FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI KOTA DENPASAR (ANALISIS DATA SEKUNDER MENGGUNAKAN UJI REGRESI LOGISTIK)
on
Arc. Com. Health • April 2023
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 10 No. 1 : 114 - 125
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR
RENDAH (BBLR) DI KOTA DENPASAR (ANALISIS DATA SEKUNDER
MENGGUNAKAN UJI REGRESI LOGISTIK)
Luh Made Parayuni Dewanti, Desak Nym Widyanthini*
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana Jalan P. B. Sudirman, Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80234
ABSTRAK
Indonesia tercatat oleh WHO menduduki posisi ke sembilan di dunia dengan persentase BBLR lebih dari 15,5% dari kelahiran bayi setiap tahunnya. Tahun 2021 Provinsi Bali memiliki jumlah bayi BBLR sebanyak 2.123. Kota Denpasar merupakan kota dengan peringkat satu bayi BBLR di Provinsi Bali sejumlah 367. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan rancangan case control. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 267 sampel dari RSUD Wangaya dan RSUD Bali Mandara dari Bulan Januari 2020-Oktober 2022. Sampel case adalah bayi BBLR sejumlah 89 sampel berdasarkan metode total sampling, sedangkan sampel control adalah bayi BBLN sejumlah 178 berdasarkan metode simple random sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan hubungan antar variabel menggunakan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga variabel yang signifikan dengan BBLR, yaitu umur kehamilan (OR=17,8;p<0,001), riwayat obstetri buruk (OR=0,07;p=0,009), dan pemeriksaan ANC (OR=54,9;p<0,001). Namun terdapat empat variabel yang tidak signifikan dengan BBLR, yaitu umur ibu, paritas, riwayat penyakit, dan komplikasi kehamilan. Saran pada penelitian ini diharapkan rutin melakukan pemeriksaan kehamilan, sebagai masukan instansi terkait agar aktif menyampaikan faktor-faktor dan risiko kejadian BBLR, serta sebagai masukan perlu adanya penelitian lanjutan dengan metode berbeda dan beragam.
Kata kunci: faktor ibu, faktor pengendali penyakit perorangan, BBLR, BBLN.
ABSTRACT
Indonesia listed by WHO as occupying the ninth position in the world with percentage of LBW more than 15,5% each year. In 2021 Province of Bali have 2,123 LBW babies and Denpasar City is the first rank of LBW with total 367. This study uses analytical research type with design case control. Sample amounted 267 samples at Wangaya Hospital and Bali Mandara Hospital from January 2020 to October 2022. Sample case are LBW babies with total 89 samples based on method total sampling, while sample control are NBW babies with total 178 samples based on method simple random sampling. Data were analyzed descriptively and relationship between variables used logistic regression test. The results showed three significant variables with LBW, gestational age (OR=17.8;p<0.001), bad obstetric history (OR=0.07;p=0.009), and ANC examination (OR=54.9;p<0.001). However, four variables no significant with LBW, mother's age, parity, disease history, and pregnancy complications. From the study results, expected that the study is able to routinely carry out pregnancy checks, as input for related institution to actively convey factors and risks of LBW, as well as input for the need for further research with different methods and varied research.
Keywords: maternal factors, individual disease control factors, LBW, NBW
PENDAHULUAN
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi berumur 0 tahun pada periode waktu tertentu setiap 1.000 kelahiran hidup atau dapat diartikan sebagai jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai umur satu tahun pada periode waktu tertentu yang dinyatakan dengan per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah
kematian pada anak di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2020 ke tahun 2021. Pada balita umur 0-28 hari (neonatal) terjadi penurunan dari 20.266 kasus kematian menjadi 20.154 kasus kematian. Dari keseluruhan kasus kematian neonatal, sebagian besar terjadi pada umur 0-6 hari sebesar 79,1%, sedangkan pada umur 7-28 hari sebesar
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
20,9%. Pada balita umur 29 hari-11 bulan (post neonatal) terjadi penurunan dari 5.386 kasus kematian menjadi 5.102 kasus kematian. Pada balita umur 12-59 bulan juga terjadi penurunan dari 2.506 kasus kematian menjadi 2.310 kasus kematian (Kemenkes RI, 2021, 2022).
Pada tahun 2021 penyebab utama kasus kematian neonatal terbanyak adalah kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 34,5% dan asfiksia sebesar 27,8%. Terdapat juga penyebab lain, seperti infeksi, kelainan kongenital, tetanus neonatorium, dan lain-lain. Penyebab utama kasus kematian post neonatal adalah penyakit infeksi. Pneumonia dan diare memberikan dampak pada kejadian kematian post neonatal masing-masing sebesar 14,4 dan 14%. Kelainan kongenital juga merupakan penyebab kasus kematian sebesar 10,6%. Selain itu, terdapat penyebab kematian lain, seperti COVID-19, penyakit saraf, kondisi perinatal, demam berdarah, dan meningitis. Penyebab utama kasus kematian balita umur 12-59 bulan adalah diare dan pneumonia masing-masing sebesar 10,3% dan 9,4%. Selain itu, terdapat penyebab kematian lain, seperti kelainan kongenital jantung, infeksi parasit, demam berdarah, cedera, tenggelam, dan kecelakaan (Kemenkes RI, 2022).
BBLR adalah sebutan untuk bayi yang memiliki berat lahir tidak melebihi 2.500 gram sebagai tanda persalinan sudah lewat atau cukup bulan (37 minggu). Dengan tidak adanya kondisi yang stabil untuk tubulus anak. Morbiditas dan mortalitas berhubungan langsung dengan asumsi yang mendasari BBLR. Membandingkan risiko kematian dengan bayi Berat Badan *e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
Lahir Normal (BBLN), risiko kematian yang dialami bayi BBLR 20 kali lebih tinggi. Morbiditas yang muncul setelah BBLR antara lain keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan perkembangan kognitif, penurunan kecerdasan, bahkan kemungkinan berkembangnya penyakit kronis (Husein, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2021 bahwa kematian neonatal pada kelompok umur 0-28 hari penyebab kematian terbesar adalah BBLR sebesar 35%. Penyebab kematian lainnya berasal dari kelainan bawaan sebesar 23%, asfiksia sebesar 17%, lain-lain sebesar 17%, dan sepsis 8%. Pada tahun 2021 dari keseluruhan 63.336 bayi baru lahir hidup yang ditimbang, sejumlah 2.123 bayi memiliki BBLR dengan persentase sebesar 3,4%. Kota Denpasar merupakan kota yang menduduki peringkat satu bayi dengan BBLR tertinggi di Provinsi Bali sejumlah 367. Kemudian disusul oleh Kabupaten Buleleng bayi dengan BBLR sejumlah 342 dan Kabupaten Karangasem bayi dengan BBLR sejumlah 296 (Dinkes Provinsi Bali, 2022).
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR di Kota Denpasar dengan variabel-variabel yang ada.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain case control. Rancangan case control digunakan untuk membandingkan faktor yang
mempengaruhi BBLR pada kelompok case dan kelompok control mencari sejauh mana risiko berpengaruh terhadap efek.
Populasi pada penelitian ini adalah semua bayi yang lahir di RSUD Wangaya dan RSUD Bali Mandara dari ibu yang bertempat tinggal di Kota Denpasar pada Januari 2020 hingga Oktober 2022. Jumlah sampel sebesar 267 sampel dengan pembagian kelompok case menggunakan Total Sampling sebesar 89 sampel dan kelompok control menggunakan Simple Random Sampling sebesar 178 sampel.
Analisis data menggunakan analisis karakteristik sosiodemografi dan analisis hubungan antar variabel. Pada analisis karakteristik sosiodemografi memberikan gambaran data dan informasi mengenai faktor ibu yang melahirkan bayi BBLR. Analisis hubungan antar variabel untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung menggunakan Uji Simple Binary dan Multiple Regresi Logistik.
Penelitian ini telah dilakukan review sesuai dengan kaidah etik penelitian dengan diterbitkannya Ethical Exemption/ Keterangan Pembebasan Etik oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah dengan Nomor : 3049/UN14.2.2.VII.14/LT/ 2022.
HASIL
Analisis Karakteristik Sosiodemografi
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
Pada Tabel 1 diketahui pada bayi BBLR mayoritas ibu berusia tidak berisiko (n=68; 76,40%), mayoritas ibu memiliki umur kehamilan berisiko (n=55; 61,80%), mayoritas ibu memiliki paritas tidak berisiko (n=81; 91,01%), mayoritatas ibu tidak memiliki riwayat penyakit (n=66; 74,16%), mayoritas ibu tidak memiliki riwayat obstetri buruk (n=87; 97,75%), mayoritas ibu tidak memiliki komplikasi kehamilan (n=47; 52,81%), dan mayoritas ibu tidak melakukan pemeriksaan ANC secara teratur (n=87; 97,75%).
Analisis Hubungan antar Variabel
Pada Tabel 2 antara umur kehamilan dengan kejadian BBLR diperoleh nilai OR = 20,5 dan nilai p value < 0,001. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki umur kehamilan yang berisiko (< 37 minggu) memiliki odds 20,5 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang memiliki umur kehamilan tidak berisiko (≥ 37 minggu) dan umur kehamilan berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR.
Komplikasi kehamilan dengan kejadian BBLR diperoleh nilai p value < 0,001 dan nilai OR sebesar 3,5. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki komplikasi kehamilan memiliki odds 3,5 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang tidak memiliki komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR.
Pemeriksaan ANC dengan kejadian BBLR diperoleh nilai p value < 0,001 dan nilai OR = 85,5. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang tidak melakukan
pemeriksaan ANC teratur (< 4 kali) memiliki odds 85,5 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang melakukan pemeriksaan ANC teratur (≥ 4 kali) dan pemeriksaan ANC berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR.
Umur ibu dengan kejadian BBLR diperoleh nilai p value = 0,093 dan nilai OR = 1,7. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki umur berisiko (< 20 dan > 35 tahun) memiliki odds 1,7 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang memiliki umur tidak berisiko (20-35 tahun), tetapi secara statistik umur ibu tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR.
Paritas dengan kejadian BBLR diperoleh nilai p value = 0,573 dan nilai OR = 0,8. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki paritas berisiko (≥ 3 anak) memiliki odds 1,2 kali untuk menurunkan kejadian bayi BBLR dibandingkan ibu yang memiliki paritas tidak berisiko (1-3 anak), tetapi secara statistik paritas tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR.
Riwayat penyakit dengan kejadian BBLR diperoleh nilai p value = 0,065, nilai OR = 1,8. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki riwayat penyakit memiliki odds 1,8 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit, tetapi secara statistik riwayat penyakit tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR.
Riwayat obstetri buruk dengan kejadian BBLR diperoleh nilai p value 0,110 dan nilai OR sebesar 0,3. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
riwayat obstetri buruk memiliki odds 3,3 kali untuk menurunkan kejadian bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat obstetri buruk, tetapi secara statistik riwayat obstetri buruk tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR; yaitu umur kehamilan diperoleh nilai OR = 17,8 dan nilai p value < 0,001 artinya ibu yang memiliki umur kehamilan berisiko (< 37 minggu) memiliki odds 17,8 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki umur kehamilan tidak berisiko (≥ 37 minggu); riwayat obstetri buruk diperoleh nilai OR = 0,07 dan nilai p value 0,009 yang artinya ibu yang memiliki riwayat obstetri buruk memiliki odds 13,8 kali untuk menurunkan kejadian bayi BBLR dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat obstetri buruk; serta pemeriksaan ANC diperoleh nilai OR = 54,9 dan nilai p value < 0,001 yang artinya ibu yang tidak teratur melakukan pemeriksaan ANC (< 4 kali) memiliki odds 55 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang teratur melakukan pemeriksaan ANC (≥ 4 kali).
Dari pemodelan akhir diperoleh nilai R2 yaitu 0,5072 yang artinya bahwa ketiga variabel bebas (umur kehamilan, riwayat obstetri buruk, dan pemeriksaan ANC) memiliki pengaruh sebesar 50,72% terhadap kejadian BBLR. Hasil uji goodness of fit menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas fit dengan model regresi logistik dengan nilai p value 0,809 (p > 0,05).
Tabel 1. Distribusi frekuensi umur ibu, umur kehamilan, paritas, riwayat penyakit, riwayat obstetri buruk, komplikasi kehamilan, dan pemeriksaan ANC dengan kejadian BBLR
Variabel Bebas |
OR |
[95% CI] |
p value | |
Umur Kehamilan Berisiko (<37 minggu) |
20,531 |
10,112 |
- 41,687 |
< 0,001 |
Tidak berisiko (≥37 minggu) Komplikasi Kehamilan Komplikasi |
3,524 |
2,025 |
- 6,134 |
< 0,001 |
Tidak komplikasi Pemeriksaan ANC Tidak teratur (< 4 kali) |
85,549 |
20,354 |
- 359,558 |
< 0,001 |
Teratur (≥ 4 kali) Umur Ibu Berisiko (<20,>35 tahun) |
1,727 |
0,912 |
- 3,269 |
0,093 |
Tidak berisiko (20-35 tahun) Paritas Berisiko (>3 anak) |
0,780 |
0,329 |
- 1,848 |
0,573 |
Tidak berisiko (1-3 anak) Riwayat Penyakit Ada |
1,790 |
0,963 |
- 3,325 |
0,065 |
Tidak ada Riwayat Obstetri Buruk Ada |
0,291 |
0,064 |
- 1,322 |
0,110 |
Tidak ada |
Tabel 2. Hasil uji simple binary regresi logistik hubungan antar umur ibu, umur kehamilan, paritas, riwayat penyakit, riwayat obstetri buruk, komplikasi kehamilan, dan pemeriksaan ANC dengan kejadian BBLR
Variabel Bebas OR [95% CI] p value
Umur Kehamilan
Berisiko (<37 minggu) |
15,950 |
5,827 |
- 43,655 |
< 0,001 |
Tidak berisiko (≥37 minggu Riwayat Obstetri Buruk Ada |
0,053 |
0,006 |
- 0,407 |
0,005 |
Tidak ada Pemeriksaan ANC Tidak teratur (< 4 kali) |
61,748 |
13,108 |
- 290,876 |
< 0,001 |
Teratur (≥ 4 kali) Umur Ibu Berisiko (<20,>35 tahun) |
0,667 |
0,237 |
- 1,873 |
0,442 |
Tidak berisiko (20-35 tahun Riwayat Penyakit Ada |
2,000 |
0,750 |
- 5,338 |
0,166 |
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
Variabel Bebas |
OR |
[95% CI] |
p value |
Tidak ada Komplikasi Kehamilan Komplikasi Tidak komplikasi |
1,955 |
0,831 - 4,596 |
0,124 |
Tabel 3. Hasil akhir pemodelan regresi logistik faktor yang paling berpengaruh dengan
kejadian BBLR
Variabel Bebas |
OR |
[95% CI] |
p value |
Umur Kehamilan | |||
Berisiko (<37 minggu) |
17,796 |
6,653 - 47,598 |
< 0,001 |
Tidak berisiko (≥37 minggu | |||
Riwayat Obstetri Buruk | |||
Ada |
0,072 |
0,009 - 0,523 |
0,009 |
Tidak ada | |||
Pemeriksaan ANC | |||
Tidak teratur (< 4 kali) |
54,911 |
12,322 - 244,693 |
< 0,001 |
Teratur (≥ 4 kali) |
DISKUSI
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Bayi BBLR di Kota Denpasar
Hasil penelitian dilakukan di RSUD Wangaya dan RSUD Bali Mandara menggunakan tujuh variabel untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian BBLR di Kota Denpasar. Hasil uji statistik antara umur kehamilan dengan kejadian BBLR (OR=17,8; 95% CI 6,6-47,6; p<0,001). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki umur kehamilan berisiko (< 37 minggu) memiliki odds 17,8 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki umur kehamilan tidak berisiko (≥ 37 minggu) dan terdapat hubungan yang signifikan antara umur kehamilan dengan kejadian BBLR. Hasil yang signifikan tersebut dikarenakan ibu dengan umur kehamilan berisiko (<37 minggu) lebih banyak terjadi pada BBLR
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
yaitu sebanyak 55 sampel (20,60%) dibandingkan pada BBLN yaitu sebanyak 13 sampel (4,87%).
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanto & Wahyuni (2016) dengan nilai p value < 0,001 bahwa terdapat hubungan umur kehamilan dengan kejadian BBLR dan nilai OR 13,5 yang artinya kejadian BBLR berisiko 13,5 kali lebih besar terjadi pada umur kehamilan ibu 28-36 minggu dibandingkan dengan umur kehamilan ibu 37-42 minggu. Hasil penelitian Sholiha & Sumarmi (2015) juga menunjukkan hasil bahwa umur kehamilan berhubungan dengan kejadian BBLR karena ibu yang melahirkan pada umur kurang bulan (<37 minggu kehamilan) memiliki oods 66 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur cukup bulan (≥37 minggu kehamilan).
Umur kehamilan menjadi salah satu faktor ibu yang paling berpengaruh dengan kejadian BBLR karena semakin pendek umur kehamilan, maka semakin kurang matangnya perkembangan organ bayi. Bayi yang lahir kurang bulan umumnya disebabkan karena lebih cepatnya plasenta lepas pada tubuh dan organ tubuh belum berfungsi secara normal untuk bertahan hidup di luar rahim. Semakin kurang bulan seorang bayi dilahirkan sejalan dengan kurang baik dan kurang sempurnanya fungsi organ tubuh. Kurang matangnya perkembangan organ akan berakibat pada komplikasi atau penyulit karena masa gestasi yang kurang (Purwanto & Wahyuni, 2016).
Hasil uji statistik antara riwayat obstetri buruk dengan kejadian BBLR (OR=0,07; 95% CI 0,0-0,5; p=0,009). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki riwayat obstetri buruk memiliki odds 13,8 kali untuk menurunkan kejadian bayi BBLR dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat obstetri buruk dan terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat obstetri buruk dengan kejadian BBLR.
Menurut peneilitian yang dilakukan oleh Sultan (2014) bahwa ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak BBLR lebih berpeluang untuk melahirkan bayi BBLR lagi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Momeni dkk. (2017) dan Suwarnisih dan Cahyaningtyas (2018) bahwa terdapat korelasi yang cukup besar antara riwayat abortus dengan kejadian BBLR dengan masing-masing nilai p value = 0,0001 dan p value = 0,045. Nilai OR = 4,3 yang menunjukkan bahwa ibu dengan
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
riwayat abortus memiliki odds 4,3 dibandingkan ibu tanpa riwayat abortus untuk melahirkan bayi BBLR.
Riwayat obstetri buruk menjadi salah satu faktor obstetri yang paling berpengaruh dengan kejadian BBLR kurangnya perhatian ibu terhadap nutrisi selama kehamilan, kurangnya partisipasi teratur dalam KB, dan kurangnya pengalaman kehamilan sebelumnya. Kebutuhan nutrisi janin selama kehamilan sebagian besar untuk proses tumbuh kembangnya. Jika janin tidak mendapatkan nutrisi yang cukup, maka nutrisi janin akan kurang bahkan akan mati kelaparan.
Hasil uji statistik antara pemeriksaan ANC dengan kejadian BBLR (OR=54,9; 95% CI 12,3-244,7; p<0,001). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ibu yang tidak teratur melakukan pemeriksaan ANC (< 4 kali) memiliki odds 55 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang teratur melakukan pemeriksaan ANC (≥ 4 kali) dan pemeriksaan ANC memberikan pengaruh yang signifikan dengan kejadian BBLR. Hasil yang signifikan tersebut dikarenakan ibu yang melakukan pemeriksaan ANC secara tidak teratur (< 4 kali) lebih banyak terjadi pada BBLR yaitu sebanyak 87 sampel (32,58%) dibandingkan pada BBLN yaitu sebanyak 60 sampel (22,47%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatimah dkk. (2017) hasil bahwa terdapat korelasi antara frekuensi ANC dengan kejadian bayi baru lahir BBLR dengan nilai OR = 3,7 yang artinya pemeriksaan ANC tidak teratur (< 4 kali) yang dilakukan oleh ibu memiliki odds 3,7 kali untuk meningkatkan
kejadian BBLR dibandingkan dengan pemeriksaan ANC standar (≥ 4 kali). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Husein (2014) dengan nilai p value < 0,001 yang artinya terdapat hubungan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian BBLR. Hal tersebut dikarenakan kelompok case memiliki kuantitas pemeriksaan ANC buruk yang lebih banyak (70%) dibandingkan dengan kelompok control (12,5%).
Diharapkan ibu hamil dapat melakukan pemeriksaan dan pelayanan ANC secara rutin selama kehamilannya, seperti pemantauan tinggi badan, berat badan, tinggi fundus uteri, dan tekanan darah, dan memperhatikan asupan zat besi dan asam folat. Pelayanan ANC dianggap berkualitas baik apabila mampu mengubah perilaku ibu untuk mendapatkan kesehatan yang optimal saat kehamilan hingga melahirkan. Hal ini dikarenakan saat pemeriksaan ANC ibu diberikan informasi mengenai bayi dan konseling terkait masalah-masalah yang dirasakan oleh ibu saat hamil sehingga seharusnya skrining terhadap BBLR dapat dilakukan dan dicegah (Rahmi dkk., 2014).
Dapat dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pemeriksaan ANC bukan hanya dari sisi ibu hamil, tetapi juga dari sisi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatannya. Tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan ANC harus dapat melakukan pendekatan spesifik denan ibu hamil karena ibu akan merasa lebih nyaman dan aman sehingga bidan dapat lebih aktif menanyakan keadaan ibu dan memahaminya. Selain itu, fasilitas kesehatan pemeriksaan ANC juga harus
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
mengutamakan terbinanya hubungan baik dengan ibu hamil, seperti keramahan tenaga kesehatan, teraturnya antrean, dan lain-lain. Terciptanya hubungan baik, maka rasa percaya dan pemeriksaan ANC ibu hamil akan meninkat. Fasilitas kesehatan juga dapat memanfaatkan teknoloi yang ada apabila terdapat hal yang ingin dikeluhkan atau ditanyakan oleh ibu hamil. Oleh karena itu, diharapkan fasilitas kesehatan mampu meningkatkan kinerja pelayanan dan hubungan baik dengan pasien.
Hasil uji statistik antara umur ibu dengan kejadian BBLR (OR=0,6; 95% CI 0,2-1,9; p=0,442). Oleh karena itu, dapat disimpulkan ibu dengan umur yang berisiko memiliki odds 1,5 kali untuk menurunkan kejadian BBLR dibandingkan dengan ibu dengan umur tidak berisiko. Namun, berdasarkan uji statistik umur ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR. Hasil penelitian tidak terdapat hubungan umur ibu dengan kejadian BBLR di Kota Denpasar dapat disebabkan karena umur ibu saat hamil sebagian besar berada dalam rentang umur tidak berisiko yaitu umur 20 sampai 35 tahun pada BBLN (kelompok control) dan BBLR (kelompok case). Pada BBLN sebanyak 151 sampel (56,55%), sedangkan BBLR sebanyak 68 sampel (25,47%).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Permatasari (2017) bahwa tidak terdapat hubungan antara umur ibu saat melahirkan dengan kejadian BBLR di RSUD Tidar Magelang dengan nilai p value = 0,315 dan sebagian besar didominasi oleh umur ibu tidak berisiko (20-35 tahun) yaitu sebanyak 79 sampel (74,5%). Penelitian yang
dilakukan oleh Yulidasari dkk. (2016) menunjukkan hasil analisis bivariat diperoleh nilai p value = 0,719 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pinontoan dan Tombokan (2015) dan Setiati & Rahayu (2017) bahwa antara umur ibu dengan kejadian BBLR ada hubungan. Hal ini disebabkan sistem reproduksi ibu muda belum berkembang secara maksimal dan belum siap secara psikologis untuk kehamilan sehingga melahirkan bayi BBLR. Sistem reproduksi seorang ibu yang berumur di atas 35 tahun mempengaruhi kemampuannya untuk hamil tidak lagi berfungsi seperti dulu, dan seiring bertambahnya umur, kadar hormon yang mengontrol reproduksinya juga berubah.
Pada uji regresi logistik variabel paritas tidak diikutsertakan dalam model karena p > 0,3. Hasil penelitian tidak terdapat
hubungan paritas dengan kejadian BBLR di Kota Denpasar dapat disebabkan karena sebagian besar sampel memiliki paritas tidak berisiko (1-3 anak) pada BBLN (kelompok control) dan BBLR (kelompok case). Pada BBLN sebanyak 158 sampel (59,18%), sedangkan BBLR sebanyak 81 sampel (30,34%). Hal ini menunjukkan bahwa paritas tidak berpeluang untuk meningkatkan BBLR di Kota Denpasar karena ibu dengan paritas berisiko (> 3 anak) umumnya memiliki banyak pengalaman dalam merawat bayi baik secara mental ataupun fisik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwanto & Wahyuni (2016) dan *e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
Apriani dkk. (2021) dengan masing-masing nilai p value = 0,707 dan p value = 0,236 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian BBLR di RSIA Kendangsari dan di RSUD Cilacap. Namun, hasil penelitian berbeda dengan penelitian yang dilakukan Khoiriah (2017) bahwa ada pengaruh paritas dengan kejadian BBLR. Ibu akan berisiko melahirkan bayi BBLR apabila sudah melahirkan anak lebih dari tiga kali dikarenakan rahim ibu sudah mulai melemah dan menurunnya fungsi alat reproduksi. Selain itu, beberapa kali kehamilan ibu akan menyebabkan dinding utertus perlahan menurunkan fungsi dan pada kehamilan selanjutnya akan mempengaruhi nutrisi yang disalurkan ke janin.
Hasil uji statistik antara riwayat penyakit dengan kejadian BBLR (OR=2; 95% CI 0,7-5,3; p=0,166). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki riwayat penyakit memiliki odds 2 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit. Namun, berdasarkan uji statistik riwayat penyakit tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR. Umumnya penyakit yang diderita ibu memiliki dampak dengan kehamilan, seperti DM, hepatitis, TB, hipertensi, imunodefisiensi, penyakit jantung, asma, dan sebagainya. Hasil penelitian tidak terdapat hubungan riwayat penyakit dengan kejadian BBLR di Kota Denpasar dapat disebabkan karena sebagian besar ibu tidak memiliki riwayat penyakit pada BBLN (kelompok control) dan BBLR (kelompok case). Pada BBLN
Arc. Com. Health • April 2023 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 sebanyak 149 sampel (55,81%), sedangkan BBLR sebanyak 66 sampel (24,72%). Hal ini menunjukkan bahwa riwayat penyakit tidak berisiko dengan kejadian BBLR di Kota Denpasar.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayanti dkk., (2017) dan Suryati (2014) dengan masing-masing nilai p value = 0,570 dan p value = 0,672 yang artinya tidak terdapat hubungan antara riwayat penyakit dengan kejadian BBLR. Namun, hasil penelitian tidak sejalan dengan Amelia dkk. (2022) dengan nilai p value < 0,001 yang artinya terdapat hubungan antara riwayat penyakit ibu dengan kejadian BBLR. Nilai OR sebesar 7,855 artinya ibu yang memiliki riwayat penyakit berisiko 7,8 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Purwanto & Wahyuni (2016) yang menemukan adanya hubungan antara kejadian hipertensi dengan kejadian BBLR memperkuat hasil penelitian ini. Hasil yang signifikan tersebut dikarenakan peningkatan prevalensi hipertensi ibu pada kelompok kasus (26,7%) dibandingkan dengan kelompok kontrol Menurut hasil penelitian ini, kemungkinan peningkatan kejadian BBLR adalah 2,7 kali lebih tinggi pada wanita dengan riwayat hipertensi dibandingkan ibu tanpa riwayat tersebut.
Hasil uji statistik antara komplikasi kehamilan dengan kejadian BBLR (OR=2,1; 95% CI 0,9-4,9; p=0,078). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki komplikasi kehamilan memiliki odds 2,1 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak *e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
memiliki komplikasi kehamilan. Namun, berdasarkan uji statistik komplikasi kehamilan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR. Komplikasi kehamilan dapat meliputi ketuban pecah dini, persalinan preterm, kehamilan pustmatur, ruptur uterus, preeklamsia, eklamsia, dan perdarahan (Manurung dan Helda, 2020). Hasil penelitian tidak terdapat hubungan komplikasi kehamilan dengan kejadian BBLR di Kota Denpasar dapat disebabkan karena sebagian besar ibu tidak memiliki komplikasi kehamilan pada BBLN (kelompok control) dan BBLR (kelompok case). Pada BBLN sebanyak 142 sampel (53,18%), sedangkan BBLR sebanyak 47 sampel (17,60%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manurung dan Helda (2020) bahwa komplikasi kehamilan dengan kejadian bayi BBLR berhubungan secara signifikan dengan masing-masing nilai p value = 0,047 dan p value = 0,009. Nilai OR = 2,1 yang artinya ibu dengan riwayat bayi baru lahir BBLR memiliki odds 2,1 dilahirkan oleh ibu dengan masalah kehamilan dibandingkan ibu tanpa riwayat komplikasi kehamilan. Komplikasi kehamilan dapat mengurangi umur kehamilan dan pertumbuhan janin yang lambat sehingga meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi BBLR.
Kelemahan Penelitian
Penelitian ini memiliki kelemahan baik dari segi penulisan maupun analisis. Berdasarkan uji statistik terdapat dua variabel dengan tingkat keyakinan yang lebar, maka perlu berhati-hati dalam
menginterpretasikan data. Tidak semua variabel dalam penelitian dapat diukur karena terdapat banyak data missing sehingga variabel didrop out. Selain itu, dengan menggunakan metode backward kemungkinan terdapat variabel lain yang memiliki hubungan signifikan dengan variabel tergantung dan variabel yang telah dikeluarkan tidak akan digunakan kembali.
SIMPULAN
Kesimpulan yang dicapai berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu faktor ibu yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR yaitu umur kehamilan, riwayat obstetri buruk, dan pemeriksaan ANC. Faktor pengendali penyakit perorangan yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian BBLR yaitu pemeriksaan ANC.
SARAN
Saran pada penelitian ini diharapkan mampu mendeteksi kejadian BBLR secara dini, sebagai masukan instansi terkait agar aktif menyampaikan faktor-faktor dan risiko kejadian BBLR, serta sebagai masukan perlu adanya penelitian lanjutan dengan metode berbeda dan beragam.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak RSUD Wangaya dan RSUD Bali Mandara telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, R., Sartika, & Sididi, M. (2022).
Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
Puskesmas Kaluku Badoa Kota Makassar. Window of Public Health Journal, 2(6), 1743–1752.
Aprilia, G. R. D. (2017). Hubungan Antara Faktor Resiko Ibu dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Pertiwi Kota Makassar Periode Tahun 2015-2016.
Dinkes Provinsi Bali. (2022). Profil Kesehatan Provinsi Bali 2021. https://diskes.baliprov.go.id/download /profil-kesehatan-provinsi-bali-2021/
Fatimah, N., Utama, B. I., & Sastri, S. (2017). Hubungan Antenatal Care dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah pada Ibu Aterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 615–620.
https://docs.google.com/viewerng/vie wer?url=http://jurnal.fk.unand.ac.id/in dex.php/jka/article/viewFile/747/603
Husein, S. (2014). Pengaruh Antenatal Care terhadap Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Jurnal Biometrika Dan Kependudukan, 3, 160–167.
http://journal.unair.ac.id/download-ful lpapers-biometrik7bcfc1f1bafull.pdf
Indrasari, N. (2012). Faktor Resiko pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Jurnal Keperawatan, VIII(2), 114–123.
Jayanti, F. A., Dharmawan, Y., & Aruben, R. (2017). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Bangetayu Kota Semarang Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(2), 812–822.
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/ jkm\
Kemenkes RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resource s/download/pusdatin/profil-kesehatan -indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
Kemenkes RI. (2022). Profil Kesehatan Indonesia 2021.
https://www.kemkes.go.id/downloads/ resources/download/pusdatin/profil-k esehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2 021.pdf
Momeni, M., Danaei, M., Kermani, A. J. N., Bakhshandeh, M., Foroodnia, S., Mahmoudabadi, Z., Amirzadeh, R., & Safizadeh, H. (2017). Prevalence and risk factors of low birth weight in the Southeast of Iran. International Journal of Preventive Medicine, 7(1). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti cles/PMC5353762/
Permatasari, N. (2017). Hubungan Usia Ibu Saat Melahirkan Dengan Kejadian Berat Badan Bayi Lahir Rendah Di Rsud Tidar Magelang.
Pinontoan, V. M., & Tombokan, S. G. J.
(2015). Hubungan Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. Jurnal Ilmiah Bidan, 3(1), 20–25.
Purwanto, A. D., & Wahyuni, C. U. (2016). Hubungan antara Umur Kehamilan, Kehamilan Ganda, Hipertensi dan Anemia dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(4), 349–359.
Rahmi, Arsyad, Sidik, D., & Rismayanti. (2014). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di RSIA Pertiwi Makassar. Jurnal Epidemiologi FKM Universitas Hasanudin.
http://repository.unhas.ac.id/handle/12 3456789/9547
Setiati, A. R., & Rahayu, S. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) di Ruang Perawatan Intensif Neonatus RSUD Dr. Moewardi di Surakarta. Jurnal Keperawatan Global, 2(1), 9–20.
Sutan, T. (2014). Determinant of Low Birth Weight Infants: A Matched Case
Control Study. Jurnal Elektronik.
http://www.scirp.org/journal/Pa perInformation.aspx?PaperID=4 3684#.VRLynvysWv8
Suwarnisih, & Cahyaningtyas, A. Y. (2018). Identifikasi Kejadian Bayi dengan BBLR di Puskesmas Tasikmadu Karanganyar Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Maternal, 2(3), 166–169.
https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.p hp/jurnal_ilmiah_maternal/article/vie w/630/558
Yulidasari, Musafaah, & Fahrini, Y. (2016). Hubungan Antara Usia Ibu pada Saat Hamil dan Status Anemia dengan Kejadian BBLR. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(1), 20–25.
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.ph p/JPKMI/article/view/2734/2381
*e-mail korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
125
Discussion and feedback