Arc. Com. Health • April 2023

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Vol. 10 No. 1 : 126 - 140

PEMAHAMAN IBU TENTANG PERMASALAHAN GIZI SERTA PERANNYA DALAM MENGATASI PERMASALAHAN GIZI BADUTA DI DESA BAN, KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM, PROVINSI BALI

Sangita Pina de Canossa Belo, Dinar Saurmauli Lubis*

Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Jalan P. B. Sudirman, Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80234

ABSTRAK

Anak yang tidak mendapatkan asupan nutrisi sesuai dengan kebutuhannya, dapat menyebabkan malnutrisi yang berdampak pada proses tumbuh kembangnya. Anak umur 0-2 tahun umumnya akan sangat bergantung pada ibunya, karena pada kelompok usia tersebut mereka membutuhkan air susu ibu dan perhatian penuh. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemahaman ibu tentang permasalahan gizi serta perannya dalam mengatasi permasalahan gizi Baduta di Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Informan utama penelitian berjumlah 10 orang ibu Baduta yang dipilih dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Penelitian dilakukan di 10 dusun yang ada di desa Ban Kabupaten Karangasem pada bulan Juli-Oktober 2019. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Data dianalisis menggunakan teknik analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman ibu terkait permasalahan gizi dilihat dari kondisi fisik anak, dan pemahaman ibu tentang penyebab permasalahan gizi disebabkan oleh kurangnya asupan makanan. Peran ibu dalam mengatasi permasalahan gizi yakni berusaha memenuhi kebutuhan asupan gizi anak, memperhatikan keamanan makanan dan kebersihan anak, memanfaatkan pelayanan kesehatan, serta melakukan kegiatan bersih-bersih di rumah. Kendala yang menghambat perilaku ibu dalam mencegah gizi kurang pada Baduta di desa Ban yakni: ekonomi, jarak, musim kemarau, penolakan anak terhadap ASI, kesibukan, kondisi kesehatan ibu, kondisi lingkungan tempat tinggal, kepercayaan dan keterbatasan air. Saran yang dapat diberikan yakni: Tenaga kesehatan meningkatkan penyuluhan terkait pentingnya pemenuhan asupan gizi anak dan sanitasi lingkungan; Ibu disarankan membeli pompa ASI ketika tidak dapat menyusui Baduta secara langsung; Dinas Kesehatan Karangasem melakukan uji kualitas air yang di akses guna memastikan keamanan air, kemudian melakukan kegiatan penyuluhan pada masyarakat tentang proses pengolahan air minum yang baik dan benar.

Kata kunci: Gizi, Pemahaman, Peran, Desa Ban

ABSTRACT

Children who don’t get nutritional intake according to their needs can cause malnutrition which affects their growth and development process. Children aged 0-2 years will generally be very dependent on their mothers, because in this age group they need breast milk and full attention. The purpose of this study was to find out about mother’s understanding of nutritional problems and their role in overcoming nutritional problems of children under two in the village of Ban, Sub-district of Kubu, District Karangasem, Bali Province. This research is a qualitative research with a descriptive approach. The main informant of this research were 10 moms with children under two years old that selected by the sampling technique used purposive sampling method. The research was conducted in 10 hamlets in Ban village, Karangasem from July-October 2019. Data collected through in-depth interview and observation. Data were analyzed using thematic analysis techniques. The results showed the mother's understanding of nutritional problems was seen from the physical condition of the child, and the mother's understanding about the causes of nutritional problems were caused by a lack of food intake. Mother's role in overcoming nutritional problems are trying to meet the nutritional needs of children, paying attention to food safety and child hygiene, utilizing health services, and doing house cleaning activities. Obstacles that barrier mother's behavior in preventing undernutrition of children under two years old are: economy, distance, dry season, child refuse to breastfeed, busy, mother's health condition, living environment, belief and limited water. Suggestions that can be given are: Health workers routinely increase counseling related to the importance of fulfilling child nutrition and environmental sanitation; Mothers should buy a breast pump when they cannot breastfeed their children directly; Karangasem Health Office conducts tests on the quality of the water that is accessed to ensure water safety, and then conducts counseling activities to the community regarding proper and correct drinking water treatment processes.

Keywords: Nutrition, Understanding, Role, Ban village

PENDAHULUAN

Asupan gizi merupakan hal mendasar bagi kehidupan manusia yang harus terpenuhi. Apabila semua penduduk suatu bangsa memperoleh gizi yang cukup sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal maka akan terlahir penduduk yang memiliki kualitas yang baik, dan sumber daya manusia yang berkualitas ini merupakan unsur utama dalam pembangunan suatu bangsa (Depkes, 2015).

Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Namun kelompok umur 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) lebih berisiko mengalami permasalahan gizi. Hal ini dikarenakan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat sehingga apabila terjadi kekurangan gizi pada periode ini akan mengakibatkan kerusakan atau terhambatnya pertumbuhan yang serius dan akan sangat sulit diobati di masa kehidupan selanjutnya (Depkes, 2015).

Prevalensi berat-kurang dan stunting yang ditetapkan oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019, yakni 17% untuk masalah berat-kurang, dan 28% untuk masalah stunting. Bali merupakan salah satu provinsi yang angka prevalensi berat-kurang maupun stunting sudah di bawah sasaran RPJMN, yakni 11,1% untuk masalah berat-kurang dan 16,3% untuk masalah stunting (Riskesdas, 2018). Walaupun demikian, tidak menutup

kemungkinan permasalahan kekurangan gizi di Bali akan kembali mengalami peningkatan. Data dari Riskesdas tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Bali berfluktuasi yaitu dari 31% pada tahun 2007, turun menjadi 29% pada tahun 2010 dan meningkat lagi menjadi 31% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Selain itu, Kabupaten Karangasem merupakan salah satu kabupaten di Bali dengan prevalersi stunting yang masih tinggi. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017, stunting di Karangasem menduduki angka tertinggi ketiga setelah Buleleng dan Bangli di Provinsi Bali yaitu sebesar 23,6%. Prevalensi tersebut menjadikan Kabupaten Karangasem, menjadi salah satu kabupaten dengan masalah yang di kategorikan akut dan kronis (Kemenkes, 2018).

Berdasarkan data dari profil kesehatan Kabupaten Karangasem tahun 2018, puskesmas Kubu II merupakan puskesmas yang pencapaian penimbangan balita di posyandunya paling rendah (Dinkes, 2018). Terdapat tiga desa yang berada di bawah wilayah puskesmas Kubu II, salah satunya adalah desa Ban. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh East Bali Poverty Project (EBPP) pada bulan Juni tahun 2019, status gizi balita yang ditimbang di wilayah ini didapatkan sebesar 10,9% balita dengan status gizi kurang (underweigh) berdasarkan BB/U dan 34,9% balita dengan status gizi pendek (stunting) berdasarkan TB/U (EBPP, 2019). Untuk menanggulangi permasalahan kurang gizi pada Baduta, ibu memiliki peran yang sangat penting. Kurang gizi pada Baduta tidak hanya dipengaruhi oleh

apa yang anak makan secara langsung tetapi juga dipengaruhi oleh asupan gizi ibu, khususnya saat hamil. Setelah melahirkan, ibu juga perlu melanjutkan pemberian gizi yang baik dengan pemberian ASI eksklusif hingga usia enam bulan, dilanjutkan dengan pemberian MP-ASI dalam jumlah cukup dan pada waktu yang tepat, dengan tetap disertai pemberian ASI hingga usia dua tahun. Pemenuhan gizi yang optimal saat hamil dan menyusui akan memberikan asupan gizi yang baik untuk baduta, sehingga dapat mencegah dampak serius di masa depan (Adisaputri, 2014).

Mengingat status gizi anak baduta sangat di pengaruhi oleh peran ibu, maka sangat penting untuk ibu mempunyai pemahaman dan perilaku yang baik sehingga anak Baduta dapat tumbuh secara optimal. Dengan demikian, pokok masalah dalam penelitian dirumuskan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman ibu tentang permasalahan gizi serta perannya dalam mengatasi permasalahan gizi Baduta di Desa Ban.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian dilakukan setelah adanya surat etik penelitian dengan nomor 867/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 dan surat ijin penelitian di desa Ban dengan nomor 070/021/DPM&PTSP/2019. Pengumpulan data dilakukan di 10 dusun yang ada di

desa Ban Kabupaten Karangasem Provinsi Bali pada bulan Oktober 2019. Proses pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Informan utama penelitian berjumlah 10 orang.

Penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Informan dalam penelitian ini meliputi dua macam, yaitu informan utama dan informan kunci. Kriteria informan utama yakni: ibu di desa Ban yang memiliki anak Baduta, ibu yang sebelumnya sudah mengikuti Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh pihak EBPP, serta bersedia diwawancarai sampai selesai dan kooperatif. Sementara kriteria untuk informan kuncinya, yaitu satu orang anggota keluarga yang termasuk dalam tipe keluarga besar (extended family) dari masing-masing informan utama, baik yang tinggal bersama dalam satu rumah maupun yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian dan juga bersedia diwawancarai sampai selesai dan kooperatif.

Data dianalisa menggunakan teknik analisis data tematik, sementara teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi sumber.

HASIL

Adapun karakteristik informan utama penelitian yang diteliti dapat dilihat dalam bentuk tabel berikut:

Tabel 1. Tabel karakteristik informan utama

No.

Kode Informan

Umur

Tingkat Pendidikan

Pekerjaan

1

JI1

27 thn

SD

IRT

2

JI2

35 thn

-

IRT

3

JI3

21 thn

SMP

Petani

4

JI4

36 thn

SMP

Petani

5

JI5

19 thn

-

Petani

6

JI6

20 thn

SD

IRT

7

JI7

23 thn

SD

Petani

8

JI8

36 thn

SD

Petani

9

JI9

31 thn

SMP

Pedagang warung

10

JI10

30 thn

SD

Petani


Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa informan utama dengan usia termuda adalah 19 tahun, sedangkan informan dengan usia tertua adalah 36 tahun. Dari semua informan utama, tingkat pendidikan paling tinggi adalah SMP dengan jumlah 3 informan, kemudian SD dengan jumlah 5 informan, dan terdapat 2 informan yang tidak bersekolah atau tidak tamat sekolah dasar. Sementara untuk karakteristik

pekerjaan informan, menunjukan bahwa lebih banyak informan yang bekerja sebagai petani dengan jumlah 6 informan, kemudian 1 informan yang bekerja sebagai pedagang warung, dan 3 informan yang tidak bekerja atau hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga.

  • 1)    Pemahanan ibu terkait permasalahan gizi pada Baduta

Pemahaman ibu terkait permasalahan gizi Baduta

Kondisi fisik


Pendek, Kecil, Kurus, Berat Badan tidak meningkat, Badannya Tidak Sehat

Gambar 1. Gambaran pemahaman ibu terkait permasalahan gizi pada Baduta di Desa Ban

Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa, pemahaman informan penelitian terkait dengan permasalahan gizi pada Baduta dilihat dari kondisi fisik anak. Anak yang kondisi fisiknya kurus, kecil, atau pendek

adalah anak-anak yang memiliki masalah gizi.

  • 2)    Pemahaman ibu terkait penyebab masalah gizi pada Baduta

    Pola asuh ibu terkait


    Pemahaman ibu terkait penyebab masalah gizi Baduta


    Kekurangan asupan makanan


    Pola asuh ibu yang tidak baik


    praktek pemberian makanan


    Pola asuh ibu dalam menjaga kebersihan


    anak


    Gambar 2. Gambaran pemahaman ibu terkait penyebab masalah gizi pada Baduta di Desa Ban


Berdasarkan gambar 2, menunjukkan ibu di desa Ban beranggapan bahwa penyebab masalah gizi pada Baduta dikarenakan kekurangan asupan makanan, misalnya kekurangan ASI, kurang vitamin, kekurangan sayur dan lain sebagainya. Hal ini terkait dengan pola asuh ibu, pola asuh

ibu yang dimaksud yakni terkait dengan praktek pemberian makanan dan bagaimana ibu menjaga kebersihan anak.

  • 3)    Peran ibu dalam mengatasi permasalahan gizi Baduta

Peran ibu dalam mengatasi permasalahan gizi Baduta

Peranibudalam memenuhi pangan rumah tangga

- Mencari pekerjaan tambahan;

-Berhutangdi warung;

- Meminjam uang


Peran Ibu dalam memanfaatkan Pelayanankesehatan


Rutin membawah anak ke Posyandu


Membawah anak periksa ke Dokter ketika sakit


Peranibuterkaitpraktek pemberian air minum


Airminumtidak di rebus


Peran Ibudalammenjaga kebersihan lingkungan rumah


Airminum direbus


Melakukan kegiatan bersih-bersih


,,-untuk mengetahui Perkembangandan pertumbuhan anak; -LokasiPosyandu yang dekat dengan t rumah


-khawatir dan takut; - percaya dengan kemampuan tenaga kesehatan


^-merasa airyang diakses 'l Sudahbersih;

  • -Hdakadaefek samping yang signifikan;

-Hdaksempatdirebus karena sudah haus;

  • - supaya gampang dan tidak Hbetharusmencari kayu bakardulu;

^-untuk menghemat waktu ^


-Iidakpercaya dengan keamanan air diakses;

-khawatir dan takut membuat anaknyasakit


Supaya anak terhindar dari debu


Gambar 3. Gambaran peran ibu dalam mengatasi permasalahan gizi Baduta di Desa Ban

Berdasarkan gambar 3, menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan informan untuk mencegah Baduta di Desa Ban dari masalah gizi kurang yakni: dengan berusaha agar tetap memberikan asupan makanan untuk anaknya. Selain itu, ibu juga harus berusaha menjaga pola makan teratur supaya ASInya tetap lancar, memberikan vitamin untuk menambah nafsu makan anak ketika sakit, memperhatikan kebersihan anak serta kebersihan dan keamanan makanan supaya terhindar dari debu dan bakteri.

Sementara untuk memenuhi pangan rumah tangga khususnya asupan makanan untuk anak, hal yang dilakukan

informan yakni: dengan mencari pekerjaan tambahan untuk mendapatkan uang, berhutang di warung atau meminjam uang dari tetangga, maupun dengan meminta bantuan dari anggota keluarga lainnya.

Sebagian besar informan menyampaikan bahwa dirinya rutin membawa anaknya ke Posyandu. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak. Selain itu juga didukun dengan lokasi Posyandu yang tidak jauh dari rumah informan.

Selain itu, informan juga menyatakan bahwa dirinya lebih memilih membawa anaknya ke pelayanan kesehatan

untuk memeriksakan anaknya ketika sakit. Hal ini didasari oleh kekhawatiran dan ketakutan ibu terhadap penyakit anaknya akan semakin parah, dan kepercayaan informan terhadap keahlian tenaga kesehatan khususnya Dokter.

Untuk praktek pemberian air minum pada Baduta, sebagian besar informan tidak merebus air untuk diminum. Hal ini dilakukan dengan anggapan bahwa sumber air yang di akses sudah bersih, tidak adanya efek samping yang signifikan, tidak sempat direbus karena sudah haus, supaya gampang dan tidak ribet harus mencari kayu bakar, serta untuk menghemat waktu.

Sementara untuk informan yang merebus air sebelum diberikan kepada anak, menyatakan bahwa dirinya tidak

terlalu percaya dengan keamanan air yang di akses, dan juga dikarenakan dirinya khawatir anaknya akan terkenah penyakit apabila airnya tidak direbus.

Rata-rata informan menyatakan bahwa untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah harus melakukan kegiatan bersih-bersih baik di dalam maupun diluar rumah. Kegiatan bersih-bersih yang dimaksud antara lain: disapu, mengepel lantainya, merapikan tempat tidur, siram halaman sekitar rumah biar tidak berdebuh, membersikan kaca rumah, mencuci pakaian kotor biar bersih, dan lain sebagainya.

  • 4)    Kendala yang ibu hadapi dalam mengatasi permasalahan gizi pada Baduta

Kendala dalam mengatasi permasalahan gizi pada Baduta

Keterbatasan

Permasalahan Ekonomi

Kepercayaan (jamban tidak boleh dekat pelinggih)

Musim kering atau musim kemarau

Kesehatan ibu (komplikasi pasca melahirkan atau deman)

Jarak pasar dan pelayanan kesehatan yang jauh dari rumah

Penolakan anak terhadap ASI

Lingkungan tempat tinggal di area pegunungan

Kesibukan ibu (bekerja dll)

Menyebabkan ladang/kebun tidak dapat dimanfaatkan

Menghambat informan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan

Menghambat informan dalam memenuhi pangan rumah tangga yang bergizi dan beragam

Sulit menjaga kebersihan lingkungan rumah dari debu dan kuman

Menghambat informan untuk membangun/memanfaatkan jamban di rumah

Mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif dan menyebabkan pemberian MP-ASI dini


Gambar 4. Kendala dalam mengatasi permasalahan gizi pada Baduta di Desa Ban

Berdasarkan gambar 4, diketahui bahwa terdapat 9 faktor yang menjadi kendala dalam mengatasi permasalahan gizi pada Baduta di desa Ban.

Dalam memenuhi pangan keluarga yang bergizi dan beragam khususnya pada

Baduta, terdapat 2 faktor yang menjadi kendala yakni permasalahan ekonomi dan jarak yang jauh antara rumah dengan pasar. Masalah ekonomi juga menjadi hambatan bagi informan untuk membangun jamban di rumahnya. Selain itu, kepercayaan

masyarakat setempat juga menjadi salah satu hal yang menghambat pemanfaatan jamban yang ada di rumah. Hal ini dikarenakan letak jamban yang dekat dengan pelinggih dan tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Ekonomi dan jarak juga menjadi kendala tersendiri dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Selain kedua faktor tersebut, kesibukan ibu juga mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia untuk mencari kesembuhan maupun untuk sekedar cek kesehatan.

Kesibukan ibu juga mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif. Informan yang sibuk bekerja membuatnya memberikan MP-ASI dini, hal ini dilakukan supaya anaknya tidak menangis ketika ditinggal bekerja. Selain kesibukan ibu, kendala lain yang mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif sehingga menyebabkan pemberian MP-ASI dini adalah penolakan anak terhadap ASI dan kondisi kesehatan ibu.

Musim kering atau kemarau juga menjadi kendala khususnya bagi informan yang memiliki kebun/ladang sendiri, dimana pada saat musim kemarau menyebabkan tanah menjadi kering sehingga informan tidak dapat menanam bahan pangan yang dimilikinya. Hal ini juga disebabkan oleh terbatasnya air yang di akses, sehingga air yang ada tidak cukup untuk digunakan menyiram kebun. Air yang terbatas juga menghambat informan dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah supaya anak terhindar dari debu dan kuman. Selain itu, lingkungan tempat tinggal yang berlokasi di area pegunungan

juga menjadi hambatan tersendiri. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan tempat tinggal yang susah untuk dibersikan.

DISKUSI

  • 1)    Pemahaman ibu terkait permasalahan gizi pada Baduta

Anak yang kondisi fisiknya terlihat normal dan aktif seperti anak-anak seumurannya, maka dianggap sehat dan gizinya baik. Sebaliknya, anak yang kondisi fisiknya kurus, kecil, atau pendek dianggap mengalami gangguan kesehatan. Pemahaman informan tersebut mengarah pada status gizi kurang yang umumnya dapat dilihat dari kondisi fisik seseorang.

Hal ini sejalan dengan penjelasan gizi kurang (undernutrition) dari WHO (2018), dimana WHO menjelaskan bahwa gizi kurang (undernutrition) mencakup empat bentuk yakni wasting (kurus), stunting (pendek), underweight (berat-kurang), dan defisiensi vitamin dan mineral.

Wasting sendiri di nilai dengan indikator berat badan rendah untuk tinggi badan (BB/TB). Hal ini biasanya ditunjukkan dengan penurunan berat badan mendadak dan parah, karena seseorang belum memiliki cukup makanan untuk dimakan atau mereka memiliki penyakit menular, seperti diare, yang telah menyebabkan mereka kehilangan berat badan. Stunting di nilai dengan indikator tinggi badan rendah untuk usia (TB/U). Hal ini merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis atau berulang, biasanya terkait dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk, kesehatan dan gizi ibu yang buruk, penyakit yang sering, dan atau pemberian

makan dan perawatan bayi dan anak yang tidak tepat di awal kehidupan.

Sementara Underweigh atau berat badan kurang pada anak di nilai dengan indikator berat badan rendah untuk usia (BB/U). Seorang anak yang kekurangan berat badan dapat menggalami stunting, wasting, atau keduanya.

Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa sebagian besar ibu di Desa Ban memiliki pemahaman yang benar terkait masalah gizi pada Baduta khususnya yang mengalami kekurangan gizi. Sementara untuk kelebihan gizi sendiri menjadi hal yang tidak terlalu dipermasalahkan. Hal ini dikarenakan kelebihan gizi terjadi karena jumlah asupan yang dikonsumsi anak terlalu banyak, sehingga melampaui kebutuhan gizi harian anak. Kelebihan gizi umumnya terjadi pada anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi yang tinggi atau mampu. Sementara untuk informan penelitian sendiri merupakan masyarakat dengan status sosial menengah kebawa yang sering mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan asupan sehar-hari, sehingga lebih berisiko mengalami gizi kurang. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Yesi Nurmalasari (2019) dalam Wahyudi (2022), dimana hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Balita dengan status ekonomi keluarga yang berpendapatan rendah berisiko lima kali lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan Balita dengan status ekonomi yang berpendapatan tinggi.

  • 2)    Pemahaman ibu terkait penyebab masalah gizi pada Baduta

Rata-rata ibu di Desa Ban menyatakan bahwa, penyebab masalah gizi pada Baduta disebabkan oleh kekurangan asupan makanan. Kekurangan asupan makanan terjadi dikarenakan pola pengasuhan Baduta yang tidak baik. Pola pengasuhan yang dimaksud yakni terkait dengan praktek pemberian asupan makanan Baduta yang tidak sesuai dan teratur, serta cara ibu menjaga kebersihan Baduta yang tidak baik.

Sesuai dengan faktor penyebab permasalahan gizi yang dikemukakan oleh UNICEF, pola asuh anak yang kurang baik dapat menyebabkan kekurangan makanan dan infeksi penyakit. Misalnya dalam rumah tangga sebetulnya tersedia cukup makanan, tetapi dikarenakan ibu lebih mementingkan melakukan kegiatan lain seperti mempersiapkan upacara keluarga dan lain sebagainya membuat ibu tidak terlalu memperhatikan kebutuhan asupan anak. Hal ini menyebabkan pemberian makanan untuk anak menjadi tidak teratur dan tidak sesuai waktunya, contohnya anak tidak diberi sarapan pada pagi hari atau untuk sementara pemberian ASI eksklusif diganti dengan susu formula. Selain itu, anak dibiarkan bermain di tempat kotor. Hal itu dapat menyebabkan anak terkontaminasi dengan debu dan bakteri sehingga anak berisiko terpapar penyakit infeksi.

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Munawaroh (2015), dimana dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pola asuh pemberian makanan oleh orang tua mempunyai hubungan yang

signifikan terhadap status gizi Balita. Semakin baik pola asuh yang diberikan maka semakin baik status gizi Balita dan sebaliknya apabila pola asuh ibu yang kurang baik dalam pemberian makanan pada Balita maka status gizi Balita juga akan terganggu. Selain itu, penelitian Pratiwi dkk (2016) juga menunjukkan hal yang sama. Hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa terdapat hubungan pola asuh ibu dengan status gizi karena peranan orang tua sangat berpengaruh dalam keadaan gizi anak. Pola asuh memegang peranan penting dalam terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak, asuhan orang tua terhadap anak mempengaruhi tumbuh kembang anak melalui kecukupan makanan dan keadaan kesehatan.

  • 3)    Peran ibu dalam mengatasi permasalahan gizi pada Baduta

Dalam mencegah gizi kurang pada Baduta, yang dilakukan informan yakni dengan berusaha untuk memenuhi kebutuhan gizi Baduta. Pemenuhan kebutuhan gizi Baduta dilakukan dengan cara ibu harus menjaga pola makan teratur supaya ASInya tetap lancar, memberi anak makan, memberikan vitamin untuk menambah nafsu makan anak, memperhatikan kebersihan anak dan keamanan makanan supaya terhindar dari debu dan bakteri.

Perilaku tersebut sejalan dengan konsep peran ibu dalam keluarga, dimana salah satu peran ibu adalah sebagai pengasuh anak. Anak yang berusia 0-2 tahun (Baduta) umumnya akan sangat bergantung pada ibu. Mereka

membutuhkan air susu ibu dan perhatian penuh. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Setyaningsi dan Agustini (2014), dimana dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa status gizi anak yang baik dilatarbelakangi oleh sikap ibu dalam pemenuhan gizi anak.

Untuk memenuhi pangan rumah tangga khususnya asupan makanan Baduta, hal yang dilakukan informan yakni dengan mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang. Apabila sedang tidak memiliki uang, maka yang dilakukan adalah ngebon (berhutang) bahan pangan yang dibutuhkan di warung atau meminjam uang dari tetangga, kemudian akan dikembalikan kalau sudah memiliki uang. Selain itu, informan juga meminta dan mendapatkan bantuan dari anggota keluarga lainnya seperti dari orang tua dan kakak ipar. Perilaku tersebut dikenal dengan istilah coping strategy, rumah tangga yang tingkat ketahanan pangannya rendah akan melakukan coping strategy untuk menyelesaikan suatu permasalahan ketersediaan pangan. Menurut Yusuf (2018), coping strategy adalah upaya atau cara yang dilakukan rumah tangga untuk mengatasi kekurangan pangan (Ambasari dkk, 2020).

Penelitian yang dilakukan Ambarsari dkk (2020), menunjukkan bahwa rata-rata istri turut bekerja untuk membantu suaminya mencari nafkah guna memenuhi pangan rumah tangga. Selain itu, penelitian yang dilakukan Kakisina (2020), juga menunjukkan bahwa salah satu strategi yang ditempuh oleh rumah tangga miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari yakni dengan

meminjam uang kepada orang lain, kerabat maupun keluarga.

Dalam hal memanfaatkan pelayanan kesehatan, sebagian besar informan rutin membawa anaknya ke Posyandu. Hal itu dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak, serta untuk memunuhi cakupan imunisasi dasar anak. Selain itu, keaktifan kunjungan ibu Baduta di Posyandu juga dipengaruhi oleh jarak Posyandu yang tidak terlalu jauh dari rumah informan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rehing dkk (2021), yang menyatakan bahwa pengetahuan dan jarak Posyandu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam melakukan kunjungan ke Posyandu.

Rata-rata informan lebih memilih mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan untuk memeriksa dan mengobati anaknya ketika sakit. Pemilihan pencarian pengobatan ini didasari oleh persepsi sakit orang tua, khususnya ibu. Persepsi ibu akan tingkat keparahan penyakit, membuat ibu menjadi khawatir dan takut apabila penyakit anaknya akan semakin parah. Hal ini sejalan dengan penelitian Sreeramareddy dkk (2006), yang menyatakan bahwa persepsi ibu tentang tingkat keparahan penyakit pada anak menjadi faktor predisposisi ibu dalam pencarian pengobatan ke pelayanan kesehatan. Hal yang sama juga dapat dilihat pada penelitian Krisnanto dkk (2016), menyatakan bahwa orang tua yang memiliki persepsi tentang tingkat keparahan demam akan membuat orang tua cenderung melakukan pencarian pengobatan ke tenaga kesehatan.

Perilaku pencarian pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan juga didasari oleh kepercayaan informan terhadap kemampuan tenaga kesehatan. Informan beranggapan bahwa, membawah anak periksa ke tenaga kesehatan (dokter) lebih terpercaya, lebih aman, anak bisa dikasi obat supaya cepat sembuh. Hal itu, dikarenakan karena menurut mereka tenaga kesehatan (dokter) lebih tau dan paham tentang penyakit apa yang diderita anaknya. Temuan ini didukung oleh penelitian Hendarwan (2005), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepercayaan pengobatan dengan pencarian pengobatan. Dimana ibu yang memiliki kepercayaan pengobatan yang baik berpeluang untuk mengobati Balitanya pada tenaga kesehatan 4,637 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki kepercayaan yang kurang.

Untuk air yang dikonsumsi, sebagian besar informan menyatakan bahwa dirinya tidak merebus airnya terlebih dahulu. Informan yang tidak merebus air minum beranggapan bahwa, sumber air yang di akses sudah bersih. Selain itu, perilaku tersebut dilakukan dengan tujuan supaya cepat, tidak ribet dan untuk menghemat waktu. Sementara informan yang memilih merebus air sebelum diminum, didasari oleh dirinya yang kurang yakin akan keamanan sumber air yang diakses. Hal tersebut yang membuat dirinya khawatir jika anaknya akan terkenah penyakit apabila mengkonsumsi air yang tidak direbus.

Perilaku ibu di Desa Ban yang tidak merebus air sebelum dikonsumsi, tidak sesuai dengan perilaku yang diharapkan.

Menurut Direktur Jenderal P2PL (2008), air untuk minum harus diolah terlebih dahulu dan wadah air harus bersih dan tertutup. Air yang tidak dikelola dengan standar Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM-RT) dapat menimbulkan penyakit. Salah satu bentuk pengolahan air minum rumah tangga yang sederhana dan sering digunakan adalah dengan cara memasak. Dengan merebus atau memasak air dapat mematikan mikroorganisme (virus, bakteri, spora bakteri, jamur protozoa) penyebab penyakit (Cita, 2014). Hal ini juga didukung oleh penelitian Hairani dkk (2017), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan ibu dalam memasak air minum dengan kejadian diare pada balita, dimana perilaku ibu yang tidak memasak air minum mempunyai potensi yang paling tinggi meningkatkan risiko Balita terkena diare.

Rata-rata informan menyatakan bahwa untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah harus melakukan kegiatan bersih-bersih. Kegiatan bersih-bersih yang dimaksud antara lain: sampah sekitar rumah harus disapu kemudian dibakar, lantai rumah harus disapu dan dipel, tempat tidur dirapikan, menyiram halaman sekitar rumah supaya tidak berdebuh, membersikan kaca rumah, pakaian yang kotor harus dicuci biar bersih, dan lain sebagainya.

Kebersihan lingkungan rumah juga penting untuk diperhatikan dan perlu dijaga kebersihannya. Dengan lingkungan tempat tinggal yang bersih bebas dari debu dan bakteri, seluruh anggota keluarga khususnya Baduta dapat terhindar dari berbagai penyakit seperti diare, Demam

Berdarah Dengue dan penyakit lainnya. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Fithriyana (2017), dimana dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian diare pada Balita. Lebih lanjut, penelitian tersebut juga menyatakan bahwa Balita dengan kondisi rumah yang tidak sehat berpeluang 5,37 kali untuk terkena diare.

  • 4)    Kendala yang ibu hadapi dalam mengatasi permasalahan gizi pada Baduta

Dari hasil penelitian, kendala yang menghambat, maupun mencegah ibu di desa Ban dalam mengatasi permasalahan gizi pada Baduta dapat disimpulkan menjadi dua faktor dasar. Dua faktor dasar tersebut adalah situasi dan kondisi yang ada serta permasalahan ekonomi.

Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah hal-hal yang menghambat perilaku sehat, dan diluar kemampuan informan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi gizi anak. Faktor situasi dan kondisi yang dimaksud dalam penelitian yakni: jarak yang jauh antara rumah dengan pasar maupun pelayanan kesehatan, musim kering, lingkungan tempat tinggal, kesehatan ibu, kesibukan ibu, penolakan anak terhadap ASI, kepercayaan, dan keterbatasan air.

Sementara faktor permasalahan ekonomi sendiri dapat dikatakan sebagai faktor yang sebagian besar berpengaruh terhadap faktor lainnya. Dengan ekonomi yang baik maka kebutuhan akan barang dan jasa mudah untuk didapatkan.

Sebaliknya, ketika kekurangan ekonomi maka kebutuhan akan barang dan jasa tidak dapat terpenuhi meskipun memiliki pengetahuan maupun pemahaman yang baik.

Dalam penelitian ini, semua informan merupakan masyarakat dengan status sosial menengah kebawa. Tingkat pendidikan yang rendah serta tingkat pekerjaan yang tidak menghasilkan banyak uang dapat menghambat perilaku informan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Yesi Nurmalasari (2019) dalam Wahyudi (2022), dimana dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa Balita dengan status ekonomi keluarga yang berpendapatan rendah berisiko lima kali lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan pendapatan tinggi.

Hal ini juga sesuai dengan faktor penyebab permasalahan gizi yang dikemukakan oleh UNICEF, dimana faktor ekonomi sendiri merupakan salah satu masalah dasar atau akar masalah yang menyebabkan kurang gizi. Hal ini menunjukkan bahwa, permasalahan gizi yang terjadi di tingkat rumah tangga erat kaitannya dengan status ekonomi keluarga.

SIMPULAN

Sebagian besar ibu di Desa Ban melihat adanya permasalahan gizi pada Baduta dari kondisi fisik anak. Kondisi fisik yang dimaksud mengarah pada kondisi status gizi kurang, yang pada umumnya dapat menyebabkan kurus, pendek, dan berat-kurang.

Ibu di Desa Ban beranggapan bahwa, penyebab permasalahan gizi pada Baduta disebabkan oleh kurangnya asupan makanan. Kekurangan asupan makana ini disebabkan oleh pola asuh ibu yang kurang baik terkait dengan perilaku ibu dalam praktek pemberian ASI ekslusif dan MP-ASI.

Perilaku yang dilakukan ibu di Desa Ban untuk mengatasi permasalahan gizi Baduta yakni: berusaha memenuhi kebutuhan asupan gizi anak yang cukup dan teratur, memperhatikan keamanan makanan dan kebersihan anak, memanfaatkan pelayanan kesehatan, dan melakukan kegiatan bersih-bersih.

Beberapa kendala yang menghambat perilaku ibu Baduta di desa Ban antara lain: kekurangan ekonomi, jarak, musim kerin, penolakan anak terhadap ASI, kesibukan, kondisi kesehatan ibu, kondisi lingkungan, kepercayaan dan keterbatasan air.

SARAN

Tenaga kesehatan disarankan untuk rutin serta meningkatkan kegiatan penyuluhan terkait pentingnya pemenuhan asupan gizi pada Baduta. Penyuluhan yang dilakukan harus memastikan ibu di Desa Ban benar-benar memahami pentingnya asupan gizi pada Baduta. Penyuluhan juga sebaiknya dilakukan melalui sosial media.

Kepala lingkungan setempat bersama tenaga kesehatan melakukan kegiatan penyuluhan secara rutin pada masyarakat desa terkait sanitasi lingkungan yang baik dan benar.

Ibu yang kesulitan memberi ASI eksklusif pada Baduta karena sibuk bekerja,

disarankan membeli pompa ASI untuk memompa ASInya sebelum berangkat bekerja.

Dinas kesehatan Karangasem untuk melakukan uji kualitas air yang di akses masyarakat untuk memastikan keamanan air. Kemudian melakukan kegiatan penyuluhan pada masyarakat setempat tentang proses pengolahan air minum yang baik dan benar.

Untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti gambaran praktek pemberian ASI eksklusif dan praktek pemberian MP-ASI, serta jenis MP-ASI yang diberikan pada Baduta di Desa Ban.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya diberikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian, diantaranya:

  • 1.    Ibu Dinar Saurmauli Lubis, SKM, MPH, Ph.D selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, serta dukungan dan motivasi dalam penyusunan penelitian;

  • 2.    Pihak EBPP yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk ikut serta dalam penelitian tim yang dilakukan, dan memberikan bantuan selama penelitian dilakukan;

  • 3.    Responden penelitian yang bersedia diwawancarai dan kooperatif selama proses pengambilan data dilakuka; dan

  • 4.    Ketua dan anggota penguji yang telah memberikan kritik dan saran guna menyempurnakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adisaputri, G. (2014, September 22). "Cegah Terjadinya Kurang Gizi Pada Balita", (Nutriclub), Available: https://www.nutriclub.co.id/katego ri/balita/nutrisi/cegah-terjadinya-kurang-gizi-pada-balita/ (Accessed: 2019, Februari 10)

Ambasari, R., Isyanto, Y. A., & Yusuf, N. M. (2020, Februari 5). Hubungan Tingkat Coping Dengan Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH Volume 7, Nomor 3, September 2020 : 693-704.

Bakri, M. H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta:   Pustaka

Mahardika.

Cita, R. S. (2014). Hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 1059 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tanggerang Selatan Tahun 2013. Available: https://repository.uinjkt.ac.id/dspac e/bitstream/123456789/26154/1/ROY A%20SELARAS%20CITA-fkik.pdf (Accessed: 2022, April 23)

Depkes. (2015, Februari 9). Status Gizi Pengaruhi Kualitas bangsa. Jakarta: Kementerian    Kesehatan    RI.

Available: https://www.kemkes.go.id/article/v iew/15021300004/status-gizi-pengaruhi-kualitas-bangsa.html (Accessed: 2019, Februari 09)

Dinkes. (2018). Profil Kesehatan Kabupaten Karangasem Tahun 2017. Bali: Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. Available: https://www.diskes.baliprov.go.id/ download/profil-kesehatan-karangasem-tahun-2017/ (Accessed: 2019, Januari 05)

EBPP. (2019) . Rekapan Status Gizi Balita berdasarkan BB/U dan TB/U di Desa Ban Tahun 2019. Denpasar: East Bali Poverty Project.

Fithriyana, R.    (2017).    Hubungan

lingkungan rumah dengan kejadian diare

pada Balita di Desa Suka Damai wilayah kerja Puskesmas Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. PREPOTIF    Jurnal    Kesehatan

Masyarakat, Volume 1, Nomor 1, April 2017

Hairani, B. dkk. (2017, Juni). Hubungan Pengetahuan Ibu dan Perilaku memasak air minum dengan kejadian diare balita di Puskesmas Baringin kabupaten Tapin Tahun 2014. Journal of Health Epidemilogy and Communicable Diseases, 3, 7-11.

Hendarwan, H. (2005, September). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku Ibu balita dalam pencarian pengobatan pada kasus-kasus balita dengan gejala Pneumonia di Kabupaten Serang. Media Litbang Kesehatan,         15,         24-33.

Available:http://ejournal.litbang.ke mkes.go.id/index.php/MPK/article/ view/1155/465 (Accessed:   2019,

Februari 06)

Kakisina, O. L. (2020). Strategi Ketahanan Pangan Rumahtangga Miskin (Studi Kasus Di Kecamatan Lakor Kabupaten Maluku Barat Daya). AGRILAN:    Jurnal    Agribisnis

Kepulauan, Volume 8 No. 1 Februari 2020

Kemenkes RI. (2018, Desember). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan        Kesehatan,

Kementerian Keseharan RI.

Krisnanto, D. P., Julia, M., & Lusmilasari, L. (2016). Faktor yang mempengaruhi perilaku orang tua dalam pencarian

pengobatan anak Balita demam. Jurnal     Keperawatan     Respati

Yogyakarta, 3 (2), September 2016, 10-16

Munawaroh, S. (2015). Pola asuh mempengaruhi status gizi Balita. Jurnal  Keperawatan,  Volume 6,

Nomor 1 Januari 2015: 44 – 50

Pratiwi, D. T., Masrul., & Yerizel, E. (2016). Hubungan pola asuh ibu dengan status gizi Balita di wilayah kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. Available:

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.p hp/jka/article/view/595 (Accessed: 2023, Februari 04)

Rehing, Y. E., Suryoputro, A.,  & Adi, S.

(2021).     Aktor-Faktor     yang

mempengaruhi kunjungan ibu Balita ke Posyandu:  Literatur

Review. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.12 No.2 (2021) 256-262

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas Tahun 2018. Jakarta:   Badan

Penelitian  dan Pengembangan

Kesehatan RI, 2018.

Riskesdas. (2013, Desember 1). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kementerian Kesehatan RI, 2013.

Setyaningsi, R. S., & Agustini, N. (2014). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku ibu dalam pemenuhan gizi Balita: Sebuah Survai. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 17,   No.3,

November2014, hal 88-94

Sreeramareddy, dkk (2006). Care Seeking Behaviour for Chidhood Illness a Questionnaire Survey in Western Nepal.      BioMed      Central

International Health andHuman Rights

Utami, A. (2017). Masalah Gizi Kesmas, Determinan                 dan

Penanggulangannya. Bali: Program Ilmu Kesehatan Masyaarakat.

Wahyudi, dkk (2022). Hubungan Pendapatan Keluarga, Jumlah Anggota    Keluarga    terhadap

Stunting pada balita umur 24-59 bulan. Journal of Bionursing, 4, 63-69. Retrieved                   from

http://bionursing.fikes.unsoed.ac.id /bion/index.php/bionursing/article/ view/122/126

WHO. (2018, Februari 16). "Malnutrition", (WHO),                Available:

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malnutrition

*e- mail korespondensi : goarhudinar@yahoo.com

140