Arc. Com. Health • agustus 2023

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Vol. 10 No. 2: 340 - 353

GAMBARAN STRES KERJA PADA SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN SELAMA PANDEMI COVID-19 DI PUSKESMAS SELAT KABUPATEN KARANGASEM

Ni Made Rahayu Sri Adnyani, I Ketut Suarjana*

Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Jalan P.B Sudirman, Denpasar, Bali, 80232

ABSTRACT

During the COVID-19 pandemic, Health Human Resources at the Public Health Center are required to perform additional tasks in an effort to overcome the COVID-19 pandemic, but the function of the Public Health Center as primary health service provider must continue achieve the specified targets. This matter puts physical and mental pressure on health human resources at the Selat Public Health Center which can trigger stress. The purpose of this study was to find out the description of work stress in health human resources during the COVID-19 pandemic at the Selat Public Health based on individual characteristics and work-related stressors. This research is an observational study using a cross sectional approach. The sample in this study were all of health human resources at the Selat Public Health Center, totaling 81 respondents, which were obtained through total sampling technique. The results showed that most of the respondents (48.1%) experienced severe work stress during the COVID-19 pandemic. As many as 77.8% of respondents felt a high workload during the COVID-19 pandemic. There is a relationship between gender (p=0.047), education (p=<0.01), and type of worker (p=<0.01), workload (p=<0.01), physical work environment (p= <0.01), interpersonal conflict (p=<0.01), and role conflict (p=<0.01) with work stress during the COVID-19 pandemic. Most of the respondents experienced heavy work stress during the COVID-19 pandemic. It is suggested that the puskesmas can develop policies to manage stress, analyze workload objectively, and provide rewards to increase work motivation.

Keywords: COVID-19, Public Health Center, Health Human Resources, work stress,

ABSTRAK

Di masa pandemi COVID-19, SDM kesehatan di Puskesmas dituntut untuk melakukan tugas tambahan dalam upaya penanggulangan pandemi COVID-19, namun fungsi Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan primer harus tetap berjalan untuk mencapai target yang ditentukan. Hal tersebut memberikan tekanan fisik maupun mental bagi SDM kesehatan di Puskesmas Selat yang dapat memicu terjadinya stres. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuai gambaran stres kerja pada SDM kesehatan selama pandemi COVID-19 di Puskesmas Selat berdasarkan karakteristik individu dan stressor terkait pekerjaan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh SDM kesehatan di Puskesmas Selat yang berjumlah 81 responden yang didapatkan melalui teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden (48,1%) mengalami stres kerja berat selama pandemi COVID-19. Sebesar 77,8% responden merasakan beban kerja tinggi selama pandemi COVID-19. Terdapat hubungan antara jenis kelamin (p=0,047), pendidikan (p=<0,01), dan jenis pekerja (p=<0,01), beban kerja (p=<0,01), lingkungan kerja fisik (p=<0,01), konflik interpersonal (p=<0,01), dan konflik peran (p=<0,01) dengan stres kerja selama pandemi COVID-19. Sebagian besar responden mengalami stres kerja yang berat selama pandemi COVID-19. Disarankan untuk pihak puskesmas dapat mengembangkan kebijakan untuk memanajemen stres, menganalisis beban kerja secara objektif, dan memberikian reward untuk meningkatkan motivasi kerja

Kata kunci: COVID-19, Puskesmas, SDM kesehatan, stres kerja

PENDAHULUAN

Upaya adaptasi pelayanan kesehatan sudah dilaksanakan sejak mulainya pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia dengan dukungan dari berbagai sumber daya yang ada salah satunya sumber daya manusia (SDM) kesehatan. SDM kesehatan di suatu pelayanan kesehatan terdiri dari *e-mail korespondensi : suarjana@unud.ac.id

tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan/tenaga penunjang.

Menurut Satuan Tugas Penanganan COVID-19, SDM kesehatan yang bekerja difasilitas kesehatan merupakan kelompok yang berisiko tinggi tertular COVID-19 karena dalam bekerja berhadapan langsung dengan pasien. Krisis kesehatan terkait

COVID-19 menimbulkan perubahan psikologis seperti ketakutan, kecemasan, depresi, rasa tidak aman yang dapat menjadi faktor penyebab terjadinya stres (Handayani et al., 2020).

Stres kerja adalah respon fisik dan psikologis seseorang akibat dari tuntutan pekerjaan yang berlebihan secara internal dan eksternal (Yuli, 2021). Penelitian yang dilakukan di Turki menghasilkan bahwa sebanyak 182 tenaga kesehatan mengalami stres karena gangguan psikiatrik yang pernah dialami dan dipengaruhi oleh pola jam kerja yang tinggi di masa pandemic COVID-19 (Elbay et al., 2020). Menurut penelitian lain yang dilakukan di China yang melibatkan 5062 partisipan tenaga kesehatan, sebanyak 1509 orang diantaranya mengalami stres pada masa pandemic COVID-19 (Zhu et al., 2020). Penelitian yang dilakukan di Indonesia, tercatat 55% responden tenaga kesehatan mengalami stres akibat wabah pandemi COVID-19 (Nasrullah et al., 2020).

Di masa pandemi COVID-19, Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan primer yang paling terdepan dalam melakukan upaya penanggulangan pandemi COVID-19. Puskesmas Selat adalah unit kerja yang berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. Menurut hasil wawancara, SDM kesehatan

di Puskesmas Selat secara aktif berkontribusi dalam upaya penanggulanagn pandemi COVID-19 seperti melaksanakan tugas tambahan berupa pelacakan kasus, pemantauan kasus, vaksinasi COVID-19, administrasi,

pendistribusian alat dan bahan penunjang, dsb. Walaupun saat ini sumber daya

kesehatan lebih difokuskan pada penanggulangan pandemi COVID-19 tetapi fungsi Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan primer harus tetap berjalan dan harus sesuai standar untuk mencapai target yang ditentukan. Hal tersebut memberikan tekanan fisik maupun mental bagi SDM kesehatan di Puskesmas Selat yang dapat memicu terjadinya stres kerja

Selain itu, terjadi peningkatan jumlah kunjungan di Puskesmas Selat di masa pandemi COVID-19, yakni berdasarkan data kunjungan Puskesmas Selat tahun 2020 dengan total kunjungan sebanyak 8112 meningkat jika dibandingkan dengan kunjungan pada tahun 2019 yang berjumlah 4.570. Hal tersebut mengakibatkan SDM Kesehatan di Puskesmas Selat harus bekerja lebih ekstra dan memicu terjadinya stres kerja. Dampak serius stres kerja yang dialami oleh SDM kesehatan pada masa pandemi COVID-19 membutuhkan strategi penanggulangan yang tepat agar tidak mempengaruhi mutu dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2022 di Puskesmas Selat Kabupaten Karangasem. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh SDM kesehatan di Puskesmas Selat yang berjumlah 81 responden yang didapatkan melalui teknik total sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menggunakan

kuesioner. Penelitian ini menggunakan kombinasi dari dua kuesioner baku, yaitu The Workplace Stress Scale untuk mengukur tingkat stres kerja dan NIOSH Generic Job Stress Questionnaire untuk mengukur sumber stres yang berasal dari dalam maupun luar lingkungan kerja yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data dianalisis menggunakan software SPSS-26


yang menghasilkan distribusi frekuensi setiap variabel dan distribusi silang antara variabel stres kerja dengan variabel karakteristik individu dan stressor terkait pekerjaan. Penelitian ini telah diperiksa sesuai ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian dengan Keterangan Kelaikan Etik Nomor 885/UN14.2.2.VII.14/LT/2022 tertanggal 19 April 2022


HASIL

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden

Frekuensi

Proporsi (%)

Jenis kelamin

Laki-laki

27

33,3%

Perempuan

54

66,7%

Umur

20-34 tahun

32

39,5%

36-65 tahun

49

60,5%

Pendidikan

<SMA/Sederajat

7

8,6%

SMA/Sederajat

20

24,7%

Diploma

40

49,4%

Sarjana

12

14,8%

Pascasarjana

2

2,5%

Status pernikahan

Menikah

78

96,3%

Belum menikah

3

3,7%

Masa kerja

Baru (<6 tahun)

19

23,5%

Sedang (6-10 tahun)

17

21,0%

Lama (>10 tahun)

45

55,5%

Status kesehatan

Memiliki penyakit penyerta

9

11,1%

Tidak memiliki penyakit penyerta

72

88,9%

Jenis pekerja

Tenaga kesehatan

51

63,0%

Tenaga non kesehatan

30

37,0%


Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 54 orang (66,7%) responden. berumur 36-65 tahun (60,5%), pendidikan terakhir Diploma yaitu *e-mail korespondensi : suarjana@unud.ac.id

40 orang (49,6%), berstatus sudah menikah sebanyak 78 orang (96,3%), memiliki masa kerja lama (>10 tahun) berjumlah 45 orang (55,5%), tidak memiliki penyakit penyerta sebanyal 72 orang (88,9%), dam sebanyak

51 orang responden (63,0%) merupakan     tenaga kesehatan

Tabel 2. Gambaran Stres Kerja pada SDM Kesehatan Selama Pandemi COVID-19 di Puskesmas Selat

Variabel

Frekuensi              Proporsi (%)

Stres kerja

Ringan Sedang

Berat

20                    24,7%

22                    27,2%

39                    48,1%

Tabel 2 menunjukan bahwa sebagian besar responden mengalami stres kerja berat yaitu sebanyak 39 orang (48,1%), sedangkan 20 orang (24,7%) mengalami

stres kerja ringan, serta 22 orang (27,2%) lainnya mengalami stres kerja sedang selama pandemi COVID-19

Tabel 3 Gambaran Stressor Terkait COVID-19 di Puskesmas Selat.

Pekerjaan pada

SDM Kesehatan Selama Pandemi

Stressor Terkait Pekerjaan

Frekuensi

Proporsi (%)

Beban kerja

Sesuai

18

22,2%

Tinggi

63

77,8%

Lingkungan kerja fisik

Menunjang

59

72,8%

Tidak menunjang

22

27,2%

Konflik interpersonal

Rendah

43

53,1%

Tinggi

38

46,9%

Konflik peran

Rendah

45

55,6%

Tinggi

36

44,4%

Dukungan sosial

Baik

61

75,3%

Kurang baik

20

24,7%

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh bahwa pada masa pandemi COVID-19 sebagian besar responden memiliki beban kerja tinggi yaitu sebanyak 63 orang (77,8%) Sebanyak 59 orang responden (72,8%) merasa lingkungan kerja fisik sudah menunjang. Sebagian besar responden merasakan konflik interpersonal dan

konflik peran yang terjadi dimasa pandemi COVID-19 tergolong rendah yaitu sebesar 43 orang (53,1%) dan 45 orang (55,6%). Faktor dukungan sosial yang dirasakan oleh responden selama pandemi COVID-19 sebagian besar tergolong dalam kategori baik yaitu sebanyak 61 orang (75,3%).

Tabel 4 Gambaran Stres Kerja pada SDM Kesehatan di Puskesmas Selat Selama Pandemi

COVID-19 Berdasarkan Karakteristik Individu

Karakteristik Individu

Stres kerja

Jumlah

Nilai-p

Ringan

Sedang

Berat

N

%

N

%

N

%

N

%

Jenis kelamin

Laki-laki

5

18,5

12

44,5

10

37

27

100

0,047

Perempuan

15

27,8

10

18,5

29

53,7

54

100

Umur

20-34 tahun

8

25

7

21,9

17

53,1

32

100

0,664

36-65 tahun

12

24,5

15

30,6

22

44,9

49

100

Pendidikan

<SMA/Sederajat

2

28,6

5

71,4

0

0

7

100

SMA/Sederajat

10

50

6

30

4

20

20

100

Diploma

4

10

7

17,5

29

72,5

40

100

<0,01

Sarjana

2

16,7

4

33,3

6

50

12

100

Pascasarjana

2

100

0

0

0

0

2

100

Status pernikahan

Menikah

20

25,6

21

26,9

37

47,5

78

100

0,596

Belum menikah

0

0

1

33,3

2

66,7

3

100

Masa kerja

Baru (<6 tahun)

8

42,1

3

15,8

8

42,1

19

100

Sedang (6-10 tahun)

5

29,4

5

29,4

7

41,2

17

100

0,217

Lama (>10 tahun)

7

15,6

14

31,1

24

53,3

45

100

Status kesehatan

Memiliki penyakit penyerta

1

11,1

3

33,3

5

55,6

9

100

Tidak memiliki penyakit

19

26,4

19

26,4

34

47,2

72

100

0,602

penyerta

Jenis pekerja

Tenaga kesehatan

6

11,8

11

21,6

34

66,6

51

100

<0,01

Tenaga non kesehatan

14

46,7

11

36,7

5

16,6

30

100

Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar responden perempuan mengalami stres kerja berat yaitu sebanyak 29 orang (53,7%). Responden dengan kategori umur 20-34 tahun (53,15%) dan 36-65 tahun (44,9%) sebagian besar mengalami stres kerja berat Berdasarkan

tingkat pendidikan, diploma dan sarjana sebagian besar mengalami stres kerja berat yakni 29 orang (72,5%) dan 6 orang (50%). Responden yang memiliki status sudah menikah dan belum menikah cenderung mengalami tingkat stres kerja yang sama yaitu stres kerja berat yaitu responden

berstatus menikah sebanyak 37 orang (47,7%) dan responden berstatus belum menikah sebanyak 2 orang (66,7%). Berdasarkan variabel masa kerja, respondem dengan masa kerja lama (>10 tahun) cenderung mengalami stres kerja berat yaitu sebanyak 39 orang (48,1%). Responden yang tidak memiliki penyakit penyerta maupun yang memiliki penyakit sebagian besar mengalami stress kerja berat

sebanyak 34 orang (47,2%) dan 5 orang (55,6%). Responden yang bekerja sebagai tenaga kesehatan cenderung mengalami stres kerja berat yaitu sebanyak 34 orang (66,7%). Hasil analisis chi square menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik pada variabel jenis kelamin, pendidikan, dan jenis pekerja dengan stres kerja selama pandemi COVID-19 (nilai p<0.05).

Tabel 5 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Stressor Terkait Pekerjaan pada SDM Kesehatan di

Puskesmas Selama Pandemi COVID-19

Stressor Terkait Pekerjaan

Ringan

Stres kerja Sedang

Jumlah

Berat

Nilai-p

N

%

N

%

N

%

N

%

Beban kerja

Sesuai

10

55,6

6

33,3

2

11,1

18

100

<0,01

Tinggi

10

15,9

16

25,4

37

58,7

63

100

Lingkungan kerja fisik

Menunjang

20

33,9

18

30,5

21

35,6

59

100

<0,01

Tidak menunjang

0

0,0

4

18,2

18

81,8

22

100

Konflik interpersonal

Rendah

17

39,5

17

39,5

9

21

43

100

<0,01

Tinggi

3

7,9

5

13,2

30

78,9

38

100

Konflik peran

Rendah

17

37,8

15

33,3

13

28,9

45

100

<0,01

Tinggi

3

8,3

7

19,4

26

72,3

36

100

Dukungan sosial

Baik

15

24,6

14

23

32

52,4

61

100

0,277

Kurang baik

5

25

8

40

7

35

20

100

Tabel 5 menunjukkan bahwa di masa pandemi COVID-19 responden responden dengan beban kerja tinggi sebagian besar mengalami stres kerja berat sebanyak 37 orang (58,7%). Responden dengan persepsi lingkungan kerja fisik tidak menunjang sebagian besar mengalami stres kerja berat sebanyak 18 orang (81,8%). Responden yang memiliki

konflik interpersonal dalam kategori tinggi di tempat kerja sebagian mengalami stres kerja berat yaitu sebanyak 30 orang (78,9%). Berdasarkan variabel konflik peran, responden yang memiliki konflik peran dalam kategori tinggi di tempat kerja sebagian besar mengalami stres kerja berat yaitu sebanyak 26 orang (72,2%). Sedangkan responden dengan persepsi

memiliki dukungan sosial kurang baik cenderung mengalami stres kerja sedang yaitu sebanyak 8 orang (40%). Hasil analisis chi square menunjukan bahwa terdapat

PEMBAHASAN

Stres Kerja

Penelitian ini menghasilkan bahwa sebagian besar SDM kesehatan di Puskesmas Selat mengalami stres kerja berat selama pandemi COVID-19. Dalam suatu organasisai, tingkat stres kerja ringan sampai sedang dianggap tidak berbahaya karena tingkat stres tersebut biasanya bersifat fungsional dan membawa kinerja karyawan yang lebih tinggi. Akan tetapi tingkat stres berat, bahkan stres ringan atau stres sedang yang berlangsung lama dapat menurunkan kinerja karyawan yang dapat merugikan perusahaan (Asih et al, 2018). Tingkat stres kerja berat yang dialami SDM kesehatan di Puskesmas Selat dapat disebabkan karena sebagian besar SDM kesehatan cenderung memberi respon terhadap stres yang bersifat negatif sehingga seseorang merasa kesulitan dalam melakukan suatu hal yang akhirnya berdampak terhadap kesehatan fisik dan mentalnya. Fraser dalam Rahman (2017) juga memberikan pendapat yang sama bahwa fenomena stres bersifat sangat individualistik, secara adaptif kondisi mental dan fisik akan berubah untuk menyesuaikan dengan stimulus/stressor yang diterima seseorang.

Semua pekerjaan berpotensi menimbulkan stres dalam tingkatan yang berbeda, stres dapat menyebabkan perubahan fungsi organ yang dapat berdampak pada kesehatan seseorang (Stafyla et al, 2013). Sebagian besar SDM *e-mail korespondensi : suarjana@unud.ac.id

hubungan yang bermakna secara statistik pada variabel beban kerja, lingkungan kerja fisik, konflik interpersonal, dan konflik peran dengan stres kerja (nilai p<0.05).

kesehatan di Puskesmas Selat tidak mendapatkan reward/penghargaan yang sesuai terhadap kinerja baik yang saya lakukan di masa pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, perlu adanya reward/penghargaan sebagai bentuk apresiasi bagi SDM kesehatan yang telah melakukan tugas dan tanggungjawab dengan baik. Hal tersebut akan mengurangi tekanan pekerjaan yang dialami oleh SDM kesehatan selama pandemi COVID-19. Dengan pemberian reward dapat meningkatkan motivasi kerja, meningkatkan pengembangan karir, meningkatkan kinerja, dan menumbuhkan rasa kecintaan dan kepuasan dalam melakukan pekerjaan sehingga akan mempengaruhi tingkat stres yang dirasakan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Oqtaviana (2022) menghasilkan bahwa terdapat hubungan antara reward dengan stres kerja pada karyawan pra rumah sakit Ambulans Gawat Darurat 118 di masa pandemic COVID-19. Pemberian reward/penghargaan kepada pegawai pelayanan kesehatan dapat menurunkan tingkat stres kerja dalam melakukan pekerjaannya (Oqtaviana, 2022)

Selain itu, perlu adanya manajemen stres untuk mencegah menigkatnya tingkat stres yang dirasakan oleh SDM kesehatan agar tidak merugikan individu dan organisasi. Manajemen stres adalah kemampuan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mengatasi gangguan atau permasalahan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respons) yang bertujuan untuk mencegah timbulnya

stres pada pekerja, untuk memperbaiki kualitas hidup pekerja, dan untuk mencegah berkembangnya stres jangka pendek menjadi jangka panjang.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Setianingsih et al. (2022) yang menghasilkan seluruh responden perawat UGD Puskesmas mengalami stres kerja berat pada masa pandemi COVID-19. Penelitian Musu & Saelan (2021) menghasilkan hal yang sama yaitu sebagian besar responden (75%)  perawat IGD

mengalami stress kerja  berat dimasa

pandemi COVID-19 di  Rumah Sakit

Surabaya. Tetapi hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rauf (2021) yang mendapatkn hasil bahwa sebagian besar tenaga kesehatan (64,5%) di RS Wahidin Sudirohusodo Kota Makasar mengalami stres kerja dalam kategori ringan dimasa pandemi COVID-19.

Stressor Terkait Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh gambaran bahwa sebagian besar SDM kesehatan memiliki beban kerja yang tinggi selama pandemi COVID-19. Meningkatnya tugas dan tanggungjawab SDM kesehatan selama pandemi COVID-19 sejalan dengan meningkatnya beban kerja yang dialami oleh SDM kesehatan. Hal tersebut terjadi karena beban kerja yang dimiliki    melebihi    kapasitas    dan

kemampuan dirinya.

Beban kerja yang berlebihan pada tenaga kesehatan dapat timbul karena ketidakseimbangan antara waktu kerja dan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan    (Kusumaningsih,    2020).

Seperti di masa pandemi COVID-19 saat ini, *e-mail korespondensi : suarjana@unud.ac.id

SDM kesehatan di Puskesmas Selat mendapatkan tugas tambahan dalam upaya    pemerintah    menanggulangi

penyebaran virus COVID-19 seperti menjadi tim tracer dan vaksinator. Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Cai et al. (2020) yang menyatakan bahwa adanya pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan beban kerja baik beban kerja fisik maupun beban kerja mental pada tenaga kesehatan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rauf (2021) yang menghasilkan bahwa sebagian besar responden tenaga kesehatan RS Wahidin Sudirohusodo Kota Makasar mendapat beban kerja yang berat di masa pandemi COVID-19.

Stres Kerja Berdasarkan Karakteristik Individu

SDM   kesehatan   perempuan

cenderung mengalami tingkat stres kerja yang lebih tinggi daripada SDM kesehatan laki-laki dan terdapat adanya hubungan antara jenis kelamin dengan stress kerja (p = 0,047). Secara psikologis perempuan lebih rentan mengalami stres kerja karena perempuan cenderung lebih emosional dalam menanggapi tuntutan pekerjaan yang ada sehingga sulit untuk mengontrol respon stres yang ada. Ketika menghadapi masalah     perempuan     cenderung

menggunakan perasaan     sedangkan

laki-laki cenderung lebih menggunakan logika (Azteria et al., 2020).

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maziyya et al. (2021) yang menghasilkan bahwa 60,7% responden perempuan mengalami tingkat stres yang lebih tinggi daripada responden laki-laki tetapi tidak

adanya hubungan antara jenis kelamin dengan stress kerja pada penelitian ini. Namun hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cristenzein & Adi (2021) yang mendapatkan hasil bahwa sebagian responden (88,89%) perempuan tidak mengalami stres kerja dimasa pandemi COVID-19.

Variabel pendidikan juga memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja pada SDM kesehatan (p=<0,01). Semakin tinggi tigkat pendidikan SDM kesehatan di Puskesmas Selat maka stres kerja yang dirasakan semakin ringan, Akan tetapi pada pendidikan <SMA/Sederajat dan SMA/Sederajat cenderung mengalami stres kerja dalam kategori sedang dan ringan hal tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor seperti beban kerja dan tanggagung jawab pekerja yang tidak terlalu berat sehingga menimbulkan stres kerja yang cenderung ringan.

Adanya pandemi COVID-19 menimbulakan masalah-masalah baru yang belum pernah dihadapi sebelumnya, sehingga pekerja yang memiliki tingkat pendidikan tinggi ataupun rendah khususnya pekerja yang bekerja di rumah sakit mengalami efek psikologis negative yang sama (Handayani et al., 2020) Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian Aiska (2014) yang menghasilkan perawat dengan pendidikan D3 memiliki tingkat stres yang lebih tinggi daripada perawat yang berpendidikan Sarjana.

Berdasarkan variabel jenis pekerja juga diperoleh gambaran bahwa sebagian besar SDM kesehatan yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan mengalami stres kerja

berat selama pandemi COVID-19. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis pekerja dengan stres kerja (p=<0,01). Tenaga kesehatan cenderung mengalami kekhawatiran dimasa pandemi COVID-19 karena adanya peningkatan risiko terpapar, terifeksi dan kemungkinan menularkan pada orang lain terutama pada keluarga dan orang-orang terdekat (Handayani & Hotmaria,   2021). Selain itu, tenaga

kesehatan juga mengalami isu psikososial, seperti stigmanisasi dan diskriminasi dari kelompok tertentu di masyarakat sehingga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya stres kerja. Tenaga kesehatan memiliki tingkat stres kerja yang lebih tinggi daripada tenaga non kesehatan juga dapat dikarenakan kurangnya pelatihan untuk mencegah transmisi dan keterbatasan alat pelindung diri serta kemungkinan mengalami diskriminasi di masyarakat (Rosyanti, 2020).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rudianto (2020) yang menghasikan bahwa tenaga kesehatan memiliki tingkat stres kerja yag lebih tinggi dibandingkan tenaga non kesehatan di RS X Yogyakarta selama pandemi COVID-19 tetapi nilai p=0,430 tidak terdapat hubungan antara jenis pekerja dengan stres kerja. Hasil dari penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasrullah et al. (2020), tercatat 55% responden tenaga kesehatan mengalami stres akibat wabah pandemi COVID-19.

Stres Kerja Berdasarkan Stressor Terkait Pekerjaan

  • 1.    Beban kerja

Pada variabel beban kerja diperoleh gambaran bahwa SDM kesehatan dengan

beban kerja tinggi cenderung mengalami stres kerja berat dimasa pandemi COVID-19. Terdapat hubungan antara beban kerja dengan stres kerja (p=<0,01). Beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental dan akan memicu terjadinya stres kerja. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari Fitriantini et al. (2019), jika beban kerja yang dirasakan responden tergolong tinggi atau berat maka responden tersebut cenderung mengalami stres dalam bekerja.

SDM kesehatan di Puskesmas Selat cenderung dituntut untuk bekerja sangat cepat dan keras selama pandemi COVID-19 yang mengakibatkan beban kerja yang dialami SDM kesehatan meningkat. Upaya yang dapat dilakukan oleh Puskesmas Selat dalam mengatasi beban kerja tinggi yaitu dapat dilakukan dengan melakukan analisis beban kerja yang objektif sesuai dengan situasi saat ini ketika SDM kesehatan mendapatkan tugas tambahan selama pandemi COVID-19 yang dapat dilakukan dengan metode Workload Indicator Staff Needs (WISN).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Solon et al., (2021) yang menghasilkan hal yang sama yakni tenaga kesehatan dengan beban kerja tinggi sebagian besar mengalami stres kerja berat selama pandemic COVID-19 dan menghasilkan nilai (p=<0,01) terdapat hubungan antara beban kerja dengan stres kerja. Penelitian Rauf (2021) pada tenaga kesehatan RS Wahidin Sudirohusodo Kota Makasar juga menghasilkan hasil yang sama yaitu sebagian besar responden dengan beban kerja berat cenderung mengalami stres kerja berat sebesar (51,8%).

  • 2.    Lingkungan kerja fisik

Sebagian besar SDM kesehatan yang mempersepsikan lingkungan kerja fisik kurang menunjang cenderung mengalami tingkat stres yang lebih tinggi di masa pandemi COVID-19. Terdapat hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja (p=<0,01). Tingkat stres yang dialami oleh pekerja tergantung dari persepsi pekerja terhadap lingkungan kerjanya. Apabila pekerja mempersepsikan lingkungan kerjanya secara negatif maka stres kerja yang dialami akan meningkat. Sedangkan jika pekerja mempersepsikan lingkungan kerjanya secara positif maka stres kerja yang dialami cenderung lebih rendah (Martian & Suri, 2017).

SDM kesehatan di Puskesmas Selat merasakan suhu di area kerja pada musim kemarau cenderung tidak nyaman. Suhu di area kerja yang terlalu panas dapat mengganggu aktifitas sehingga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat menjadi salah satu stressor pada pekerja (Putri & Defasari, 2019). Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Susilo, 2012) pada penelitian yang dilakukaan di PT. Indo Bali yang menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik memiliki hubungan dengan stres kerja. Berdasarkan penelitian tersebut, semakin baik lingkungan kerja fisik, maka stres kerja akan semakin menurun. Tetapi penelitian Cristenzein & Adhi (2021) mendapatkan hasil berbeda yaitu nilai (p=0,69) tidak terdapat hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja dimasa pandemi COVID-19.

  • 3.    Konflik interpersonal

Pada variabel konflik interpersonal,

dapat diperoleh gambaran bahwa sebagian besar SDM kesehatan dengan konflik interpersonal tinggi mengalami stres kerja yang berat dimasa pandemi COVID-19. Terdapat hubungan antara konflik interpersonal dengan stress kerja (p=<0,01). Konflik interpersonal terjadi akibat gangguan interaksi sosial antar rekan kerja atau pekerja dengan atasan yang terjadi akibat adanya perbedaan pandangan yang menimbulkan pertentangan di antara pekerja. Konflik interpersonal memberikan dampak yang signifikan pada stres kerja terutama dalam jangka waktu panjang (Benua, Lengkong and Pandowo, 2019).

SDM kesehatan di Puskesmas Selat cenderung mengalami perbedaan pendapat pada internal unit kerja di masa pandemi COVID-19. Hal tersebut dapat diatasi dengan menjalin komunikasi yang baik dan saling menghargai pendapat rekan kerja pada unit kerja sehingga dapat menekan terjadinya stres akibat konflik interpersonal. Penelitian ini sejalan dengan Habibie & Jefri (2018) yang menghasilkan terdapat hubungan antara konflik interpersonal dengan stres kerja pada pekerja di unit produksi PT. Borneo Melintang Buana Export.

  • 4.    Konflik peran

Berdasarkan variabel konflik peran, diperoleh gambaran bahwa sebagian besar SDM kesehatan dengan konflik peran tinggi mengalami stres kerja yang berat dimasa pandemi COVID-19. Terdapat hubungan antara konflik peran dengan stress kerja (p=<0,01). SDM kesehatan di Puskesmas Selat cenderung dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cara yang berbeda selama pandemi COVID-19. Hal *e-mail korespondensi : suarjana@unud.ac.id

tersebut menjadi tantangan bagi SDM kesehatan dalam melaksanakan pekerjaanya yang dapat memicu meningkatnya tingkat stres kerja yang dirasakan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Cristenzein & Adhi (2021) yang menghasilkan bahwa responden dengan konflik peran tinggi cenderung mengalami persentase stres kerja yang lebih besar tetapi pada penelitan ini tidak menunjukan adanya hubungan konflik peran dengan stress kerja di masa pandemic COVID-19.

  • 5.    Dukungan sosial

Tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja (p=0,277). Sealin itu, dapat diperoleh gambaran bahwa meskipun dukungan sosial yang diterima SDM kesehatan di Puskesmas Selat sudah baik tetapi sebagian besar SDM kesehatan masih mengalami stres kerja dalam kategori berat dimasa pandemi COVID-19. Hal tersebut dapat terjadi karena dukungan sosial yang dimiliki oleh SDM kesehatan di Puskesmas Selat tidak mampu mengurangi respon stres yang didapatkan dari faktor beban kerja yang tinggi, persepsi terhadap lingkungan kerja yang tidak menunjang, konflik interpersonal dan konflik peran yang terjadi selama pandemi COVID-19.

Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Rachman (2017) pada penelitiannya di bagian produksi PT. Indogravure. Tidak adanya hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja di PT. Indogravure disebabkan dukungan sosial yang dimiliki oleh pekerja tidak menyebabkan berkurangnya stres yang dirasakan akibat faktor lain, seperti beban kerja yang tinggi. Penelitian Saraswati (2017) tidak sejalan dengan penelitian ini

yang menghasilkan semakin baik dukungan sosial yang diterima responden maka akan menurunkan persentase stres kerja pada teknisi pesawat terbang unit base maintenance PT. X.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Sebagian besar responden mengalami stres kerja dalam kategori berat selama pandemi COVID-19. Stressor terkait pekerjaan pada SDM kesehatan di Puskesmas Selat menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki beban kerja yang tinggi selama pandemi COVID-19. Berdasarkan karakteristik responden diperoleh gambaran bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin, pendidikan, dan jenis pekerja dengan stres kerja selama pandemi COVID-19. Berdasarkan stressor terkait pekerjaan diperoleh gambaran bahwa terdapat hubungan antara beban kerja, lingkungan kerja fisik, konflik interpersonal, dan konflik peran dengan stres kerja selama pandemi COVID-19.

SARAN

Saran bagi Puskesmas Selat yaitu sebaiknya mengembangkan kebijakan untuk memanajemen stres kerja yang dialami SDM Kesehatan, melakukan analisis beban kerja secara objektif agar beban kerja yang dimiliki sesuai dengan kapasitas kerja SDM Kesehatan, dan memberikan reward/ penghargaan terkait pengembangan karir agar SDM kesehatan lebih termotivasi dalam bekerja.

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya yang tertarik dalam melakukan penelitian yang serupa dapat menambahkan spesifikasi unit kerja responden ketika *e-mail korespondensi : suarjana@unud.ac.id

pengumpulan data agar dapat mengetahui persentase stres kerja di setiap unit kerja SDM kesehatan, meneliti sumber stres kerja lain yaitu stressor ekstra organisasi untuk mendapatkan hasil yang lebih kompleks, dan melakukan analisis variabel yang paling berpengaruh terhadap stres kerja UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dosen penguji, keluarga, sahabat, Kepala Puskesmas Selat beserta pegawai, serta seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aiska (2014) ‘Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta’, Program Studi Ilmu     Keperawatan     Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unive4rsitas       Muhammadiyah

Yogyakarta.

Asih, G. Y., Widhiastuti, H. and Dewo, R. (2018) Stres  Kerja.  Semarang:

Semarang University Pers.

Azteria, Veza and Hendarti, R. D. (2020) ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stress Kerja pada Perawat Rawat Inap di RS X Depok pada Tahun 2020’, Prosiding Forum Ilmiah Tahunan (FIT) IAKMI.

Benua, Lengkong and Pandowo (2019) ‘Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Konflik Interpersonal dan Mutasi Kerja Terhadap Stres Kerja Pada PT. Pegadaian (Persero) Kanwil V Manado’, Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 7(3).

Cai, H. et al. (2020) ‘Psychological Impact and Coping Strategies of Frontline Medical Staff in Hunan Between January and March 2020 During

the Outbreak of Coronavirus Disease 2019 (COVID‐19) in Hubei, China’, Medical Science Monitor: International Medical Journal of Experimental and Clinical Research.

Cristenzein, L. R. and Adhi, K. T. (2021) ‘Factors Related to Work Stress among Health Office Employees during Covid-19 Pandemic’, The Indonesian Journal Of Occupational Safety and Health, 10(3), p. 389. doi: 10.20473/ijosh.v10i3.2021.389-401.

Elbay, R. Y. et al. (2020) ‘Depression, anxiety, stress levels of physicians and associated factors in T Covid-19 pandemics’, Elsevier Psychiatry Research.

Fitriantini, Agusdin and Nurmayanti (2019) ‘Pengaruh Beban Kerja, Kepuasan Kerja dan Stress Kerja terhadap Turnover    Intention    Tenaga

Kesehatan Berstatus Kontrak di RSUD Kota Mataram’, Journal of Management and Business, 8(1), pp. 23–28.

Habibie, J. and Jefri (2018) ‘Analisis Faktor Risiko Stres Kerja pada Pekerja di Unit Produksi PT. Borneo Melintang Buana Export’, Journal of Nursing and Public Health, 6(2).

Handayani, P. and Hotmaria, N. (2021) ‘Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat’, Indonesian Journal of Nursing Health Science, 6(1), pp. 1–5. Available at: https://digilib.esaunggul.ac.id/UE U-Journal-11_1438/20303.

Handayani, R. T.  et al.  (2020)  ‘Faktor

Penyebab  Stres  Pada  Tenaga

Kesehatan Dan Masyarakat Saat Pandemi    Covid-19’,    Jurnal

Keperawatan Jiwa, 8(3), pp. 353–360.

Kusumaningsih, D. (2020) ‘Hubungan beban kerja fisik dan mental perawat dengan penerapan pasien safety pada masa pandemi Covid

19 di Upt puskesmas rawat inap Kabupaten Pesawaran’, Indonesian Journal of Health Development, 2(2), pp. 108–118.

Martian  and Suri (2017) ‘Pengaruh

Pencahayaan    Ruang    Kerja

Terhadap Stres Kerja Karyawan Biro Perencanaan dan Kerjasama Universitas Sumatera Utara’, Jurnal Diversita, 3(2), p. 9.

Maziyya et al. (2021) ‘Hubungan Beban Kerja, Work-Family Conflict, dan Stres Kerja pada Pekerja di Wilayah Pulau Jawa Saat Pandemi COVID-19 di Tahun 2020."’, Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 31(4), pp. 337–346.

Musu, E. T. and Saelan, A. M. (2021) ‘Gambaran Stres Kerja Perawat IGD di Masa Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Surakarta’, Jurnal

Gawat Darurat, 3(1).

Nasrullah, D. et al. (2020) ‘Dampak Psikologis Tenaga Kesehatan Dalam   Upaya   Menghadapi

Pandemi     Corona     Virus

(COVID-19)    di    Indonesia’,

Kementrian Riset dan Teknologi -Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia.

Oqtaviana, P. (2022) ‘Hubungan antara Beban Kerja, Motivasi, dan Reward dengan Tingkat Stres Kerja pada Karyawan Pra Rumah Sakit Ambulans Gawat Darurat di Masa Pandemi COVID-19 Tahun 2021’, Dohara Publisher Open Acces Journal, 1(07).

Putri and Defasari, A. (2019) ‘Hubungan beban kerja fisik dan status hidrasi terhadap tingkat Heat Strain pada pekerja bagian produksi PT. Aneka Adhilogam Karya Klaten’.

Rachman (2017)  ‘Faktor Determinan

terhadap Stres Kerja pada Pekerja Bagian    Produksi    di    PT

Indogravure Tahun 2017’, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

Rahman, S. (2017) ‘Faktor-Faktor yang Mendasari Stres pada Lansia’, Departemen Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia.

Rauf, R. A. (2021) ‘Determinan Stres Kerja Tenaga Kesehatan pada Masa Pandemi Covid-19 di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar’, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Rosyanti (2020) ‘Dampak Psikologi Dalam Memberikan Perawatan dan Layanan    Kesehatan    Pasien

Covid-19 Pada Tenaga Profesional Kesehatan’, Health Information Jurnal   Penelitian,    12(1), pp.

2083–0840.

Saraswati, M. (2017) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang Unit Base Maintenance di PT. X Tahun 2017’, UIN Syarif Hidayatullah.

Satuan Tugas Penanganan COVID-19 (2021) No     Title.     Available     at:

https://covid19.go.id/ (Accessed: 4 January 2022).

Setianingsih, Lestari Eko Darwati, R. W. (2022) ‘Stres Kerja Perawat UGD Puskesmas Pada Masa Pandemi Covid-19’, Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 5, pp. 218–224. Available at: https://journal.ppnijateng.org/inde

x.php/jikj%0ASTRES.

Solon, M. et al. (2021) ‘Dampak Beban Kerja Terhadap  Tingkat  Stres  Pada

Tenaga Kesehatan Selama Masa Pandemi   Covid   19’,   Jurnal

Keperawatan Florence Nightingale,

4(2),     pp.     94–101.     doi:

10.52774/jkfn.v4i2.74.

Stafyla, Kaltsidou and Spyridis. (2013) ‘Gender Differences in work Stress, Related to Organizational Conflict and Organizational Constrains: An     Empirical     Research’,

International Journal of Economic Science and Applied Research, 6(1), pp. 91–101.

Susilo (2012) ‘Analisis Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Non Fisik Terhadap Stress Kerja Pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten    Jimbaran,    Bali’,

Tekmapro:  Journal of Industrial

Engineering and Management, 2(2).

Yuli (2021) ‘Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di Tengah Pandemi COVID-19 di PT. Telekomunikasi Indonesia (Witel Tangerang)’, Prosiding: Ekonomi dan Bisnis, 1(1).

Zhu, Z. et al. (2020) ‘COVID-19 in Wuhan: Immediate Psychological Impact on 5062 Health Workers’.

*e-mail korespondensi : suarjana@unud.ac.id

353