FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH DI KECAMATAN TANAH PINEM
on
Arc. Com. Health • Desember 2022
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 9 No. 3: 398 – 408
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN
MATA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH DI KECAMATAN TANAH PINEM
Kawas Irfando Tarigan, Ni Made Dian Kurniasari*
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Jalan P. B Sudirman, Denpasar, Bali, 80232
ABSTRAK
Kelelahan mata merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup tinggi di Indonesia. Siswa sekolah memiliki angka kelelahan mata yang cukup tinggi yaitu mencapai 86,7%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada siswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Populasi penelitian adalah siswa umur 12-18 tahun dan sampel adalah siswa yang bersekolah di SMP – SMA sederajat di Tanah Pinem dengan total sampel 210 menggunakan metode multistage random sampling. Data dari penelitian ini diperoleh dari pengisian kuisioner online. Kuesioner tersebut bertujuan untuk menggali informasi mengenai kelelahan mata dan faktor-faktor nya. Analisis dilakukan secara deskriptif dan regresi logistik biner untuk melihat hubungan kelelahan mata. Hasil penelitian ditemukan bahwa 81,90% siswa mengalami kelelahan mata. Faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kelelahan mata adalah intesitas pencahayaan (AOR=4,18; 95%Cl=1,01-17,21; p=0,047), durasi (AOR=3,49; 95%Cl=1,39-8,75; p=0,008), dan jarak (AOR=2,85; 95%Cl=1,06-7,65; p=0,037) saat menggunakan gadget. Angka kelelahan mata siswa masih sangat tinggi, untuk itu perlu adanya evaluasi pada pembelajaran daring dan melakukan pengecekan kesehatan mata secara rutin di sekolah.
Kata kunci: Kelelahan Mata, Siswa Sekolah Menengah, Penggunaan Gadget
ABSTRACT
Eye fatigue is one of the health problems that is quite high in Indonesia. School students have a fairly high eye fatigue rate, reaching 86.7%. This study aims to examine the prevalence and factors associated with eye fatigue in students. This study is a quantitative study with a cross-sectional design. The study population was students aged 12-18 years and the sample was students who attended high school equivalent in Tanah Pinem with a total sample of 210 using multistage random sampling method. The data from this study were obtained from filling out online questionnaires. The purpose of the questionnaire was to obtain information about eye fatigue and its factors. The analysis was carried out descriptively and binary logistic regression to see the relationship of eye fatigue. The results of the study found that 81.90% of students experienced eye fatigue. Factors that had a significant relationship with eye fatigue were lighting intensity (AOR=4.18; 95%Cl=1.01-17.21; p=0.047), duration (AOR=3.49; 95%Cl=1.39 -8.75; p=0.008), and distance (AOR=2.85; 95%Cl=1.06-7.65; p=0.037) when using gadgets. The student eye fatigue rate is still very high, for this reason it is necessary to evaluate online learning and carry out regular eye health checks at school.
Keywords: Eye Fatique, High School Students, Gadget Use
PENDAHULUAN
Kelelahan mata merupakan satu gangguan yang dialami mata dampak dari paksaan otot ketika bekerja keras terutama dalam melihat objek yang dekat pada jangka waktu yang lama (Larasati, 2017). Siswa memiliki masalah kelelahan mata yang cukup tinggi. Sebuah studi yang dilakukan pada siswa di Jamaika menunjukkan hasil bahwa sebanyak 67% siswa mengalami kelalahan mata (Mowatt et al., 2018). Pada penelitian yang dilakukan
di SMA Negeri 1 Sedayu Yogyakarta ditemukan bahwa siswa yang mengalami kelelahan mata sebesar 60,1% (Ernawati, Nuruniyah and Dewi, 2017). Bahkan ditemukan pada penelitian sebelumnya angka kejadian kelelahan mata mencapai 86,7% (Djupri, 2016). Dampak yang dapat timbul akibat seringya kelelahan mata pada siswa adalah hilangnya produktifitas siswa, peningkatan angka kecelakaan dan terjadinya berbagai keluhan pengelihatan
HASIL
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Siswa
Variabel |
Jumlah (n = 210) |
Persentase (%) |
Usia | ||
12-15 tahun |
128 |
60,95 |
16-18 tahun |
82 |
39,05 |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
119 |
56,67 |
Perempuan |
91 |
43,33 |
Kelas | ||
1 SMP |
27 |
12,86 |
2 SMP |
26 |
12,38 |
3 SMP |
52 |
24,76 |
1 SMA/SMK 2 SMA/SMK 3 SMA/SMK |
39 39 27 |
18,57 18,57 12,86 |
Dari tabel diatas diperoleh bahwa |
laki-laki dibandingkan dengan siswa | |
lebih dari setengah sampel adalah siswa |
perempuan. Kelas 3 SMP menjadi sampel | |
dengan umur 12-15 tahun (60,95%) serta |
siswa terbanyak yaitu 52 (24,76%) sampel | |
lebih banyak siswa dengan jenis kelamin |
siswa. | |
Tabel 2. Gambaran Kelelahan Mata, Kelainan Refraksi, Intensitas Pencahayaan dan | ||
Penggunaan Gadget pada Siswa | ||
Variabel |
Jumlah |
Persentase |
(n = 210) |
(%) | |
Kelelahan Mata | ||
Mengalami kelelahan mata (VFI≥0,4) |
172 |
81,90 |
Tidak mengalami kelelahan mata (VFI<0,4) |
38 |
18,10 |
Rerata |
0,52 | |
Skor VFI tertinggi |
0,82 | |
Skor VFI terendah |
0,28 | |
Kelainan Refraksi | ||
Tidak ada kelainan refraksi |
159 |
75,71 |
Ada kelainan refraksi |
51 |
24,29 |
Miopi |
32 |
62,74 |
Hipermetropi |
8 |
15,69 |
Astigmatisme |
8 |
15,69 |
Miopi dan Astigmatisme |
3 |
5,88 |
Intensitas pencahayaan ruangan | ||
Terang |
66 |
31,43 |
Cukup terang |
71 |
33,81 |
Cukup gelap |
32 |
15,24 |
Gelap |
41 |
19,52 |
Durasi Penggunaan Gadget | ||
≤ 4 jam/hari |
90 |
42,86 |
>4 jam/hari |
120 |
57,14 |
Jarak dengan Objek | ||
≥ 30 cm |
85 |
40,48 |
< 30 cm |
125 |
59,52 |
Frekuensi Penggunaan Gadget | ||
< 3 kali/hari |
77 |
33,67 |
≥ 3 kali/hari |
133 |
63,33 |
Istirahat Mata | ||
≥ 5 menit |
88 |
41,90 |
seperti mata merah, perih, berair bahkan dapat menyebabkan rabun sampai mengalami kebutaan (Taylor and Francis, 1997).
Keluhan kelelahan mata pada siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mencakup faktor manusia (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya ditemukan faktor host yang berpengaruh terhadap kelelahan mata adalah usia, kelainan refraksi dan perilaku penggunaan gadget seperti istirahat mata, jarak penggunaan objek, durasi penggunaan gadget (Septiansyah, 2014; Siagian, 2017; Muallima, Febriza and Putri, 2019). Faktor agent meliputi jenis gadget dan tingkat paparan radiasi serta faktor environment mencakup intensitas pencahayaan ruangan (Septiansyah, 2014; Sya’ban and Riski, 2014; Ardiansyah, 2016).
Pada situasi pandemi COVID-19 saat ini, pemerintah telah membuat kebijakan agar membatasi kegiatan di luar rumah. Salah satu kebijakan dari pemerintah adalah dengan melakukan proses belajar mengajar melalui daring. Kecamatan Tanah Pinem merupakan salah satu kecamatan yang melakukan pembelajaran dengan daring. Berdasarkan studi pendahuluan dengan observasi dan wawancara dengan
siswa di sekolah, ditemukan bahwa banyak siswa yang menggunakan gadget dalam kegiatan sehari-hari, mulai dari belajar daring, mencari informasi di internet, berkomunikasi dan juga bersosial media. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang keluhan kelelahan mata pada siswa sekolah menengah dan faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Populasi target dalam penelitian adalah siswa dengan usia 12-18 tahun di Provinsi Sumatera Utara. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah siswa yang berusia 12-18 tahun yang sedang menempuh Pendidikan di SMP, SMA dan SMK di Kecamatan Tanah Pinem. Besar sampel pada penelitian ini adalah 210 siswa dengan pemilihan sampel dengan multistage random sampling. Sumber data diperoleh dari penyebaran kuesioner online ke seluruh siswa sekolah yang terpilih. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif dan Regresi Logistik Biner untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan kelelahan mata.
< 5 menit
Tidak ada istirahat
38 18,10
84 40,00
Dari tabel diatas siswa lebih banyak mengalami kelelahan mata (81,90%) dibandingkan yang tidak mengalami kelelahan mata (18,10%). Rara-rata skor VFI siswa adalah sebesar 0,52 dengan skor tertinggi 0,82 dan skor terendah 0,28. Siswa yang mengalami kelianan refraksi sebanyak 24,29%, kelainan refraksi yang banyak dialami oleh siswa adalah miopi (62,74%). Masih banyak siswa yang menggunakan gadget pada intensitas
pencahayaan ruangan yang cukup gelap (15,24%) dan gelap (19,52%). Pada perilaku penggunaan gadget, perilaku yang kurang baik masih banyak dilakukan oleh siswa. Seperti penggunaan gadget > 4 jam/hari sebesar 57,14%, jarak dengan objek < 30 cm sebesar 59,52%, ferkuensi penggunaan gadget ≥ 3 kali/hari sebesar 63,33% dan tidak melakukan istirahat mata sebesar 40%.
Tabel 3. Hubungan Kelelahan Mata dengan Faktor Host dan Environment Kelelahan Mata
Variabel Lelah |
Tidak Lelah |
OR |
95%Cl |
p-value | ||
n |
% |
n |
% | |||
Usia 12-15 tahun 103 |
80,47 |
25 |
19,53 |
ref | ||
16-18 tahun 69 Kelainan Refraksi Tidak ada kelainan 123 refraksi |
84,15 77,36 |
13 36 |
15,85 22,64 |
1,28 ref |
0,61-2,69 |
0,500 |
Ada kelainan 49 96,08 refraksi Intensitas Pencahayaan Ruangan Terang 42 63,64 |
2 24 |
3,92 36,36 |
7,17 ref |
1,66-30,93 |
0,008* | |
Cukup terang 62 |
87,32 |
9 |
12,68 |
3,93 |
1,66-9,30 |
0,002* |
Cukup gelap 30 |
93,75 |
2 |
6,25 |
8,57 |
1,88-39,06 |
0,005* |
Gelap 38 Durasi Penggunaan Gadget ≤ 4 jam/hari 61 |
92,68 67,78 |
3 29 |
7,32 32,22 |
7,23 ref |
2,02-25,97 |
0,002* |
>4 jam/hari 111 Jarak dengan Objek ≥ 30 cm 55 |
92,50 64,71 |
9 30 |
7,50 35,29 |
5,86 ref |
2,61-13,18 |
<0,001* |
< 30 cm 117 Frekuensi Penggunaan Gadget < 3 kali/hari 53 |
93,60 68,83 |
8 24 |
6,40 31,17 |
7,98 ref |
3,43-18,53 |
<0,001* |
≥ 3 kali/hari 119 Istirahat Mata ≥ 5 menit 67 |
89,47 76,14 |
14 21 |
10,53 23,86 |
3,85 ref |
1,84-8,02 |
<0,001* |
< 5 menit 29 76,32 9 Tidak ada istirahat 76 90,48 8 |
23,68 1,01 0,41-2,46 0,983 9,52 2,98 1,23-7,15 0,015* |
Dari Tabel 3, diperoleh bahwa ada enam variabel yang memiliki hubungan dengan kelelahan mata pada siswa. Ditinjau dari faktor host variabel yang memiliki hubungan dengan kelelahan mata adalah kelainan refraksi (p=0,008). Siswa yang mengalami kelainan refraksi dan juga mengalami kelelahan mata adalah sebesar 96,08%. Durasi penggunaan gadget > 4 jam/hari memiliki peluang 5,86 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan ≤ 4 jam/hari (OR=5,86; 95%Cl=2,61-13,18; p<0,001). Siswa yang menggunakan gadget > 4 jam/hari 92,50% mengalami kelelahan mata. Jarak siswa pada saat menggunakan gadget < 30 cm memiliki peluang 7,98 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan siswa yang menggunakan gadget dengan jarak ≥ 30 cm (OR=7,98; 95%Cl=3,43-18,53; p<0,001). Siswa yang menggunakan gadget dengan jarak < 30 cm 93,60% mengalami kelelahan mata. Siswa yang menggunakan gadget dengan frekuensi ≥ 3 kali/hari dengan minimal 30 menit setiap kali pemakaian 89,47% mengalami kelelahan mata dan memiliki peluang 3,85 kali |
mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan < 3 kali/hari (OR=3,85; 95%Cl=1,84-8,02; p<0,001). Siswa yang tidak mengistirahatkan matanya pada pemakaian gadget 30 menit 90,48% mengalami kelelahan mata dan memiliki peluang 2,98 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan siswa yang mengistirahatkan mata ≥ 5 menit (OR=2,98; 95%Cl=1,23-7,15; p=0,015). Adapun variabel yang tidak memiliki hubungan dari faktor host dengan kelelahan mata adalah usia (95%Cl=0,61-2,69; p=0,500). Faktor environment yang terdiri dari intensitas pencahayaan ruangan memiliki hubungan dengan kelelahan mata. Siswa yang menggunakan gadget pada pencahayaan yang gelap memiliki peluang 7,23 kali lebih besar mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan siswa yang menggunakan gadget pada intensitas pencahayaan terang (95%Cl=2,02-25,97; p=0,002). Proporsi siswa yang menggunakan gadget pada intensitas pencahayan yang gelap serta mengalami kelelan mata adalah sebesar 92,68%. |
Tabel 4. Faktor Risiko Kelelahan Mata | |
Variabel Adjusted OR 95% Cl p-value | |
Faktor Environment Intensitas Pencahayaan Terang Cukup terang Cukup gelap Gelap Faktor Host |
ref 2,49 0,93-6,69 0,069 3,29 0,63-17,21 0,157 4,18 1,01-17,21 0,047* |
Durasi Penggunaan Gadget ≤ 4 jam/hari
Frekuensi Penggunaan Gadget
|
ref 3,49 1,39-8,75 0,008* ref |
≥ 3 kali/hari
Jarak dengan Objek
≥ 30 cm
< 30 cm
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan secara statistik dengan kelelahan mata setelah mengontrol variabel lain adalah, intenistas pencahayaan (AOR=4,18; 95%Cl=1,01-17,21; p=0,047),
durasi penggunaan gadget (AOR=3,49; 95%Cl=1,39-8,75; p=0,008) dan jarak dengan objek (AOR=2,85; 95%Cl=1,06-7,65 p=0,037). Variabel yang paling berhubungan dengan kelelahan mata adalah durasi penggunaan gadget > 4 jam/hari memiliki peluang 3,49 kali lebih besar dibandingkan dengan ≤ 4 jam/hari. Dalam penelitian ini diperoleh p-value dari variabel frekuensi > 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan antara frekuensi dengan kelelahan mata. Namun pada penelitian sebelumnya frekuensi penggunaan gadget memiliki hubungan yang signifikan dengan kelelahn mata.
Nilai pseudo R2 dari penelitian ini adalah sebesar 0,24 yang dapat diartikan bahwa kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel tergantung adalah sebesar 24%. Nilai kesesuaian model dengan post-estimasi Goodness of fit diperoleh nilai p sebesar 0,59 yang dapat disimpulkan bahwa data fit dengan model regresi logistik
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat 81,90% siswa mengalami kelelahan mata. Pada penelitian yang dilakukan di Kelurahan Padang Bulan Medan terdapat 53,1% siswa yang sering mengalami kelelahan mata akibat dari permainan game online (Purnama, Keloko and Ashar, 2013). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada siswa SMP Negeri 3 Cimahi, terdapat
2,04
ref
2,85
0,88-4,68 0,094
1,06-7,65 0,037*
50% siswa mengalami kelelagan mata akibat penggunaan gadget (Efriliani, Yani and Pujowaskito, 2017).
Perbedaan angka kejadian kelelahan mata tersebut dapat terjadi karena penelitian ini dilakukan pada saat pandemi COVID-19 yang mengakibatkan seluruh kegiatan dilakukan secara daring seperti proses pembelajaran. Hal tersebut yang membuat peningkatan penggunaan gadget dan menyebabkan angka kejadian kelelahan mata yang tinggi. Peningkatan angka kejadian kelelahan mata juga dapat terjadi karena rasa keingintahuan siswa dengan hal-hal baru yang sangat tinggi tidak terkecuali pada perkembangan teknologi (Diananda, 2019). Dengan adanya perkembangan teknologi tersebut, siswa akan ingin lebih tahu dan ingin untuk mencoba teknologi tersebut. Sehingga akan berdampak pada kelelahan mata jika siswa tidak dapat menggunakannya dengan baik. Faktor Host
Faktor host dalam penelitian ini terdiri dari 6 varaiabel usia, kelainan refraksi, durasi penggunaan gadget, frekuensi penggunaan gadger, jarak dengan objek dan istirahat mata. Proporsi kejadian kelelahan mata paling besar terjadi di umur 16-18 tahun yaitu sebesar 84,15%. Siswa dengan usia 16-18 tahun memiliki peluang mengalami kelelahan mata hampir sama dengan siswa usia 12-15 tahun yaitu 1,28 kali. Pada hasil uji statistik usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kelelahan mata (p=0,500). Hal ini dapat terjadi karena kategori usia dalam penelitian ini adalah usia yang tidak memiliki perbandingan yang terlalu signifikan. Begitu juga dengan durasi penggunaan gadget, kedua kategori usia
memiliki proporsi penggunaan gadget yang sama yaitu usia 12-15 tahun sebesar 57,03% menggunakan gadget > 4 jam/hari dan usia 16-18 tahun sebesar 57,32% menggunakan gadget > 4 jam/hari. Hasil ini sama dengan penelitian terdahulu diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata (Chandraswara and RIfal, 2014). Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan perilaku anak siswa mengenai permainan game online dengan kelelahan mata yang dilakukan di kelurahan Padang Bulan Medan pada tahun 2013, diperoleh bahwa usia anak siswa tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan mana (Purnama, Keloko and Ashar, 2013).
Faktor host yang kedua adalah kelainan refraksi. Siswa yang memiliki kelianan refraksi sebesar 24,29% yang terdiri dari miopi 32 orang, hipermetropi 8 orang, astigmatisme 8 orang dan yang mengalami miopi dan astigmatisme sebanyak 3 orang. Proporsi kerjadian kelelahan mata pada siswa yang memiliki kelainan refraksi adalah sebesar 95,08% atau dari 61 siswa yang mengalami kelainan refraksi sebanyak 59 siswa mengalami kelelahan mata. Pada analsis multivariabel kelainan refraksi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kelelahan mata, namu pada uji bivariabel ditemukan bahwa ada hubungan antara kelaianan refraksi dengan kelelahan mata. Siswa yang mengalami kelainan refraksi memiliki peluang 3,9 kali menyebabkan kelelahan mata daripada siswa yang tidak mengalami kelainan refraksi (95%Cl=1,66-30,93). Penelitian ini sejalan dengan peneliti terdahulu yaitu kelainan refraksi tidak memeiliki hubungan bermakna dengan keluhan kelelahan mata (Nourmayanti, 2012). Kelainan refraksi tidak memiliki hubungan dengan kelelahan mata mungkin terjadi
karena siswa yang memiliki kelaianan refraksi sudah menggunakan lensa yang sesuai dengan kebutuhan penglihatan, sehingga dapat mengurangi terjadinya kelelahan mata. Namun penelitiaan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa PSSKPD angkatan 2017-2018 Universitas Udayana, diperoleh bahwa kelainan refraksi memiliki hubungan bermakna dengan kelelahan mata. Mahasiswa yang mengalami kelainan refraksi memiliki peluang 1,113 kali lebih besar dibandingkan yang tidak mengalami kelainan refraksi (Munif, Yuliana and Wardana, 2020).
Dalam penelitian ditemukan bahwa siswa yang menggunakan gadget paling banyak dengan duras >4 jam/hari yaitu sebesar 57,14%. Siswa yang menggunakan gadget > 4 jam/hari lebih banyak karena penelitian dilakukan pada saat pandemi COVID-19 dimana siswa masih melakukan pembelajaran secara daring, sehingga durasi penggunaan gadget akan meningkat. Angka kejadian kelelahan mata juga paling tinggi terjadi pada remaja yang menggunakan gadget dengan durasi >4 jam/hari yaitu sebesar 92,50%. Durasi penggunaan gadget memiliki hubungan yang signifikan dengan kekelahan mata setelah mengontrol variabel lain (p=0,008). Penggunaan gadget dengan durasi > 4 jam/hari berpotensi 3,49 kali untuk mengalami kelelahan mata dibandingkan siswa yang menggunakan gadget ≤ 4 jam/hari (95%Cl=1,39-8,75). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Munif (2020) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara durasi menggunakan gadget dengan keluhan kelelahan mata. Risiko siswa yang menggunakan gadget > 4 jam/hari 1,22 kali lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan gadget ≤ 4 jam/hari (Munif, Yuliana and Wardana, 2020). Seorang ahli dari SUNY State College of
Optometry di New York yang bernama Dr. Mark Rosenfield menyebutkan bahwa jika sesoreang terlalu lama membaca teks, pesan dan browsing menggunakan gadget akan membuat mata kering sehingga dapat menyebabkan kelelahan pada mata (Nasyahtadila et al., 2022).
Siswa yang menggunakan gadget dengan jarak <30 cm lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang menggunakan gadget dengan jarak ≥30 cm. Proporsi kelelahan mata paling besar terjadi pada siswa yang menggunakan gadget dengan jarak < 30 cm yaitu sebesar 93,60%. Pada analisis multivariabel diperoleh bahwa jarak dengan objek memiliki hubungan yang signifikan dengan kelelahan mata setelah mengontrol variabel lain (p=0,037). Siswa yang menggunakan gadget dengan jarak < 30 cm memiliki peluang 2,85 kali lebih tinggi untuk mengalami kelelahan mata daripada siswa yang menggunakan gadget dengan jarak ≥ 30 cm (95%Cl=1,06-7,65). Pada penelitian yag dilakukan sebelmunya menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jarak pada saat menggunakan gadget dengan kelelahan mata pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Unstrat, mahasiwa yang menggunakan gadget dengan jarak < 30 cm memiliki peluang 3 kali mengalami kelelahan mata (Gumunggilung, Doda and Mantjoro, 2021). Hal ini terjadi karena ketika seseorang melihat objek atau benda dengan jarak yang dekat akan menyebabkan otot silindris berkontraksi sehingga mengurangi tegangan pada ligamen dan lensa akan melengkung akibat elastisitasnya. Perilaku tersebut dapat menyebabkan kelelahan pada mata (Sarumpaet, 2021).
Siswa paling banyak menggunakan gadget dengan frekuensi ≥ 3 kali/hari dengan minimal 30 menit pemakaian yaitu sebesar 63,33%. Tingginya frekuensi
penggunaan gadget pada siswa dapat terjadi karena dimasa pandemi COVID-19 pembelajaran dilakukan secara daring. Gadget juga digunakan oleh siswa untuk mencari informasi di internet berkomunkasi dan bersosial media. Proporsi kejadian kelelahan mata peling tinggi juga terjadi pada siswa yang menggunakan gadget ≥ 3 kali/hari yaitu sebesar 89,47%. Dalam analisis bivariabel diperoleh bahwa frekuensi penggunaan gadget memiliki hubungan dengan kelelahan mata. Pada analsis multivariabel, frekuensi siswa yang menggunakan gadget ≥ 3 kali/hari minimal 30 menit berpeluang 2 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan siswa yang menggunakan gadget < 3 kali/hari, namun tidak memiliki hubungan yang signifikan. Namun peneliti yakin bahwa frekuensi penggunaan gadget memiliki hubungan dengan kelelahan mata, dimana diperoleh nilai 95%Cl paling rendah 0,88 yang mendekati angka 1. Dimana ketika lebih dari angka 1 maka variabel tersebut dapat dikatakan memiliki hubungan. Hal ini juga diyakinkan pada penelitian penelitian yang dilakukan oleh Muallima et al (2019), pada penelitian tersebut diperoleh bahwa terdapat hubungan antara frekuensi penggunaan gadget dengan kelelahan mata. Karena ketika siswa menggunakan gadget berulang kali dengan frekuensi yang banyak akan meningkatkan peluang terjadinya keluhan kelelahan mata. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa siswa yang menggunakan gadget berlebihan atau ≥ 3 kali/hari dengan minimal 30 menit dalam 1 kali pemakaian memiliki peningkatan 18,8% mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan yang menggunakan gadget dengan frekuensi yang normal atau <3 kali/hari.
Pada analaisis multivariabel istirahat mata tidak memiliki hubungan dengan kelelahan mata. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian terdahulu, diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara istirahat mata dengan kelelahan mata (Firdani, 2020). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Nourmayanti (2012), bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata. Disebutkan bahwa orang yang tidak melakukan istirahat mata memiliki peluang yang sama besar untuk mangalami kelelahan mata dibandingkan dengan orang orang yang mengistirahatkan mata dengan nilai OR = 1,13 (Nourmayanti, 2012).
Faktor Environment
Faktor environment dalam penelitian ini adalah intensitas pencahayaan ruangan pada saat siswa menggunakan gadget. Intensitas pencahayaan ruangan yang cukup gelap sebesar 15,24% dan intensitas pencahayaan ruangan yang gelap sebesar 19,52%. Proporsi angka kejadian kelelahan mata tertinggi terjadi pada siswa yang menggunakan gadget pada intensitas pencahayaan ruangan cukup gelap (93,75%) dan gelap (92,50%). Pada penelitian ini diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata setelah mengontrol variabel lainnya. Siswa yang menggunakan gadget di tempat yang gelap memiliki peluang 4,18 kali lebih besar mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan siswa yang menggunakan gadget di tempat yang terang (95%Cl=1,01-17,21). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayoga (2014) bahwa terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata. Hasil ini selaras dengan teori yang menyebutkan bahwa lingkungan tempat beraktivitas memiliki intensitas pencahayaan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata, hal ini terjadi karena berkurangnya daya dan efisiensi mata (Prayoga, 2014).
Alasan lain adalah karena gangguan pengliahatan akibat kurangnya pencahayaan ruangan yang memenuhi syarat tertentu, karena ketika pencahayaan terlalu besar atau terlalu kecil mata akan berkontraksi secara berlebihan (Djupri, 2016).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa angka prevalensi kelelahan mata pada siswa adalah sebesar 81,90%. Faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata setelah mengontrol variabel lain adalah intensitas pencahayaan, durasi penggunaan gadget dan jarak pada saat menggunakan gadget. Sedangkan faktor yang tidak memiliki hubungan dengan kelelahan mata setelah mengontrol variabel lain adalah usia, kelainan refraksi, frekuensi penggunaan gadget dan istirahat mata.
SARAN
Adapun saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut: Untuk pihak sekolah dan pemerintah agar lebih memperhatikan kesehatan siswa yang dapat dilakukan dengan mengevaluasi pembelajaran daring seperti dengan melakukan istirahat setelah 30 menit pembelajar. Selain itu pihal sekolah dapat bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan mata pada siswa secara rutin. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan variabel yang berbeda seperti variabel jenis gadget dan ringkat paparan radiadi, serta metode penelitian yang berbeda seperti penelitian kualitatif agar memperoleh indoemasi yang lebih mendalam terkait dengan kelelahan mata.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan untuk peneliti melakukan penelitian ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada pihak sekolah yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. Dan ucapan terima kasih juga peneliti tujukan kepada seluruh responden yang sudah memberikan waktu luang dan juga memerikan informasi selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. I. (2016) ‘Hubungan Jenis
Monitor Dengan Kelelahan Mata Pada Kegiatan Praktikum di Laboratorium Komputer Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga’, Integrated Lab, 4(1), pp.
119–124. Available at:
http://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/i ntegratedlab/article/download/1546/1 249.
Chandraswara, B. N. and RIfal, M. (2014) ‘Hubungan antara Usia, Jarak Penglihatan dan Masa Kerja dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pembatik di Industri Batik Tulis Srikuncoro Dusun Giriloyo
Kabupaten Bantul’, Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, pp. 1–10.
Diananda, A. (2019) ‘Psikologi Remaja Dan Permasalahannya’, Journal ISTIGHNA, 1(1), pp. 116–133. doi:
10.33853/istighna.v1i1.20.
Djupri, A. G. K. (2016) ‘Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata Pada Siswa Kelas Iv Dan V Sekolah Dasar Negeri 02
Kuripan-Purwodadi’, Journal of
Chemical Information and Modeling,
53(9), pp. 1689–1699.
Efriliani, E., Yani, A. and Pujowaskito, P. (2017) ‘Hubungan Kebiasaan
Penggunaan Gadget Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Siswa SMP Negeri 3 Cimahi’, Repositori Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi, pp. 1–8. Available at:
http://repository.unjani.ac.id/index.p hp?p=fstream&fid=3555&bid=300.
Ernawati, Nuruniyah, Si. and Dewi, M. L. (2017) ‘Hubungan Intensitas
Penggunaan Game Online dengan Kelelahan Mata pada Siswa SMA Negeri 1 Sedayu Yogyakarta Tahun 2017’, pp. 1–12.
Firdani, F. (2020) ‘Faktor yang
Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Operator Komputer’, 5(1), pp. 64–70.
Gumunggilung, D., Doda, D. V. D. and Mantjoro, E. M. (2021) ‘Hubungan Jarak Dan Durasi Pemakaian Smartphone Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsrat Di Era Pandemi Covid-19’, Kesmas, 10(2), pp. 12–17.
Larasati, N. (2017) Faktor Risko Kelelahan Mata Pada Pengrajin Emas Di Desa Gesang Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang. Available at:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/ handle/123456789/83018/Nyimas Larasati - 122110101129.pdf
sdh.pdf?sequence=1&isAllowed=y.
Mowatt, L. et al. (2018) ‘Computer vision syndrome and ergonomic practices among undergraduate university students’, International Journal of
Clinical Practice, 72(1). doi:
10.1111/ijcp.13035.
Muallima, N., Febriza, A. and Putri, R. K. (2019) ‘Hubungan Penggunaan
Gadget Dengan Penurunan Tajam Penglihatan Pada Siswa Smp
Unismuh Makassar’, JIKI Jurnal Ilmiah Kesehatan IQRA, 7(02), pp. 79–85. Available at:
https://stikesmu-sidrap.e-journal.id/JI KI/article/view/156.
Munif, A., Yuliana and Wardana, I. N. G. (2020) ‘Hubungan Kelainan Refraksi Mata, Durasi, Dan Jarak Penggunaan Laptop Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Mahasiswa Psskpd Angkatan 2017-2018 Universitas Udayana’, Jurnal Medika Udayana, 9(9), pp. 18–25.
Nasyahtadila, V. et al. (2022) ‘Jarak, Durasi, dan Keluhan Kelelahan Mata dalam Penggunaan Gadget Civitas
Akademika STIKes Dharma Husada Bandung Tahun 2020’, Jurnal Sehat Masada, 16(1), pp. 58–68. doi:
10.38037/jsm.v16i1.264.
Nourmayanti, Di. (2012) ‘Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009’. Available at:
https://repositorio.flacsoandes.edu.ec /bitstream/10469/2461/4/TFLACSO-20 10ZVNBA.pdf.
Prayoga, H. A. (2014) ‘Intensitas
Pencahayaan Dan Kelainan Refraksi Mata Terhadap Kelelahan Mata’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2), pp.
131–136.
Purnama, A. E., Keloko, A. B. and Ashar, T. (2013) ‘Hubungan Perilaku Anak
Remaja Mengenai Permainan Game Online dengan Keluhan Kelelahan Mata di Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2013’, pp. 0–7.
Sarumpaet, R. G. (2021) Hubungan antara Jarak, Posisi serta Durasi Penggunaan Smartphone dengan Derajat Kelelahan Mata Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Univeristas Sumatra Utara Angkatan 2018 & 2019.
Septiansyah, R. (2014) ‘Faktor yang
Behubungan dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014’, p. 97.
Siagian, I. B. (2017) ‘Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Personal Computer PT. Deltamas Medan Tahun 2017’, Skripsi.
Sya’ban, A. R. and Riski, I. M. R. (2014) ‘Faktor-faktro yang Berhubungan
dengan gejala Kelalahan Mata (Asstenopia) pada Karyawan
Pengguna Komputer PT.GRAPARI Telkomsel Kota Kendari’, pp. 15–16.
Taylor and Francis (1997) ‘Aspek
Keselamatan Kerja ppada Pemakaian Komputer’. Available at:
http://www.elektroindonesia.com/ele ktro/komput6.html.
e-mail korespondensi: [email protected]
408
Discussion and feedback