PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA TEJAKULA, KEC. TEJAKULA, KAB. BULELENG MELALUI BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR DAN OLAHAN IKAN LAUT DI MASA PANDEMI COVID-19
on
JURNAL ILMIAH WIDYA SOSIOPOLITIKA
E-ISSN 2685-4570
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA TEJAKULA, KEC.
TEJAKULA, KAB. BULELENG MELALUI BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR DAN OLAHAN IKAN LAUT DI MASA PANDEMI COVID-19
Gede Kamajaya 1) Wahyu Budi Nugroho2)
Universitas Udayana1) [email protected]
Universitas Udayana 2) [email protected]
ABSTRACT
The Covid-19 pandemic that spread to Bali caused a wave of massive layoffs in the tourism sector. Villagers who initially depended on tourism centers in Bali as urban residents in Denpasar and Badung Regency finally returned to their hometowns. The people of Tejakula Village, Kec. Tejakula, Buleleng. The problem is becoming increasingly difficult considering that there are also not enough job opportunities in the village. One strategy that can be used to overcome the problems mentioned above is community empowerment. Qualitative research methods are used considering the presentation of the data presented in the form of narrative descriptions based on the results of interviews, document studies and observations. Moving on from the geographical conditions as a coastal area and the agricultural sector that has not been optimally cultivated, community empowerment in Tejakula Village, Tejakula District, Buleleng Regency can take advantage of the existing potential by developing freshwater fish cultivation and processed fish catches into shredded fish as a product with a high selling value. higher. This step is important to do so as not to raise the problem of poverty that is increasingly widening. Community empowerment in Tejakula Village is carried out through three stages starting from policy planning, socio-political action to education to raise awareness
Keywords: Tejakula Village, Community Empowerment, Covid-19 Pandemic
ABSTRAK
Pandemi Covid-19 yang menyebar hingga ke Bali menyebabkan gelombang PHK besar-besaran pada sektor pariwisata. Masyarakat desa yang awalnya menggantungkan hidup di pusat-pusat pariwisata di Bali sebagai penduduk urban di Denpasar dan Kabupaten Badung akhirnya kembali pulang ke kampung halaman. Tidak terkecuali masyarakat Desa Tejakula, Kec. Tejakula, Buleleng. Persoalannya menjadi kian sulit mengingat di Desa juga tidak tersedia lapangan pekerjaan yang cukup. Salah satu strategi yang bisa digunakan untuk menanggulangi persoalan tersebut di atas adalah pemberdayaan masyarakat. Metode Penelitian kualitatif digunakan mengingat penyajian data yang disajikan berupa uraian naratif diskripsi berdasarkan hasil wawancara,studi dokumen dan observasi. Beranjak dari kondisi geografis sebagai daerah pesisir dan sektor pertanian yang belum digarap optimal, pemberdayaan masyarakat di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng bisa memanfaatkan potensi yang ada dengan mengembangkan budidaya ikan air tawar dan olahan hasil tangkapan nelayan menjadi abon sebagai produk dengan nilai jual yang lebih tinggi. Langkah ini penting dilakukan agar tidak memunculkan persoalan kemiskinan yang kian melebar. Permberdayaan masyarakat di Desa Tejakula dilakukan melalui tiga tahapan mulai dari perencanaan kebijakan, aksi sosial politik hingga pendidikan untuk peningkatan kesadaran.
Kata kunci: Desa Tejakula, Pemberdayaan masyarakat, Pandemi Covid-19A
PENDAHULUAN
Diawal tahun 2020 dunia dikejutkan oleh kemunculan wabah yang sebelumnya tidak pernah terdeteksi. Virus yang belakangan dikenal dengan nama Novel Corona Virus ini disebut-sebut menyebar dari Cina. Kejadiannya bermula dari kota Wuhan dimana, puluhan orang dilaporkan terjangkit penyakit mirip Pneumonia dengan paru-paru yang tidak normal disertai demam sebagaimana dilansir dalam Centre Disease Control and Prevention. Kasus ini mulanya merebak di akhir 2019 hingga awal 2020. Angka terjangkit terus menunjukkan trend peningkatan seiring waktu bahkan hampir menembus angka ratusan. Para pakar virus di seluruh dunia menduga virus ini berkaitan dengan kasus SARS dan MERS yang sebelumnya juga melanda beberapa negara di dunia. Virus ini dianggap sangat mengkawtirkan mengingat penyebarannya yang sangat cepat dan mutasi virus yang kian hari kian berbeda-beda dari satu wilayah ke wilyah lain sementara anti virusnya sampai sekarang belum ditemukan meski telah mengkibatkan ribuan orang meninggal di seluruh dunia tak terkecuali di Indonesia.
Indonesia sendiri tercatat sebagai negara yang terjangkit sejak awal Maret setelah dua warga negara Indonesia terjangkit melalui kontak dengan seorang warga negara asing. Setelah delapan bulan berjalan, Per tanggal 27 Okktober 2019 kasus positif Covid-19 bahkan sudah menyentuh angka 396.454 orang, 322.248 orang sembuh, meninggal sebanyak 13.512 orang (covid.go.id). Masuknya virus Corona ke Indonesia berdampak pada banyak hal baik di tingkat nasional bahkan sampai tingkat desa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada bulan Agustus pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 minus 5,32 %. Sebelumnya, pada kuartal I 2020, BPS melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 %, terjun bebas dari pertumbuhan sebesar 5,02 persen pada periode yang sama di tahun 2019 lalu (Rizal, 2020).
Dampak ekonomi yang tak kalah dhasyat juga melanda Bali. Berdasarkan data yang dirilis oleh situs resmi pemerintah tentang penyebaran virus corona per 20 Oktober 2020, Bali menempati posisi 11 dari 34 provinsi dengan kasus baru:
109 orang, sembuh: 9.683 orang, meninggal dunia: 349 orang, terkonfirmasi: 10.880 orang (covid.go.id, 2020). Angka ini melonjak tajam sejak bulan Maret tercatat sebagai kasus terjangkit virus Covid-19 pertama yang ditemui di provinsi Bali. Penyebaran virus Corona melalaui pergerakan manusia memaksa mobilitas tinggi wisatawan di Bali terhenti. Sebagai daerah dengan pendapatan utama bersumber dari pariwisata, tentu kondisi ini menjadi pukulan berat. Travel.detik mencatat sektor pariwisata bahkan anjlok menyentuh angka 81 % (Johanes, 2020). Kondisi ini dibarengi dengan dampak domino berupa gelombang PHK besar-besaran melanda tenaga kerja pariwisata di Bali per April 2020. Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Bali mencatat, ada 46.000 pekerja formal yang dirumahkan (Rizal, 2020). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Bali pada kuartal II minus bahkan menyentuh angka 10,98 % (BPS,go.id, 2020) angkanya jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang minus diangka 5,32 % (Ulya, 2020).
Dampak ekonomi sebagai akibat penyebaran Covid-19 di Bali tidak hanya dirasakan di kota bahkan merambah ke desa-desa. Desa Tejakula, kecamatan Tejakula, Buleleng sendiri yang sebagian kecil warganya menggantungkan hidup dari dunia pariwisata dan menjadi penduduk urban di Denpasar dan Kabupaten Badung terpaksa kembali ke kampung halaman karena pariwisata tidak lagi berjalan seperti sebelum Covid-19 melanda Bali. Sementara itu, di desa sendiri tidak ada lapangan pekerjaan. Situasi sulit ini memaksa setiap orang terhempas dalam keadaan serba sulit, pergerakan yang terbatas, ekonomi yang melambat dan sederet dampak lainnya mau tidak mau memaksa setiap orang bertahan dengan cara apapun. Untuk mengatasi situasi sulit ini, semua pihak tentu berperan penting untuk tetap menggerakkan roda ekonomi skala mikro berbasis rumah tangga agar rumah tangga tetap berdaya di tengah situasi ekonomi yang terputuk akibat Covid-19. Langkah ini penting dilakukan agar tidak memunculkan persoalan kemiskinan yang kian melebar. Salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah pemberdayaan masyarakat skala rumah tangga. Beranjak dari kondisi geografis sebagai daerah pesisir dan pertanian, pemberdayaan masyarakat di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng bisa memanfaatkan potensi yang ada dengan
mengembangkan budidaya ikan air tawar dan olahan hasil tangkapan nelayan sebagai produk dengan nilai jual yang lebih tinggi. Dengan strategi memanfaatkan potensi yang ada, pemberdayaan ini bisa dilakukan dengan melibatkan rumah tangga sebagai basis utama penyerapan tenaga kerja dan perputaran ekonomi rumah tangga.
Nilai terpenting dari pemberdayaan masyarakat adalah nilai-nilai sosial dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan sebagaimana dijelaskan Chamber (1995) bahwa, konsep pemberdayaan mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “berorientasi pada masyarakat, parsipasi, memberdayakan, dan berkelanjutan” (dalam Theresia, 2015). Sejalan dengan itu, Mardikanto (2015) menyatakan bahwa tujuan dari pemberdayaan adalah melakukan perbaikan pada mutu kehidupan sosial, ekonomi, budaya, mental dan fisik. Secara lebih tegas, Ife (2008), menyebutkan bahwa dalam pemberdayaan masyarakat, yang menjadi fokusnya adalah perseorangan dan kelompok, pemberdayaan perseorangan atau pemberdayaan individual dimaknai sebagai sebuah usaha dalam menciptakan atau menambah kemampuan individu dalam olah pikir, berbuat, berprilaku, berkerja dan membuat keputusan secara mandiri. Melalui strategi pemberdayaan ini diharapkan masyarakat tetap bisa produktif di masa pandemi, mampu meningkatkan nilai tambah pendapatan rumah tangga dan menjadi lahan pekerjaan baru bagi warga desa kedepannya dengan mengolah sumberdaya yang tersedia pada lingkungan mereka.
TINJAUAN PUSTAKA
Ada tiga rujukan jurnal penelitian terkait yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian pertama dilakukan oleh Novira Kusrini dkk dalam Jurnal Pemberdayaan masyarakat Vol 2 No 2 Tahun 2017. Penelitian ini mengambil lokus di Desa Jeruju Besar, Kecamatan Sungai kakap dengan judul “Pembedayaan Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumber Daya Lokal di Desa Jeruju, Kecamatan Sungai Kakap. Hasil penelitian ini menyoroti tahapan-tahapan pertumbuhan kelompok yang diberdayakan dengan melakukan pengembangan usaha kelompok. Untuk mewujudkan upaya peningkatan pengembangan usaha kelompok ini ada
beberapa upaya yang dilakukan di antaranya melalui perubahan cara berpikir masyarakat menyangkut aksesibilitas pangan, pengembangan, upaya menggunakan teknologi olahan dan dibangunnya sarana cadangan pangan.
Penelitian kedua dilakukan oleh Sri Koeswantono W Tahun 2014 terbit dalam Jurnal Sarwahita Vol 11. No 2 Tahun 2014 dengan Judul “ Pemberdayaan Masyarakat melalui Pelatihan Menyulam pada Ibu-Ibu di Desa Pabuaran, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Bogor. Temuan penting dalam penelitian ini adalah, masyarakat di Desa Suka Makmur ada dalam kondisi kemiskinan, memiliki pendapatan yang masih rendah. Untuk melepaskan masyarakat dari kondisi kemiskinan ini, Sri Koeswanti (2014) dalam penelitiannya menyusun program pemberdayaan dengan melakukan pendampingan dalam peningkatan keterampilan menyulam melalui metode metode pemberian materi pelatihan, rembug bersama hingga praktik.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Arif Eko Wahyudi Arfianto dan Ahmad Riyadh U. Balahmar tahun 2014 terbit dalam Jurnal Kebijakan dan Management Publik Vol 2. No 1 Tahun 2014 dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Ekonomi Desa”. Fokus dari penelitian ini menyoroti peran pemerintah dan pihak swasta dalam peningkatan pendapatan ekonomi warga Kebonsari, Sidoarjo berikut memetakan potensi hambatan dan pendukung dari upaya yang dilakukan.
LANDASAN TEORI
Pemberdayaan Masyarakat
Teresia (2015), menjelaskan, secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” atau “power” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Berangkat penjelasan tersebut, pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses pemberian daya dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang belum berdaya. Dalam pembahasan yang lebih luas pemberdayaan menyangkut nilai-nilai sosial sebagai sebuah strategi pembangunan berkelanjutan dimana, pemberdayaan sebagai antithesis dari konsep pembangunan mensyaratkan
pembangunan dengan mengusung karakter people-centered, participatory, empowering, and sustainable”.
Pendifinisian Teresia (2015) tersebut di atas, bukan hanya menyoal pemenuhan kebutuhan dasar atau mengupayakan berbagai langkah guna meminimalisir kemiskinan berkembang menjadi lebih masif. Karenanya, apa yang digagas Teresia (2015) menyoal pemberdayaan menjadi pijakan penting untuk mengupayakan jalan alternatif mengenai pertumbuhan sebagaimana pengertian yang berkembang sebelumnya. Konsep ini kian tumbuh sumbur dari upaya penguatan konsep oleh banyak pakar dan praktisi untuk mencari apa yang oleh Friedmann (1993) disebut pembangunan alternatif.
Faktual beragamnya pendifinisian menyoal pemberdayaan masyarakat, Leagens (1961), mengungkapkan istilah pemberdayaan masyarakat dapat merujuk pada berbagai hal. Baik sebagai suatu program, proses, prosedur, suatu gerakan maupun tujuan. Sebagai sebuah tujuan, Mukerji (1961), lebih lanjut menjelaskan bahwa tujuan pengembangan masyarakat secara lebih detail adalah untuk membangun kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok dengan cara membangun cara pandang yang otonom dan berdedikasi pada tujuan bersama. karenanya, Franco (dalam Nasdian, 2015) secara lebih gamblang menyebut pengembangan masyarakat dapat dibedakan dalam tingkatan-tingkatan. Tingkat awal adalah tahap yang diarahkan ke dalam kelompok sendiri, sementara tingkat kedua diharapkan dapat mempengaruhi pembangunan pada tingkat yang lebih luas.
Ada dua konsep pokok dalam pembahasan Ife (2008) menyangkut soal pengertian dasar pemberdayaan, yaitu: konsep daya dan konsep ketimpangan. Power menyangkut bagaimana menjadikan masyarakat memiliki daya berikut berusaha untuk diberdayakan secara optimal. Untuk terus menumbuhkan dimensi daya ini, tentulah dorongan, motivasi, pelatihan dan sejenisnya yang dimiliki oleh masyarakat perlu terus mendapatkan perhatian. Sementara Konsep the disadvantaged (ketimpangan) yang dimaksud oleh Ife adalah tidak sejalannya pedoman perencanaan atau perhatian pemerintah kepada masyarakat luas yang
menyebabkan berkurangnya power (daya). Hal ini dapat menyebabkan masyarakat menjadi tidak memiliki kekuatan (powerless) menghadapi tekanan.
Untuk menjadikan masyarakat berdaya dan mempersempit kemungkinan terjadinya ketimpangan, (Ife, 2008) menawarkan tiga (3) langkah yang dapat diterapkan untuk pemberdayaan masyarakat, yaitu sebagai berikut:
-
1. Perencanaan dan kebijakan: perencanaan dilakukan untuk memetakan strategi apa yang bisa dilakukan sesuai dengan segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat, ketika perencanaan sudah disusun berdasarkan segala potensi yang ada, barulah kebijakan bisa dibuat berikut dieksekusi untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan.
-
2. Aksi sosial dan politik: langkah ini adalah langkah yang teramat penting dalam mewujudkan misi community development Ife, mengingat basis teori pemberdayaan Ife adalah strategi pembangunan yang mengedepankan keterlibatan publik di dalamnya. Langkah ini memungkinkan masyarakat menjadi penentu kebijakan. Dengan kta lain, partisipasi masyarakat menjadi syarat mutlak. Inilah yang dimaksud Ife (1995) pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah perencanaan sosial
-
3. Peningkatan kesadaran dan pendidikan: masyarakat yang tidak berdaya seringkali disebabkan oleh ketiadaan keterampilan serta kemampuan untuk bertahan hidup secara sosial dan ekonomi. Dengan adanya kondisi ini, pendidikan untuk menumbuhkan kesadaran diri dan potensi yang dimiliki haruslah berjalan beriringan dengan langkah-langkah perberdayaan yang disusun.
METODE PENELITIAN
Pendekatan diskriptif dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan kualitatif sebagai metodenya, mengingat data yang akan disajikan berbentuk narasi deskriptif ekplanatif. Bogdan dan Taylor menjelaskan (dalam Sujarweni, 2014:19). Secara umum penelitian kualitatif dapat didefinisikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek alamiah dimana peneliti adalah instrumen kunci dalam penelitian (Sugiyono, 2014). Berbeda dengan penelitian
kuantitatif yang biasanya memakai pola berpikir deduktif (umum-khusus) melalui uji hipotesa.
Penelitian ini dilakukan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Lokasi ini dipilih mengingat tingginya angka kemiskinan hingga menyentuh angka 785 KK atau 20,52 % dari 3.826 KK. Angka ini bukanlah angka yang terhitung kecil, lebih-lebih pandemi Covid-19 berdampak serius pada masyarakat Desa Tejakula karena banyak warganya yang merantau menjadi penduduk urban di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung untuk bekerja di sektor pariwisata bahkan bagaimana besarnya dampak pandemi yang dirasakan warga desa bisa dilihat berdasarkan data yang dirilis pemerintah Desa Tejakula warga desa yang mengalami PHK berjumlah 652 orang. 3.3 Jenis Data
Penelitian ini berupaya menggali serta memaparkan pemberdayaan masyarakat di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng di masa pandemi Covid-19. Untuk itu dibutuhkan berbagai data. Diantaranya, jenis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terkategori ke dalam dua bentuk data utama yakni; sumber data primer serta sumber data sekunder (Ibrahim, 2015: 68-70), yaitu:
-
1. Data Primer
Asal muasal data terpenting dalam melakukan sebuah penelitian yang dilakukan melalui wawancara secara langsung maupun melalui karya-karya yang pernah dibuat oleh narasumber, baik buku maupun literatur lainnya. Data inilah yang kemudian dikenal sebagai data primer.
-
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber yang berasal dari pihak lain pendukung dari data primer misalnya studi pustaka, studi dokumen, berita.
Informan dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam tiga jenis berdasarkan kedekatan dan hubungan informan dengan subyek penelitian. Mulai dari (1) Informan kunci, adalah pihak-pihak yang memiliki informasi utama sekaligus informasi pembuka yang berkaitan dengan penelitian; (2) Informan utama, adalah pelaku yang berkaitan langsung dengan apa yang diteliti; (3) Informan tambahan, adalah pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan lebih lanjut menyangkut hal-hal yang diteliti meskipun tidak terlibat secara langsung (Sutinah & Suyanto, 2013: 171-172).
Informan kunci pada penelitian ini yaitu perangkat Pemerintahan Desa Tejakula, selanjutnya informan utama yaitu Masyarakat Desa Tejakula, sedangkan informan tambahan, peneliti menunjuk ahli dan pemerhati sosial.
-
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui interview yang bersifat terstruktur, karena akan memudahkan peneliti mendapatkan data dan informasi yang diinginkan dengan jelas dan konkrit. Dengan teknik interview dengan pendekatan terstruktur semacam ini, peneliti akan memperoleh data yang lebih akurat (Koentjoro, 2014: 121), untuk memudahkan proses wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara acuan dalam melakukan wawancara.
Teknik pengumpulan data berikutnya yang tidak kalah penting dibanding wawancara adalah dokumentasi. Melalui dokumentasi peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif dapat melihat, mengabadikan berikut menganalisis apa yang terjadi di lapangan yang sudah didapat oleh peneliti atau pihak lain menyangkut permasalahan dalam penelitian dengan harapan bisa memperoleh landskip dari kacamata pelaku menyoal apa yang diteliti. (Herdiansyah dalam Koentjoro 2014: 143).
-
3. Analisis Data
Seluruh data yang sudah terkumpul melului metode pengumpulan data selanjutnya dipilah dan dianalisis sesuai dengan masalah yang diteliti untuk selanjutnya ditampilkan dalam bentuk uraian diskripsi (Kartono, 1986: 171). Tahapan inilah yang kemudian dikenal dengan reduksi data.. Data yang diperoleh peneliti melalui pengamatan langsung dan interview selanjutnya dikategorikan sesuai kebutuhan penelitian untuk dianalisis lebih lanjut. Fase selanjutnya dari analisis data adalah menyajikan data yang sudah dikategorikan dan dianalisis sesuai kebutuhan penelitian (Sugiyono, 2013: 249).
Fase terakhir setelah analisis data dilakukan yakni kesimpulan atau verifikasi. Fase ini menjadi demikian penting untuk meminimalisir bias data yang diperloeh dilapangan agar dapat menjawab rumusan masalah dengan akurat (Sugiyono, 2013: 252).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Tejakula terletak di bagian timur di Kabupaten Buleleng dengan luas 1187 ha yang sebagian wilayahnya merupakan lahan kering yang diperuntukkan untuk tegalan 392,45 ha. Pekarangan 115,00 ha. Ladang/sawah 137,00 ha. Perkebuanan rakyat 140,00 ha. dan tempat rekreasi 0, 95 ha. Pemukiman 197,90 ha. Jalan 39,02 ha. Bangunan umum 19.69 ha. Perkantoran 39,02 Ha. Pertokoan 4,65 ha. Pasar 0,30 ha. dan Kuburan 3 ha, jalan 97,90 ha.
Desa Tejakula memiliki ketinggian 0-300 M di atas permukaan laut dengan curah hujan 1120 mm/tahun sehingga dapat digolongkan menjadi dataran rendah yang memiliki suhu udara berkisar antara 280C - 320 C (tejakula-buleleng.desa.id.2020).
Desa Tejakula berbatasan langsung dengan beberapa wilayah sebagai berikut:
Bagian Utara |
: Laut Jawa |
Bagian Selatan |
: Desa Madenan |
Bagian Barat |
: Desa Bondalem |
Bagian Timur |
: Desa Les |
Gambaran umum mengenai struktur ekonomi masyarakat Desa Tejakula dapat dilihat melalui data statistik desa yang menunjukkan mata pencaharian
utama masyarakat Desa Tejakula adalah petani yaitu 5012 orang sementara buruh tani berjumlah 1113 orang. Sisanya angkanya bervariatif dari mulai, buruh, PNS, pengerajin, pedagang, peternak, nelayan, teknisi, dokter, TNI/Polri, sopir, dan lainnya. Sebagai daerah pesisir, Desa Tejakula menyimpan potensi lain selain pertanian yaitu kelautan. Data statistic menunjukkan bagaimana sektor kelautan ini cukup potensial mengingat jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan jumlahnya cukup besar menyentuh angka 721 orang (tejakula-buleleng.desa.id.2020). Data ini tentu begitu penting sebagai langkah awal untuk memetakan potensi yang dimiliki desa dan warga sehingga pemberdayaan masyarakat bisa tepat sasaran.
Sumberdaya yang ada di Desa Tejakula berupa daerah pesisir, sektor agraris yang belum dikerjakan maksimal dan buruh tani yang cukup besar merupakan salah satu faktor yang pendukung yang potensial. Sumberdaya sendiri secara sederhana dapat dimaknai sebai sumber penyedia daya, baik sebagai cadangan maupun yang baru (Manik, 2003:46). Bagi nelayan atau warga terdampak pandemi misalkan, bisa mengolah hasil tangkapan laut mereka agar tidak hanya dijual dalam bentuk barang mentah namun juga sebagai produk olahan sehingga mampu meningkatkan nilai jual. Sementara bagi petani atau bagi warga yang terdampak pandemi secara langsung maupun tidak, bisa mengisi waktu luang mereka dengan beternak ikan air tawar.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA TEJAKULA MELALUI OLAHAN IKAN LAUT
Hasil tangkapan nelayan setiap harinya biasanya hanya dijual mentah ke pasar atau melalui tengkulak dengan harga yang fluktuatif. Di masa panen raya, harga ikan bahkan akan mengalami penurunan drastis. Kondisi ini menyebabkan nasib nelayan sangat bergantung pada pasar dan tengkulak. Dengan memanfaatkan potensi melimpahnya hasil tangkapan di musim panen raya dan untuk menghindari jatuhnya harga, hasil tangkapan nelayan bisa diolah menjadi produk olahan yang mampu meningkatkan harga jual. Dalam konteks inilah baik rumah tangga terdampak Covid-19 secara langsung maupun tidak dapat diberdayakan melalui pengolahan ikan laut menjadi abon sehingga mampu meningkatkan harga jual
sekaligus menjadi solusi minimnya lapangan kerja di desa dan peningkatan pendapatan rumah tangga.
Pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah Desa Tejakula melalui pengolahan ikan laut menjadi abon ini melibatkan tiga rumah tangga. Dua ruamh tangga terdampak Covid-19 yaitu keluarga NS dan SS sementara satu rumah tangga tidak terdampak langsung pandemi Covid-19 yaitu keluarga KS yang berada di dua dusun di Desa Tejakula sebagai pilot projek yang nantinya bisa dikembangkan dan digetoktularkan pada rumah tangga lain. Inilah yang dimaksud oleh Franco (dalam Nasdian, 2015) bahwa, pemberdayaan bisa melalui dua tahapan. Tahap pertama adalah tahap yang diarahkan ke dalam kelompok sendiri, sementara tahap kedua diharapkan dapat mempengaruhi pembangunan atau pengembangan masyarakat pada tingkat yang lebih luas. Keterlibatan tiga keluarga ini sejak perencanaan hingga pemetaan segala potensi yang ada adalah bagian dari pembangunan mental mereka pasca mengalami tekanan pemutusan hubungan kerja dan tidak tersedianya lapangan kerja di desa. Melalui hal ini, mentalitas mereka dibangun dan diberdayakan lewat pengenalan potensi yang cukup besar di sekitar mereka yang bisa dikerjakan dan bisa menjadi lapangan kerja baru.
Mekanisme pengolahan ikan laut menjadi abon diawali dengan mengadakan perencanaan dan pemetaan potensi yang ada. Setelah potensi perikanan dipetakan, langkah selanjutnya adalah menjalin kerjasama antara rumah tangga NS, KS dan SS dengan nelayan untuk mensuplai bahan dasar dari abon yaitu ikan laut. Perencanaan dilakukan untuk memetakan strategi apa yang bisa dilakukan sesuai dengan segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat, ketika perencanaan sudah disusun berdasarkan segala potensi yang ada, barulah kebijakan bisa dibuat berikut dieksekusi untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan (Ife, 2008). Selanjutnya, rumah tangga NS, KS dan SS diberi pelatihan pembuatan abon yang memenuhi standar pasar baik dari segi kemasan maupun pengolahannya oleh pemerintah desa melalui unit PKK dan dinas terkait. Melalui cara inilah masyarakat terdampak Covid-19 bisa memiliki power. Ife (2008) menjelaskan Power menyangkut bagaimana menjadikan masyarakat memiliki daya berikut berusaha untuk diberdayakan secara optimal. Untuk terus menumbuhkan dimensi daya ini,
tentulah dorongan, motivasi, pelatihan dan sejenisnya yang dibutuhkan oleh masyarakat perlu terus mendapatkan perhatian.
Hasil olahan ikan laut menjadi abon yang dikerjakan di dapur-dapur keluarga NS, KS dan SS ini selanjutnya dikemas menarik dan higienis dengan berbagai varian ukuran untuk meningkatkan nilai jual produk mengikuti standar pasar. Pada konteks inilah pendidikan dan pelatihan menjadi demikian penting untuk memperkenalkan teknik marketing kepada sasaran pemberdayaan sebagaimana penjelasan Ife (2008), masyarakat yang tidak berdaya seringkali disebabkan oleh ketiadaan keterampilan serta kemampuan untuk bertahan hidup secara sosial dan ekonomi. Dengan adanya kondisi ini, pendidikan dan pengenalan pengetahuan-pengetahuan baru untuk menumbuhkan kesadaran diri dan potensi yang dimiliki haruslah berjalan beriringan dengan langkah-langkah pemberdayaan yang disusun.
Gambar 1: Contoh produk abon ikan laut hasil pemberdayaan rumah tangga terdampak Covid-19
Sumber: Dokumentasi pribadi
Kemasan yang profesional dan higienis dengan berbagai ukuran sengaja dipilih menjadi strategi marketing untuk bisa menawarkan produk dengan berbagai varian harga dan tentu saja dengan harapan bisa menjakau pasar yang lebih luas. Untuk kemasan ukuran 450 ml dibanderol dengan harga Rp.10.000 sementara 250 gr dibandrol dengan harga Rp.20.000. Keuntungan keluarga NS, KS dan SS dalam sekali produksi menyentuh angka Rp.150.000. Pemberdayaan masyarakat di masa pandemi melalui potensi yang dimiliki Desa Tejakula berupa hasil laut cukup
menjanjikan mengingat ketersediaan bahan baku yang melimpah dan peluang pasar yang cukup besar karena selama ini abon yang beredar di pasar didominasi oleh abon ayam dan sapi. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan keuntungan yang diperoleh dalam satu kali produksi oleh keluarga NS, KS dan SS secara perlahan menumbuhkan mentalitas mereka yang sebelumnya terpuruk tanpa penghasilan dan tanpa pekerjaan. Lewat penghasilan inilah mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keluar dari kondisi mentalitas yang terpuruk karena bisa menghabiskan waktu dengan produktif.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA TEJAKULA MELALAUI BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR
Dilansir dari pikiran rakyat.com (Kusnadi, 2020), kebutuhan ikan air tawar uatamanya lele di Bali mengalamai peningkatan drastis selama masa pandemi. Hal ini disebabkan karena pasokan ikan dari luar Bali tersendat akibat pembatasan aktivitas ekonomi dan laju manusia ataupun barang. Hal ini tentu saja menjadi berkah sekaligus peluang yang cukup potensial untuk terus mengembangkan budidaya ikan air tawar utamanya lele.
Berdasarkan data yang rilis BPS Provinsi Bali Tahun 2011, sektor perikanan darat melalui budidaya adalah sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan bahkan rata-rata peningkatannya menyentuh prosentase 23,9% per tahun. Dari data tersebut di atas, budidaya ikan dengan media kolam merupakan jenis budidaya ikan yang angkanya naik paling signifikan. Hal ini terjadi karena budidaya ikan air tawar dengan menggunakan kolam tidak membutuhkan lahan dan biaya yang cukup besar sehingga bisa dilakukan dilahan sempit.
Mengingat besarnya potensi, minimnya dana yang dibutuhkan dan besarnya sumberdaya yang ada di Desa Tejakula berupa lahan pertanian, air yang melimpah dan besarnya kebutuhan pasar terhadap ikan lele tentu saja merupakan kelebihan yang perlu dimanfaatkan dalam situasi serba sulit sebagai akibat dari pandemi Covid-19 yang juga dampaknya dirasakan oleh masyarakat Desa Tejakula. Budidaya ikan lele sebagai pemberdayaan masyarakat di masa pandemi di Desa Tejakula melibatkan enam rumah tangga yang dibentuk menjadi satu kelompok tani ternak yang diberi nama Kelompok Tani Teja Mina Sari. Keenam keluarga ini
memeiliki latar belakang yang berbeda. Sebagian dari mereka adalah korban PHK masa pandemi dan sebagian memang bekerja sebagai petani di desa.
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui budi daya lele di Desa Tejakula diawali dengan melibatkan rumah tangga yang menjadi mitra pemerintah desa untuk terlibat dalam penyusunan berbagai perencaanaan. Keenam keluarga ini berbagi berbagai peran sesuai bidangnya. Keluarga JM dan KA bertugas menyusun proposal bantuan hibah, keluarga KS, NS bertugas menyediakan lahan dan membuat kolam terpal, kelaurga KE bertugas menjadi koordinator program, keluarga GS bertugas memastikan ketersediaan pakan ikan. Sementara untuk perawatan, pemberian pakan dan pemasaran dilakukan secara bersama-sama. Untuk Pengadaaan bibit dan pakan dilakukan dengan mengajukan proposal bantuan ke Dinas Perikanan dan Direktorat Jendral Perikanan dan Budidaya sehingga mengurangi biaya produksi di awal. Peran Pemerintah desa tidak kalah pentingnya dengan memfasilitasi berbagai kebutuhan administrasi, memberi pendampingan dan bantuan pendanaan yang dibutuhkan.
Dalam perencanaan inilah diskusi berlangsung menyangkut biaya produksi, bibit, pakan, peran masing-masing keluarga yang tergabung dalam kelompok, hasil pemasaran hingga bagi hasil. Sejalan dengan itu, menurut Ife (2008), langkah ini adalah langkah yang teramat penting dalam mewujudkan misi community development. Mengingat basis teori pemberdayaan Ife adalah strategi pembangunan yang mengedepankan keterlibatan publik di dalamnya. Langkah ini memungkinkan masyarakat menjadi penentu kebijakan. Dengan kta lain, partisipasi masyarakat menjadi syarat mutlak. Inilah yang dimaksud Ife (1995) pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah perencanaan sosial.
-
Gambar 2. Pemberian pakan lele di kolam budi daya
Sumber: Dokumentasi pribadi
Dalam dua sampai tiga bulan pemeliharaan ikan lele hasil budidaya ini sudah siap dipanen. Dengan memainkan modal sosial dan jaringan pertemanan diantara anggota kelompok, mereka membuka peluang pasar melalui kerjasama dengan berbagai warung makan, kelompok masyarakat hingga perseorangan yang tersebar sekecamatan. Hasil awal dari keuntungan budidaya lele di kolam mini kemudian dibagi sebagian untuk menambah kolam, bibit dan pakan sementara sebagaian lagi dibagi rata dengan anggota kelompok. Lele hasil budidaya rumah tangga terdampak Covid-19 di Desa Tejakula tidak hanya dijual dalam kondisi hidup tetapi juga dijual dalam bentuk lele presto. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari inovasi agar kemungkinan pasar bisa dibuka lebih luas.
Apa yang diupayakan dalam pemberdayaan masyarakat terdampak Covid-19 di Desa Tejakula secara terperinci tidak hanya bertujuan memperdayakan seseorang secara pribadi agar memiliki daya tetapi juga sebagai anggota sebuah komunitas dengan cara membangun kemandirian sudut pandang yang tentunya ditujukan pada tujuan bersama (Mukerji (1961). Harapan besar dari pemberdayaan masyarakat di masa pandemi ini tertu saja agar masyarakat terdampak Covid-19 menjadi lebih produktif dan mampu berdaya melalaui tiga strategi pemberdayaan Ife, mulai dari perencanaan dan kebijakan, aksi sosial politik, dan peningkatan kesadaran.
Produktifnya keluarga korban PHK masa Covid-19 di Desa Tejakula tidak hanya berdampak secara ekonomi dengan menghasilkan penghasilan dari budidaya lele untuk menutupi kebutuhan sehari-hari namun juga, membangun mentalitas
karena secara perlahan mereka berhasil menumbuhkan dimensi resilien dalam diri lewat kegiatan-kegiatan produktif dan menjadikan tantangan sebagai peluang sehingga kembali berdaya.
SIMPULAN
Dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada, pemberdayaan masyarakat Desa Tejakula di masa pandemi melalui budi daya ikan air tawar dan olahan ikan laut dilakukan dengan melibatkan rumah tangga terdampak Covid-19. Selain tetap produktif di masa pandemi, pemberdayaan melalaui strategi ini juga mampu menjadikan rumah tangga terdampak Covid-19 lebih berdaya dengan mendapatkan tambahan penghasilan sehingga secara perlahan kemungkinan meningkatkannya angka kemiskinan bisa diminimalisir.
Pemberdayaan masyarakat Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kab. Buleleng melalui budidaya ikan air tawar dan olahan ikan laut di masa pandemi Covid-19 dilakukan melalui tiga tahapan mulai dari Perencanaan dan kebijakan: Dalam perencanaan inilah diskusi berlangsung persoalan yang dihadapi berupa sulitnya mencari pekerjaan di desa lebih-lebih di masa pandemi berikut mengenali potensi yang dimiliki dan bisa dimanfaatkan. Sementara tahapan sosial politik berlangsung berbarengan melalui serentetan diskusi menyangkut biaya produksi pengolahan ikan laut, budidaya ikan air tawar, pengadaan bibit, pakan, hasil pemasaran, pengemasan hingga bagi hasil. Tahapan terakhir yakni peningkatan kesadaran dan pendidikan dilakukan melalui model pelatihan packaging produk, teknik budidaya yang benar hingga teknik pemasaran.
REFERENSI
Buku:
Friedmann, Jhon (1993), Empormwnt: The Politics of Alternative Development.
Cambridge Mass, Blackwell Book
Ibrahim (2015), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta.
Ife, Jim dan Frank Tesoriero (2008), Community Development, Alternatif
Ife, Jim (1995), Community Development: Creating Community Alternatives, Visions, Analysis ad Practice, Longman, Australia
Kartono, Kartini (1986), Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung, Alumni
Bandung.
Koentjoro (2014), Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Salemba Humanika.
Mardikanto, Totok (2015), Pemberdayaan Masyarakat, Bandung, Alfabeta
Moleong, Lexy (2014), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Mukerji, B (1961), Ektension Education for Community Development, New Delhi, Ministry of Food and Agriculture Government Of India
Nasdian, Fredian Tony (2015), Pengembangan Masyarakat, Jakara, Buku Obor
Sugiyono (2010), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung, Alfabeta
Theresia,Aprillia (2015), Pembangunan Berbasis Masyarakat, Bandung, Alfabeta.
Jurnal:
Kuswantono, Sri (2014). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Menyulam pada Ibu-Ibu di Desa Pabuaran, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Bogor, Jurnal Sarwahita. Vol. 11:No 2,82-86
Riyadh, Ahmad dan Balahmar (2014). Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Ekonomi Desa. Jurnal kebijakan dan Managemen Public. Vol.2: No.1, 53-66
Novira Kusrini dkk (2017). Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumber daya Lokal di Desa Jeruju, Kecamatan Sungai Kakap. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol 2:No.2, 139-150
Internet:
Juhawir Gustav rizal,2020
https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/11/102500165/pandemi-
covid-19-apa-saja-dampak-pada-sektor-ketenagakerjaan-indonesia-
?page=all, (diakses tangga l30 Juni 2020)
https://infocorona.baliprov.go.id/ (diakses tanggal 12 Juni 2020)
https://bali.bps.go.id/pressrelease/2020/08/05/717412/pertumbuhan-ekonomi-bali-semester-i-----2020.html (diakses tanggal30 Juli 2021)
Ulya, Nurul FIka, 2020.
https://money.kompas.com/read/2020/08/05/120854826/pertumbuhan-ekonomi-ri-minus-532-persen-pada-kuartal-ii-2020 (diakses tanggal 2 Agustus 2021)
Prakoso, randy Johanes. 2020. https://travel.detik.com/travel-news/d-5160460/agustus-pariwisata-bali-anjlok-81-akibat-corona (diakses tanggal 10
September 2020 )
http://tejakula-buleleng.desa.id/index.php/first/artikel/3 (diakses tanggal 20 Juli 2021)
Kusnadi, 2020. https://deskjabar.pikiran-rakyat.com/ekbis/pr-113845376/di-tengah-pandemi-covid-19-permintaan-lele-di-bali-meningkat-pembelinya-sampai-rela-antre (diakses tanggal 20 Juli 2021).
163
Discussion and feedback