamine ((CH3)3N). Konsentrasi amonia (NH3) tertinggi ditemukan pada bak pengendapan sekunder yang diukur pada pagi hari yakni sebesar 506 ppb (part per billion). Temperatur yang lebih tinggi pada pada saat musim panas menyebabkan tingginya konsenrasi dari senyawa penghasil bau pada pengolahan air limbah (Jeon et al., 2009).
Hasil degradasi biologis dari bahan organik yang terdapat pada air limbah secara anaerobik mengakibatkan timbulnya bau pada instalasi pengolahan air limbah. Selain itu bau yang diasilkan pada pengolahan air limbah juga bersal dari air limbah yang diolah memiliki bau khasnya sendiri. Aktivitas biologis yang terjadi pada saat pengolahan air limbah juga memberikan kontribusi pada timbulnya bau pada inastalasi pengolahan air limbah.
Proses anaerobik yang terjadi pada pengolahan air limbah menghasilkan senyawa kimia berupa hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4), amonia (NH3) serta senyawa organik seperti merkaptan, amina, indol serta skatol (Grzelka et al., 2019).
Konsentrasi amonia (NH3) pada outlet unit odor eliminator lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi amonia (NH3) pada inlet unit odor eliminator. Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi amonia (NH3) pada outlet unit odor eliminator adalah sebesar 0,1 ppm sampai dengan 1,2 ppm. Konsentrasi amonia (NH3) tertinggi pada outlet unit odor eliminator ditemukan di lokasi B sebesar 1,2 ppm. Rata-rata konsentrasi amonia (NH3) yang ditemukan pada outlet unit odor eliminator yakni sebesar 0,38 ppm pada lokasi A, sebesar 0,56 ppm pada lokasi B, sebesar 0,14 ppm pada lokasi C serta sebesar 0,03 ppm pada lokasi D. Konsentrasi amonia (NH3) yang di deteksi pada outlet odor elimiantor masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan (2,0 ppm), sehingga masih berada pada batas toleransi amonia (NH3) yang dapat dibebaskan ke udara.
Amonia (NH3) dengan paparan terus-menerus pada konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan iritasi pada mata, hidung serta saluran pernapasan. Oleh karena itu pengendalian amonia (NH3) di tempat kerja sangat perlu untuk dilakukan. Berdasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja, nilai ambang batas amonia yang diperkenankan adalah sebesar 17 mg/m3 serta paparan singkat yang
diperkenankan sebesar 24 mg/m3 dengan waktu paparan selama 8 jam per hari atau 40 jam dalam seminggu. Konsentrasi amonia pada outlet odor eliminator apabila diabandingkan dengan nilai ambang batas amonia yang diperkenankan di tempat kerja masih melebihi nilai ambang batas yakni sebesar 0,14 ppm sampai dengan 0,56 ppm pada tiga lokasi dengan waktu paparan rata-rata 3 jam setiap hari. Oleh karena itu untuk mengurangi paparan amonia pada pekerja dilakukan sistem roling penugasan engineering yang bertugas serta dengan menggunakan APD pada saat melakukan perawatan instalasi pengolahan air limbah. Adanya sistem roling penugasan ini dapat mengurangi waktu paparan pekerja menjadi 3 jam setiap dua hari.
Amonia (NH3) yang memiliki konsentrasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi kesehatan manusia maupun berdampak buruk pada kesehatan lingkungan. Pajanan amonia (NH3) yang memiliki pH basa dan sifat higroskopis dapat mengakibatkan terjadinya cedera korosif pada selaput lendir, paru-paru serta kulit dan saluran pencernaan. Amonia (NH3) memberikan dampak yang cepat pada mata, hidung, iritasi tengggorokan, batuk serta penyempitan bronkus pada konsentrasi yang rendah (50 ppm). Senyawa ini juga dapat menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas atas dan akumulasi cairan pada paru-paru akibat dari penyempitan langsung pada tenggorokan dan pembengkakan. Paparan amonia secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya iritasi
pada saluran pernapasan, asma dan fibrosis paru. Iritasi kronis pada mata dan dermatis (Harjanti et al., 2016).
Secara umum, amonia (NH3) yang terdapat pada atmosfer 99% bersal dari proses alami. Proses alami tersebut yakni proses degradasi biologis bahan-bahan organik tumbuhan, hewan serta mikroba. Pada degradasi organik zat, amonia (NH3) dihasilkan dari proses produksi pada saat protein dan asam nukleat terdegradasi membentu asam amino, purin dan pirimidin. Hidrolisis urea akibat dari degradasi kimia atau mikroba mengakibatkan penguapan amonia (Zafany, 2021). Amonia (NH3) merupakan gas alkali, hal ini mengakibatkan amonia (NH3) dapat dengan cepat untuk bereaksi dengan polutan lainnya yang terdapat di udara. Amonia (NH3) merupakan salah satu komponen yang membentuk partikulat halus diudara salah satunya dalah PM2.5, yang dapat mengakibatkan penyakit pernapasan pada manusia. Selain itu Amonia (NH3) dapat mengendap pada ekosistem, sehingga dapat merusak habitat yang bersifat sensitif (Zafany, 2021).
odor eliminator memiliki efisiensi yang relatif tinggi. Efeisiensi unit odor eliminator terendah ditemukan pada lokasi A dengan efisiensi sebesar 58,33% pada pengukuran ke-10. Efisiensi tertinggi ditemukan pada pengukuran pertama pada semua lokasi yakni sebesar 100%. Terdapat perbedaan rata-rata efisiensi unit odor eliminator disetiap lokasi. Lokasi D memiliki rata-rata efisiensi tertinggi yakni mencapai 97,499%, sedangkan rata-rata efisiensi unit odor eliminator terendah ditemukan di lokasi A yakni sebesar 72,785%. Rata-rata efisiensi
unit odor eliminator pada lokasi B lebih tinggi daripada dilokasi A yakni sebesar 89,873%, lokasi ini memiliki rata-rata efisiensi yang hampir sama dengan lokasi C yakni sebesar 89,927%.
Odor eliminator merupakan alat yang berfungsi untuk mengurangi bau pada pengolahan air limbah. Odor eliminator mengurangi bau pada pengolahan air limbah dengan menerapkan prinsip absorpsi yakni dengan menyerap bau kedalam absorben padat dan mengeliminasi satu atau beberapa komponen gas yang berkontribusi dalam menghasilkan bau yang tidak sedap. Melalui pipa venting yang terdapat pada bagian atas chamber, gas amonia (NH3) dialirkan masuk ke absorben pada odor eliminator. Absorben menyerap dan menangkap sebagain atau seluruh gas amonia (NH3) yang dihasilkan pada pengolahan air limbah, sehingga gas yang dikeluarkan dari unit odor eliminator memiliki konsentrasi amonia (NH3) yang rendah.
Odor eliminator menggunakan dua jenis media padat yang memiliki ukuran mesh yang berbeda sebagai media absorpsi. Media absorben yang digunakan pada odor eliminator adalah karbon aktif dan zeolit. Absorben merupakan inti dari proses absorpsi, yang dibedakan menjadi absorben pelarut organik, absorben surfaktan, absorben mikroemulsi dan absorben cairan ionik. Menurut Deng et al., (2021) absorben yang ideal memiliki karakteristik diantaranya, memiliki volatilitas yang rendah atau tidak memiliki volatilitas, memiliki kapasitas penyerapan yang tinggi dan kecepatan penyerapan
yang cepat toksisitas yang rendah, bioderabilitas yang rendah, biaya yang digunakan rendah serta tidak menimbulkan korosi pada peralatan.
Berdasarkan pada hasil wawancara, usia abbsorben di masing-masing lokasi berbeda. Usia absorben odor eliminator di lokasi A merupakan usia absorben yang tertua yakni 2 tahun 7 bulan. Uisa absorben termuda adalah di lokasi D yakni 1 tahun 3 bulan, sedangkan usia absorben pada lokasi B adalah 1 tahun 8 bulan dan usia absorben pada lokasi C adalah 1 tahun 9 bulan. Berdasarkan pada Gambar 5.4 sampai dengan Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa nilai efisiensi pada sebagian besar odor eliminator cenderung mengalami penurunan. Penurunan efisiensi odor eliminator terbesar terjadi pada lokasi A dengan nilai efisiensi pada pengukuran ke-10 sebesar 58,33%, sedangkan pada lokasi D, efisiensi odor eliminator cenderung konstan. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa efisiensi odor elimiantor dengan usia termuda memiliki nilai efisiensi yang cenderung konstan, sedangkan odor eliminator dengan usia absorben yang tertua memiliki nilai efisiensi yang cenderung mengalami penurunan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harihastuti et al (2021), efisiensi karbon aktif sebagai absorben untuk mengurangi konsentrasi amonia (NH3) diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon aktif memiliki efisiensi yang tinggi dalam mengurangi konsentrasi amonia (NH3). Effisiensi dry filtration yang menggunakan karbon aktif memiliki efisiensi sebesar 94,40%. Terjadi penurunan terhadap effisiensi dari dry
filtration, pada pengukuran terakhir effisiensi dry filtration sebesar 81,96%. Daya serap karbon aktif awal sebesar 0,471 mg amonia/menit/kg karbon aktif dan setelah 4 bulan terjadi penurunan daya serap menjadi 0,012 mg amonia/menit/kg karbon aktif (Harihastuti et al., 2021).
Penelitian mengenai sistem antisipasi keracun yang diakibatkan oleh gas beracun menggunakan karbon aktif, zeolit serta batuan karang menunjukkan nilai efisiensi penurunan amonia (NH3) sebesar 98%. Proses pertama terjadi pada saat gas amonia diserap oleh zeolit menjadi NH4 yang lebih stabil namun masih meninggalkan bau dan pH yang rendah, kemudian pH gas dinetralkan dengan melewati batuan karang kemudian pada filter ketiga gas melewati karbon aktif sehingga terjadi absorpsi akhir, pada tahap ini juga terjadi proses absorpsi karbon moniksida (Subandoro et al., 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Effendi et al (2017), zeolit alam memiliki daya selektifitas yang tinggi yang dapat mereduksi amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) secara signifikan. Zeolit banyak digunakan untuk mereduksi bau yang dihasilkan pada peternakan. Zeolit dengan ukuran 180 nm memiliki daya absorpsi yang paling tinggi dibandingkan dengan zeolit dengan ukuran 250 nm dan 580 nm. Pada hari ke-25 diperoleh konsentrasi amonia (NH3) sebesar 1,913 ppm pada proses absorpsi dengan menggunakan zeolit berukuran 180 nm, sedangkan pada proses absorpsi dengan menggunakan zeolit dengan ukuran 250 nm dan 580 nm berturut-turut sebesar 2,068 ppm dan 2,130 ppm.
Penelitian yang dilakukan oleh Effendi et al (2017) juga menunjukkan nilai efisiensi absorpsi dengan menggunakan zeolit sebesar 54,82%. Semakin kecil ukuran mesh dari zeolit, semakin tinggi daya serap zeolit terhadap amonia.
Permukaan zeolit yang mengandung ion-ion logam alkali dan hidrogen menyebankan terabsorpsinya amonia kedalam pori-pori zeolit. Adanya sisi-sisi aktif pada zeolit mengakibatkan adanya interaksi secara kimia dengan molekul-molekul amonia sehingga terbentuk gugus amonium pada permukaan zeolit dengan mensubstitusi ion-ion alkali atau hidrogen (Banon & Suharto, 2008).
Proses Absorpsi memisahkan komponen campuran gas dengan cara megeliminasi salah satu komponen gas (Wysocka et al., 2019). Absorpsi merupakan salah satu teknologi yang efektif untuk menyerap hidrogen sulfida (H2S) dan amonia (NH3). Absorpsi dapat menyerap H2S dan NH3 dengan cepat dan menyeluruh. Tiol, sennyawa organik volatil serta lemak volatil sulit diproses dengan menggunakan absorpsi (Liang et al., 2016).
SIMPULAN
Rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada inlet unit odor eliminator sebagian besar dibawah nilai ambang batas yakni pada lokasi A sebesar 1,4 ppm, pada lokasi C sebesar 1,38 ppm, sebesar 1,26 ppm pada lokasi D. Rata-rata konsentrasi amonia (NH3) pada lokasi B melebihi nilai abang batas yakni sebesar 4,43 ppm. Rata-rata konsentrasi amonia (NH3) outlet unit odor eliminator yaitu setelah amonia (NH3) melewati absorben adalah sebesar 0,38 ppm
pada lokasi A, sebesar 0,56 ppm pada lokasi B, pada lokasi C sebesar 0,14 dan sebesar 0,03 ppm pada lokasi D. Rata-rata efisiensi unit odor eliminator pada keempat lokasi melebihi 50%, yakni mencapai 97, 499% pada lokasi D, sebesar 89,927 % pada lokasi C, besar rata-rata efisiensi unit odor eliminator pada lokasi B hampir sama dengan lokasi C yakni sebesar 89,873 %. Rata-rata efisiensi paling rendah terjadi pada lokasi A yakni sebesar 72,785%.
SARAN
Upaya pengendalian amonia pada IPAL perlu untuk dilakukan dengan pengukuran konsentrasi amonia (NH3) secara rutin, untuk menjaga efisiensi dari unit odor eliminator perlu dilakukan penggantian terhadap media absorben secara rutin sehingga unit odor eliminator dapat berfungsi secara efektif dan efisien. UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada CV. Alam Raya atas segala bantuan dan partisipasi sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, A. S., & Marleni, N. N. N. (2017). Studi Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kabupaten Magelang (1st ed.). UNIMMA PRESS. https://books.google.co.id/books?hl=i d&lr=&id=kQOGDwAAQBAJ&oi=fn d&pg=PP1&dq=pengelolaan+air+lim bah+domestik&ots=YXUI-DebVh&si g=K-jaTe1KpWUuUBSX84tbI_k0zX4 &redir_esc=y#v=onepage&q=pengelo laan air limbah domestik&f=false.
Banon, C., & Suharto, T. E. (2008). Adsorpsi Amoniak Oleh Adsorben Zeolit Alam yang Diaktivasi dengan Larutan
Amonium Nitrat. Jurnal Garuda, 4(2), 354–360.
Barbusiński, K., Parzentna-Gabor, A., &
Kasperczyk, D. (2021). Removal of Odors (Mainly H2S and NH3) Using Biological Treatment Methods. Clean Technologies, 3(1), 138–155.
https://doi.org/10.3390/cleantechnol3 010009
Deng, G., Zeng, W., Chen, D., Zeng, H., Huang, J., Chen, Z., & Cen, C. (2021). Research on enhanced absorption technology of odour pollution. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 781, 1–6.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/781/ 5/052032
Dengo, V. A., Isri, M., & Roski, L. (2020). Perencanaan Anaerobic Baffled Reactor (ABR) Sebagai Unit Pengolahan Air Limbah Peternakan Babi Kabupaten Minahasa. Jurnal Sipil Statik, 8(4), 601–606.
Effendi, M., Afkarina, A., & Dewi, S. R. (2017). Penyerapan Amoniak (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) pada Inovasi Teknologi Smart Farm Nanotechnlogy (Safari OS-002) pada Kandang Ayam. Universitas
Brawijaya.
Fileni, L., Matteucci, G., Passerini, G., & Rizza, U. (2018). Analysis Of Air Pollutant Emissions In a Wastewater Treatment Plant Using Dispersion Models. WIT Transaction on Ecology and the Environment, 230, 219–231. https://doi.org/10.2495/AIR180211.
Grzelka, A., Romanik, E., & Miller, U.
(2019). Odour nuisance assessment of the food industry wastewater
treatment plant. E3S Web of Conferences EKO-DOK 2019, 24, 1–8.
Harihastuti, N., Djayanti, S., & Sari, I. R. J. (2021). Dry filtration technology
application with activated carbon media to remove odor amonia
emissions from production process feed mill industry. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 896(1), 1–10.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/896/ 1/012047
Harjanti, W. S., D, Y. H., & D, N. A. Y. (2016). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Gas Amonia (NH3) pada Pemulung di TPA
Jatibarang, Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 4(3), 921–930.
Permen LHK No.68 th 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2016).
http://neo.kemenperin.go.id/files/huk um/19 Permen LHK th 2016 No. P.63 Baku Mutu Air Limbah Domestik.pdf
Jeon, E., Son, H., & Sa, J. (2009). Emission Characteristics and Factors of Selected Odorous Compounds at a Wastewater Treatment Plant. Sensors, 9, 311–326.
https://doi.org/10.3390/s90100311
Liang, J., Cheng, G., & Feng, H. (2016). Engineering practices of
deodorization for odor in urban sewage treatment plants in China. Advance in Economic, Bussiness and Management Reasearch,
Internasional Conference on
Engineering Management, 30, 86–91. https://doi.org/10.2991/iconfem-16.20 16.15
Ravina, M., Panepinto, D., Estrada, J. M., Giorgio, L. De, Salizzoni, P., Zanetti, M. C., & Meucci, L. (2019).
Characterization Of Odorous
Emissions From A Civil Wastewater Treatment Plant in Italy. WIT Transaction on Ecology and the Environment, 236, 159–171.
https://doi.org/10.2495/AIR190161
Senatore, V., Zarra, T., Galang, M. G., Oliva, G., Buonerba, A., Li, C., Belgiorno, V., & Naddeo, V. (2021). Full-Scale Odor Abatement Technologies in
Wastewater Treatment Plants (
WWTPs ): A Review. Water, 13.
Trilitai, M. N., Hendrasarie, N., &
Wahjudijanto, I. (2015). design Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan ABR (Anaerobic Baffled Reactor). Seminar Nasional Teknik KImia Soebardjo
Brotohardjono, 11–14.
Wysocka, I., Gębicki, J., & Namieśnik, J.
(2019). Technologies for
deodorization of malodorous gases. Environmental Science and Pollution Research, 26(10), 9409–9434.
https://doi.org/10.1007/s11356-019-04 195-1
Zafany, A. A. (2021). Analisis Kualitas Udara Untuk Parameter NH3 pada Jalan Tol di Kota Makassar. Universitas Hasanuddin.
e-mail korespondensi : [email protected]
424
Discussion and feedback