DIGITALISASI BIROKRASI DALAM WILAYAH PUBLIK DAN MASYARAKAT SIPIL MENYONGSONG PEMILU TAHUN 2024

Piers Andrea Noak1

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Udayana

Email: [email protected]

ABSTRACT

The bureaucracy has intensified the principle of digital serving in providing public service, because digital services are demands that will be abbleto get sloser to the community. However, it is necessary to optimize the implementation of digital because the essence of digital transformation is not only changing ordinary service to on line or by building application in the public and civil society areas aquqlly. The problem of digitizing the bureaucracy bureaucracy above, the purpose of this writing is to see how changes in the digitalization of the bureaucracy and public services within the state and civil society are basic elements of the basis of democratization in the modern state. Research methods of normative bureaucracy ethics and institutional organizational approaches within the framework of the statute approach, conceptual approach, and analytical approach, bureaucratic and institutional material tracing techniques usedocument study techniques, as well as study using qualitative analysis. Bureaucratic digitalization must fulfilled within the bureaucracy, namely the ability to adapt structurally and functionally, as well as the readiness of its human resources in public service and civil society.

Keywors : Digitalization, Bureaucracy, Public Domain, Civil Society, Election.

ABSTRAK

Birokrasi telah menggencarkan prinsip “Digital Melayani” dalam memberikan pelayanan publik, karena layanan digital menjadi tuntutan yang akan mampu mendekatkan diri dengan masyarakat. Namun demikian, perlu optimalisasi penerapan Dilan ini karena hakikat transformasi digital tidak hanya merubah layanan biasa menjadi online atau dengan membangun aplikasi dalam wilayah publik dan masyarakat sipil secara merata. Permasalahan digitalisasi birokrasi di atas maka tujuan penulisan ini untuk melihat bagaimana perubahan digitalisasi birokrasi dan pelayanan publik dalam lingkup negara dan masyarakat sipil sebagai elemen pokok basis demokratisasi dalam sebuah Negara modern. Metode penelitian etika birokrasi normatif serta pendekatan organisasi kelembagaan dalam bingkai statute approach, conceptual approach, serta analytical approach, Tehnik penelusuran bahan birokrasi dan kelembagaan menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif. digitalisasi birokrasi harus terpenuhi dalam diri birokrasi, yakni kemampuan adaptasi secara struktural dan fungsional, serta kesiapan sumber daya manusianya dalam pelayanan publik dan masyarakat sipil.

Kata Kunci : Digitalisasi, Birokrasi, Wilayah Publik, Masyarakat Sipil,Pemilu

Pendahuluan.

Digitalisasi bukanlah tema yang tak lagi jarang kita dengar. Di zaman yang dikuasai teknologi ini, informasi bisa datang kapan saja dan dari mana saja termasuk melalui internet yang kita pakai sehari-hari. Penyebaran informasi yang ditransmisikan menggunakan teknologi digital itulah yang disebut sebagai digitalisasi. Pada dasarnya, teknologi ada untuk memudahkan segala aktivitas manusia. Maka dari itu, tujuan adanya digitalisasi adalah untuk mendapatkan efisiensi dan optimalisasi dalam banyak hal. Saat ini, digitalisasi telah digunakan dalam berbagai hal mulai dari pendidikan, bisinis, administrasi, hingga birokrasi Negara2.

Birokrasi di Indonesia telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Track record-nya pun tak jarang menuai kritik dari masyarakat. Namun dikutip dari perkataan Max Weber, birokrasi adalah “machine of country”, yang berarti birokrasi mempunyai peranan penting untuk mencapai tujuan bangsa. Sehingga, perkembangan teknologi digital membuat semua segi kehidupan harus mampu beradaptasi sesuai dengan tuntutan perubahan yang ada di masyarakat, yang sudah bersinggungan dengan teknologi digital menuju digitalisasi birokrasi dan demokratisasi.

Target mewujudkan Smart ASN pada tahun 2024 tidak terlepas dari pengaruh revolusi digital. Agenda reformasi birokrasi yang mengarah pada digitalisasi birokrasi menuntut diformulasikannya strategi pengembangan SDM aparatur yang sejalan dengan persiapan talenta ASN dalam menghadapi era digital. Kebijakan pembangunan Smart ASN menargetkan terwujudnya Smart ASN berkelas dunia (world class government) yang berintegritas, profesional, memiliki jiwa nasionalisme, menguasai TIK, menguasai bahasa asing, memiliki jiwa hospitality (keramahan), memiliki jiwa enterpreneurship (kewirausahaan) dan menguasai networking atau jaringan kerja (Kemenpan RB, 2018). Upaya mewujudkan Smart ASN tersebut dapat dicapai melalui pelaksanaan strategi pembangunan ASN yang diselaraskan dengan arah dan kebijakan strategis instansi pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada public (Siti Khaeromah, 2021).

Smart ASN menuju digitalisasi birokrasi dinilai sebagai ujung tombak pelayanan publik. Digitalisasi birokrasi memerlukan perluasan dan peningkatan akses serta infrastruktur digital,

penyusunan transformasi digital pelayanan publik, dan kesiapan talenta digital. Perpaduan pemanfaatan big data, teknologi informasi, dan kooperasi dari berbagai instansi dapat menyediakan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan menjawab tantangan di era digitalisasi. Beberapa fenomena kemajuan teknologi digital yang telah diuraikan di atas menjadikan transformasi birokrasi digital penting untuk dilakukan. Kolaborasi dan sinergitas perlu terus ada untuk menciptakan inovasi-inovasi yang memberikan nilai tambah dalam perjalanan birokrasi mencapai tujuan demokratrisasi.

Kolaborasi sinergitas disemua negara saat ini telah mengadopsi wacara birokrasi digital meskipun dengan penerapan yang sangat beragam, pemerintahan digital sering disamakan dengan pemerintahan yangh efisien karena data digital digunakan untuk memproses pelayanan birokrasi diwilayah public dan masyarakat sipil jauh lebih cepat dan akurat dari pada sebelumnya. Sementara demokratisasi selalu menyertakan peran wilayah publik yakni wilayah pertukaran gagasan tentang bagaimana mendorong perbaikan pengelolaan wilayah publik dalam sistem variasi model demokrasi yang berkembang saat ini.

Sementara masyarakat sipil merupakan sebuah konsep kenegaraan dalam perspektif teori demokrasi untuk menjelaskan berbagai kelompok dalam Negara multietnik untuk dapat menjunjung serta nmengupayakan berbagai nilai nilai dasar solidaritas, toleransi, keadaban serta keadilan, karena dalam konsep demokrasi yang berkembang hingga era milineal ini, semua organisasi masyarakat sipil digambarkan sebuah kerangka konter kekuatan demokrasi yang bertindak kritis terhadap kekuatan politik, ekonomi, bergerak dalam interaksi kelambagaan dalam tatan era demokratisasi digitalisasi birokrasi.

Dengan demikian permasalahan dalam tulisan ini bagaimana mendorong perbaikan pengelolaan digitalisasi birokrasi di wilayah publik dalam sistem variasi model demokrasi yang berkembang saat ini, serta tanggung jawab masyarakat sipil dalam momentum mengawal kemajuan birokrasi dan peran rakyat dapat bersuara atau sepenuhnya akuntabilitas pemerintah dominan.

Melihat kajian permasalahan digitalisasi birokrasi di atas maka tujuan penulisan ini untuk melihat bagaimana perubahan digitalisasi birokrasi dan pelayanan publik dalam lingkup negara dan masyarakat sipil sebagai elemen pokok basis demokratisasi dalam sebuah Negara modern. Perlu ditekankan disini bahwa digitalisasi birokrasi dan demokrasi sebab birokrasi di banyak negara termasuk Indonesia adalah proses panjang mengelola reformasi birokrasi ke digitalisasi

melalui proses perbaikan kelambagaan dan organisasi publik menuju masyarakat sipil yang dicitacitakan.

Kajian digitalisasi birokrasi wilayah publik menuju masyarakat sipil menggunakan metode penelitian etika birokrasi normatif serta pendekatan organisasi kelembagaan dalam bingkai statute approach, conceptual approach, serta analytical approach, karena fokus kajian berawal dari digitalisasi birokrasi merubah wajah pelayan publik serta keinginan masyarakat sipil menganut prinsip double movement yakni selain sebagai kerangka organisasi kelembagaan birokrasi juga sebagai kebijakan politik serta kekuatan politik sipil menuju demokratiisasi sesuai prinsip legal policy, Tehnik penelusuran bahan birokrasi dan kelembagaan menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif.

Perspektif Teoritis

Istilah digitalisasi adalah sebuah istilah atau terminologi yang digunakan untuk menjelaskan sebuah proses peralihan media yang dimulai dari penggunaan media cetak, video ataupun audio menjadi media digital dengan tujuan untuk bisa mengarsip dokumen dalam bentuk transformasi digital dan tidak bisa dihindari dan ditunda lagi, Indonesia harus melompat menuju pemerintahan berbasis digital. Perkembangan digitalisasi di birokrasi dan juga di sektor publik di beberapa negara sudah sangat pesat dan terhubung dengan tuntutan Revolusi Industri 4.0.3

Hal tersebut melahirkan Governance 4.0 yaitu kondisi birokrasi yang ditandai dengan kecepatan dan konvergensi dalam semua urusan, baik dalam pemerintahan, pembangunan, maupun dalam pelayanan di wilayah public dan sipil. Pada sisi lain, karakteristik birokrasi Indonesia saat ini pada dasarnya masih berada pada level Governance 1.0 yang ditandai dengan orientasi politik yang masih tinggi, tumpang tindih berbagai program dan kegiatan antar instansi, dan berbagai proses bisnis yang manual dan terfragmentasi. Perkembangan konvergensi teknologi saat ini memberikan kesempatan yang besar bagi Indonesia untuk melompat menuju Governance output pelayan publik dan masyarakat sipil terstandart internasional.

Pelaksanaan Grand Design Pembangunan ASN 2024 mendatang dalam mewujudkan profil digitalisasi birokrasi merupakan sebuah program strategis di bidang manajemen birokrasi SDM aparatur. Sejumlah perubahan dalam lingkungan strategis baik internal maupun eksternal organisasi birokrasi memberi pengaruh terhadap proses pelaksanaan program strategis tersebut.

Pada saat ini, kondisi lingkungan strategis yang sangat dinamis menuntut ASN lebih adaptif terhadap berbagai perubahan terutama dalam memberikan pelayanan di wilayah publik dan masyarakat sipil.

Pelayanan publik saat ini telah menjadi isu yang kian strategis, sebab kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi luas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (Laoly, 2019). Terjadinya revolusi digital yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat mengubah masyarakat sipil menjadi digital public society yang menuntut aparatur menyesuaikan diri dengan karakter dan kebutuhan mereka. Terjadinya pandemi Covid-19 semakin menuntut perubahan tren tranformasi sistem pelayanan dari manual ke digital.

Transformasi dengan hadirnya digital civil society yang sejalan dengan pesatnya revolusi digital dalam birokrasi pelayanan publik, mengharuskan ASN adaptif dengan berbagai tuntutan. Proses adaptasi yang dilakukan para ASN lingkungan birokrasi pemerintah swasta dalam mencermati kebutuhan mitra kerja tersebut didukung dengan diluncurkannya sejumlah platform teknologi digital yang sesuai dalam proses bisnis pelayanan. Dengan demikian, birokrasi digital menjadi babak baru birokrasi Indonesia di zaman yang serba praktis (Laoly, 2019). Lompatan perubahan menuju ke Birokrasi Digital Indonesia harus dipaksakan melalui pembangunan Super Apps yaitu platform digital yang terintegrasi yang menawarkan berbagai macam pelayanan dalam satu aplikasi (Prasojo, 2021).

Namun yang lebih penting dari sebuah transformasi digital adalah adanya perubahan budaya kerja. Transformasi digital lebih mengarah pada mengubah budaya organisasi daripada sekadar menerapkan seperangkat teknologi baru. Bahkan, teknologi hanyalah enabler atau katalis untuk sebuah perubahan (Stone 2019). Saat ini, budaya kerja birokrasi negara yang didominasi ASN muda sangat mendukung terlaksananya digitalisasi birokrasi karena telah mengadopsi model yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan para ASN. Suasana kerja yang nyaman telah melahirkan ASN tidak hanya mahir dalam mengoperasikan perangkat digital, tetapi juga luwes dalam menjalankan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan. Dengan membangun birokrasi yang lincah, memungkinkan pegawai bekerja di ritme yang sama, dan bekerja sama untuk memecahkan masalah kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara terkoordinasi dan akan menghasilkan nilai lebih baik bagi organisasi maupun masyarakat yang dilayani (Rulinawati et al., 2020).

Tulisan ini lebih menunjukkan bahwa keberhasilan transformasi digital birokrasi tergantung fleksibilitas instansi pemerintah dalam mengomunikasikan inovasi tersebut kepada pelayanan publik dan wilayah sipil. Menurut Gong et al. (2020) fleksibilitas dalam transformasi digital juga bergantung pada elemen organisasi dan level birokrasi yang memberi ruang penuh pada wilayah publik dan masyarakat sipil. Teknologi digital mengubah sektor publik dengan memengaruhi aplikasi, proses, budaya, struktur, dan tanggung jawab, serta tugas pegawai negeri (Tangi, Benedetti, et Jurnal El-Riyasah, Volume 12 Nomor 2 Tahun 2021 Khaeromah dkk. 149 al., 2021). Pada akhirnya, pelayanan birokrasi berbasis digital ini membuat pegawai di garis depan lebih mudah melayani di wilayah publik dan masyarakat sipil sehingga memacu peningkatan pelayanan yang efisien memasuki proses demokrasi yang akan datang (Løberg, 2021).

Digitalisasi Birokrasi

Dari berbagai gagagasan tentang pemerintahan digital yang dapat dibilang pasti hasilnya hanyalah efisiensi dan ketepatan karena tujuan lainnya belum pasti dapat tercapai. Problema pertama adalah penggunaan digital dalam birokrasi pemerintahan menuju pelayanan publik kerangka kesejahteraan yang menuju pelibatan struktur sosial ekonomi hampir tak pernah secara tuntas dibahas, tetapi biasanya hanya sampai pada tingkat asumsi dari perspektif pemikiran dan elaborasi teoritis dalam kerangka digitalisasi birokrasi yang hingga saat ini sampai pada pola hubungan kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat serta antar lembaga Negara departemen non departemen.

Pemikiran digitalisasi birokrasi mengandung beberapa problematik dalam tata pengelolaan negara menuju tata kelola governance4, dimana keamanan big data yakni digitalisasi oleh birokrasi negara harus sejalan dengan sistem yang kuat dimana birokrasi harus didukung dengan keparcayaan governance yang baik agar terjamin siber keamanan data warga Negara. Tata kelola governance yang baik dapat berwenang mengumpulkan data penduduk dengan maksud tercapainya pelayanan atau keteraturan pemilikan oleh masyarakat. Pemerintah saat ini bahkan

telah merencanakan mengembangkan Government-online Backbone5 bagi kepentingan semua instansi birokrasi pemerintah dan penyedia layanan masyarakat serta situs Indonesia.go.id yang menghubungkan pelayanan semua instansi pemerintah sebagai langkah penerapan e-government (Hetifah Sj Sumarto, 2008)

Namun alasan ini belum jadi suatu alasan pembenar jika tidak disertai dengan sistem keamanan data yang kuat, perlindungan data serta penggunaan digitalisasi birokrasi di Indonesia masih sangat lemah lebih dari bahaya serangan siber yang diperkirakan menghantui pelayanan birokrasi publik di Indonesia sebagai bahaya yang sangat vital bagi suatau negara demokrasi seperti Indonesia. Yang menjadi solusi sebagai mekanisme pengutan palayanan digitalisasi di Indonesia yakni bagaimana akuntabilitas birokrasi mengumpulkan dan menggunakan data sangat penting jika suatu pemerintahan memiliki mekanisme akuntabilitas yang menjaga bahwa data yang dikumpulkan tidak digunakan oleh kelompok kepentingan politik atau ekonomi politik tertentu. Disamping pemanfaatan data yang dikumpulkan perusahaan.

Pemerintahan yang demokratis juga harus menegakkan hukum tidak saja pada penyalagunaan digital untuk menyerang kelompok lain tetapi juga harus melindungi serangan siber terhadap suara kritis atas kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan. Sehingga digitalisasi birokrasi akan membawa tanggungjawab baru pada tata kelola pemerintahan seefisien menuju pelembagaan demokratisasi dalam wilayah publik dan masyarakat sipil.

Persoalan lainnya yakni digitalisasi birokrasi pemerintahan merupakan seberapa jauh pemerintah lebih mampu menangkap persoalan sosial ekonomi dimasyarakat. Digitalisasi dalam hal pengumpulan data golongan ekonomi yang perlu mendapat bantuan negara, namun penggunaan digital sering dianggap sama dengan menyelesaikan masalah yang sesungguhnya, padahal data dikumpulkan berdasarkan kategori/algoritma tertentu, sebagai contoh dengan mengambil sampel kelompok miskin apakah dengan data seperti itu data karakter kemiskinan dan ketimpangan dapat dikenali, digitalisasi birokrasi membawa resiko berkurangnya mekanisme pembahasan substantive yang melibatkan organisasi organisasi non pemerintah yang sangat kompeten.

Kompoten nya digitallisasi pelayanan publik banyak membawa kemudahan dan peningkatan mutu pelayanan hal mendasar adalah terjadinya perubahan yang lebih substantive, dimana digitalisasi pelayanan publik akan lebih mendorong reformasi birokrasi digital, model sistem pelaporan pelayanan yang diterapkan secara luas, serta menggunakan sistem pelaporan digital yang sangat maju, Cuma saja tantangan terbesar masih terdapat di daerah-daerah meskipun masih ada kebijakan namun kebanyak daerah hanya menggunakannya untuk perbaikan segmental dan dalam rangka memenuhi standart pelayanan minimal yang diberikan pemerintah pusat. Wilayah Publik

Pembahasan digitalisasi birokrasi dalam wilayah publik memiliki berbagai arena apapun bentuknya, dalam konsep demokrasi konvensional wilayah publik memiliki arahan moralitas dimana pihak tertentudipandang memiliki kredibilitas untuk didengarkan. Pihak yang dianggap kredibel ini bisa berupa organisasi atau individu karena rekam jejak yang baik atau bekerja menggunakan metode yang diakui secara ilmiah, misalnya pemimpin organisasi, pemimpin universitas atau media massa.

Di era digital otoritas diatas telah mengecil perannya yang diakibatkan oleh karena sangat mudah bersuara dengan memakai berbagai media digital, hal ini menyebabkan partisipandiwilayah public menjadi cair, dengan banyak partisipan yang asal berpendapat dan bahkan menghasilkan informasi sendiri. Banjir informasi juga menyebabkan berkurangnya minat menekuni sesuatu secara sistematis, metodis atau mendalam kecuali dengan metode dan logika yang disediakan secara digital.

Namun kurangnya minat pada konstruksi pengetahuan yang terstruktur/metodis menghasilkan kerentanan pada berita asal-salan bahkan palsu (hoaks) apalagi membuat berita palsu yang popular ada keuntungan status dan material. Untuk memperbaiki keadaan ini, beberapa hal perlu dilakukan diantaranya, organisasi institusi seperti media massa merekonstruksi kembali jaringan institusional untuk memperkuat jangkuan ke masyarakat, memperbaiki standar jurnalistik agar lebih relevan dan melalkukan advokasi untuk melindungi kebebasan pers. Lembaga pendidikan harus mengembangkan metode pelibatan bagi para pemuda, mengajarkan kolaborasi dan tanggungjawab sosial.

Program smart city di Barselona dapat dijadikan contoh baik. Big data yang difasilitasi oleh pemerintah dan ditopang oleh berbagai organisasi bertujuan menimbulkan kreativitas warga kota untuk memecahkan masalah, data masalah juga data potensi kolaborasi dapat ditarik dari big

data karena dengan berkembangnya teknologi informasi dan transformasi digital merupakan tantangan dan peluang yang mana mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia. Untuk mewujudkan tujuan digitalisasi birokrasi, perlu ada beberapa hal yang harus terpenuhi dalam diri birokrasi, yakni kemampuan adaptasi secara struktural dan fungsional, serta kesiapan sumber daya manusianya. Kemampuan memahami informasi melalui teknologi digital dan menggunakan teknologi digital secara tepat menjadi tuntutan utama yang harus dipenuhi oleh setiap individu, terlebih para Aparatur Sipil Negara (ASN). Stabilitas birokrasi sendiri dapat terganggu jika para birokrat tidak bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi masa kini.

Masyarakat Sipil dan Euforia Pemilu.

Kemudian dalam kontestasi Pemilu tak lepas dari peran influencer6. Rilis situs rajakomen.com, (n.d.) juga memuat hal serupa, bahwa momentum yang makin mempertegas peranan influencer dalam sistem politik era digital adalah pemilu sebagai salah satu bentuk pesta demokrasi rakyat Indonesia yang dihelat secara nasional. Hal ini turut disampaikan pula oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Viryan Aziz mengatakan terdapat tren pasangan calon menggandeng influencer seperti; selebgram dan youtuber dalam pelaksanaan kegiatan kampanye dalam Pemilu Tahun 2020, melalui media sosial (medsos) mereka turut melakukan sosialisasi visi, misi, begitu juga program paslon tertentu (Kartika & Puspita, 2020). Selaras, Nursal dalam (Irzal, 2018) menyebutkan bahwa dengan pemilihan tokoh influencer yang tepat akan mampu memberikan efek besar untuk mempengaruhi pendapat, keyakinan, dan pikiran publik. Dalam konteks politik sipil , harapannya adalah influencer dapat meningkatkan popularitas seseorang, bahkan diharapkan menarik simpatik masyarakat dalam menjatuhkan pilihan kepada kandidat tertentu.

Kandidat politik yang dalam teori demokrasi yang berkembang hingga tahun 2000an merupakan bagian dari partai, organisasi masyarakat sipil digambarkan sebagai kekuatan yang bertindak kritis terhadap kekuatan politik dan ekonomi, bergerak dalam interaksi kelambagaan, sebagian dari padanya menerjemahkan nilai nilai tadi sesuai konteks. Peran ini sering dibantu oleh universitas yang menjunjung tinggi nilai nilai diatas, karena organisasi masyarakat sipil

digambarkan sebagai badan yang memiliki basis formal dengan identitas dengan program yang dinyatakan dengan jelas.

Di era digital sejalan dengan berubahnya politik pembangunan ditingkat internasional, eksistensi organisasi masyarakat sipil dalam bentuk yang lama semakin berkurang setidaknya untuk sebagian jenisnya. Dalam konteks baru mereka berjuang mencari bentuk dan kegiatan baru untuk bertahan. Namun, bentuk lain kelompok kelompok kecil muncul dengan kemampuan digital dibidang ekonomi dan sosial politik dimana sebagian mereka tertarik dengan isu-isu politik sebagai sistem namun bukan berarti bahwa mereka tidak menyadari adanya persoalan kecurangan, keadilan dan solidaritas.

Nilai-nilai tersebut mereka wujudkan dalam berbagai kegiatan praktis dibidang social ekonomi, muncul juga kelompok kelompok yang dengan kemampuan digital nya terlibat dalam sisi mengkritisi politik dan kebijakan pemerintah seperti kelompok yang mampu memunculkan jejak digital ke pejabat public anti hoaks dan melawan serangan siber yang dibiayai kelompok kepentingan, pengecekan pelayanan publik dan sebagainya.

Masyarakat sipil semacam ini saat ini masih tampak segmental dan belum bisa menggantikan peran kritik sistematis dari ormas sipil konvensional, namun harapan bahwa mereka bisa menguat dan berdampak besar datang kemungkinan pembaruan bentuk organisasi formal dengan kelompok ini dan seperti adagium kecerdikan digital yang tanpa batas selalu mungkin kelompok ini membobol dan membuka kecurangan kelompok yang sedang berkuasa.

Kesimpulan

Digitalisasi birokrasi merupakan salah satu upaya perubahan wajah birokrasi dalam mendukung percepatan reformasi birokrasi di lembaganya. Smart ASN merupakan target pembangunan SDM aparatur sebagai salah satu area perubahan dalam reformasi birokrasi di wilayah publik dan masyarakat sipil. Proses penyederhanaan struktur organisasi berdampak pada seluruh aspek manajemen ASN mulai dari perencanaan hingga peningkatan kesejahteraan dan pemberhentian. Perubahan lingkungan strategis seperti adanya penyederhanaan organisasi dan mengembangkan perangkat digital yang mendukung mobilitas pegawai sehingga mempermudah semua aktivitas dan kolaborasi antar pegawai dalam operasional serta pemberian layanan kepada masyarakat.

Untuk mempercepat proses pembangunan SuperApp birokrasi Indonesia, perlu segera dibangun Pusat Data Nasional sebagai rumah bagi Satu Data Indonesia, membangun infrastruktur

teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berbagi pakai, menyiapkan teknologi machine learning dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang akan dipergunakan untuk bigdata analytics sebagai dasar untuk berbagai kebutuhan pengambilan keputusan dan kebijakan pembangunan. Dengan SuperApps birokrasi Indonesia, berbagai pelayanan di wilayah publik dan masyarakat sipil bisa dilakukan secara daring (online).

Referensi

Agus Sukristyanto, Bagong Suyanto. 2021. Pembangunan dan Birokrasi. Penerbit Kencana, Devisi Prenada Media Group. Jakarta.

Bambang Rudito, dkk. 2016. Aparatur Sipil Negara Pendukung Reformasi Birokrasi. Penerbit Kencana. Jakarta.

Daly, J. L. (2015). Human resource management in the public sector: policies and practices. Routledge.

Dwiyanto, Agus, Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik: Kajian Tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta. 2019.

Eko Prasojo. 2020. Kompleksitas dan Dinamika Perubahan Birokrasi Indonesia.      Penerbit

Kencana, Devisi Prenada Media Group, Jakarta.

Eko Prasojo, Membangun Birokrasi Digital, Kompas, Selasa 28 September 2021, https://fia.ui.ac.id/ membangun-birokrasi-digital/ diakses 25 Juli 2022.

Hetifah Sj Sumarto. 2009. Inovasi Partrisipasi dan Goodgovernance. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Kementerian PANRB. (2018b). Kementerian PANRB Susun Grand Design Pembangunan ASN Era Industri 4.0. https://menpan.go.id/site/beritaterkini/kementerian-panrb-susun-grand-design-pembangunan-asn-era-industri-4-        0kementerian-panrb-susun-grand-design-

pembangunan-asn-era-industri-4-0.

Kartika, M., & Puspita, R. (2020). KPU: Paslon Mulai Gandeng Influencer untuk Kampanye Pilkada. republika.co.id. https://www.republika.co.id/berita/qj7v2s428/kpu-paslon-mulai-gandenginfluencer-untuk-kampanye-pilkada (Diakses, 24 Juli 2022).

Løberg, I. B. (2021). Efficiency through digitalization? How electronic communication between frontline workers and clients can spur a demand for services. Government Information Quarterly, 38(2), 101551. https://doi.org/10.1016/j.giq.2020.101551

Laoly, Y. H. (2019). Birokrasi Digital (A. Fathoni (ed.)). Pustaka Alfabet.

Mohtar Masoed. 2018. Politik Birokrasi dan Pembangunan. Penerbit Pustaka Plajar. Yogyakarta.

Prasojo, E. (2021, September 28). Membangun Birokrasi Digital. Kompas.

Suryatman, H. (2018). Grand Design Pembangunan ASN 2020-2024 Dan Pengukuran Indeks Profesionalitas ASN.

Stone, S. M. (2019). Digitally Deaf: Why Organizations Struggle with Digital Transformation. Springer International Publishing.

Wiryanto, W. (2018). Pengembangan Instrumen Pengukuran Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara Dalam Rangka Reformasi Administrasi. Sinergitas Quadruple Helix: E-Business Dan Fintech Sebagai Daya Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal, 102–111.

Warsito Utomo. 2019. Administrasai Publik Baru Indonesia. Perubahan Paradikma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Diterbitkan atas Kerja Sama antara Program MAP. UGM. Yogyakarta.

Zaenal Mukarom. 2018. Manajemen Pelayanan Publik. Penerbit CV. Pustaka Setia. Bandung.

Journal

Cynthia Febri Sri Indarti. 2021. Flexibility Working Arrangement Sebagai Agenda Reformasi Birokrasi Untuk Efisiensi Kerja. The Indonesian Journal Of Public Administration (Ijpa) Volume 7 | Nomor 2 | Juli – Desember.

Faozan, H. (2018). Perubahan Paradigma Pengembangan Kompetensi Menuju Smart ASN. Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Menuju Pemerintahan Kelas Dunia, VIII(VIII), 22–40.

Hasan, E. (2019). Membangun Smart Aparatur Sipil Negara (ASN) Menuju Birokrasi Berkelas Duniatahun 2024. Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, 12(1), 1– 12.

Ilham , M. Zaenul Muttaqin , Usman Idris , Dorthea Renyaan. 2022. Era Digital : Influencer Dalam Sistem Politik Indonesia. Jurnal Ekologi Birokrasi . Volume 10 No. 1.

Inas Tasya Firdaus, Melinia Dita Tursina, Ali Roziqin. 2021. Transformasi Birokrasi Digital Di Masa Pandemi Covid-19 Untuk Mewujudkan Digitalisasi Pemeritahan Indonesia. : Jurnal

Studi Kepemerintahan Vol. 4 No. 2 Bulan September. P-ISSN: 2502-2539/ E-ISSN: 26849836.

Rulinawati, Samboteng, L., Arifin, S., & Hasanuddin. (2020). Crafting Agile Bureaucracy: Transforming Work Ethics of Civil Servants and Organisational Culture of Bureaucracy in Indonesia. International Journal of Innovation, Creativity and Change, 12(11), 692–714.

Siti Khaeromah, Febri Yuliani, Hasim As’ari . 2021. Digitalisasi Birokrasi Melalui Pembangunan Smart Asn Di Kantor Regional Xii Bkn Pekanbaru. Jurnal El-Riyasah, Volume 12 Nomor 2.

Tangi, L., Janssen, M., Benedetti, M., & Noci, G. (2021). Digital government transformation: A structural equation modelling analysis of driving and impeding factors. International Journal        of        Information        Management,        60,        102356.

https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2021.102356.

144