JURNAL ILMIAH WIDYA SOSIOPOLITIKA

E-ISSN 2685-4570

KOMITMEN BRAZIL MENDORONG PERDAGANGAN AGRIKULTUR GLOBAL GUNA MENJAGA KETERSEDIAAN PASOKAN PANGAN DIMASA PANDEMI COVID – 19

Muhammad Yafi Zhafran1)

Arie Kusuma Paksi2)

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta1 [email protected]

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta2 [email protected]

ABSTRAK

Seluruh dunia mengalami perubahan signifikan disebabkan oleh adanya pandemi COVID-19. Negara-bangsa serentak melakukan kebijakan penanganan yang sama yaitu lockdown dan pembatasan mobilisasi domestik dan mancanegara. Namun, kebijakan ini membawa dampak yang cukup buruk khususnya pada sektor perekonomian dan perdagangan global. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif serta menggunakan kacamata liberalisme, ditemukan bahwa Brazil berusaha untuk mendorong perdagangan global ketimbang melakukan proteksionisme perdagangan sesuai dengan ide yaitu pemenuhan kebutuhan hanya akan tercapai apabila pasar dibuka secara bebas dan tak dibatasi. Hal ini terutama diupayakan dalam sektor agrikultur yang memiliki posisi penting dalam menjaga pasokan pangan global di masa pandemi.

Kata kunci: COVID-19, Brazil, perdagangan agrikultur, pasokan pangan global, WTO

ABSTRACT

The whole world is undergoing significant changes due to the COVID-19 pandemic. The nationstate simultaneously carries out the same policy to handle this kind of disaster: lockdown and confiscation of domestic and foreign mobility. However, this policy had a negative impact, especially on the global economy and trade sectors. By using a qualitative descriptive method and using the frame of liberalism, Brazil is trying to encourage global trade which is found to be carrying out trade protectionism by the idea fulfilling the needs will only be achieved if the market is opened freely and not restricted. This is mainly driven by the agricultural sector, which has an important position in maintaining the global food supply during the pandemic.

Keywords`: COVID-19, Brazil, Agriculture Trade, Global Supply Chain, WTO

PENDAHULUAN

Pada akhir tahun 2019, dunia dikagetkan dengan munculnya virus misterius di Wuhan, Hubei, China. Virus misterius yang akhirnya berhasil diidentifikasi sebagai virus korona baru dinamai SARS-CoV-2 ini menyebabkan penyakit yang bernama COVID-19 (WHO, 2020). Dengan cepat, virus ini menyebar ke seluruh penjuru dunia secara masif. Melihat hal tersebut, WHO pada tanggal 11 Maret 2020 mengumumkan bahwa COVID-19 masuk dalam kategori pandemi yang merambah seluruh bagian dalam masyarakat global dan membutuhkan strategi penanganan yang cepat dan tepat (WHO, 2021). Tak terkecuali perdagangan internasional dan global supply chains sebagai sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat menjadi sektor yang terkena guncangan cukup hebat (ILO, 2020).

COVID-19 membawa dampak buruk bagi perdagangan negara-negara pengekspor maupun pengimpor. Dengan menyebarnya virus ini, maka supply and demand sebagai motor penggerak ekonomi juga mengalami penurunan. Ditambah dengan, dampak dari kebijakan karantina wilayah sebagai tindakan preventif yang efektif dalam menangani mencegah penyebaran virus hingga 80%-100% (Daghriri and Ozmen, 2021), membawa dampak negatif pada situasi dan kondisi perdagangan antar kawasan. COVID-19 menjadi penghambat serius untuk eksistensi perdagangan global karena kondisi pandemi menurunkan aktivitas perdagangan dengan meningkatkan biaya produksi maupun distribusi dan kebijakan karantina mengurangi mobilitas antar negara (Hayakawa and Mukunoki, 2021). Salah satu negara yang terdampak cukup parah adalah Brazil.

Brazil merupakan negara yang memiliki luas wilayah terbesar di Amerika Selatan. Dengan wilayah yang luas dan topografi daratan yang beragam menjadikan Brazil sebagai salah satu negara raksasa dibidang industri pertambangan, manufaktur, dan agrikultur. Di bidang pertambangan, Brazil dikenal sebagai negara penghasil pasir besi, bauksit, mangan, emas, dan berbagai batuan berharga lain. Di bidang manufaktur Brazil menjadi pengekspor sebagian besar baja, mobil, elektronik, dan barang konsumsi lain. Sementara di sektor agrikultur, Brazil terkenal dengan sumber utama komoditas kopi, jeruk, singkong, gula, kedelai, dan daging sapi (James, 2021).

Tak seperti sektor manufaktur maupun jasanya yang performa produktivitasnya cenderung fluktuatif. Performa sektor agrikultur Brazil ini secara konsisten berada pada level yang tinggi. Bisa dikatakan bahwa sektor ini merupakan tumpuan utama dari perekonomian Brazil dimana setor ini sukses untuk berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja serta pengurangan harga makanan di lingkungan masyarakat domestik (Dutz, 2018). Kesuksesan dalam pertumbuhan produktivitas agrikultur Brazil salah satunya disebabkan oleh peningkatan penggunaan teknologi baru.

Dari penjelasan diatas, penulis ingin menyampaikan mengenai upaya Brazil untuk mendorong terjadinya perdagangan global guna menjaga ketersediaan bahan pangan di masa pandemi.

Menurut perspektif liberalisme, dalam memenuhi kebutuhan negara, perspektif ini menentang pengendalian berlebihan negara terhadap kegiatan ekonomi domestik maupun internasional. Hal ini didasari pada argumen liberalisme yang berpandangan bahwa cara yang paling efektif untuk meningkatkan kekayaan nasional dan memenuhi kebutuhan negara adalah dengan cara membiarkan pertukaran antar individu dalam ekonomi domestik maupun internasional tidak dibatasi, dan dilakukan secara bebas. Dengan kata lain, perspektif ini menganjurkan negara-negara untuk melakukan pasar bebas (Mas’ oed, 1994).

Menurut Jackson dan Sorensen (2013), perdagangan internasional yang mana merupakan situasi yang sebaiknya barang dan jasa bergerak bebas melewati batas-batas negara harusnya menjadi sasaran utama para pembuat kebijakan di seluruh negara bangsa karena hanya perdagangan bebaslah yang akan meningkatkan efisiensi sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun modal. Apalagi, pada masa sekarang yang telah mencapai masa globalisasi ekonomi dunia yang berarti bahwa rintangan bagi perdagangan internasional akan semakin sedikit. Oleh karenanya, jika negara tidak aktif dalam kegiatan perdagangan internasional dan malah melakukan tindakan proteksionisme, maka hal ini hanya akan menimbulkan kesengsaraan bagi negara tersebut karena suatu masyarakat yang tak dapat mengikuti perkembangan jaman, maka masyarakat tersebut akan tersapu oleh peradaban.

Liberalisme ini memang cocok untuk melihat tindakan Brazil yang mendorong negara-negara dunia dimasa covid untuk membukaan pasar dan tidak melakukan proteksionism untuk menjaga perputaran pasokan produk agrikultur bagi negara-negara di dunia.

Dengan adanya keterlibatan organisasi internasional pada kaitannya dengan tindakan Brazil untuk membuka pasar dan tidak melakukan proteksi pasar dimasa COVID-19 yaitu WTO, maka perspektif neo-liberal juga bisa digunakan sebagai kacamata. Pandangan ini mengatakan bahwa negara bukanlah satu-satunya aktor dalam hubungan inernasional, melainkan ada pula organisasi internasional yang berfungsi sebagai sarana penyelesaian konflik antar negara. Sama halnya dengan liberalisme, perspektif neo-liberal ini juga berpandangan bahwa campur tangan negara di dalam kegiatan ekonomi digantikan oleh mekanisme pasar dimana sistem untuk menjadi tolak ukur keberhasilan negara adalah perekonomiannya (Oktaviano dan Waluyo, 2017).

Munculnya institusi-institusi global ini merupakan implikasi dari adanya interdependensi perdagangan internasional yang telah ada. Sehingga negara tak akan dapat berdiri sendiri tanpa ada bantuan dari negara lain karena negara-negara didunia sudah mencapai tahap saling ketergantungan. Menurut Jackson dan Sorensen (2013), interdependensi yang tinggi akan membawa pada terbentuknya institusi-institusi internasional untuk menghadapi masalah secara berbarengan seperti permasalahan yang ditimbulkan akibat COVID-19.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Creswell (2014), penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang memiliki fokus pada suatu proses dan peristiwa secara interaktif. Penelitian kualitatif ini berakar dari sejarah penelitian antropologi, sosiologi, humaniora, dan evaluasi. Dengan menggunakan metode studi kasus yang menguraikan dan menjelaskan penjelasan secara komprehensif secara lebih komprehensif terhadap suatu aspek. Metode-metode pengeksplorasian dan pemahaman makna oleh sejumlah individu maupun sekelompok individu berasal dari masalah sosial kemasyarakatan. Sehingga teknik pengumpulan data yang digunakan yakni pemanfaatan dokumen melalui studi literatur dengan bersumber pada artikel jurnal, dokumen institusi, buku, maupun surat kabar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam Dutz (2018) disebutkan bahwa Brazil merupakan negara yang sejajar dengan China dalam rata-rata TFP (Total Factor Productivity) produk agrikultur selama beberapa tahun kebelakang. Walaupun demikian, Brazil bisa dikatakan belum menggunakan dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dengan maksimal untuk keperluan perekonomian negaranya. Hal ini terlihat dari data World Bank yang menyebutkan bahwa pada 2019, Brazil hanya mencatatkan pertumbuhan GDP sebesar 1,1 %. Catatan tersebut merupakan suatu indikator dari performa Brazil di bidang ekonomi yang mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2017 dan 2018 yang sama-sama mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,3 % (World Bank, 2021). Rekor buruk ekonomi Brazil ini dikarenakan oleh perubahan pemerintahan serta implementasi dari kebijakan ekonominya lebih mengarah kepada reformasi struktural yang lebih pro-pasar (ECLAC, 2020). Ditambah dengan efek dari pandemi global yang menyasar pada hampir semua aspek kenegaraan mulai dari sosial, politik, hingga ekonomi, menyebabkan Brazil diprediksi menjadi negara yang kesulitan dalam merespons pandemi kali ini (MSF, 2021).

Khususnya pada bidang ekonominya, pandemi membawa dampak buruk dengan semakin merebaknya angka pengangguran, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya angka kelaparan (De Carvalho, et.al 2021). Terlebih Brazil merupakan negara aktif dalam perdagangan internasional melalui aktivitas ekspor impor (Santander Trade Markets, 2021) tentu sangat terdampak adanya pandemi ini yang mempengaruhi seluruh aspek perdagangan dan memiliki problem yang hampir sama dengan negara lain, yaitu meningkatnya kelangkaan dan harga barang namun memiliki permintaan yang jatuh (World Bank, 2020). Keadaan ini diperparah dengan penurunan suplai komoditas China ke seluruh dunia sebanyak 50% (World Bank, 2020) sebagai akibat merebaknya pandemi, secara langsung dapat menghantam Brazil karena China merupakan mitra dagang utama Brazil yang pada 2019 mencatat angka ekspor ke China sebanyak 28,1% dari total ekspor dan 19,9% dari total impor Brazil (Santander Trade Markets, 2021).

Jika ditinjau lebih jauh, COVID-19 memberikan dampak yang signifikan dalam perdagangan internasional. Dalam Louhichi (2021) disebutkan bahwa

dampak dari adanua COVID-19 ini berpengaruh buruk kepada permintaan dan penawaran, pembatasan kegiatan perdagangan, produk maupun transaksi jasa, serta mobilitas aliran modal. Hal senada juga disampaikan oleh (Hayakawa and Mukunoki, 2021) namun dalam penelitiannya, disampaikan bahwa implikasi dari pandemi terhadap perdagangan internasional mulai menurun yang dihitung efektif mulai dari Juli 2020 atau bisa dikatakan bahwa pasca gelombang pertama pandemi, dampak bahayanya dapat diakomodasikan oleh perdagangan internasional dengan baik.

Hal serupa juga dikatakan bahwa efek pandemi terhadap sektor agrikultur dalam sebuah penelitian di Canada oleh Gray (2020) menyebutkan bahwa sektor suplai dan pasokan agrikultur merupakan sektor yang tidak terlalu terkena dampak dari adanya pandemi. Hal ini menurut sebuah analisis yang menyimpulkan bahwa akses agrikultur ke angkutan laut, pergerakan kereta, dan pengangkutan oleh truk cenderung membaik yang didukung oleh berkurangnya permintaan di sektor lain. Peluang di sektor agrikultur ini merupakan peluang besar bagi Brazil untuk masuk karena permintaan dari produk agrikultur untuk pemenuhan kebutuhan pokok manusia selama pandemi harus dipenuhi. Walaupun terjadi lockdown ataupun karantina, kebutuhan manusia akan makanan dan minuman tidaklah dapat dikurangi. Melihat pentingnya pengamanan akan pasokan bahan makanan melalui terjaminnya produktivitas dan distribusi produk agrikultur tersebut, Brazil bersama beberapa negara lain seperti Jepang, Colombia, Australia, dan Amerika Serikat berkomitmen untuk terus mendukung distribusi barang global secara efektif dan efisien melalui implementasi yang dipercepat oleh perjanjian fasilitasi perdagangan oleh WTO (WTO, 2020).

Oleh karenanya, Brazil pada 29 Mei 2020 dalam General Council Committee on Agriculture WTO mengeluarkan pernyataan melalui laporan WTO nomor WT/GC/208/Rev.2 G/AG/30/Rev.2 mengenai pandangan serupa dalam memberikan respons terhadap situasi COVID-19 dengan berkomitmen melakukan keterbukaan dan tindakan terukur dalam produk agrikultur serta makanan (WTO, 2021).

Negara-negara yang mengeluarkan statemen bersama dalam laporan tersebut antara lain:

Tabel 1 Daftar Negara yang Mengeluarkan Pernyataan

Nomor

Nama Negara

1.

Australia

2.

Brazil

3.

Kanada

4.

Chile

5.

Kolombia

6.

Kosta Rika

7.

Ekuador

8.

Uni Eropa

9.

Georgia

10.

Hong Kong

11.

China

12.

Jepang

13.

Republik Korea

14.

Malawi

15.

Malaysia

16.

Meksiko

17.

Nikaragua

18.

Paraguay

19.

Peru

20.

Qatar

21.

Arab Saudi

22.

Singapura

23.

Selandia Baru

24.

Swiss

25.

Kawasan Bea Terpisah Taiwan, Penghu, Kinmen dan Matsu

26.

Ukraina

27.

Uni Emirat Arab

28.

Inggris

29.

Amerika Serikat

30.

Uruguay

Sumber: Laporan WTO nomor WT/GC/208/Rev.2 G/AG/30/Rev.2

Dalam laporan yang berisi tentang 30 negara tersebut, terdapat enam poin utama yang menjadi poin inti. Poin pertama menjelaskan bahwa masalah pandemi ini merupakan isu global yang membutuhkan respons dan koordinasi global terutama dalam sektor agrikultur yang merupakan sektor vital bagi terpenuhinya keamanan pasokan makanan, nutrisi, dan kesehatan masyarakat negara-negara anggota.

Kerja sama dan koordinasi dalam merespons pandemi dilakukan karena pandemi ini memiliki efek yang sangat signifikan dalam mempengaruhi pembangunan dan perkembangan ekonomi global. Kaitan antara COVID-19 dan dampak buruk terhadap perdagangan global ini dapat dilihat dari estimasi pertumbuhan ekonomi global dapat mencapai angka dua persen per bulan dan perdagangan global diperkirakan jatuh hingga 13 sampai dengan 32 persen. Urgensi dari adanya langkah taktis dan kompak dari seluruh elemen internasional sangat diperlukan (Verma et al., 2021). Oleh karenanya, dengan berkaca pada hal tersebut, maka dapat dilihat bahwa komitmen dari Brazil dan beberapa negara tersebut merupakan langkah yang efektif untuk menanggulangi dampak saat dan pasca COVID-19 karena kunci untuk bertahan serta mengurangi dampak negatif pandemi di sektor ekonomi adalah dengan kerja sama yang erat diantara aktor-aktor yang terlibat (Morgan, Awafo and Quartey, 2021).

Poin kedua, menyampaikan mengenai pentingnya menjaga pasokan agrikultur dan kemampuan negara anggota guna memenuhi kebutuhan domestik negaranya melalui proses distribusi yang efektif dan efisien. Anggota WTO secara kolektif berperan dalam 67% ekspor global produk pangan agrikultur dan 60% dari impor produk pangan agrikultur global (WTO, 2020). Distibusi yang efektif dan efisien ini penting untuk menentukan keadaan dari ketersediaan pasokan global

dimasa pandemi karena COVID-19 cukup berdampak sektor jasa transportasi (Gray, 2020).

Poin ketiga berkaitan erat dengan pernyataan untuk mendorong negara didunia agar tidak melakukan pembatasan pasar ekspor khususnya dibidang agrikultur. Hal ini karena dikhawatirkan akan berdampak pada ketersediaan pangan, lonjakan harga, dan kekurangan produk makanan pokok. Tren pembatasan ekspor ini tak dapat dipungkiri memang menjadi kebijakan umum untuk memenuhi kebutuhan domestiknya terlebih dahulu. Namun, kebijakan ini akan berimplikasi pada krisis pangan yang meluas karena terganggunya rantai pasokan pangan global. Oleh karenanya, dalam (Espitia, Rocha and Ruta, 2020) kebijakan ini berpotensi tidak menyelesaikan masalah yang ada, namun malah menimbulkan masalah yang lebih parah terutama di negara berkembang dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap negara lain karena terhambatnya rantai pasokan pangan.

Poin keempat menjelaskan mengenai kecakapan dan kesiapsiagaan pasar komoditas global dalam merespons adanya krisis. Menurut (AMIS, 2021), ditemukan bahwa pasar pangan global masih dalam posisi seimbang dan stok akan bahan pangan pokok seperti jagung, beras, gandum, dan kedelai dapat memenuhi permintaan pasar. Oleh karenanya, penting adanya untuk menjaga stok produksi dan ketersediaan bahan pangan melalui sistem perdagangan global yang ada. Dengan adanya intervensi negara yaitu pembatasan ekspor, maka hal ini ditakutkan akan menyebabkan terganggunya rantai makanan global yang berimplikasi pada stok pasokan pangan bagi pemenuhan permintaan pasar. Hal ini tentu sangat urgen untuk dijaga, terutama untuk mengantisipasi terjadinya permintaan akibat krisis pangan.

Poin kelima, berisi mengenai dorongan bagi negara anggota untuk melakukan transparansi data pertanian dan perdagangan komoditas agrikultur. Transparansi disini merupakan pertukaran pengetahuan ataupun informasi mengenai ekonomi, performanya, serta bagaimana pengaruh dari kebijakan (Tibana, (2003) dalam (Turnes and Ernst, 2015)) yang berwujud prediktabilitas dan simplifikasi (Helble, Shepherd and Wilson, 2009). Transparansi ini akan mendorong pada kegiatan perdagangan yang memiliki akuntabilitas tinggi (Fox, 2007) sehingga tingkat kepercayaan antar negara maupun aktor-aktor lain dapat dilakukan dengan baik sehingga sirkulasi barang dan jasa internasional semakin efektif (Turnes and Ernst, 2015) yang kemudian berdampak baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini selaras dengan yang disampaikan Helbe et.al (2009) dengan mengambil studi kasus di APEC bahwa peningkatan transparansi pada sektor impor dan ekspor di perdagangan kawasan akan meningkatkan perdagangan intra anggota sampai US$ 148 miliar atau sekitar 7,5 persen dari baseline perdagangan di kawasan. Pendorongan akan adanya transparansi data juga dapat menjadi sarana mencegah korupsi pada sektor agrikultur yang merugikan aktor publik maupun swasta yang terlibat.

Poin keenam, yang disampaikan dalam laporan berisi mengenai komitmen ke-31 negara untuk memastikan pasokan pertanian global berjalan dengan baik ketika krisis pandemi melanda. Berikut poin komitmen yang disampaikan:

  • a.    Memastikan bahwa rantai pasokan tetap terbuka dan terhubung sehingga pasar internasional dapat terus berfungsi dalam mendukung pergerakan produk agrikultur dan input pertanian, yang memainkan peran penting dalam menghindari kekurangan pangan dan menjamin ketahanan pangan global.

  • b.    Menahan diri untuk menumpuk stok pangan dalam negeri produk pertanian biasanya diekspor guna menghindari gangguan atau distorsi dalam perdagangan internasional.

  • c.    Tidak memaksakan pemberlakuan pembatasan ekspor pertanian dan tidak membenarkan tindakan yang menghambat perdagangan pada produk agrikultur dan pangan dan input produksi agrikultur utama.

  • d.    Tindakan darurat yang terkait dengan agrikultur dan produk pangan yang dirancang untuk menangani COVID-19 harus tepat sasaran, proporsional, transparan, dan temporary, serta tidak menciptakan hambatan yang tidak perlu terhadap perdagangan atau gangguan terhadap rantai pasokan global untuk produk pertanian dan pangan. Setiap tindakan tersebut harus konsisten dengan aturan WTO.

  • e.    Mengkomunikasikan kepada WTO untuk sesegera mungkin bergerak untuk menangani implikasi COVID-19 yang terkait perdagangan yang mempengaruhi agrikultur dan produk pangan, jika perlu termasuk memberikan bukti ilmiah yang sesuai dengan perjanjian WTO, untuk memastikan transparansi dan prediktabilitas. Anggota juga harus diberi kesempatan untuk meninjau langkah-langkah baru.

  • f.    Memastikan bahwa informasi terbaru dan akurat mengenai tingkat produksi agrikultur, konsumsi dan stok, serta harga pangan tersedia secara luas, termasuk melalui mekanisme internasional yang ada.

  • g.    Mendukung upaya WTO dan organisasi internasional lain dalam menganalisis dampak COVID-19 pada agrikultur global, perdagangan dan produksi pangan.

  • h.    Untuk terlibat dalam dialog guna meningkatkan kesiapsiagaan dan daya tanggap terhadap pandemi dalam ranah regional maupun internasional, termasuk koordinasi multilateral mengurangi pembatasan ekspor agrikultur, khususnya di WTO (WTO, 2020).

Melalui pernyataan yang dikemukakan oleh Brazil, dapat dilihat bahwa Brazil secara langsung mendukung adanya pasar bebas dimana komoditas agrikultur dapat dengan mudah keluar masuk negara tanpa adanya rintangan berarti dari otoritas setempat. Hal ini bertujuan agar rantai pasokan global tidak terganggu. Hambatan pasar perdagangan global khususnya ekspor maupun impor produk agrikultur harus diminimalisir guna menjamin dan mempertahankan ketahanan pangan global.

Brazil bukan hanya sekali ini saja mendorong negara-negara anggota WTO untuk tidak melakukan pembatasan aktivitas ekspor dan impor dalam perdagangan global. Dalam laporan lain di WTO disebutkan bahwa Brazil juga mendorong anggota WTO untuk menyederhanakan dan mengefisienkan aktivitas perdagangan barang internasional (WTO, 2020).

SIMPULAN SARAN

Pandemi COVID-19 yang muncul di akhir 2019 membawa dampak signifikan bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat global. Salah satu sektor yang terkena dampak paling keras oleh adanya krisis akibat pandemi ini adalah sektor ekonomi. Sektor ekonomi terkena dampak cukup keras karena ekonomi yang bertumpu pada supply and demand serta aktivitas produksi, konsumsi, dan distribusi terguncang dengan perubahan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan karena virus COVID-19 yang dengan mudah menyebar melalui kontak fisik dan mobilisasi masyarakat harus dihentikan oleh otoritas berwenang yang akhirnya melahirkan kebijakan lockdown dan pembatasan aktivitas ketat masyarakat.

Tak hanya ekonomi domestik yang terkena dampak dari menurunnya aktivitas ekonomi dan mobilisasi masyarakat, namun ekonomi internasional yaitu perdagangan antar negara juga mengalami hal yang serupa. Akibat lockdown dan pembatasan mobilisasi itu, perdagangan internasional seolah berhenti sejenak. Banyak negara memberlakukan kebijakan pembatasan ekspor dan memilih menggunakan produk berlebih di negaranya untuk kepentingan dan kebutuhan domestik. Hal ini tentu saja akan berakibat pada rantai pasokan global.

Oleh karenanya, melihat dampak yang cukup besar yang dialami Brazil akibat adanya pandemi ini bagi Brazil terutama pada masalah supply and demand serta keamanan pada rantai pasokan pangan dunia. Maka Brazil berkomitmen untuk mendorong anggota WTO untuk terus membuka kegiatan ekspor maupun impor produk agrikultur dan tidak melakukan pembatasan terhadap perdagangan komoditas ini guna menjaga pasokan global. Hal ini dilakukan agar pasokan global terus ada untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan komoditas agrikultur dan pangan negara anggota sehingga pemenuhan permintaan domestik dapat dipenuhi dengan baik.

Penelitian ke depan diharapkan dapat mengeksplor alasan Brazil dalam mendorong terjadinya perdagangan bebas hambatan produk agrikultur. Selain itu, penelitian mengenai monitoring pengaruh pernyataan Brazil terhadap negara-negara anggota WTO juga bisa dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh Brazil dalam ranah internasional.

Referensi

AMIS (2021) Market Monitor.

De Carvalho, C. A., De Almeida Fonseca Viola, P. C. and Sperandio, N. (2021) ‘How is Brazil facing the crisis of Food and Nutrition Security during the COVID-19 pandemic?’, Public Health Nutrition, 24(3), pp. 561–564. doi: 10.1017/S1368980020003973.

Creswell, J. W. (2014) Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran. 4th edn. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Daghriri, T. and Ozmen, O. (2021) ‘Quantifying the Effects of Social Distancing

on the Spread of COVID-19’, International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(11), p. 5566. doi: 10.3390/ijerph18115566.

Dutz, M. A. (2018) Brazil ’ s Productivity Agenda. Washington, DC: The World Bank.

ECLAC (2020) Economic Survey of Latin America and the Caribbean 2013, Economic Survey of Latin America and the Caribbean. Available at: http://www.eclac.cl/cgi-bin/getProd.asp?xml=/publicaciones/xml/3/50483/P50483.xml&xsl=/pub licaciones/ficha-i.xsl&base=/publicaciones/top_publicaciones-i.xsl#.

Espitia, A., Rocha, N. and Ruta, M. (2020) Covid-19 and Food Protectionism: The Impact of the Pandemic and Export Restrictions on World Food Markets, Covid-19 and Food Protectionism: The Impact of the Pandemic and Export Restrictions on World Food Markets. doi: 10.1596/18139450-9253.

Fox, J. (2007) ‘The uncertain relationship between transparency and accountability’, Development in Practice, 17(4–5), pp. 663–671. doi: 10.1080/09614520701469955.

Gray, R. S. (2020) ‘Agriculture, transportation, and the COVID-19 crisis’, Canadian Journal of Agricultural Economics, 68(2), pp. 239–243. doi: 10.1111/cjag.12235.

Hayakawa, K. and Mukunoki, H. (2021) ‘The impact of COVID-19 on international trade: Evidence from the first shock’, Journal of the Japanese and International Economies, 60, p. 101135. doi: 10.1016/j.jjie.2021.101135.

Helble, M., Shepherd, B. and Wilson, J. S. (2009) ‘Transparency and regional integration in the Asia Pacific’, World Economy, 32(3), pp. 479–508. doi: 10.1111/j.1467-9701.2009.01170.x.

ILO (2020) The effects of COVID‑19 on trade and global supply chains, Research brief.

Jackson, R. and Sorensen, G. (2013) Introduction to International Relations. 5th edn. New York: Oxford University Press.

James, P. E. (2021) Brazil | History, Map, Culture, Population, & Facts | Britannica. Available at: https://www.britannica.com/place/Brazil (Accessed: 1 June 2021).

Louhichi, W., Ftiti, Z. and Ameur, H. Ben (2021) ‘Measuring the global economic impact of the coronavirus outbreak: Evidence from the main cluster countries’, Technological Forecasting and Social Change, 167. doi: 10.1016/j.techfore.2021.120732.

Mas’ oed, M. (1994) Ilmu hubungan international: disiplin dan metodologi. Pustaka LP3ES.

Morgan, A. K., Awafo, B. A. and Quartey, T. (2021) ‘The effects of COVID-19 on global economic output and sustainability: evidence from around the world and lessons for redress’, Sustainability: Science, Practice, and Policy, 17(1), pp. 77–81. doi: 10.1080/15487733.2020.1860345.

MSF (2021) Failed coronavirus response drives Brazil to humanitarian catastrophe | MSF, MSF. Available at: https://www.msf.org/failed-coronavirus-response-drives-brazil-humanitarian-catastrophe (Accessed: 4 June 2021).

Oktaviano, A. and Waluyo, T. J. (2017) ‘Peran World Trade Organization (WTO) dalam menyelesaikan sengketa perdagangan daging sapi Antara Amerika-Indonesia Tahun 2012-2016’, Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, 4(2), pp. 239– 241.

Santander Trade Markets (2021) Brazilian foreign trade in figures, Santander Trade Markets. Available at: https://santandertrade.com/en/portal/analyse-markets/brazil/foreign-trade-in-figures (Accessed: 2 June 2021).

Turnes, P. B. and Ernst, R. (2015) ‘A framework for transparency in international trade’, Investigaciones Europeas de Direccion y Economia de la Empresa, 21(1), pp. 1–8. doi: 10.1016/j.iedee.2014.01.001.

Verma, P. et al. (2021) ‘A Statistical Analysis of Impact of COVID19 on the Global Economy and Stock Index Returns’, SN Computer Science, 2, p. 27. doi: 10.1007/s42979-020-00410-w.

WHO (2020) Listings of WHO’s response to COVID-19, WHO. Available at: https://www.who.int/news/item/29-06-2020-covidtimeline (Accessed: 20 June 2022).

WHO (2021) Coronavirus disease (COVID-19), WHO. Available at: https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/coronavirus-disease-covid-19 (Accessed: 20 June 2022).

World Bank (2020) COVID 19 in Brazil, COVID 19 in Brazil. World Bank, Washington, DC. doi: 10.1596/34223.

World Bank (2021) Brazil Overview, The World Bank. Available at: https://www.worldbank.org/en/country/brazil/overview#2 (Accessed: 1 June 2021).

WTO (2020) Supporting the timely and efficient release of global goods through accelerated implementation of the WTO Trade Facilitation Agreement, World.

WTO (2021) COVID-19 and world trade, WTO. Available at:

https://www.wto.org/english/tratop_e/covid19_e/covid19_e.htm (Accessed: 20 June 2022).

66