Arc. Com. Health • April 2023

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Vol. 10 No. 1 : 8 - 17

LITERATURE REVIEW : FAKTOR PSIKOSOSIAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERILAKU HIGIENE DAN SANITASI

A.A. Istri Agung Mirayani, Ni Made Utami Dwipayanti*

Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Jalan P. B. Sudirman, Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80234

ABSTRAK

Perilaku higiene dan sanitasi didefinisikan sebagai suatu tindakan atau upaya untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan melalui pemeliharaan dini setiap individu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, agar individu terhindar dari ancaman kuman penyebab penyakit. Perilaku higiene dan sanitasi yang buruk ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu pendekatan yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku WASH adalah pendekatan psikososial RANAS Model. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor psikososial yang berhubungan dengan perilaku higiene dan sanitasi. Database terkemuka dicari melalui Google Scholar dari rentangan tahun 2013-2023. Dari 174 artikel, didapati 10 artikel yang diidentifikasi dan dimasukan ke dalam ulasan. Beberapa faktor psikososial yang berpengaruh terhadap perilaku higiene dan santiasi pada lingkup sekolah : persepsi risiko (kerentanan), faktor sikap, faktor norma, faktor kemampuan (self-efficacy), dan pengaturan diri (mengingat), pada lingkup rumah tangga : persepsi risiko, faktor norma, faktor kemampuan, dan pengaturan diri, pada lingkup masyarakat : persepsi risiko dan norma. Selain faktor psikososial dibeberapa penelitian ditemukan bahwa faktor jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, pembuangan limbah, dan praktik mandi berpengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Dari kelima faktor psikososial yang ada, faktor norma dan kemampuan (self-efficacy) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Maka dari itu, dalam memberikan intervensi atau program nantinya terhadap perilaku higiene dan sanitasi, dapat membuat intervensi yang berkaitan dengan norma sosial dan self-efficacy.

Kata Kunci : Faktor Psikososial, RANAS Model, Perilaku Higiene dan Sanitasi

ABSTRACT

Hygiene and sanitation behavior is defined as an action or effort to improve hygiene and health through early maintenance of each individual and the environmental factors that influence it, so that the individual is protected from the threat of disease-causing germs. Poor hygiene and sanitation behavior is caused by many factors. One of the approaches that influence changes in WASH behavior is the psychosocial approach of the RANAS Model. The purpose of this study was to determine the psychosocial factors associated with hygiene and sanitation behavior. Leading databases searched through Google Scholar from 2013-2023. From 174 articles, 10 articles were identified and included in the review. Several psychosocial factors influence hygiene and sanitation behavior in the school setting: perceived risk (vulnerability), attitude factor, norm factor, ability factor (self-efficacy), and self-regulation (remembering), in the household scope: risk perception, risk factor norms, ability factors, and self-regulation, in the community sphere: perceptions of risk and norms. In addition to psychosocial factors, several studies have found that gender, education level, knowledge, waste disposal, and bathing practices have an effect on hygiene and sanitation behavior. Of the five existing psychosocial factors, norms and self-efficacy factors are the most influential factors on hygiene and sanitation behavior. Therefore, in providing interventions or programs later on hygiene and sanitation behavior, interventions related to social norms and self-efficacy can be made.

Key words : Psychosocial factors, RANAS Models, Hygiene and Sanitation behavior

PENDAHULUAN

Perilaku higiene dan sanitasi didefinisikan sebagai suatu tindakan atau upaya untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan melalui

pemeliharaan dini setiap individu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, agar individu terhindar dari ancaman kuman penyebab penyakit. Perilaku higiene dan sanitasi ini terdiri dari dua aspek, yaitu

perilaku higiene perseorangan dan sanitasi lingkungan. Pada dasarnya ruang lingkup perilaku higiene perseorangan ini terbagi menjadi tiga, yaitu higiene badan, higiene pakaian dan peralatan lain, serta higiene makanan dan minuman. Adapun contoh dari penerapan perilaku higiene perorangan, yaitu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir, menjaga kebersihan kuku dan tangan, menggunakan alas kaki, serta mengonsumsi makanan yang aman dan layak untuk dikonsumsi (Irawati, 2013). Sanitasi lingkungan sendiri terdiri dari beberapa aspek, seperti sumber air bersih, sarana pembuangan tinja seperti penggunaan jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), jenis lantai rumah dan sarana pembuangan sampah (Kusumawardani et al., 2019). Penerapan perilaku higiene dan sanitasi ini sangat penting dan dapat dilakukan pada semua kelompok umur.

Adapun tujuan dari melaksanakan perilaku higiene perorangan ini yaitu untuk mencegah penyebaran penyakit khususnya penyakit infeksi, meningkatkan derajat kesehatan, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki higiene perorangan yang kurang, meningkatkan rasa percaya diri, dan menciptakan keindahan (Yunidha Anwar et al., 2016).

Saat ini di Indonesia sendiri permasalahan higiene dan sanitasi masih banyak terjadi. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2017, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki higiene dan sanitasi

buruk/tidak layak. Keadaan higiene dan sanitasi yang buruk/tidak layak ini berpotensi menyebabkan masalah kesehatan, seperti infeksi saluran pernapasan, anemia, penyakit kulit, cacingan, dan diare. Perilaku higiene dan sanitasi yang buruk ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti citra tubuh, praktek sosial, status sosio ekonomi, pengetahuan dan motivasi kesehatan, kebudayaan, pilihan pribadi, dan kondisi fisik. Adapun dampak permasalahan yang timbul dari perilaku higiene peorangan ini terbagi menjadi dampak fisik dan dampak psikososial.

Menurut penelitian Mosler dan Contzen (2016), salah satu faktor penggerak bagi seseorang untuk melakukan perubahan perilakunya adalah perilaku psikososial. Salah satu pendekatan yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku WASH adalah pendekatan psikososial RANAS Model (Mosler and Contzen, 2016). RANAS Model merupakan sebuah model terkait perilaku Water Sanitation and Hygiene (WASH) yang menggabungkan unsur-unsur teori psikososial dan menargetkan beberapa faktor penentu perilaku lebih efektif daripada intervensi yang berusaha untuk mempromosikan perubahan perilaku WASH dengan memberikan informasi saja (Williams et al, 2021). Dalam RANAS Model ini terdapat lima faktor psikososial yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku terkait WASH, yang terdiri dari: persepsi risiko, faktor sikap, faktor norma, faktor kemampuan, dan faktor pengaturan diri.

Sejalan dengan teori tersebut, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku cuci tangan banyak dipengaruhi oleh faktor norma sosial yang meliputi perilaku oleh orang lain, teman sebaya, dan pengasuh dalam rumah tangga (Kartika et al., 2016 ; Seimetz et al., 2017 ; Dwipayanti et al., 2021; Inauen et al., 2020 ; Contzen et al., 2015; Mosler et al., 2015). Selain faktor norma, perilaku cuci tangan juga dipengaruhi oleh faktor kemampuan (self-efficacy) (Seimetz et al., 2017 ; Inauen et al., 2020 ; Contzen et al., 2015 ; Williams et al ., 2021 ; Kpoeh et al ., 2020, Mosler et al., 2015). Sementara itu, dalam higiene pangan, faktor psikososial yang paling banyak berpengaruh adalah persepsi risiko (Choi et al., 2013). Selain persepsi risiko,faktor norma dan pengaturan diri juga berpengaruh terhadap higiene pangan (Chidziwisano et al., 2020).

Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan tinjauan pustaka ini untuk mengetahui faktor -faktor psikososial yang berpengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Mengingat perilaku higiene dan sanitasi itu sangat penting dan dapat dilakukan pada semua kelompok umur.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengunakan metode review sistematis dengan menggunakan pernyataan PRISMA (Preferred Reporting Item for Systematic Review and Meta Analisis) (Sastypratiwi & Nyoto, 2020), untuk mendeskripsikan faktor psikososial terhadap perilaku higiene dan sanitasi.

Dalam literature review ini terdapat kriteria inklusi yang digunakan adalah sebagai berikut : penelitian ini harus berkaitan dengan faktor psikososial RANAS Model behavior yang mempengaruhi perilaku higiene dan sanitasi, teks lengkap, dapat berupa bahasa inggris ataupun bahasa Indonesia, berada dalam rentangan 10 tahun terakhir yakni dari 2013-2023, menggunakan RANAS Model behavior, serta jenis datanya kuantitatif. Sementara itu, kriteria ekslusinya adalah artikel publikasi tidak asli seperti surat ke editor, aditorial dan abstrak saja. Pencarian literature ini ditinjau melalui Google Scholar, dengan menggunakan kata kunci “water sanitation and hygiene” amd "ranas approach", “faktor psikososial” dan “perilaku higiene dan sanitasi” ditemukan sebanyak 174 artikel yang berpotensi relevan. Kemudian berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi ada 149 tidak sesuai dengan judul, isi artikel, dan abstrak sudah dibaca, kemudian yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi tersebut dibuang. 25 artikel diuji kelayakannya dengan membaca semua abstrak dan 15 artikel lagi di buang, sisanya 10 artikel di baca secara sistematis. Tujuan, metode, dan hasil dari semua 10 artikel dirangkum    untuk    mengidentifikasi

beberapa    faktor    psikososial    yang

berpengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Untuk ilustrasi dari proses pemilihan data terdapat pada Gambar 1.

HASIL DAN DISKUSI

Gambar 1. Diagram PRISMA (Preferred Reporting Item for Systematic Review and Meta Analisis

Tabel 1. Karakteristik Studi

Karakteristik

Penulis

Desain penelitian

-Kuantitatif dengan pendekatan cross sectional

Contzen et al (2015) ; Dwipayanti et al (2021); Seimetz et al (2017); Choi et al (2013) ; Kartika et al (2016) ; Mosler et al (2015)

-Kuantitatif dengan pendekatan case control

-Prospective cohort study

-Correlational research

-Longitudinal study

Ruang lingkup responden

-Sekolah

-Rumah tangga

Inauen et al (2020)

Williams et al (2021)

Kpoeh et al (2020)

Chidziwisano et al (2020)

Kartika et al (2016) ; Seimetz et al (2017)

Contzen et al (2015) ; Inauen et al (2020) ; Kpoeh et al (2020); Mosler et al (2015) ; Chidziwisano et al (2020); Williams et al (2021)

-Masyarakat

Lokasi

-Indonesia

-Di luar Indonesia

Dwipayanti et al (2021) ; Choi et al (2013)

Dwipayanti et al (2021); Kartika et al (2016) ;

Contzen et al (2015) ; Kpoeh et al (2020); Seimetz et al (2017); Choi et al (2013) ; Inauen et al (2020); Mosler et al (2015) ; Chidziwisano et al (2020); Williams et al (2021)

Peneliti mengidentifikasi 10 artikel yang membahas mengenai faktor psikososial dengan RANAS Model terhadap perilaku higiene dan sanitasi dengan karakteristik studi di paparkan di tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sebanyak 6 artikel menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, 1 artikel menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan case control, 1 artikel menggunakan

prospective cohort study, dan sisanya terdapat artikel yang menggunakan correlational research serta longitudinal study. Untuk ruang lingkup responden sendiri terbagi menjadi 3 kelompok, yakni 2 artikel lingkup sekolah, 6 artikel lingkup rumah tangga, serta 2 artikel lingkup masyarakat. Untuk lokasi penelitian terbagi menjadi 2 , yakni 2 artikel dilakukan di Indonesia, dan sisanya dilakukan di luar Indonesia.

Tabel 2. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Higiene dan Sanitasi

Faktor Psikososial

Penulis

1. Persepsi risiko

Choi et al., 2013 ; Williams et al., 2021; Seimetz et al., 2017 ; Dwipayanti et al., 2021.

2. Faktor sikap

Seimetz et al., 2017, Williams et al ., 2021, Dwipayanti et al., 2021.

3. Faktor norma

Kartika et al., 2016 ; Seimetz et al., 2017 ;

Dwipayanti et al., 2021; Inauen et al., 2020 ; Contzen et al., 2015; Chidziwisano et al., 2020, Mosler et al., 2015.

4. Faktor kemampuan

Seimetz et al., 2017 ; Inauen et al., 2020 ;

Contzen et al., 2015 ; Williams et al ., 2021 ; Kpoeh et al ., 2020

5. Faktor pengaturan diri

Inanuen et al., 2020, Chidziwisano et al., 2020, Seimetz et al., 2017, Mosler et al., 2015.

Faktor Sosiodemografi

  • 1.    Jenis kelamim

Faktor Lain

  • 1.    Pengetahuan

  • 2.    Tingkat pendidikan

  • 3.    Pembuangan Limbah

  • 4.    Praktik Mandi

Penulis

Dwipayanti et al., 2021.

Penulis

Kartika et al., 2016.

Dwipayanti et al., 2021.

Kpoeh et al ., 2020.

Kpoeh et al ., 2020.

Dari 10 artikel yang digunakan, terdapat 5 faktor psikososial RANAS Model, yakni persepsi risiko, faktor sikap, faktor norma,

kemampuan, dan pengaturan diri yang berpengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi yang dipaparkan pada Tabel 2.

Persepsi risiko merupakan faktor yang mencakup pemahaman dan kesadaran seseorang akan risiko kesehatan. Terdapat tiga indikator yang digunakan untuk menilai persepsi risiko ini, yaitu pengetahuan kesehatan, kerentanan, dan keseriusan terhadap suatu penyakit. Menurut penelitian Seimetz et al., (2017), yang dilakukan di Burundi dan Zimbabwe, menemukan bahwa faktor persepsi risiko memiliki pengaruh terhadap perilaku cuci tangan pada anak sekolah di Burundi. Survei tidak menemukan pengetahuan yang tinggi tentang diare dan penularan penyakit (pengetahuan kesehatan). Oleh karena itu, anak-anak menganggap risiko tertular diare rendah (persepsi kerentanan) dan tidak berpikir itu buruk jika mereka melakukannya (persepsi keparahan). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Williams et al., (2021), yang menyatakan bahwa pengasuh setuju seorang anak dapat menjadi sakit khususnya diare jika mereka memasukkan kotoran ke dalam mulutnya (persepsi kerentanan) (Williams et al., 2021). Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwipayanti et al., (2021), dalam penelitian tersebut dikatakan bawasannya selain persepsi kerentanan, persepsi risiko seseorang juga dipengaruhi oleh niat. Dalam studi ini melaporkan bahwa sebagian besar responden menganggap mereka memiliki risiko sedang hingga rendah untuk tertular suatu penyakit COVID-19, jika mereka melakukan praktik cuci tangan dengan benar. Akan tetapi, dalam mempertahankan frekuensi cuci

tangan, tentunya harus terdapat niat dalam diri seseorang. Niat seseorang dalam melakukan praktik cuci tangan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, dimana pada kelompok yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung melaporkan niat yang lebih kuat untuk menjaga perilaku kebersihan tangan setelah pandemi dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendidikan yang lebih rendah (Dwipayanti et al., 2021). Sementara itu, pada penelitian Choi et al., ( 2013) , menemukan selain persepsi risiko, terdapat persepsi manfaat yang berpengaruh terhadap sikap konsumen dalam mengonsumsi makanan jalanan. Kemudian analisis faktor urutan kedua, menemukan bahwa kebersihan adalah penentu paling kritis dari risiko yang dirasakan pengguna, yang diikuti oleh risiko kesehatan dan lingkungan. Tidak hanya itu, studi lebih lanjut menemukan bahwa nilai dan kenyamanan dapat mendorong manfaat yang dirasakan pelanggan makanan kaki lima. Secara keseluruhan, penelitian ini menemukan bahwa risiko yang dirasakan konsumen terhadap higiene makanan lebih penting daripada manfaat yang dirasakan dalam menentukan sikap pelanggan (Choi et al., 2013).

Sikap merupakan respon seseorang untuk menanggapi, menilai, dan bertindak terhadap obyek sosial. Dalam faktor sikap, terdapat 3 penelitian yang menemukan bahwa faktor sikap memiliki pengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Menurut penelitian Dwipayanti et al., (2021),

menemukan responden yang memiliki sikap kurang negatif terhadap praktik cuci tangan melaporkan lebih sering mencuci tangan dibandingkan dengan mereka yang memiliki sikap yang lebih negatif (Dwipayanti et al., 2021). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Seimetz et al., 2017, menyatakan bawasannya anak-anak sekolah di Burundi menunjukkan suka mencuci tangan (keyakinan afektif : suka) dan merasa agak kotor jika tidak mencuci tangan (keyakinan afektif : jijik) (Seimetz et al., 2017). Begitu pula pada penelitian Williams et al., (2021), menyebutkan bahwa pengasuh merasa harus mencuci tangannya dengan sabun setelah membuang air besar karena merasa jijik (Williams et al., 2021).

Dalam faktor norma, terdapat 7 penelitian yang menunjukkan bahwa faktor norma memiliki pengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Faktor norma mencakup tekanan sosial yang dirasakan seseorang terhadap suatu perilaku. Menurut penelitian Dwipayanti et al., (2021) ditemukan bahwa persepsi norma berpengaruh pada frekuensi cuci tangan. Responden yang mempersepsikan norma lebih positif di lingkungan sekitarnya, di mana teman-teman dan orang-orang penting juga sering melakukan perilaku pencegahan dan persepsi bahwa kebersihan tangan adalah bagian dari nilai-nilai agama, lebih mungkin untuk sering mencuci tangan. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian Contzen et al., (2015), Mosler et al., (2015); Inauen et al., (2020), dan Chidziwisano et al., (2020) menyatakan bahwa norma deskriptif

secara signifikan berpengaruh terhadap efek intervensi pada perubahan cuci tangan. Begitu pula, dalam penelitian Seimetz et al., (2017) yang dilakukan di Burundi dan Zimbabwe, menyatakan bahwa akan ada program yang menargetkan norma sosial dalam memperbaiki praktik cuci tangan pada anak sekolah (Seimetz et al., 2017). Namun, terdapat perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh Kartika et al., (2016), yang menyatakan bahwa dukungan orang tua tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku siswa dalam mencuci tangan menggunakan sabun (Kartika et al., 2016).

Di sisi lain, dalam penelitian Contzen et al ., (2015) yang dilakukan di Ethiopia dan Haiti, menyatakan bawasannya faktor kemampuan motivasi self-efficacy dan hambatan yang dirasakan, berpengaruh terhadap perilaku cuci tangan di kedua negara tersebut. Faktor kemampuan merupakan kepercayaan seseorang pada kemampuannya untuk mempraktikkan suatu perilaku. Hal ini sejalan dengan penelitian Williams et al., (2021) menyatakan bahwa sebagian besar responden selalu dapat mencuci tangan dengan sabun dan air setelah menggunakan toilet. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Inanuan et al., (2020) juga menyatakan bahwa faktor efikasi diri merupakan faktor yang signifikan berpengaruh terhadap intervensi cuci tangan pakai sabun. Tidak hanya itu, penelitian Seimetz et al., (2017) menyatakan bahwa self-efficacy secara signifikan berpengaruh terhadap efek

intervensi pada perubahan cuci tangan (Seimetz et al., 2017). Namun, menurut penelitian Kpoeh et al., (2020), menunjukkan bahwa kemampuan (self-efficacy) tidak hanya memiliki hubungan positif dengan praktik cuci tangan, akan tetapi berpengaruh pula terhadap kebiasaan pembuangan limbah dan praktik mandi (Kpoeh et al., 2020).

Faktor pengaturan diri merupakan upaya seseorang untuk mengingat,mencari alternatif, dan komitmen terhadap suatu perilaku. Terdapat 4 penelitian yang menunjukkan hubungan faktor pengaturan diri terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Penelitian Seimetz et al., (2017), menunjukkan bahwa anak-anak di Burundi dan Zimbabwe, selalu memperhatikan dalam melaksanakan perilaku (action control), dan tidak pernah lupa mencuci tangan (remembering). Terakhir, anak melaporkan selalu mencuci tangan pakai sabun di sekolah setelah menggunakan toilet sebagai hal yang sangat penting (komitmen) (Seimetz et al., 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian Chidziwisano et al., (2020) yang menyatakan bahwa mengingat (memperhatikan), dan komitmen merupakan faktor yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun (Chidziwisano et al., 2020). Begitu pula, menurut Mosler et al., (2015), mendapatkan hasil bahwa faktor pengaturan diri mengatasi perencanaan dan komitmen muncul sebagai faktor yang sangat relevan dan berpengaruh terhadap perilaku cuci tangan (Mosler et al., 2015). Pada penelitian Inanuen et al., (2020) , pun juga menyatakan

bahwa faktor pengaturan diri (mengingat) merupakan satu-satunya mediator yang signifikan terhadap intervensi cuci tangan (Inanuen et al., 2020).

Selain faktor psikososial, dari beberapa penelitian ditemukan faktor lain yang memengaruhi perilaku higiene dan sanitasi, yakni jenis kelamin, pengetahuan, tingkat pendidikan, pembuangan limbah, dan praktik mandi. Menurut penelitian Dwipayanti et al., (2021), terdapat perbedaan frekuensi mencuci tangan antara jenis kelamin laki-laki dengan jenis kelamin perempuan ketika sebelum dan sesudah pandemi. Tidak hanya itu, dikatakan pula bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap praktik mencuci tangan, dimana responden dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih sering melakukan praktik cuci tangan dibandingkan pada responden dengan tingkat pendidikan rendah (Dwipayanti et al., 2021). Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Kartika et al., (2016), yang menyatakan bahwa faktor pengetahuan memiliki berhubungan yang bermakna terhadap praktik mencuci tangan, dimana responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai praktik cuci tangan, cenderung lebih memperhatikan perilaku cuci tangannya dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah (Kartika et al., 2016). Di sisi lain, menurut penelitian Kpoeh et al., (2020), menyatakan bahwa faktor lain yang dapat memengaruhi praktik kebersihan seseorang adalah pembuangan

limbah dan praktik mandi (Kpoeh et al., 2020).

SIMPULAN

Tinjauan pustaka ini mendapatkan hasil bahwa terdapat lima faktor psikososial yang berpengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi pada lingkup anak sekolah, rumah tangga, dan juga masyarakat. Namun dari kelima faktor psikososial yang ada, faktor norma dan kemampuan   (self-efficacy)

merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku higiene dan sanitasi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku orang lain dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang merupakan hal penting yang dapat memengaruhi perilaku higiene dan sanitasi seseorang. Sementara itu, selain lima faktor psikososial yang ada, perilaku higiene dan sanitasi juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, pengetahuan, tingkat pendidikan, pembuangan limbah, dan praktik mandi.

SARAN

Diharapkan dalam memberikan intervensi atau program nantinya terhadap perilaku higiene dan sanitasi, dapat membuat intervensi yang berkaitan dengan norma sosial dan self-efficacy.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga, pembimbing, penguji, dan rekan-rekan karena telah mendukung dalam penyusunan literature review.

DAFTAR PUSTAKA

Chidziwisano, K. et al. (2020) ‘Improving complementary food hygiene behaviors using the risk, attitude, norms, ability, and self-regulation approach in rural Malawi’, American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 102(5), pp. 1104– 1115. doi:10.4269/AJTMH.19-0528.

Choi, J., Lee, A. and Ok, C. (2013) ‘The Effects of Consumers’ Perceived Risk and Benefit on Attitude and Behavioral Intention: A Study of Street Food’, Journal of Travel and Tourism Marketing, 30(3),           pp.           222–237.

doi:10.1080/10548408.2013.774916.

Contzen, N. and Inauen, J. (2015) ‘Social-cognitive factors mediating intervention effects on handwashing: a longitudinal study’, Journal of Behavioral Medicine, 38(6), pp. 956–969. doi:10.1007/s10865-015-9661-2.

Contzen, N. and Mosler, H.J. (2015) ‘Identifying     the     psychological

determinants of handwashing: Results from two cross-sectional questionnaire studies in Haiti and Ethiopia’, American Journal of Infection Control, 43(8), pp. 826– 832. doi:10.1016/j.ajic.2015.04.186.

Dwipayanti, N.M.U., Lubis, D.S. and Harjana, N.P.A. (2021) ‘Public Perception and Hand Hygiene Behavior During COVID-19 Pandemic in Indonesia’, Frontiers in Public Health, 9(May),           pp.           1–12.

doi:10.3389/fpubh.2021.621800.

Irawati. (2013) ‘Hubungan Personal Hygiene Dengan Cacingan Pada Anak Di

Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa Antang Makassar.   Skripsi,   1–107.

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3102/.

Inauen, J., Lilje, J. and Mosler, H.J. (2020) ‘Refining hand washing interventions by identifying active ingredients: A cluster-randomized controlled trial in rural Zimbabwe’, Social Science and Medicine, 245(December 2019), p. 112712.

doi:10.1016/j.socscimed.2019.112712.

Kartika et al. (2016). ' Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Sambiroto 01 Kota Semarang.     Jurnal     Kesehatan

Masyarakat. Volume 4. Nomor 5.

Kusumawardani, N. A., Sulistyaningsih, E., & Komariah, C. (2019). Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Anak Sekolah Dasar di Jember (Association    of    Environmental

Sanitation and Soil Transmitted Helminthes Infections among Primary School Children in Jember). Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Infeksi Soil Transmitted E-Journal Pustaka Kesehatan, 7(1), 45–51.

Kpoeh, H.E. (2020) ‘Relationship between Contextual Factors, Psychosocial Factors and Hygienic Practices of Tribes in Liberia’, East African Journal of Education and Social Sciences, 1(2), pp. 201–216.

doi:10.46606/eajess2020v01i02.0035.

Mosler, H. and Contzen, N. (2016) ‘Systematic Behavior Change in Water Sanitation and Hygiene A practical guide using the RANAS approach’, (August), p. 99. Available at: https://76ddba31-385f-4f1b-a8fc00db654c6cbf.filesusr.com/ugd/accb e3_5c9557ff3d424500a4644e3e22e88bd4. pdf.

Seimetz, E. et al. (2017) ‘Identifying behavioural     determinants     for

interventions to increase handwashing practices among primary school children in rural Burundi and urban Zimbabwe’, BMC Research Notes, 10(1), pp. 1–9. doi:10.1186/s13104-017-2599-4.

Williams, C. et al. (2021) ‘Identifying psychosocial determinants of water, sanitation, and hygiene (WASH) behaviors for the development of evidence-based     Baby     WASH

interventions (REDUCE program)’, International journal of hygiene and environmental health, 238(September), p. 113850. doi:10.1016/j.ijheh.2021.113850.

Yunidha Anwar, R., Irawati, N. and Masri, M. (2016) ‘Hubungan antara Higiene Perorangan dengan Infeksi Cacing Usus (Soil Transmitted Helminths) pada Siswa SDN 25 dan 28 Kelurahan Purus, Kota Padang, Sumatera Barat Tahun 2013’, Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3), pp.     600–607.     Available     at:

https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.584.

*e-mail korespondensi : utami_dwipayanti@unud.ac.id

17