PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP VAKSIN BOOSTER COVID-19 DI KECAMATAN KUTA SELATAN KABUPATEN BADUNG
on
Arc. Com. Health • Desember 2022
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Vol. 9 No. 3: 382 – 397
PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP VAKSIN BOOSTER COVID-19 DI KECAMATAN KUTA SELATAN KABUPATEN BADUNG
*
Kadek Cantika Dewi*, Made Pasek Kardiwinata
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Jalan P.B. Sudirman, Kec.Denpasar Barat, Kota Denpasar,Bali 80234
ABSTRAK
Vaksinasi COVID-19 saat ini menjadi fokus upaya pencegahan penularan COVID-19 di berbagai negara termasuk Indonesia. Kesuksesan dari upaya vaksinasi akan tergantung pada tingkat penerimaan masyarakat terhadap upaya vaksinasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penerimaan masyarakat terhadap vaksin booster COVID-19 di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Desain penelitian cross-sectional dengan populasi masyarakat Kecamatan Kuta Selatan. Besar sampel 150 orang didapat dengan teknik voluntary sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji chi-square. Penerimaan vaksinasi booster COVID-19 sebesar 96% sudah divaksin dan 4% belum divaksin namun akan menerima vaksinasi. Sebagian besar penerimaan vaksinasi booster COVID-19 didasari atas dorongan diri sendiri/ sukarela sebesar 64,58%. Tingkat pendidikan perguruan tinggi (OR= 1,98, 95% CI 0,93-4,21; p=0,007) berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19. Kesimpulan: Penerimaan vaksinasi booster COVID-19 sebesar 96% sudah divaksin dan 4% belum divaksin namun akan menerima vaksinasi. Sebagian besar penerimaan vaksinasi booster COVID-19 didasari atas dorongan diri sendiri/ sukarela sebesar 64,58%. Tingkat pendidikan perguruan tinggi (OR= 1,98, 95% CI 0,93-4,21; p=0,007) berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19. Perlunya pengoptimalan vaksinasi booster COVID-19 melalui penyebaran informasi terkait efek samping dari vaksin booster COVID-19 serta informasi terkait akses vaksinasi.
Kata kunci: COVID-19, penerimaan vaksin, Badung
ABSTRACT
The COVID-19 vaccination is currently the focus of efforts to prevent the transmission of COVID-19 in various countries, including Indonesia. The success of the vaccination effort will depend on the level of public acceptance of the vaccination effort. The purpose of this study was to determine public acceptance of the COVID-19 booster vaccine in South Kuta District, Badung Regency. The research design is cross-sectional with the population of South Kuta District. The sample size of 150 people was obtained by voluntary sampling technique. Data were collected through direct interviews using a questionnaire. Data analysis using chi-square test. 96% of COVID-19 booster vaccination receipts have been vaccinated and 4% have not been vaccinated but will receive vaccinations. Most of the COVID-19 booster vaccination receipts were based on self/voluntary encouragement of 64.58%. Higher education level (OR= 1.98, 95% CI 0.93-4.21; p=0.007) was associated with receiving the COVID-19 booster vaccine. Conclusion: 96% of COVID-19 booster vaccination receipts have been vaccinated and 4% have not been vaccinated but will receive vaccination. Most of the COVID-19 booster vaccination receipts were based on self/voluntary encouragement of 64.58%. Higher education level (OR= 1.98, 95% CI 0.93-4.21; p=0.007) was associated with receiving the COVID-19 booster vaccine. There need for optimization of the COVID-19 booster vaccination through the dissemination of information regarding the side effects of the COVID-19 booster vaccine and information regarding access to vaccinations
Keyword: COVID-19, vaccine acceptance, Badung
PENDAHULUAN
Tahun 2019 seluruh negara digemparkan dengan penemuan virus baru yang disebut dengan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah suatu virus corona varian baru yang belum pernah teridentifikasi pada manusia yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang dapat menularkan dari hewan ke manusia atau dari manusia ke manusia (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Indonesia merupakan salah satu negara yang melaporkan teridentifikasinya kasus COVID-19. Sejak
awal terlaporkannya kasus hingga Februari 2022, tercatat sebanyak 4.353.370 kasus terkonfirmasi dan 144.320 kasus kematian (Satgas COVID-19, 2021).
Seluruh dunia telah mengadopsi berbagai prosedur untuk mengurangi peningkatan kasus COVID-19, mulai dari pemberlakuan protokol kesehatan dengan 5M, prosedur physical-distancing, karantina wilayah total, isolasi pada pasien terinfeksi, dan pembatasan perjalanan internasional (Setiati dan Azwar, 2020). Vaksinasi merupakan salah satu upaya efektif yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyebaran virus COVID-19. Saat ini vaksinasi menjadi fokus dari upaya pemutusan rantai penularan COVID-19 di berbagai negara. Kesuksesan dari upaya vaksinasi akan tergantung pada tingkat penerimaan masyarakat terhadap upaya vaksinasi tersebut. Tingkat penerimaan vaksinasi yang rendah dapat menghambat tercapainya kekebalan kelompok atau herd immunity serta memberi peluang pada patogen penyebab penyakit untuk menginfeksi orang-orang dengan kelainan imun. Hal ini akan berdampak pada terhambatnya pemberantasan penyakit (Mallory, Lindesmith and Baric, 2018).
Vaksin COVID-19 di Indonesia telah dilakukan dalam 3 tahap yaitu: tahap 1, tahap 2 dan tahap 3 atau booster. Vaksin booster atau disebut vaksin tahap 3 dilakukan dengan tujuan meningkatkan antibodi secara penuh agar terhindar dari virus corona. Hasil survey penerimaan vaksin yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia bersedia menerima vaksin COVID-19
sebesar 80,8% dan keraguan masyarakat untuk mendapat vaksin telah menurun dari 29,8% menjadi 18,9% (Kementerian Kesehatan et al, 2021).
Keyakinan atau persepsi merupakan hal yang dapat digunakan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan serta tindakan seseorang. Persepsi masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19 penting untuk diketahui karena dari persepsi seseorang akan mencerminkan sikap dan perilaku seseorang terhadap keputusan yang akan diambil. Teori Health Belief Model (HBM) merupakan salah satu teori yang digunakan untuk memahami perilaku kepercayaan dan persepsi individu terhadap kesehatan. Teori HBM terdiri dari beberapa komponen utama yaitu persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan (Irwan, 2017). Penelitian oleh Puspasari, A, 2021 di Indonesia menunjukkan bahwa penerimaan vaksin COVID-19 memiliki hubungan yang signifikan dengan semua komponen HBM. Persepsi hambatan mengenai kekhawatiran akan efek samping memiliki pengaruh paling besar dengan penerimaan vaksin COVID-19 di Indonesia (Puspasari, A, Achadi, 2021).
Kabupaten Badung merupakan salah satu wilayah yang telah melaksanakan vaksinasi COVID-19. Hingga tanggal 17 Maret 2022 penerimaan vaksinasi tahap 1 sebanyak 567.425 dosis (130,39%), vaksinasi tahap 2 sebanyak 526.978 dosis (121,09%), dan vaksinasi tahap 3 sebanyak 202, 535 dosis (46,54%). Dapat dilihat dari data capaian tersebut penerimaan vaksinasi COVID-19 tahap 1 dan tahap 2 di Kabupaten Badung sudah memenuhi
target, namun pada vaksinasi tahap 3 atau vaksin booster belum memenuhi target. Kecamatan Kuta Selatan menjadi wilayah dengan capaian vaksinasi booster terendah dari wilayah lainnya di Kabupaten Badung. Capaian vaksinasi tahap 3 hingga tanggal 17 Maret 2022 yaitu sebesar 33.607 orang (39,97%) dari total target 84.068. Belum
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah penerimaan masyarakat terhadap vaksin booster COVID-19. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, status pekerjaan, tingkat pendidikan, dan variabel dari Health Belief Model, meliputi persepsi kerentanan, persepsi keparahan/ keseriusan, persepsi manfaat vaksinasi COVID-19, dan persepsi hambatan dalam melakukan vaksinasi COVID-19.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2022. Kriteria inklusi sampel adalah masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten
HASIL
Tabel 1 menunjukkan gambaran karakteristik responden. Pada penelitian ini rata-rata responden berumur 37,43 tahun. Dilihat dari kelompok umur, sebagian besar berada pada kelompok umur 46 hingga 55 tahun sebanyak 55 orang (36,67%). Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan sebanyak 88 orang
tercapainya target penerimaan vaksin tahap 3 atau vaksin booster di Kecamatan Kuta Selatan menarik peneliti untuk mengetahui penerimaan serta persepsi masyarakat terhadap vaksin booster COVID-19 di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung.
Badung, memenuhi syarat untuk melakukan vaksin booster, dan bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusinya yaitu responden tidak bersedia diwawancara. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik voluntary sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner melalui wawancara secara langsung dengan responden. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan uji chi-square. Data diolah menggunakan aplikasi STATA 15. Penelitian ini telah mendapatkan kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayanan/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan kelaikan etik nomor 1048/UN14.2.2.VII.14/LT/2022.
(58,67%). Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar mengenyam pendidikan di perguruan tinggi sebanyak 104 orang (69,33%). Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta dan pegawai swasta sebanyak 83 orang (55,33%).
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Masyarakat Kuta Selatan
Variabel |
Jumlah (n=150) |
Persentase (%) |
Umur | ||
Mean (SD) |
37,43 (12,56) | |
18-25 tahun |
44 |
29,33 |
26-35 tahun |
25 |
16,67 |
36-45 tahun |
19 |
12,67 |
46-55 tahun |
55 |
36,67 |
>56 tahun |
7 |
4,67 |
Jenis Kelamin | ||
Perempuan |
88 |
58,67 |
Laki-laki |
62 |
41,33 |
Tingkat Pendidikan | ||
Perguruan Tinggi |
104 |
69,33 |
Tamat SMA |
46 |
30,67 |
Pekerjaan | ||
Wiraswasta |
48 |
32,00 |
Pegawai Swasta |
35 |
23,33 |
Pelajar/ Mahasiswa |
35 |
23,33 |
PNS/ TNI/BUMN |
23 |
15,33 |
Ibu Rumah Tangga |
9 |
6,00 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 144 orang (96%) masyarakat Kuta Selatan sudah tervaksin dan 6 orang (4%) belum tervaksin dikarenakan memiliki penyakit komorbid, namun akan
divaksinasi setelah menunggu surat rekomendasi dari dokter. Sebagian besar kesediaan masyarakat untuk melakukan vaksin booster COVID-19 berasal dari dorongan diri sendiri yaitu sebesar 64,58%.
Tabel 2 Distribusi Penerimaan Vaksin Booster COVID-19
Variabel |
Jumlah Persentase (%) |
Penerimaan Vaksin (n=150) Belum/ Akan Vaksin Sudah Vaksin Kesediaan Menerima Vaksin (n=144) Dorongan Diri Sendiri Dorongan Orang Lain/ Sekitar |
6 4,00 144 96,00 93 64,58 51 35,42 |
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis persepsi responden. sebagian besar responden tergolong memiliki persepsi kerentanan positif sebesar 95,83%, persepsi keparahan positif sebesar 73,61%, persepsi |
manfaat positif sebesar 95,14%, sedangkan pada persepsi hambatan sebagian besar responden memiliki persepsi hambatan negatif sebesar 97,22%. |
Tabel 3 Analisis Deskriptif Persepsi Masyarakat Kuta Selatan
Variabel |
Jumlah (n=144) |
Persentase (%) |
Persepsi Kerentanan | ||
Positif |
138 |
95,83 |
Negatif Persepsi Keparahan |
6 |
4,17 |
Positif |
106 |
73,61 |
Negatif Persepsi Manfaat |
38 |
26,39 |
Positif |
137 |
95,14 |
Negatif Persepsi Hambatan |
7 |
4,86 |
Negatif |
140 |
97,22 |
Positif |
4 |
2,78 |
Tabel 4 menunjukkan pernyataan responden mengenai persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan terhadap COVID-19. Dalam persepsi kerentanan, responden setuju dengan pernyataan “Saya rentan terinfeksi COVID-19 walaupun sudah divaksinasi” dengan proporsi 100%. Dilihat dari persepsi keparahan responden setuju pada pernyataan “Saya akan mengalami sakit yang parah/ komplikasi apabila
terinfeksi COVID-19” dengan proporsi 89,59%. Pada persepsi manfaat, sebagian besar responden setuju dengan pernyataan “Menurut saya vaksin merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk melawan penyakit COVID-19” dengan proporsi 100%. Sedangkan pada persepsi hambatan sebagian besar responden setuju dengan pernyataan “Saya takut akan efek samping yang diakibatkan setelah vaksin COVID-19” dengan proporsi 22,91%.
Tabel 4 Persepsi dalam Health Belief Model
Persepsi Terhadap Kerentanan Terinfeksi COVID-19 |
Hasil F (%) | |||
STS |
TS |
S |
SS | |
Saya rentan terinfeksi COVID-19 karena virusnya |
0 |
51 |
68 |
25 |
sering bermutasi |
(0,00) |
(35,42) |
I (47,22) |
(17,36) |
Saya rentan terinfeksi COVID-19 karena virusnya |
0 |
8 |
107 |
29 |
menyebar kemana-mana |
(0,00) |
(5,56) |
(74,31) |
(20,14) |
Saya rentan terinfeksi COVID-19 karena |
0 |
11 |
109 |
24 |
menyebarnya varian baru Omicron |
(0,00) |
(7,64) |
(75,69) |
(16,67) |
Saya rentan terinfeksi COVID-19 walaupun sudah |
0 |
0 |
47 |
97 |
divaksinasi |
(0,00) |
(0,00) |
(32,64) |
(67,36) |
Lanjutan Tabel 4. | ||||
Persepsi Keparahan Terhadap Penyakit COVID-19 |
Hasil F (%) | |||
STS |
TS |
S |
SS | |
Saya akan mengalami sakit yang parah/ |
0 |
15 |
85 |
44 |
komplikasi, apabila terinfeksi COVID-19 |
(0,00) |
(10,42) |
(59,03) |
(30,56) |
Saya akan mengalami kematian, apabila terinfeksi |
0 |
13 |
96 |
35 |
COVID-19 |
(0,00) |
(9,03) |
(66,67) |
(24,31) |
Saya akan dijauhi oleh orang-orang di sekitar saya, |
0 |
36 |
65 |
43 |
apabila terinfeksi COVID-19 |
(0,00) |
(25,00) |
(45,14) |
(29,86) |
Saya khawatir apabila saya dan keluarga saya |
0 |
28 |
103 |
13 |
mengalami kondisi yang kritis akibat COVID-19 |
(0,00) |
(19,44) |
(71,53) |
(9,03) |
Hasil | ||||
Manfaat Vaksinasi |
F (%) | |||
STS |
TS |
S |
SS | |
Menurut saya vaksinasi COVID-19 tahap 1 dan |
0 |
51 |
68 |
25 |
tahap 2 mampu melindungi dari penyakit COVID-19 termasuk varian baru Omicron |
(0,00) |
(35,42) |
(47,22) |
(17,36) |
Menurut saya vaksinasi COVID-19 tahap 3 atau |
0 |
9 |
106 |
29 |
vaksin booster mampu melindungi dari penyakit COVID-19 termasuk varian baru Omicron |
(0,00) |
(6,25) |
(73,61) |
(20,14) |
Menurut saya vaksinasi COVID-19 dapat |
0 |
12 |
108 |
24 |
mencegah penyebaran virus dari orang ke orang |
(0,00) |
(8,33) |
(75,00) |
(16,67) |
Menurut saya vaksin merupakan upaya |
0 |
0 |
47 |
97 |
pencegahan yang efektif untuk melawan penyakit COVID-19 |
(0,00) |
(0,00) |
(32,64) |
(67,36) |
Hasil | ||||
Hambatan dalam Melakukan |
F (%) | |||
Vaksinasi |
STS |
TS |
S |
SS |
Saya takut akan efek samping yang diakibatkan |
21 |
90 |
21 |
12 |
setelah vaksin COVID-19 |
(14,58) |
(62,50) |
(14,58) |
(8,33) |
Saya kesulitan mendapat akses vaksin di |
24 |
98 |
18 |
4 |
puskesmas, klinik swasta, maupun rumah sakit |
(16,67) |
(68,06) |
(12,50) |
(2,78) |
Saya takut divaksin karena vaksin COVID-19 |
19 |
106 |
19 |
0 |
tidak aman bagi tubuh |
(13,19) |
(73,61) |
(13,19) |
(0,00) |
Saya takut divaksin COVID-19 karena takut |
47 |
79 |
11 |
7 |
dengan jarum suntik |
(32,64) |
(54,86) |
(7,64) |
(4,86) |
Tabel 5 menunjukkan variabel karakteristik responden yang berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19. Perempuan yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 70,93% dan laki-laki yang bersedia menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 55,17%. Secara statistik tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penerimaan vaksin booster COVID-19 (p value = 0,075), namun perempuan memiliki peluang lebih tinggi 1,98 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 1,98, 95% CI 0,93-4,21).
Berdasarkan segi umur, responden pada kelompok umur 18-25 tahun yang bersedia menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri adalah 51,16%, pada kelompok umur 26-35 tahun sebesar 65,22%, pada kelompok umur 36-45 sebesar 88,89%, pada kelompok umur 46-55 sebesar 69,81%, dan pada kelompok umur lebih dari 55 tahun sebesar 42,86%. Secara statistik umur tidak berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19 (p value = 0,684), namun kelompok usia >55 tahun memiliki peluang lebih tinggi 1,39 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 1,39; 95% CI 0,27-7,00).
Berdasarkan pendidikan terakhir, Responden dengan pendidikan terakhir
perguruan tinggi yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 72% dan responden dengan pendidikan terakhir tamat SMA yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 47,73%. Secara statistik pendidikan terakhir memiliki hubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19 (p value = 0,007). Responden dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi memiliki peluang lebih tinggi 2,81 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 2,81; 95% CI 1,266,26).
Berdasarkan pekerjaan, responden sebagai ibu rumah tangga yang bersedia menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 52,94%, pelajar/ mahasiswa sebesar 88,89%, responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebesar 63,04%, responden yang bekerja sebagai pegawai swasta sebesar 65,63%, dan responden yang bekerja sebagai PNS/ TNI/ BUMN/ BUMD sebesar 73,91%. Tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19 (p value = 0,365), namun responden yang bekerja sebagai wiraswasta memiliki peluang lebih rendah 0,65 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 0,65; 95% CI 0,26-1,62).
Tabel 5 Hubungan Variabel Karakteristik Demografi dengan Penerimaan Vaksin Booster COVID-19
Variabel |
Penerimaan Vaksin Booster COVID-19 Diri Sendiri Tidak dari OR 95% CI p Diri Sendiri f(%) f(%) |
Jenis Kelamin
Lanjutan Tabel 5.
Variabel |
Penerimaan Vaksin Booster COVID-19 |
OR |
95% CI |
p | |
Diri Sendiri f (%) |
Tidak dari Diri Sendiri f (%) | ||||
Perempuan |
61 (70,93) |
25(29,07) |
1,98 |
0,93-4,21 |
0,075 |
Laki-laki |
32 (55,17) |
26(44,83) |
Ref. | ||
Umur | |||||
18-25 tahun |
22 (51,16) |
21(48,84) |
Ref. | ||
26-35 tahun |
15 (65,22) |
8 (34,78) |
0,55 |
0,19-1,59 | |
36-45 tahun |
16 (88,89) |
2 (11,11) |
0,13 |
0,02-0,64 | |
46-55 tahun |
37 (69,81) |
16(30,19) |
0,45 |
0,19-1,04 | |
>55 tahun |
3 (42,86) |
4 (57,14) |
1,39 |
0,27-7,00 |
0,684 |
Tingkat Pendidikan | |||||
Perguruan Tinggi |
72(72,00) |
28(28,00) |
2,81 |
1,26-6,26 |
0,007* |
Tamat SMA |
21 (47,73) |
23(52,27) |
Ref. | ||
Pekerjaan | |||||
Ibu Rumah Tangga |
18(52,94) |
16(47,06) |
Ref. | ||
Pelajar/ Mahasiswa |
8 (88,89) |
1 (11,11) |
0,14 |
0,01-1,25 | |
Wiraswasta |
29 (63,04) |
17(36,96) |
0,65 |
0,26-1,62 |
0,365 |
Pegawai Swasta |
21 (65,63) |
11(34,38) |
0,58 |
0,21-1,59 | |
PNS/ TNI/ BUMN |
17(73,91) |
6 (26,09) |
0,39 |
0,12-1,25 |
Tabel 6 menunjukkan variabel persepsi yang berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19. Responden dengan persepsi kerentanan positif yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 63,77% sedangkan responden dengan persepsi kerentanan negatif yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 83,33%. Tidak ada hubungan antara persepsi kerentanan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun responden dengan persepsi kerentanan negatif memiliki peluang lebih rendah 0,35 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 0,35; 95% CI = 0,00-3,29; p = 0,423).
Proporsi responden dengan persepsi keparahan positif yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri
sebesar 64,15% sedangkan responden dengan persepsi keparahan negatif yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 65,79%. Secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi keparahan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun responden dengan persepsi keparahan negatif memiliki peluang lebih rendah 0,93 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19. (OR= 0,93; 95% CI = 0,38-2,15; p = 1,000).
Berdasarkan persepsi manfaat, responden dengan persepsi manfaat positif yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 63,50% dan responden dengan persepsi manfaat negatif yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 85,71%. Tidak ada hubungan antara persepsi manfaat
dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun responden dengan persepsi manfaat negatif memiliki peluang lebih rendah 0,29 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 0,29; 95% CI 0,002,51; p = 0,421).
Berdasarkan persepsi hambatan, responden dengan persepsi hambatan negatif yang menerima vaksin booster atas dorongan diri sendiri sebesar 64,29% dan
responden dengan persepsi hambatan positif yang menerima vaksin booster sebesar 75%. Secara statistik persepsi hambatan tidak memiliki hubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun responden dengan persepsi hambatan positif memiliki peluang lebih rendah 0,6 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 0,6; 95%CI 0,01-7,72; p = 1,000).
Tabel 6 Hubungan Persepsi dengan Penerimaan Vaksin Booster COVID-19
Penerimaan Vaksin Booster COVID-19
Variabel |
Sudah Vaksin f(%) |
Belum Vaksin f(%) |
OR |
95% CI |
p |
Persepsi Kerentanan Positif Negatif |
88(63,77) 5 (83,33) |
50(36,23) 1 (16,67) |
0,35 |
0,00-3,29 |
0,423 |
Persepsi Keparahan Positif Negatif |
68(64,15) 25(65,79) |
38(35,85) 13(34,21) |
0,93 |
0,38-2,15 |
1,000 |
Persepsi Manfaat Positif Negatif |
87(63,50) 6 (85,71) |
50(36,50) 1 (14,29) |
0,29 |
0,00-2,51 |
0,421 |
Persepsi Hambatan Negatif Positif |
90(64,29) 3 (75,00) |
50(35,71) 1 (25,00) |
0,6 |
0,01-7,72 |
1,000 |
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diperoleh hasil penerimaan vaksin booster COVID-19 di Kecamatan Kuta Selatan sebesar 96% sudah divaksin dan 4% belum divaksin, namun akan menerima vaksin. Sebesar 4% responden belum menerima vaksin booster COVID-19 dikarenakan memiliki riwayat penyakit komorbid, namun mereka memiliki niat dan akan menerima vaksinasi setelah mendapat surat rekomendasi dari dokter. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ardiningsih (2021), yang menyatakan bahwa masyarakat yang sudah divaksinasi COVID-19 sebesar 96,2% sedangkan yang belum divaksinasi sebesar 3,8% dikarenakan memiliki riwayat penyakit komorbid (Ardiningsih, 2021).
Berdasarkan kesediaan yang mendorong responden untuk mendapat vaksin booster COVID-19, sebagian besar
responden menerima vaksinasi didasari atas dorongan diri sendiri/ sukarela sebesar 65,58%. Sisanya sebesar 34,15% masyarakat menerima vaksin booster COVID-19 didasari atas dorongan orang lain/ sekitar. Tingginya penerimaan vaksinasi booster COVID-19 atas dorongan diri sendiri menunjukkan bahwa responden peduli akan kesehatan mereka. Hal ini sesuai dengan penjelasan Notoatmodjo (2013) bahwa individu yang mementingkan kesehatannya akan lebih melakukan tindakan pencegahan, dalam hal ini yaitu dengan melakukan vaksinasi COVID-19.
Selain itu, dukungan orang lain atau lingkungan sekitar terhadap penerimaan vaksin booster COVID-19 juga dominan tinggi. Pembentukan perilaku kesehatan dapat dipengaruhi oleh orang lain yang dianggap penting seperti keluarga (Ismet, 2013). Menurut Mubarak (2012) keluarga dapat menjadi tempat pengambilan keputusan dalam hal kesehatan. Bentuk dukungan yang dapat diberikan keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasehat, atau mengawasi pola kehidupan sehari-hari (Roria, 2014). Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor pendukung seseorang dalam melakukan tindakan tertentu. Seseorang yang mendapat dukungan dari keluarga akan merasa nyaman baik secara fisik maupun psikis dalam bertindak. Hal ini sesuai dengan penelitian ini dimana individu yang mendapat dukungan dari lingkungan sekitar memiliki tingkat penerimaan vaksin yang tinggi.
Hasil penerimaan masyarakat terhadap vaksin booster COVID-19 di Kecamatan Kuta Selatan tergolong sangat
tinggi. Hasil ini berbeda dengan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang menunjukkan cakupan penerimaan vaksin booster COVID-19 yang masih rendah. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan responden yang terlibat dalam penelitian ini hanya penduduk asli yang berdomisili di Kecamatan Kuta Selatan, sehingga responden diluar penduduk domisili seperti penduduk mancanegara yang tinggal di wilayah Kuta Selatan tidak mencakup dalam penelitian ini. Namun, tingginya penerimaan masyarakat terhadap vaksin booster COVID-19 menunjukkan bahwa masyarakat Kuta Selatan sadar akan pentingnya melakukan vaksinasi COVID-19 terutama vaksin booster untuk melindungi diri dari COVID-19. Selain itu responden yang terlibat dalam penelitian ini cenderung berpendidikan menengah ke atas serta memiliki pekerjaan yang baik sehingga kemungkinan memiliki penerimaan yang baik terhadap vaksinasi.
Berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian diperoleh bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19 namun perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi 1,98 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 1,98; 95% CI 0,934,21). Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh (Azim, La ode liaumin, Rahman, 2021) di Kecamatan Poasia Kota Kendari dengan responden masyarakat umum. Peluang laki-laki lebih tinggi untuk menerima vaksinasi COVID-19 dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan hasil ini bisa terjadi karena jenis kelamin merupakan faktor internal yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Perubahan perilaku
dapat dipengaruhi oleh faktor hormonal maupun faktor fisik, sehingga wanita seringkali bertindak menggunakan perasaan, sedangkan laki-laki cenderung menggunakan pertimbangan rasional (Irwan, 2017).
Berdasarkan kelompok umur, secara statistik umur tidak berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun kelompok usia >55 tahun memiliki peluang lebih tinggi 1,39 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 1,39; 95% CI 0,27-7,00). Dapat dilihat, kelompok usia lebih dari 55 tahun cenderung lebih banyak menerima vaksinasi COVID-19 dibandingkan kelompok usia muda. Hal ini dikarenakan individu pada usia lanjut memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah sehingga lebih mudah terinfeksi COVID-19. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Lazarus et al., 2021) yang menyatakan bahwa individu pada usia 25-54, 55-64, dan 65+ tahun cenderung lebih menerima vaksin dibandingkan dengan individu yang berusia muda (18-24 tahun), hal ini dikarenakan usia lebih tua memiliki kerentanan yang tinggi terhadap infeksi penyakit (OR= 1,73; 95% CI 1,48-2,02).
Berdasarkan tingkat pendidikan, menunjukkan tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19. Responden dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi memiliki peluang lebih tinggi 2,81 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 2,81; 95% CI 1,26-6,26). Hal ini menunjukkan seiring dengan tingginya tingkat pendidikan maka juga akan meningkatkan penerimaan vaksin COVID-
-
19, seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung akan lebih mudah menerima informasi, dalam hal ini yaitu informasi mengenai vaksin COVID-19. Sebaliknya individu yang tingkat pendidikannya rendah akan lebih sulit dalam menerima informasi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Shmueli (2021) yang menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan lebih berniat untuk menerima vaksinasi COVID-19 daripada responden dengan pendidikan lebih rendah (OR= 3,54; 95% CI 1,44-8,67). Penelitian lain oleh (Al-Mohaithef & Padhi, 2020) juga menyatakan responden dengan tingkat pendidikan diploma lebih banyak menyatakan minat untuk menerima vaksin COVID-19 daripada yang tidak berpendidikan (OR= 1,14; 95% CI 0,71-1,83).
Berdasarkan pekerjaan, secara statistik pekerjaan tidak berhubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun responden yang bekerja sebagai wiraswasta memiliki peluang lebih rendah 0,65 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 (OR= 0,65; 95% CI 0,01-1,25). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di Arab Saudi oleh (Al-Mohaithef & Padhi, 2020) dengan sampel masyarakat umum, menyatakan variabel pekerjaan tidak berhubungan dengan penerimaan vaksin COVID-19 dan responden yang bekerja sebagai wiraswasta memiliki peluang lebih rendah untuk menerima vaksinasi. Pada penelitian lain oleh (L. P. Wong et al., 2020) di Malaysia dengan responden berusia antara 18-70 tahun menunjukkan bahwa responden yang bekerja di bidang pemerintahan memiliki peluang lebih tinggi untuk melakukan
vaksinasi dibandingkan dengan responden sebagai wiraswasta.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Kuta Selatan yang bekerja sebagai wiraswasta belum sepenuhnya menerima vaksinasi atas keinginannya sendiri. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan bidang pekerjaan mereka yang sebagian besar sebagai pengusaha atau pedagang, sehingga mereka merasa tidak terlalu penting untuk melakukan vaksinasi dikarenakan aktifitas mereka yang sebagian besar hanya dilakukan disekitar lingkungan rumah saja.
Dilihat dari sisi persepsi, hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara persepsi kerentanan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19. Responden dengan persepsi kerentanan negatif memiliki peluang lebih rendah 0,35 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi kerentanan positif (OR= 0,35; 95% CI = 0,00-3,29; p = 0,423). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Azim & dkk, 2021), menunjukkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan rendah 3,459 kali lebih sulit dalam menerima vaksin COVID-19 atas niatnya sendiri dibandingkan masyarakat yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi (OR=3,459; 95% CI 1,221-9,802).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kuta Selatan yang memiliki persepsi kerentanan negatif lebih rendah untuk menerima vaksinasi atas dorongannya sendiri. Sedangkan masyarakat dengan persepsi kerentanan yang positif lebih tinggi untuk menerima vaksinasi didasari atas keinginan sendiri.
Walaupun demikian masyarakat yang memiliki persepsi positif pun masih merasa berisiko rentan terinfeksi COVID-19 walaupun sudah divaksin. Vaksinasi COVID-19 memang tidak menjamin sepenuhnya melindungi 100% dari infeksi COVID-19 (Yolanda et al., 2022). Vaksin COVID-19 mampu menekan penularan dan menurunkan risiko timbulnya gejala berat apabila terinfeksi virus COVID-19 daripada yang tidak melakukan vaksinasi sama sekali (CDC, 2020).
Menurut Rosenstock dalam Wakhida (2016), bahwa persepsi kerentanan atau risiko terhadap penyakit merupakan satu hal yang berkaitan dengan pencegahan penyakit. Individu yang merasa dirinya memiliki kerentanan atau risiko terhadap penyakit lebih mungkin untuk melakukan pencegahan dibandingkan dengan individu yang tidak merasa memiliki kerentanan atau risiko penyakit. Penjelasan tersebut selaras dengan penelitian ini dimana masyarakat dengan persepsi kerentanan tinggi akan lebih melakukan tindakan pencegahan dengan menerima vaksinasi COVID-19.
Pada persepsi keparahan menunjukkan bahwa persepsi keparahan tidak ada hubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun responden dengan persepsi keparahan negatif memiliki peluang yang lebih rendah 0,93 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi keparahan positif (OR= 0,93; 95% CI = 0,38-2,15; p = 1,000). Hasil penelitian ini menunjukkan responden dengan persepsi keparahan negatif maupun responden dengan persepsi keparahan positif sama-sama menerima vaksin booster
COVID-19 atas dorongan dirinya sendiri. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian (Ardiningsih, 2021) bahwa masyarakat di Kecamatan Karangasem yang memiliki persepsi keparahan rendah dan tinggi tetap menerima vaksin COVID-19, namun responden dengan persepsi keparahan rendah memiliki peluang 0,56 kali menurunkan penerimaan vaksinasi (OR= 0,56; 95% CI 0,01-5,23).
Penelitian ini menunjukkan terdapat beberapa masyarakat Kuta Selatan yang memiliki persepsi keparahan negatif cenderung tetap menerima vaksin booster COVID-19. Alasannya karena mereka merasa akan mengalami sakit yang parah/ komplikasi apabila terinfeksi COVID-19, sehingga mereka tetap menerima vaksin COVID-19. Berdasarkan penjelasan (Yolanda et al., 2022) bahwa individu yang sudah divaksinasi lengkap dan sebelumnya terinfeksi COVID-19 masing-masing memiliki risiko infeksi berikutnya yang rendah setidaknya selama 6 bulan. Setelah dilakukannya vaksinasi terdapat respons antibodi awal yang lebih konsisten dan titernya lebih tinggi sehingga meningkatkan kekebalan dengan vaksin COVID-19 jauh lebih aman (Jackson dalam CDC, 2020).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penjelasan tersebut, bahwa masyarakat Kuta Selatan yang memiliki pernyataan negatif pada persepsi keparahan yakin bahwa tidak akan mengalami sakit yang parah akibat COVID-19 apabila sudah mendapatkan vaksinasi. Masyarakat beranggapan bahwa dengan melakukan vaksinasi tubuh sudah memiliki antibodi
awal sehingga risiko keparahan akan lebih rendah.
Persepsi manfaat, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi manfaat dengan penerimaan vaksin booster COVID-19. Responden dengan persepsi manfaat negatif memiliki peluang lebih rendah 0,29 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi manfaat positif (OR= 0,29; 95% CI 0,00-2,51; p = 0,421). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kuta Selatan yang memiliki persepsi manfaat negatif lebih rendah untuk menerima vaksinasi atas dorongannya sendiri. Sedangkan masyarakat dengan persepsi manfaat yang positif lebih tinggi untuk menerima vaksinasi didasari atas keinginan sendiri.
Hasil ini didukung oleh penelitian Wong yang dilakukan di Malaysia dan Hongkong. Penelitian oleh (M. C. S. Wong et al., 2021) di Hongkong, menunjukkan hasil bahwa responden yang memiliki kepercayaan rendah akan manfaat vaksin memiliki peluang yang rendah untuk menerima vaksin COVID-19. Penelitian lain oleh (L. P. Wong et al., 2020) di Malaysia menunjukkan hasil bahwa masyarakat di Malaysia yang menerima vaksin karena dorongan diri sendiri memiliki nilai persepsi manfaat yang positif akan vaksin COVID-19 (OR= 2,19; 95% CI 1,03-4,65) .
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kuta Selatan setuju bahwa bahwa vaksin merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk melawan penyakit COVID-19. Selain itu, sebagian besar masyarakat juga setuju bahwa vaksin
booster mampu melindungi dari penyakit COVID-19 termasuk varian baru Omicron. Vaksin merupakan solusi yang paling efektif dalam pencegahan penularan penyakit infeksius, terlebih dalam konteks pandemi (Yolanda et al., 2022). Vaksin COVID-19 terbukti mampu menekan penularan virus COVID-19, namun vaksin COVID-19 tidak cukup apabila hanya dilakukan hanya 1 kali vaksin. Diperlukan vaksin dosis kedua untuk mencapai kadar efektivitas yang optimal. Selain itu, vaksin booster (tambahan ekstra) vaksin COVID-19 juga telah terbukti meningkatkan kekebalan tubuh terhadap varian Omicron (CDC, 2020).
Studi yang dilakukan oleh (Kementerian Kesehatan, 2021) menunjukkan bahwa efektivitas vaksin booster COVID-19 74% dapat mencegah terinfeksi COVID-19 dan 95% mencegah kematian. Hasil penelitian ini sesuai dengan penjelasan tersebut, bahwa masyarakat Kuta Selatan menerima vaksinasi booster COVID-19 karena mereka yakin vaksin booster efektif untuk melindungi diri dari infeksi COVID-19 terutama varian baru Omicron.
Pada persepsi hambatan, menunjukkan bahwa persepsi hambatan tidak memiliki hubungan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19, namun responden dengan persepsi hambatan positif memiliki peluang lebih rendah 0,6 kali untuk menerima vaksin booster COVID-19 dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi hambatan negatif (OR= 0,6; 95%CI 0,017,72; p = 1,000). Berdasarkan hasil tersebut, hambatan yang ditemui oleh masyarakat
Kuta Selatan terkait vaksinasi booster COVID-19 dominan rendah.
Menurut Rosenstock dalam Ningrum (2016), dalam melakukan tindakan pencegahan suatu penyakit maupun mencari pengobatan dipengaruhi oleh perceived barrier yaitu hambatan yang timbul dalam melakukan suatu tindakan. Hambatan umum yang dialami seseorang dalam pemberian vaksinasi COVID-19 diantaranya takut akibat efek samping dari vaksin COVID-19, tidak percaya dengan adanya virus corona, takut terhadap jarum suntik, dan sebagainya. Hambatan yang dirasakan merupakan unsur penentu terjadi perubahan perilaku atau tidak. Penjelasan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana masyarakat Kuta Selatan yang memiliki persepsi hambatan negatif cenderung untuk menerima vaksin booster COVID-19. Sedangkan penerimaan vaksinasi booster COVID-19 pada masyarakat Kuta Selatan yang memiliki persepsi hambatan positif cenderung lebih rendah.
Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan yang dirasakan masyarakat dalam menerima vaksinasi booster COVID-19. Hambatan yang paling banyak ditemui masyarakat saat akan menerima vaksin booster COVID-19 adalah takut terhadap efek samping vaksin. Hal tersebut sejalan dengan (Kementerian Kesehatan, 2021) yang menyatakan bahwa hambatan terhadap vaksin COVID-19 salah satunya dikarenakan kekhawatiran adanya efek samping seperti demam dan nyeri, atau penyakit lain yang dapat menggangu aktifitas. Selain itu, hambatan lain yang dirasakan masyarakat terhadap penerimaan vaksin booster COVID-19
adalah kesulitan mendapat akses vaksin di puskesmas, klinik swasta, maupun rumah sakit. Kurangnya informasi terkait akses vaksin yang jelas dapat menyebabkan masyarakat enggan untuk melakukan vaksinasi. Oleh karena itu, pentingnya memperkuat edukasi terkait efek samping dari vaksinasi COVID-19 serta penyebaran informasi terkait akses vaksinasi agar kesulitan yang dirasakan masyarakat dapat teratasi dan mendorong peningkatan penerimaan vaksinasi booster COVID-19 di masyarakat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas, penerimaan vaksin booster COVID-19 di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung sebesar 96% responden sudah vaksin booster dan 4% responden belum vaksin booster namun akan menerima vaksin booster COVID-19. Sebagian besar penerimaan vaksin booster COVID-19 didasari atas dorongan diri sendiri/ sukarela sebesar 64,58%. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penerimaan vaksin booster COVID-19.
SARAN
Dinas Kesehatan atau Pemerintahan setempat dapat mengoptimalkan program vaksinasi booster COVID-19 melalui kampanye-kampenye mengenai informasi terkait efek samping dari vaksin booster COVID-19 serta informasi terkait akses vaksinasi. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan tidak membatasi kriteria sampel sehingga mencakup keseluruhan populasi dan dapat mengkaji lebih dalam mengenai hambatan-hambatan yang
dirasakan masyarakat di lapangan dalam memperoleh vaksinasi booster COVID-19.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih ditujukan kepada pihak-pihak yang membantu penelitian yaitu seluruh masyarakat Kuta Selatan, instansti tempat mengambil data, serta segala instansi yang terlibat dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mohaithef, M., & Padhi, B. K. (2020). Determinants of covid-19 vaccine acceptance in saudi arabia: A webbased national survey. Journal of Multidisciplinary Healthcare, 13, 1657– 1663.
https://doi.org/10.2147/JMDH.S276771 Ardiningsih, N. N. A., & Kardiwinata, M. P.
-
(2021) . Persepsi Masyarakat Terhadap Penerimaan Vaksinasi COVID-19 di Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem: Sebuah Studi Cross Sectional. Riset Kesehatan Nasional, 5(2), 150–158.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.372 94/jrkn.v5i2.343
Azim, La ode liaumin, Rahman, K. (2021). Penerimaan Masyarakat Terhadap Vaksin Covid-19 Berdasarkan Teori HEalth BElief Model Di Kecamatan Poasia Kota Kendari. Hospital Majapahit, 13(2), 129–141.
CDC. 2022. COVID-19 Vaccine Facts. [online] Center for Disease Control and Prevention. Diakses dari: https://www.cdc.gov/coronavirus/201 9-ncov/vaccines/facts.html
Fitriani, Y., Mudigdo, A., & Andriani, R. B.
(2018). Biopsychosocial Determinants of Human Papilloma Virus Immunization in Women of Reproductive Age in Surakarta, Central Java. Journal of Health
Promotion and Behavior, 03(01), 66–77. https://doi.org/10.26911/thejhpb.2018. 03.01.07
Higuchi, M., Narumoto, K., Goto, T., & Inoue, M. (2018). Correlation between family physician’s direct advice and pneumococcal vaccination intention and behavior among the elderly in Japan: A cross-sectional study. BMC Family Practice, 19(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12875-018-0841-3
Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. CV. Absolute Media.
https://repository.ung.ac.id/karyailmia h/show/1784/irwan-buku-etika-dan-perilaku-kesehatan.html
Jackson, L. A., Anderson, E. J., Rouphael, N. G., Roberts, P. C., Makhene, M., Coler, R. N., McCullough, M. P., Chappell, J. D., Denison, M. R., Stevens, L. J., Pruijssers, A. J., McDermott, A., Flach, B., Doria-Rose, N. A., Corbett, K. S., Morabito, K. M., O’Dell, S., Schmidt, S. D., Swanson, P. A., … Beigel, J. H. (2020). An mRNA Vaccine against SARS-CoV-2 — Preliminary Report. New England Journal of Medicine, 383(20), 1920–1931.
https://doi.org/10.1056/nejmoa2022483
Kementerian Kesehatan, R., Handayani, D., Indonesia, H. D., … F. I.-, & 2020, U. (2021). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4638/2021.
Jurnalrespirologi.Org, 2019(2), 1–4. http://www.jurnalrespirologi.org/inde x.php/jri/article/view/101
Lazarus, J. V., Ratzan, S. C., Palayew, A., Gostin, L. O., Larson, H. J., Rabin, K., Kimball, S., & El-Mohandes, A. (2021). A global survey of potential acceptance of a COVID-19 vaccine. Nature Medicine, 27(2), 225–228.
https://doi.org/10.1038/s41591-020-1124-9
Malik, A. A., McFadden, S. A. M., Elharake,
J., & Omer, S. B. (2020). Determinants of COVID-19 vaccine acceptance in the US. EClinicalMedicine, 26, 100495. https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2020.1 00495
Puspasari, A, Achadi, A. (2021). Pendekatan Health Belief Model Untuk Menganalisis Penerimaan Vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Ilmiah Indonesia, 6(8), 6.
https://jurnal.syntaxliterate.co.id/inde x.php/syntax-literate/article/view/3750/2314
Wen Lau, J. F., Woon, Y. L., Leong, C. T., & Teh, H. S. (2021). Factors influencing acceptance of the COVID-19 vaccine in Malaysia: a web-based survey. Osong Public Health and Research Perspectives, 12(6), 361–373.
https://doi.org/10.24171/j.phrp.2021.00 85
Wong, L. P., Alias, H., Wong, P. F., Lee, H. Y., & AbuBakar, S. (2020). The use of the health belief model to assess predictors of intent to receive the COVID-19 vaccine and willingness to pay. Human Vaccines and Immunotherapeutics, 16(9), 2204–2214. https://doi.org/10.1080/21645515.2020. 1790279
Wong, M. C. S., Wong, E. L. Y., Huang, J., Cheung, A. W. L., Law, K., Chong, M. K. C., Ng, R. W. Y., Lai, C. K. C., Boon, S. S., Lau, J. T. F., Chen, Z., & Chan, P. K. S. (2021). Acceptance of the COVID-19 vaccine based on the health belief model: A population-based survey in Hong Kong. Vaccine, 39(7), 1148–1156. https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2020.1 2.083
Yolanda, S., Saputra, P. B. T., Pratama, S. B., Putri, N. I. C. A., Zulfaizah, E., Jannah, S. N., ... & Farm, S.
-
(2022) . ANTIHOAKS PADA
VAKSINASI COVID-19. Airlangga University Pr
397
e-mail korespondensi: [email protected]
Discussion and feedback