Arc. Com. Health • agustus 2023

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Vol. 10 No. 2: 354 - 364

GAMBARAN PERSEPSI IBU MENYUSUI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF BAGI IBU BEKERJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TABANAN II

Ni Luh Putu Ratna Dewi*, Ni Wayan Armini, Listina Ade Widya Ningtyas Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar

Jalan Raya Puputan Renon, Denpasar, Bali, 80234

ABSTRAK

Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat ASI, gencarnya promosi susu formula serta banyak ibu menyusui yang meninggalkan bayi mereka untuk bekerja menyebabkan tingkat pemberian ASI Eksklusif rendah. Tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi ibu menyusui tentang pemberian ASI Eksklusif bagi ibu bekerja. Data yang digunakan adalah data primer, jenis penelitian yg digunakan adalah deskriptif. Penelitian dilakukan di semua posyandu yang ada di wilayah Puskesmas Tabanan II yang memiliki bayi yang lahir di bulan Maret – September 2022. Sampel penelitian sebanyak 58 orang dengan menggunakan total sampling. Karakteristik responden yaitu mayoritas berumur 20 – 35 tahun, pendidikan terakhir SMA/SMK, bekerja > 8 jam sehari, adanya dukungan suami dan keluarga terhadap pemberian ASI dan pengetahuan yang cukup tentang pemberian ASI Eksklusif untuk ibu bekerja. Identifikasi persepsi positif diperoleh dari ibu berumur 20-35 tahun, pendidikan tinggi, ibu bekerja >8 jam, suami dan keluarga mendukung, serta pengetahuan cukup dalam pemberian ASI. Kesimpulan pada penelitian ini sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap pemberian ASI eksklusif.

Kata Kunci: Persepsi, ASI Eksklusif.

ABSTRACK

Exclusive breastfeeding is breastfeeding without other additional food and drinks for infants aged zero to six months. Lack of knowledge about the benefits of breastfeeding, intensive promotion of formula milk and many breastfeeding mothers leaving their babies to work have caused the rate of exclusive breastfeeding low. The aim of the study was to determine the perceptions of breastfeeding mothers about exclusive breastfeeding for working mothers. The data used is primary data, the type of research used is descriptive. The research was conducted at all Posyandu in the Tabanan II Health Center area which had babies born in March - September 2022. The study sample was 58 people using total sampling. The characteristics of the respondents were that the majority were aged 20-35 years, graduated from high school/vocational school, worked > 8 hours a day, husband and family support for breastfeeding supported as much as 81.0%, and sufficient knowledge about exclusive breastfeeding for working mothers. Identification of positive perceptions was obtained from mother aged 20-35 years, higher education, working mothers >8 hours, supportive husbands and families, and adequate knowledge of breastfeeding. The conclusion was that the majority of respondents have positive perceptions of exclusive breastfeeding.

Keywords: Perceptions, Exluive breastfeeding.

PENDAHULUAN

Menyusui merupakan suatu hal yang terbaik untuk bayi karena ASI mudah dicerna dan dapat memberikan gizi dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan bayi. Kurangnya pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu penyebab bayi mudah terserang penyakit dan memiliki berat badan yang rendah. Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan

*e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga maupun bagi negara. Di dalam ASI terdapat nutrient (zat gizi) yang sesuai dengan kebutuhan bayi (Rahayu, 2016)

United Nasional Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization

(WHO) memberi rekomendasi pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berumur enam bulan. Setelah itu anak harus diberi makanan padat dan semi padat sebagai makanan tambahan selain dari ASI.

Pada tahun 2017, angka pemberian ASI eksklusif untuk bayi di bawah usia enam bulan secara keseluruhan adalah 40%. Hanya 23 negara yang mencapai setidaknya 60% bayi kurang dari enam bulan mendapatkan ASI eksklusif. Masalah ini terutama terlihat di Amerika, hanya 6 persen negaranya yang memiliki angka pemberian ASI eksklusif di atas 60%. Global Breastfeeding Collective menetapkan target untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif minimal 60% pada tahun 2030 (Unicef, 2018).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2021, bayi berusia kurang dari enam bulan yang mendapat Asi Eksklusif di Indonesia sebanyak 52,2 %. Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI Eksklusif sebesar 61,33%. Angka tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2017 yaitu 44%. Presentase tertinggi cakupan pemberian ASI Eksklusif terdapat pada Nusa Tenggara Barat (87,35%), sedangkan presentase terendah terdapat pada Papua (15,32%) Sedangkan data cakupan ASI Eksklusif pada bayi umur 6 bulan di provinsi Bali sebesar 75,9% ditahun 2021 (Profil Kesehatan Prov Bali, 2021). Sementara data cakupan ASI Eksklusif tahun 2021 di Kabupaten Tabanan sebesar 53,3% dan di wilayah Puskesmas Tabanan 2 cakupan Asi Ekslusif sebesar 56.83 % di tahun 2022 (Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, 2021).

Tingkat pemberian ASI Eksklusif di *e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

Indonesia masih rendah. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat ASI, gencarnya promosi susu formula serta banyak ibu yang bekerja membuat banyak ibu gagal meyusui. Meskipun manfaat ASI yang begitu besar, tidak banyak ibu yang mau memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan dengan berbagai alasan. Oleh karena itu, berdasarkan data diatas penelitian ini bertujuan untuk menggali gambaran persepsi ibu menyusui tentang pemberian ASI Eksklusif bagi ibu bekerja. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pemberian informasi tentang faktor yg menghambat ibu dalam melaksanakan ASI Eksklusif pada ibu bekerja sehingga upaya – upaya promotif yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan akan lebih efektif (Rahayu, 2016).

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Tabanan II. Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei tahun 2023. Menghitung sampel dalam penelitian ini menggunakan metode total sampling yaitu semua ibu menyusui yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah 58 sampel. Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan metode non random sampling. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dibagi sesuai jumlah Posyandu diwilayah UPTD Puskesmas Tabanan II. Penelitian ini menggunakan jenis data yang dikumpulkan secara primer melalui pembagian kuesioner berupa data persepsi ibu menyusui tentang pemberian ASI Eksklusif bagi ibu bekerja. Data

Sekunder diperoleh dari register kohort bayi di posyandu di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tabanan II. Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis univariat. Penelitian ini telah dinyatakan layak etik oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Poltekkes Denpasar dengan nomor LB.02.03/EA/KEPK/ 0271 /2023.

HASIL

Identifikasi     Karakteristik     Ibu

Menyusui meliputi umur, pendidikan, lamanya bekerja, dukungan suami dan keluarga serta pengetahuan.

Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan umur, pendidikan, lamanya

bekerja, dukungan serta pengetahuan

suami dan

keluarga

Karakteristik

f

%

Umur

20-35 tahun

51

87,9

>35 tahun

7

12,1

Total

58

100,0

Pendidikan

Dasar

4

6,9

Menengah

29

50,0

Pendidikan

25

43,1

tinggi

Total

58

100,0

Lamanya

Karakteristik

f

%

Bekerja

>   8   jam

58

100,0

perhari

Total

58

100,0

Dukungan

suami     dan

keluarga

Mendukung

47

81.0

Tidak

11

19,0

mendukung

Total

58

100,0

Pengetahuan

Baik

14

24,1

Cukup

44

75,9

Total

58

100,0

Berdasarkan

Tabel di

atas dapat

dijelaskan bahwa dari 58 responden yang berpartisipasi dalam penelitan ini, menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki umur 20-35 tahun sebanyak 51 responden. Responden berpendidikan SMA/SMK sebanyak 29 responden. Semua responden bekerja > 8 jam perhari, sebanyak 47 responden mendapat dukungan suami dan keluarga, sebanyak 44 responden memiliki pengetahuan cukup.

Tabel 2. Identifikasi Persepsi Ibu Menyusui berdasarkan karakteristik.

Variabel

Persepsi

Positif              Negatif              Total (%)

f      %       f        %

Umur

20-35 tahun

≥35 tahun

28       54,9        23         45,1            51 (100)

7        100        0          0,0             7 (100)

Pendidikan

*e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

Variabel

Persepsi

Total (%)

Positif

Negatif

f

%

f

%

Dasar

1

25,0

3

75,0

4 (100)

Menengah

11

37,9

18

62,1

29 (100)

Pendidikan tinggi

23

92,0

2

8,0

25 (100)

Lama bekerja

>8 jam perhari

35

60,3

23

39,7

58 (100)

Dukungan  Suami

dan keluarga

Tidak mendukung

7

63,3

4

36,4

11 (100)

Mendukung

28

59,6

19

40,4

47 (100)

Pengetahuan

Cukup

28

63,6

16

36,4

44 (100)

Baik

7

50,0

7

50,0

14 (100)

Pada tabel diatas didapatkan hasil sebanyak 54,9% responden berumur 20-35 tahun memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif dan seluruh responden berumur lebih dari 35 tahun memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Pada variabel pendidikan ditemukan sebanyak 25% responden dengan pendidikan rendah memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI ekslusif, 37,9% responden dengan pendidikan menengah memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif, dan sebanyak 92% responden dengan pendidikan tinggi memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Ditinjau dari lama bekerja, sebanyak 60,3% responden dengan waktu bekerja lebih dari 8 jam perhari memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Pada variabel dukungan suami sebanyak 63,3% responden dengan suami tidak mendukung memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif serta *e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

sebanyak 59,6% responden dengan suami mendukung memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Ditinjau dari segi pengetahuan, sebanyak 63,6% responden dengan pengetahuan cukup memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif serta sebanyak 50% responden dengan pengetahuan baik memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif.

Tabel 3 Persepsi Ibu Menyusui tentang pemberian ASI Eksklusif Bagi Ibu Bekerja

Persepsi

f

%

Positif

35

60,3

Negatif

23

39,7

Total

58

100%

Pada tabel diatas didapatkan sebanyak 35 responden (60,3 %) memiliki persepsi positif dan sebanyak 23 responden (39,7%) memiliki persepsi negatif tentang pemberian ASI eksklusif bagi Ibu Bekerja.

PEMBAHASAN

Identifikasi karakteristik ibu menyusui meliputi umur, pendidikan, lamanya bekerja, dukungan suami dan keluarga serta pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif bagi Ibu Bekerja. Sebesar 87,9% responden memiliki umur 20 hingga 35 tahun dan sebanyak 12,1% memiliki umur lebih dari 35 tahun. Sejalan dengan penelitian Sulistiyowati (2014) didapatkan golongan umur responden sebagian besar yaitu umur 20 hingga 35 tahun. Umur dapat melatarbelakangi penentuan perilaku ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi. Setiap kelompok usia mempunyai pandangan yang berbeda dalam penentuan pemberian ASI eksklusif pada bayi (Sulistiyowati, 2014). Penelitian Novita (2022) menunjukkan usia ibu didominasi oleh usia tidak beresiko yaitu 20-35 tahun yang dikenal dengan usia aman untk kehamilan, persalinan, dan menyusui dalam kurun waktu reproduksi sehat. Usia yang sesuai, sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI eksklusif. Usia beresiko yang dimaksud yaitu usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Novita et al., 2022).

Ditinjau dari pendidikan ibu, sebanyak 50% responden memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA/SMK, sebanyak 43,1% responden memiliki tingkat pendidikan tinggi, serta 6,9% memiliki tingkat pendidikan SD hingga SMP. Sejalan dengan penelitian Sulistiyowati (2014) bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan menengah yaitu SMA, MA, SMK. Semakin banyak informasi yang

*e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

masuk, semakin meningkat pengetahuan yang dimiliki ibu (Sulistiyowati, 2014). Hal ini didukung dengan teori bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi makin mudah menerima informasi dan mendapatkan sumber informasi (Angkut, 2020). Peneliti berasumsi bahwa pendidikan mampu mempengaruhi persepsi seseorang dan hal tersebut juga berpengaruh pada persepsi responden tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada ibu bekerja.

Seluruh ibu dalam penelitian ini masuk kategori lamanya bekerja > 8 jam perharinya. Menurut Danso (2014) ibu yang bekerja mengalami kesulitan dalam memberikan ASI eksklusif karena harus membagi waktu dengan pekerjaannya, selain itu pengaruh dari anggota keluarga juga mempengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif (Danso, 2014). Penelitian Timporok (2018) menunjukkan ada hubungan antara status pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan, dimana hubungan tersebut berkorelasi negatif yang dapat dilihat bahwa semakin sibuk ibu dalam bekerja semakin sedikit ibu yang memberikan ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan pada ibu yang bekerja tidak memberikan ASI karena sedikitnya kesempatan memberikan ASI secara eksklusif yang terbentur dengan kewajiban dalam melaksanakan pekerjaan (Timporok et al., 2018).

Ditinjau dari dukungan suami dan keluarga, sebanyak 81,0% responden memiliki suami dan keluarga yang mendukung dan terdapat 19,0% responden

dengan keluarga yang tidak mendukung lantaran suami dan keluarga belum mengetahui cara memberikan ASI Perah kepada bayinya . Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan kurangnya dukungan dari keluarga terutama dukungan suami dan keluarga mengakibatkan bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif. Seorang ibu harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Pihak keluarga memegang peranan penting dalam mendukung ibu untuk menyusui eksklusif (Arifiati, 2017). Dukungan keluarga berupa dukungan emosional sangat berarti dalam menghadapi tekanan luar yang meragukan perlunya ASI. Kondisi ibu yang sehat dan suasana yang menyenangkan akan meningkatkan kestabilan fisik ibu sehingga produksi ASI meningkat (Danso, 2014). Dukungan psikologi dari suami dan keluarga dekat yang mengerti pentingnya ASI eksklusif bagi bayi merupakan dorongan yang kuat bagi ibu untuk menyusui dengan baik, sehingga ibu menjadi lebih menyayangi bayinya yang akhirnya berpengaruh pada produksi ASI yang lebih banyak (Novita et al., 2022).

Pada penelitian ini sebanyak 75,9% responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang pemberian ASI Eksklusif bagi ibu bekerja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sari (2018) yang menyatakan 40% ibu salah cara penyimpanan ASI dan 32% ibu tidak menyimpan ASI (Sari, 2018). Penelitian Sulistyorini (2018) secara proprosional terlihat bahwa responden yang memerah ASI dan menyimpan ASI dengan teknik yang benar sebagian besar mempunyai

pengetahuan baik dan responden yang memerah ASI dan menyimpan ASI dengan cara salah sebagian besar memiliki pengetahuan kurang (Sulistyorini, 2018). Pelaksanaan memerah ASI dan menyimpan ASI dengan baik dan benar sangat dipengaruhi pengetahuan dan sikap, dikarenakan pengetahuan akan menimbulkan respon dalam bentuk sikap. Semakin baik sikap maka semakin baik perilaku ibu memberikan ASI eksklusif (Seulimeng et al., 2016).

Gambaran persepsi ibu berdasarkan umur didapatkan hasil sebanyak 54,9% responden berumur 20-35 tahun memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif dan seluruh responden berumur lebih dari 35 tahun memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Peneliti berasumsi bahwa umur mampu membuat seseorang untuk menjadi lebih baik dalam proses pembentukan perilakunya. Selain itu, umur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif. Semakin cukup usia, maka semakin matang individu tersebut dalam berfikir dan berkarya. Sejalan dengan penelitian Sari (2019) Salah satu faktor yang dapat menggambarkan kematangan seseorang baik secara fisik, psikis maupun sosial adalah umur.

Pada variabel pendidikan ditemukan sebanyak 25% responden dengan pendidikan rendah memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif, 37,9% responden dengan pendidikan menengah memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif,

*e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

dan sebanyak 92% responden dengan pendidikan tinggi memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Peneliti berasumsi bahwa ibu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna pemeliharaan kesehatan bayinya. Semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi pengetahuan ibu. Intervensi yang dilakukan dengan memberikan perhatian lebih pada ibu yang berpendidikan rendah agar mereka dapat lebih memahami manfaat ASI itu sendiri sehingga timbul perilaku yang lebih baik dalam pemberian ASI eksklusif sehingga berguna bagi bayi dan ibu itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa ibu yang memiliki pendidikan dan pengetahuan tinggi akan memiliki pemahaman yang baik mengenai pentingnya pemberian ASI. Sejalan dengan penelitian Sari (2019) Pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Tingkat pendidikan    ibu    yang    rendah

mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam pengetahuan ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Ditinjau dari lama bekerja, sebanyak 60,3% responden dengan waktu bekerja lebih dari 8 jam perhari memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Peneliti berasumsi bahwa semakin lama jumlah jam ibu bekerja kemungkinan untuk terpisah dari anaknya, terpapar stres kerja dan mengalami kelelahan lebih besar. Sejalan dengan penelitian Hartanti (2022) dimana jumlah jam kerja ibu berpengaruh negatif pada pemberian ASI baik eksklusif maupun tidak eksklusif artinya semakin banyak waktu ibu untuk bekerja lebih

*e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

mungkin untuk mengganggu keberhasilan pemberian ASI.

Pada variabel dukungan suami dan keluarga didapatkan sebanyak 63,3% responden dengan suami tidak mendukung memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif serta sebanyak 59,6% responden dengan suami mendukung memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Peneliti berasumsi bahwa dengan diberikannya edukasi mengenai ASI eksklusif sejak dini khususnya kepada suami, diharapkan hal tersebut akan menambah pengetahuan dan menciptakan motivasi yang kuat untuk dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sehingga cakupan ASI dapat meningkat sesuai dengan standar pelayanan minimum (SPM) yang diharapkan. Sejalan dengan penelitian Permata (2018) yang menyebutkan bahwa Dukungan suami merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan ASI eksklusif.

Ditinjau dari segi pengetahuan, sebanyak 63,6% responden dengan pengetahuan cukup memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif serta sebanyak 50% responden dengan pengetahuan baik memiliki persepsi positif tentang pemberian ASI eksklusif. Mufdlilah (2018) menyatakan lebih dari 50% ibu memiliki pengetahuan terkait menyusui (Mufdlilah et al., 2018). Pengetahuan ibu dapat mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif sehingga perlu intervensi tentang pemberian ASI melalui promosi kesehatan yang diberikan sejak masa kehamilan sehingga ibu memiliki persiapan dalam menyusui anak

(Zhang et al., 2018). Pengetahuan tentang ASI eksklusif mempengaruhi perilaku ibu yang diakibatkan masih melekatnya pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif. Kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu menyebabkan mudah terpengaruh dan beralih kepada susu formula. Penelitian Batubara (2018) menyatakan terdapat hubungan antara persepsi ibu yang kurang pada pemberian ASI eksklusif. Penelitian Batubara menunjukkan lebih dari 50% responden memiliki persepsi baik dalam pemberian ASI eksklusif. Jumlah ini jelas lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki persepsi tidak baik terhadap pemberian asi eksklusif. Kondisi ini menunjukkan semakin baik persepsi ibu mengenai ASI eksklusif, maka semakin banyak ibu yang memberikan ASI eksklusif. Sebaliknya, banyaknya persepsi ibu yang salah mengenai ASI eksklusif akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif (Batubara, 2018). Persepsi yang salah mengenai ASI eksklusif dapat mempengaruhi pemberian ASI ekslusif.

Persepsi responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki persepsi positif sebanyak 35 responden (60,3%) dan persepsi negatif sebanyak 23 responden (39,7%). Persepsi merupakan tanggapan atau penerimaan pendapat langsung tentang sesuatu. Respon negatif terhadap persepsi ibu menyusui tentang pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II pada tahun 2023 disebabkan karena anggapan yang ada di masyarakat bahwa urusan memberikan ASI eksklusif pada bayi adalah urusan ibunya sedangkan *e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

suami dan keluarga yang lain hanya membantu mengasuh bayinya selama ibu meninggalkan bayinya untuk bekerja, didalam penelitian ini ibu menyusui sudah berusaha memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya dengan cara memerah ASI nya di tempat kerja kemudian disimpan di kotak pendingin (cooler bag), setelah ibu sampai dirumah ASI Perah dikeluarkan dari cooler bag dan dimasukkan didalam frezzer lemari pendingin. Dalam hal ini suami dan keluarga belum memahami cara memberikan ASI Perah dalam bentuk beku ini ke bayi apakah cukup dihangatkan, dimasak di dalam panci atau direndam air hangat saja.

Menurut asumsi peneliti, persepsi negatif terhadap pemberian ASI eksklusif bagi ibu bekerja disebabkan karena responden belum menerima baik informasi mengenai cara penyajian ASI Perah yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pengharapan dan evaluasi sehingga responden mempunyai pengetahuan dan penilaian negatif terhadap pemberian ASI eksklusif. Alasan – alasan yang sering dikemukakan oleh kebanyakan ibu menyusui mengenai ASI eksklusif terlebih ASI perah karena suami dan keluarga mengatakan pemberian ASI Perah apalagi dalam bentuk beku tidak praktis, takut kandungan nutrisinya hilang kalau dihangatkan kembali dan beralih ke susu formula karena dirasakan sangat mudah dalam penyajian.

Namun realitanya banyak faktor yang mendasari ibu tidak memberikan ASI eksklusif salah satunya karena kurangnya pengetahuan tentang cara mengolah ASI Perah. Beberapa penelitian menyebutkan

sebagian besar ibu mendapatkan informasi ASI eksklusif tetapi dalam prakteknya ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Ketidaktahuan suami dan keluarga tentang cara mengolah ASI Perah merupakan faktor utama penyebab ketidakberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. Responden yang terpapar informasi yang salah tentang pemberian ASI eksklusif akan mempertimbangkan aspek keuntungan dan kerugian sebelum berpartisipasi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan identifikasi karakteristik 58 orang sampel mayoritas responden meliputi umur 20 - 35 tahun, pendidikan terakhir SMA/SMK, memiliki pekerjaan dengan lama bekerja diluar rumah > 8 jam perhari, ditinjau dari dukungan suami dan keluarga selama ini mendukung, dilihat dari segi pengetahuan, sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup dalam pemberian ASI eksklusif bagi ibu bekerja. Berdasarkan identifikasi persepsi yang ditinjau dari segi umur didapatkan persepsi positif diperoleh lebih banyak dari ibu yang berumur 20-35 th, ditinjau dari pendidikan, persepsi positif lebih banyak didapatkan pada ibu yang berpendidikan tinggi, pada ibu yg bekerja > 8 jam perhari didapatkan lebih banyak persepsi positif, untuk dukungan suami dan keluarga persepsi positif lebih banyak diperoleh dari suami dan keluarga yang mendukung, ditinjau dari segi pengetahuan, sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan cukup *e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

memiliki persepsi positif dalam pemberian ASI terlebih cara mengelola ASI Perah dan cara pemberian ASI Perah. Ditinjau dari persepsi ibu menyusui tentang pemberian ASI eksklusif bagi ibu bekerja didapatkan sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap pemberian ASI eksklusif. Persepsi yang salah mengenai ASI eksklusif dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi.

SARAN

Mengacu dari penelitian yang telah dilakukan ada beberapa saran yang peneliti sampaikan yaitu bagi ibu menyusui, suami dan keluarga dianjurkan untuk mencari informasi yang lengkap mengenai cara mengelola dan menyajikan ASI Perah dengan baik dari petugas kesehatan maupun sumber yang lebih akurat. Bagi tenaga kesehatan, khususnya bidan jangan pernah lelah untuk melakukan penyuluhan baik saat dilaksanakan kelas ibu hamil, penyuluhan perorangan atau kelompok mengenai cara mengelola dan mengolah ASI Perah dengan baik kepada ibu menyusui, suami dan keluarga baik yang bekerja maupun tidak bekerja secara merata mulai dari masa kehamilan, persalinan serta saat kunjungan rumah setelah bayi lahir sehingga asupan bayi mendapatkan ASI eksklusif bisa meningkat. Kepada peneliti selanjutnya disarankan dapat mengembangkan pertanyaan – pertanyaan pada instrumen kuesioner dan menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam sehingga dapat meningkatkan upaya promosi kesehatan sebagai sarana yang mendukung program ASI ekslusif.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Puskesmas Tabanan II, responden, dan semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Angkut, C. (2020). Pendidikan Ibu Berhubungan Dengan Pemberian Asi Eksklusif. Jurnal Kebidanan Malahayati, 6(3),                          357–360.

https://doi.org/10.33024/jkm.v6i3.279 5

Arifiati, N. (2017). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Kelurahan Warnasari Kecamatan Citangkil Kota Cilegon. Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA    “Peran    Tenaga

Kesehatan Dalam Pelaksanaan SDGs,” 129–135.

Batubara, F. (2018). Hubungan Karakteristik Ibu dan Dukungan Sosial terhadap Pemberian ASI Ekslusif pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Pancur Batu.

Danso, J. (2014). Examining the Practice of Exclusive Breastfeeding among Professional Working Mothers in Kumasi Metropolis of Ghana. International Journal of Nursing, 1(1), 11–24. www.aripd.org/ijn

Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, K. (2021). Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2021 op 1.

Hartanti, L. (2022). Pengaruh Jumlah Jam Kerja Ibu pada Perilaku Pemberian ASI The Effect of Mothers ’ Working Hours on Breastfeeding Behavior

*e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

Pendahuluan. Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 13(2), 243–259.

Mufdlilah, M., Johan, R. B., & Fitriani, T. (2018). Persepsi Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal Riset Kebidanan Indonesia,          2(2),          38–44.

https://doi.org/10.32536/jrki.v2i1.23

Novita, E., Murdiningsih, M., & Turiyani, T.

(2022).      Faktor-Faktor      yang

Mempengaruhi Pemberian ASI Ekslusif di Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten OKU Tahun 2021. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(1), 157.

https://doi.org/10.33087/jiubj.v22i1.17 45

Permata, et al. (2018). Dukungan Suami terhadap Pemberian ASI Ekslusif pada Ibu yang Memiliki Bayi Usia 6-24 Bulan di Kota Denpasar Tahun 2017. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fak. Kedokteran Universitas Udayana, 5(1), 27–32.

Rahayu, S. (2016). Persepsi Ibu Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kombos Kecamatan Singkil Provinsi Sulawesi Utara. Universitas Katolik De La Salle.

Sari, A. D. A. (2018). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Cara Penyimpanan ASI Pada Ibu Bayi Usia 0-6 Bulan Di Puskesmas Sukorame Kota Kediri.

Kebidanan,         8(2),         1–13.

https://journal.unita.ac.id/index.php/ bidan/article/view/236

Sari, I. P. (2019). Persepsi Masyarakat Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Journal of

Public Health Research and Community Health Development,    3(1),    19.

https://doi.org/10.20473/jphrecode.v3i 1.12151

Seulimeng, M., Langsa, W., & Langsa, C. (2016). Hubungan pengetahuan dengan cara memerah ASI pada ibu menyusui yang bekerja di desa matang seulimeng kecamatan langsa barat kota langsa tahun 2016. 000, 214–223.

Sulistiyowati. (2014). Perilaku Ibu Bekerja dalam Memberikan ASI Ekslusif di Kelurahan Japanan Wilayah Kerja Puskesmas     Kemlagi-Mojokerto.

Promkes, 89–100.\

Sulistyorini, E. (2018). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui tentang Cara Memerah dan Menyimpan ASI di Posyandu Anggrek    Sanggarahan    Joho

Sukoharjo Tahun 2017. 1(1), 40–54.

Timporok, A. G. A., Wowor, P. M., &

Rompas, S. (2018). Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kawangkoan. Jurnal Keperawatan, 6(1), 1–6.

Unicef. (2018). Breastfeeding: A mother’s gift, for every child - UNICEF DATA. Unicef,                             1–13.

https://data.unicef.org/resources/brea stfeeding-a-mothers-gift-for-every-ch ild/

Zhang, Z., Zhu, Y., Zhang, L., & Wan, H. (2018). What factors influence exclusive breastfeeding based on the theory of planned behaviour. Midwifery,        62,        177–182.

https://doi.org/10.1016/j.midw.2018.0 4.006

*e-mail korespondensi: ratna.dewi2987@gmail.com

364