APPEARANCE OF BROILERS GIVEN LIGNOCELLULOLYTIC PROBIOTIC FERMENTED FEED
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: May 20, 2022
Accepted Date: September 3, 2022
Editor-Reviewer Article :D.P.M.A. Candrawati & Eny Puspani
PENAMPILAN BROILER YANG DIBERI RANSUM TERFERMENTASI PROBIOTIK LIGNOSELULOLITIK
Mario, A D. D., I M. Mudita, dan N. W. Siti.
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali. E-mail: [email protected], Telp +62822727465055
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik terhadap penampilan broiler. Penelitian dilaksanakan di Farm Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar, yang berlangsung dari 25 Mei – 29 Juni 2021. Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan empat ulangan. Tiap unit percobaan diisi dengan tiga ekor broiler yang memiliki berat badan homogen berkisar 43,96 g ± 3,02. Kelima perlakuan tersebut adalah broiler yang diberi ransum komersial (RK), broiler yang diberi ransum fermentasi tanpa inokulum bakteri probiotik lignoselulolitik (RF0), broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5% (RF1), broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5% (RF2), dan broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5% (RF3). Variabel yang diamati yaitu konsumsi ransum, konsumsi air minum, bobot awal dan akhir, pertambahan bobot badan, dan feed convertion ratio. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan RF1, RF2, dan RF3 menghasilkan konsumsi air minum, pertambahan bobot, dan bobot akhir yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding RF0. Pada RK menghasilkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot, dan bobot akhir yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dari RF0, RF1, RF2, RF3. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum terfementasi bakteri probiotik lignoselulolitik mampu meningkatkan konsumsi air minum, pertambahan bobot, bobot akhir serta memperbaiki FCR broiler dibandingkan dengan pemberian ransum fermentasi tanpa bakteri (RF0), namun peforma ransum terfementasi probiotik lignoselulolitik yang disusun masih belum mampu menyaingi penampilan broiler yang diberi ransum komersial (RK).
Kata Kunci: Broiler, Penampilan, Probiotik, Lignoselulolitik
APPEARANCE OF BROILERS GIVEN LIGNOCELLULOLYTIC PROBIOTIC FERMENTED FEED
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of fermented rations of lignocellulolytic probiotic bacteria on the appearance of broilers. The research was conducted at Farm Sesetan, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Denpasar, which took place from May 25 to June 29 2021. The design used was a completely randomized design (CRD). Each experimental unit was filled with three broilers with homogeneous body weights ranging from 43.96 g ± 3.02. The five treatments were broilers fed commercial rations (RK), fermented ration without bacterial inoculum (RF0), broilers fed fermented rations with 5% Bacillus subtilis BR4LG (RF1) inoculum, fermented ration with Bacillus sp. 5% BT3CL (RF2), and fermented rations with Bacillus sp. BT8XY as much as 5% (RF3). The variables observed were ration consumption, drinking water consumption, initial and final weight, body weight gain, and feed conversion ratio. The results showed that the RF1, RF2, and RF3 treatments resulted in drinking water consumption, weight gain, and final weight which were significantly (P<0.05) higher than RF0, but compared to the RK treatment, RF1, RF2, and RF3 treatments resulted in ration consumption, drinking water consumption, weight gain, and final weight were significantly (P<0.05) lower. Based on the results of the study, it can be said that the fermented ration of lignocellulolytic probiotic bacteria was able to increase water consumption, weight gain, final weight, and improve the FCR of broilers compared to (RF0), but the performance of the fermented ration of lignocellulolytic probiotics prepared was still unable to compete appearance of (RK).
Keywords: Broiler, Appearance, Probiotics, Lignocellulolytics
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, yang salah satu dampaknya ialah menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan kebutuhan konsumsi atau bahan pangan. Peningkatan permintaan akan kebutuhan bahan pangan ini menyebabkan adanya potensi pada usaha ayam broiler karena produktivitasnya yang tinggi (Priyatno, 2000). Pada awalnya untuk memacu produktivitas broiler digunakan Antibiotic growth Promoters (AGPs) untuk mengoptimalkan produktivitas dan kesehatan dari broiler, namun AGPs memiliki efek samping yang berbahaya pada hasil ternak (Dewi et al., 2014). Soeharsono (2010) menyatakan dampak penggunaan antibiotik juga berpengaruh terhadap kesehatan pada manusia. Produktivitas broiler yang tinggi tidak terlepas dari kualitas pakan, sehingga pakan menjadi faktor penentu keberhasilan dari pemeliharaan broiler (Astuti et al., 2015).
Pada umumnya peternak ayam broiler menggunakan ransum komersial untuk menjamin kualitas dari pakan yang diberikan, namun harga dari ransum komersial relatif mahal sehingga mengurangi keuntungan yang didapatkan dari peternak sehingga diperlukan alternatif bahan ransum dengan harga yang lebih murah tetapi tetap memenuhi kebutuhan standar dari ayam broiler. Salah satu bahan ransum alternatif yang memiliki potensi untuk ditambahkan pada campuran ransum adalah daun kelor atau Moringa oliefera, walaupun memiliki kandungan serat sebesar 7,92%, namun daun kelor memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 22,75% (Melo, 2013).
Solusi dari penggunaan bahan pakan yang memiliki kandungan serat kasar yang tinggi agar dapat dicerna oleh broiler salah satunya adalah dengan melakukan fermentasi ransum dengan bakteri lignoselulolitik. Hal ini terjadi karena, dengan melakukan fermentasi pada ransum dapat menurunkan serat kasar kompleks pada ransum menjadi lebih sederhana agar memudahkan ternak untuk menyerap nutrien dan mencernanya. Terdapat berbagai mikroorganisme yang termasuk kedalam bakteri probiotik, salah satunya adalah bakteri probiotik lignoselulolitik Bacillus sp. BT3CL, Bacillus sp. BT8XY, dan Bacillus subtilis BR4LG yang berasal dari isolasi rayap dan cairan rumen sapi bali (Mudita, 2019). Bakteri lignoselulolitik juga memiliki manfaat untuk mengoptimalkan produktivitas serta mengefisiensikan konsumsi pakan dari ternak itu sendiri (Astuti et al., 2015).
Bakteri lignoselulolitik tersebut memiliki manfaat dalam melakukan degradasi kandungan lignoselulosa seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Xylan) pada pakan ternak. Penggunaan bakteri probiotik lignoselulolitik sebagai feed additive pada broiler diyakini mampu meningkatkan pertambahan bobot badan broiler (Dewi et al., 2020), namun pemanfaatan bakteri probiotik lignoselulolitik pada ransum terfermentasi belum diketahui pengaruhnya pada penampilan ayam broiler sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan.
MATERI DAN METODE
Materi
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali, yang berlangsung selama delapan minggu dari bulan Mei hingga Juni 2021. Masa pemeliharaan dimulai dari 25 Mei – 29 Juni 2021.
Broiler
Broiler yang di gunakan adalah broiler strain CP 707 yang merupakan produksi dari PT. Charoen Phokphand Indonesia, Tbk., berumur satu hari sebanyak 60 ekor tanpa membedakan jenis kelamin (unsexing) dan memiliki bobot badan awal rata-rata 43,96g ± 3,02.
Ransum dan air minum
Ransum yang diberikan pada penelitian ini ada dua jenis yaitu ransum komersial dan ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik. Ransum komersial yang digunakan yaitu jenis 511 Bravo untuk umur 1-20 hari (starter) dan S12 G untuk umur 21-35 hari (finisher) tanpa dilakukan fermentasi. Ransum dan air minum diberikan secara adlibitum. Kandungan nutrien ransum starter setelah dianalisis dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan ransum finisher pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan nutrien ransum starter setelah dianalisis
Kandungan Nutrien Nutrien RK1) RF0 RF1 RF2 |
RF3 |
Bahan kering (%) 90,47 97,63 97,71 97,78 Bahan organik (%) 92,24 89,46 89,40 89,40 Abu (%) 7,76 10,54 10,60 10,60 Protein kasar (%) 26,77 19,96 20,37 21,16 Serat kasar (%) 3,42 4,06 2,60 2,48 Lemak kasar (%) 8,75 10,81 11,52 10,37 Energi bruto (Kkal/g) 4,58 3,79 3,91 3,92 |
98,18 88,76 11,24 20,31 2,76 10,43 3,89 |
Keterangan:
1) Broiler yang diberi ransum komersial (RK), broiler yang diberi ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik (RF0), broiler yang diberi ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5% (RF1), broiler yang diberi ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5% (RF2), dan broiler yang diberi ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5% (RF3).
Sumber: Lisandy (Unpublished)
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum finisher setelah dianalisis | |||||
Nutrien |
Kandungan Nutrien | ||||
RK1) |
RF0 |
RF1 |
RF2 |
RF3 | |
Bahan kering (%) |
87,31 |
96,87 |
97,70 |
97,31 |
97,63 |
Bahan organik (%) |
93,99 |
90,08 |
90,01 |
90,15 |
89,46 |
Abu (%) |
6,89 |
10,24 |
10,23 |
10,13 |
10,80 |
Protein kasar (%) |
26,31 |
19,85 |
21,70 |
19,92 |
20,75 |
Serat kasar (%) |
2,34 |
4,19 |
3,01 |
2,92 |
3,47 |
Lemak kasar (%) |
7,07 |
9,86 |
7,92 |
8,81 |
9,02 |
Energi bruto (Kkal/g) |
4,82 |
4,00 |
3,76 |
4,01 |
3,95 |
Keterangan:
1) Broiler yang diberi ransum komersial (RK), broiler yang diberi ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik (RF0), broiler yang diberi ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5% (RF1), broiler yang diberi ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5% (RF2), dan broiler yang diberi ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5% (RF3).
Sumber: Gabrella (Unpublished)
Kandang dan peralatan
Kandang yang digunakan merupakan kandang baterai. Kandang dibagi menjadi 20 petak sesuai dengan banyaknya perlakuan dengan luasan 80 cm x 60 cm dengan tinggi 75 cm. Pada setiap petak diisi ayam sejumlah tiga ekor. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan yang digunakan untuk mengukur bobot badan ayam dan juga pakan yang diberikan serta pakan yang tersisa. Adapun peralatan lain yang diperlukan yaitu feeder chick tray, tempat air minum tiga liter medion, thermometer, ember, koran bekas, alat tulis, dan lampu.
Metode
Rancangan penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari lima perlakuan dengan empat ulangan dan pada tiap perlakuan menggunakan tiga ekor ayam. Kelima perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :
-
1. RK: Broiler yang diberi ransum komersial.
-
2. RF0: Broiler yang diberi ransum fermentasi tanpa inokulum bakteri probiotik lignoselulolitik.
-
3. RF1: Broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum bakteri Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5%.
-
4. RF2: Broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum bakteri Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5%.
-
5. RF3: Broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum bakteri Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5%.
Pembuatan ransum terfermentasi
Metode pembuatan ransum terfermentasi yaitu dengan cara mengumpulkan alat dan bahan-bahan pakan yang digunakan yaitu jagung kuning, dedak padi, tepung kedelai, tepung daun kelor, tepung ikan, premix, garam dapur, air dan inokulum probiotik serta mempersiapkan alat-alat yang digunakan yaitu timbangan, sarung tangan dan gelas ukur, kantong plastik, tali rafia, pisau dan baskom yang sudah diberi label perlakuan. Pencampuran ransum dilakukan menggunakan teknik silang yaitu dengan cara menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan dimulai dari bahan-bahan yang jumlahnya paling banyak, dilanjutkan dengan bahan yang jumlahnya lebih sedikit. Bahan ransum yang sudah ditimbang diratakan diatas lembaran plastik membentuk lingkaran. Campuran tersebut dibagi menjadi empat bagian, masing-masing bagian diaduk sampai rata kemudian dicampur silang dan diaduk sampai homogen. Ransum yang telah homogen ditambahkan inokulum bakteri probiotik Bacillus subtilis BR4LG, Bacillus sp. BT3CL, Bacillus sp. BT8XY masing-masing sebanyak 5% dari total ransum yang diproduksi dalam bentuk cair, kemudian ransum yang sudah ditambahkan bakteri dimasukkan kedalam kantong plastik yang selanjutnya difermentasi dalam keadaan anaerob selama tujuh hari. Ransum yang sudah difermentasi, dilanjutkan dengan proses pelleting dan pengeringan bertingkat dengan suhu 40oC selama satu hari, 45oC selama dua hari dan 50oC selama dua hari. Setelah itu, dilaksanakan evaluasi ransum kualitas produk. Terakhir, ransum terfermentasi siap digunakan sesuai dengan kebutuhan ayam.
Pengacakan ayam
Pengacakan dilakukan pada saat sebelum penelitian dimulai, dengan cara memberi kode pada petak yang disesuaikan dengan kode perlakuan. Untuk mendapatkan bobot badan ayam yang homogen, maka semua ayam sebanyak 100 ekor ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata (X) dan standar deviasinya, ayam yang digunakan adalah yang memiliki kisaran bobot badan rata-rata 43,96g ± 3,02 sebanyak 60 ekor. Broiler tersebut kemudian dimasukan ke dalam 20 petak kandang secara acak dan masing masing petak diisi tiga ekor, sehingga ayam yang digunakan sebanyak 60 ekor.
Pemeliharaan ayam
DOC yang baru datang ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal sebelum dimasukkan ke dalam kandang. DOC diberikan larutan air yang dicampur dengan produk Bali Tani selama empat jam untuk mengembalikan tenaga yang hilang dan mencegah stres perjalanan pada ayam. Pemberian perlakuan diberikan dimulai dari ayam berumur satu hari. Sebanyak 20 unit lampu berdaya 40W digunakan sebagai penerangan selama 24 jam pada dua minggu pertama. Setelah dua minggu, lampu penerangan hanya digunakan pada malam hari. Tirai kandang dinaikkan setengah bagian atas pada siang hari saat ayam berumur tujuh hari. Tirai kembali diturunkan pada malam hari untuk melindungi ayam broiler dari suhu malam. Pada minggu ketiga hingga kelima, tirai dinaikkan seluruhnya pada siang hari untuk mencegah suhu dalam kandang panas. Pencegahan penyakit bagi ayam broiler dilakukan dengan melakukan vaksinasi yang sudah dilakukan oleh pihak perusahaan. Ransum dan diberikan dengan cara mengisi ¾ bagian dari tempat pakan agar ransum tidak tercecer. Penggantian air minum dilakukan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit. Ransum diberikan mulai ayam berumur 1 hari sampai umur 35 hari dengan pemberian ransum dan air minum diberikan secara adlibitum. Pengontrolan ayam dan kandang dilakukan setiap hari. Pemanenan ayam
Pemanenan dilakukan pada umur ayam mencapai 35 hari. Ayam broiler dipuasakan 12 jam sebelum dilakukan pemanenan dan penimbangan agar isi dari saluran pencernaan kosong dan bobot badan yang didapat menjadi bobot bersih.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Jumlah konsumsi pakan: merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari.
-
2. Jumlah konsumsi air minum: merupakan jumlah air minum yang dikonsumsi setiap hari
-
3. Bobot badan awal dan akhir: merupakan bobot yang ditimbang saat awal kedatangan broiler dan saat pemanenan.
-
4. Pertambahan bobot badan: merupakan pertambahan bobot broiler yang dihitung dengan mengurangi bobot badan pada hari penimbangan dengan minggu sebelumnya.
-
5. Feed convertion ratio: merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan pada broiler.
Feed convertion ratio, dihitung berdasarkan rumus:
FCR =
Konsumsi pakan (g)
PB B (g)
Analisis statistik
Data pada penelitian dianalisi dengan sidik ragam. Jika terdapat perbedaan nyata diantara perlakuan (P<0,05), maka analisis dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3. Konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan awal dan akhir, pertambahan bobot badan, dan feed convertion ratio broiler yang diberi ransum
fermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik.
Variabel |
Perlakuan 1) SEM 2) RF0 RF1 RF2 RF3 |
Bobot Awal (g/ekor) 44,88a 3) Konsumsi Ransum a (g/ekor/hari) , Konsumsi Air Minum a (ml/ekor/hari) , Bobot Akhir (g/ekor) 1711,17a Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari) , |
43,62a 43,73a 44,41a 45,28a 0,43 35,84c 45,29b 38,41c 42,32b 0,96 97,24e 145,71b 126,24d 133,90c 0,58 528,25d 852b 756,75c 787,92bc 29,20 13,85d 23,09b 20,35c 21,22bc 0,83 |
1) Broiler yang diberi ransum komersial (RK), broiler yang diberi ransum fermentasi tanpa inokulum bakteri probiotik lignoselulolitik (RF0), broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5% (RF1), broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5% (RF2), dan broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5% (RF3).
2) Standard Error of the Treatment Means
3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Konsumsi ransum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan broiler yang diberi ransum fermentasi bakteri BR4LG sebanyak 5% (RF1) dan broiler yang diberi ransum fermentasi bakteri BT8XY sebanyak 5% (RF3) mampu meningkatkan secara nyata (P<0,05) rataan konsumsi ransum harian broiler masing-masing sebesar 26,37% dan 18,08% dibandingkan pemberian RF0, sedangkan pada perlakuan RF2 meningkat sebesar 7,18% namun secara statistik menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap RF0 (Tabel 3). Pada perlakuan pemanfaatan bakteri, bakteri probiotik Bacillus subtilis strain BR4LG (RF1) menunjukan hasil rataan yang lebih tinggi berbeda nyata (P<0,05) sebesar 15,19% dari perlakuan RF2 dan berbeda tidak nyata sebesar 6,56% dari perlakuan RF3. Jika dibandingkan dengan pemberian
perlakuan ransum komersial (RK) yang memiliki rataan konsumsi ransum sebesar 65,92 g/ekor, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan nilai berbeda nyata lebih rendah (P<0,05) masing-masing 45,63%, 31,29%, 41,73%, 35,80%.
Konsumsi ransum dari hasil penelitian menunjukkan penggunaan ransum terfermentasi pada penelitian menunjukkan rataan konsumsi ransum yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ransum komersial, Hal ini terjadi karena pada ransum komersial hasil analisis memiliki nilai protein kasar yang lebih tinggi sebesar 26,77%, sedangkan pada ransum terfermentasi hanya berkisar sebesar 19,96-21,70% sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan dari ternak akan menjadi lebih optimal pada ransum komersial dengan kandungan nutrien yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan tingkat konsumsi ransum pada ternak dipengaruhi oleh kualitas bahan pakan serta nilai nutrisi yang terkandung pada ransum tersebut yang harus disesuaikan dengan kebutuhan produksi dan pertumbuhan ternak. Kandungan abu yang jauh lebih tinggi pada ransum terfermentasi juga menjadi salah satu alasan konsumsi rendah. Jika dibandingkan dengan ransum komersial yang memiliki kandungan abu sebesar 10-11%, pada ransum komersial memiliki kandungan 6-7% (Lisandy, 2022; Gabrella, 2022 (Unpublished)). Tingkat kandungan abu yang tinggi melewati batas maksimal pada ransum dapat menyebabkan tingkat konsumsi ransum menurun sehingga pada ransum terfermentasi memiliki rataan konsumsi ransum yang lebih rendah. Pada perlakuan ransum fermentasi menggunakan probiotik Bacillus subtilis strain BR4LG (RF1), Bacillus sp. strain BT3CL (RF2) dan Bacillus sp. strain BT8XY (RF3) menunjukan konsumsi ransum yang lebih tinggi dari perlakuan ransum difermentasi tanpa menggunakan bakteri probiotik (RF0). Hal ini terjadi karena konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh tingkat populasi bakteri probiotik yang dihasilkan pada inokulan, pasokan nutrien yang cukup tinggi pada medium inokulan dapat menyebabkan bakteri berkembang dengan baik sehingga populasi bakteri menjadi tinggi. Populasi bakteri probiotik yang tinggi akan dapat membantu proses pencernaan pakan menjadi lebih efisien dan cepat sehingga merangsang hipotalamus pada ternak agar kembali mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan nutrien bagi ternak (Dewi et al., 2015). Rasyaf (2011) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap rataan konsumsi ransum pada broiler, yaitu faktor yang berpengaruh dominan dan faktor yang berpengaruh minor. Faktor yang berpengaruh dominan tersebut adalah kualitas pakan, kandungan energi pakan, dan juga suhu lingkungan dari broiler, sedangkan faktor minor tersebut meliputi bobot awal, aktifitas broiler,
strain, dan tingkat stress. Kualitas pakan memiliki keterkaitan dengan imbangan protein dan energi sehingga nutrien yang akan dikonsumsi oleh broiler pun akan sama karena broiler akan berhenti makan jika kebutuhan energinya sudah tercukupi (Fanani et al., 2015).
Konsumsi air minum
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsumsi air minum harian pada perlakuan RF1, RF2, dan RF3 meningkatkan masing-masing 49,85%, 29,82%, dan 37,71% berbeda nyata (P<0,05) dari RF0 (Tabel 3), namun jika dibandingkan dengan RK yang memiliki rataan konsumsi air minum sebesar 173,76 (ml/ekor/hari), perlakuan RF0, RF1, RF2, dan RF3 menghasilkan nilai berbeda nyata lebih rendah (P<0,05) masing-masing 44,04%, 16,14%, 27,35%, dan 22,94%.
Pada konsumsi air minum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah komposisi penyusun ransum, temperature, enzim, dan tambahan jenis ternak (Wahju, 2004). Risnajati (2011) menyatakan rataan konsumsi air minum pada ternak adalah dua kali lebih besar dari rataan konsumsi ransum dari ternak tersebut, sehingga menyebabkan konsumsi air minum yang berbeda nyata. Hal ini terjadi karena air minum diperlukan sebagai pelarut dan juga digunakan sebagai transportasi untuk menyebarkan zat-zat nutrisi ke seluruh tubuh sehingga rataan konsumsi air minum pada ternak akan dipengaruhi oleh rataan konsumsi ransum pada ternak tersebut.
Pertambahan bobot badan
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertambahan bobot badan pada broiler selama 35 hari pada perlakuan RF1, RF2, dan RF3 masing-masing meningkatkan 66,78%, 46,98%, dan 53,23% berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan RF0 yang memiliki pertambahan bobot badan sebesar 13,85 g/ekor/hari, namun jika dibandingkan dengan RK yang memiliki pertambahan bobot badan sebesar 47,62 g/ekor/hari, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan nilai berbeda nyata lebih rendah 70,91%, 51,49%, 57,25%, dan 55,43% dari RK.
Pertambahan berat badan broiler menunjukkan perlakuan broiler yang diberi ransum komersial (RK) menunjukkan pertambahan bobot badan yang tertinggi yang merupakan efek langsung dari tingginya konsumsi ransum yang akan meningkatkan ketersediaan suplai nutrien yang dibutuhkan ternak untuk tumbuh dan berkembang sehingga pertambahan bobot badan serta bobot badan akhir menjadi tinggi. Hal ini didukung oleh Huda et al. (2019) yang menyatakan bahwa kadar protein yang rendah dalam ransum dapat mengakibatkan kekurangan asupan protein pada broiler, sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan
broiler yang tidak optimal. Pada pemberian ransum fermentasi, penggunaan bakteri probiotik Bacillus subtilis strain BR4LG (RF1), Bacillus sp. strain BT3CL (RF2) dan Bacillus sp. strain BT8XY (RF3) jika dibandingkan dengan RF0 menunjukan pertambahan bobot badan yang berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan ransum fermentasi tanpa menggunakan bakteri probiotik (RF0). Hal ini dapat terjadi karena pertambahan bobot badan pada broiler dapat dipengaruhi dari konsumsi ransum dan kualitas ransum (Aliyani, 2002).
Bobot akhir
Hasil penelitian menunjukan bahwa bobot akhir broiler umur 35 hari pada perlakuan RF1 dan RF3 berbeda tidak nyata (P>0,05). Namun pemberian RF1, RF2, dan RF3 meningkatkan masing-masing 61,29%, 43,26%, dan 49,16% berbeda nyata (P<0,05) daripada perlakuan RF0 (Tabel 4.1), namun jika dibandingkan dengan RK, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan nilai berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah 69,13%, 50,21%, 55,78%, dan 53,95% dari perlakuan RK.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan pada bobot akhir broiler yang diberi perlakuan ransum komersial (RK) memiliki rataan bobot akhir yang tertinggi jika dibandingkan dengan RF0,RF1,RF2, dan RF3. Hal ini diduga karena tingginya tingkat konsumsi ransum komersial dibandingkan ransum terfermentasi sehingga menyebabkan pertambahan bobot badan dan FCR yang lebih baik dan akan menghasilkan bobot akhir yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh Miarsono dan Ainun (2020) yang menyatakan Konsumsi ransum berperan penting dalam pertumbuhan dari broiler karena semakin tinggi tingkat konsumsi ransum maka akan memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan feed convertion ratio (Miarsono dan Ainun, 2020). Pada perlakuan ransum terfermentasi menunjukan hasil bobot akhir dari penggunaan ransum terfermentasi probiotik Bacillus subtilis BR4LG (RF1) dan probiotik Bacillus sp. BT8XY (RF3) menunjukkan rataan bobot akhir yang lebih tinggi dibandingkan dengan RF0 dan RF2. Hal ini diduga terjadi karena bakteri probiotik Bacillus subtilis strain BR4LG memiliki aktivitas enzim ligninase yang cukup tinggi (Mudita, 2019) serta mampu menghasilkan ransum terfermentasi fase finisher dengan kandungan protein yang paling tinggi (Grabella, unpublished), sehingga akan meningkatkan jumlah konsumsi ransum yang akan mendukung laju peningkatan bobot badan broiler walaupun belum mampu menghasilkan laju pertambahan bobot badan setinggi pemberian ransum komersial (Tabel 4.1). Tingginya tingkat konsumsi ransum broiler yang diberi ransum RF1, disinyalir juga sebagai akibat adanya aktivitas enzim yang bersifat
multiple function yang dihasilkan oleh bakteri probiotik Bacillus subtilis strain BR4LG (Mudita, 2019) termasuk adalah aktivitas enzim ligninase sebesar 0,788 U pada inkubasi 30 menit (Prabowo et al., 2021). Aktivitas enzim ligninase yang tinggi tersebut terjadi karena probiotik Bacillus subtilis strain BR4LG memiliki kemampuan merombak senyawa lignin tinggi, sehingga mampu menghasilkan aktivitas enzim ligninase yang tinggi serta menjadikannya isolate unggul (Mudita, 2019).
Feed convertion ratio
Hasil penelitian menunjukan bahwa feed convertion ratio pada broiler selama 35 hari pada perlakuan RF1, RF2, dan RF3 masing-masing menurunkan 24,82%, 27,61%, dan 23,34% berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan RF0 tetapi pada perlakuan RF1, RF2 dan RF3 tidak berbeda nyata (P>0,05), namun jika dibandingkan dengan RK yang memiliki FCR 1,37, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan nilai berbeda nyata lebih tinggi 88,90%, 42,01%, 36,75%, dan 44,81%.
Feed Converstion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa broiler yang diberi ransum komersial (RK) memiliki nilai FCR yang berbeda nyata paling rendah dibandingkan perlakuan, namun broiler yang diberi ransum fermentasi bakteri BR4LG sebanyak 5% (RF1), ransum fermentasi bakteri BT3CL sebanyak 5% (RF2), dan ransum fermentasi bakteri BT8XY sebanyak 5% (RF3) juga mengahasilkan beda nyata lebih rendah dibandingkan dengan broiler yang diberi ransum fermentasi tanpa bakteri (RF0). Hal ini disebabkan karena dengan adanya bakteri probiotik lignoselulolitik dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri pathogen yang terdapat pada saluran pencernaan broiler sehingga ransum yang dikonsumsi dapat dicerna dengan maksimal sehingga terjadi peningkatan pada pertambahan bobot badan dan bobot akhir broiler (Winarsih, 2005). Hal ini didukung oleh Dewi et al. (2020) yang menyatakan bahwa peningkatan pertambahan bobot badan dan bobot akhir disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim pencernaan dalam mengurai dan menyerap makanan menjadi lebih maksimal sehingga makanan yang diserap dengan maksimal akan dimanfaatkan dalam pertumbuhan jaringan dan pertambahan bobot badan pada broiler.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ransum terfementasi bakteri probiotik lignoselulolitik mampu meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot, bobot akhir serta memperbaiki FCR broiler dibandingkan dengan pemberian ransum fermentasi tanpa inokulum bakteri probiotik lignoselulolitik (RF0), namun performa ransum terfementasi probiotik lignoselulolitik yang disusun masih belum mampu menyaingi penampilan broiler yang diberi ransum komersial (RK).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terkait formulasi ransum karena rendahnya palatibilitas pakan yang menyebabkan menurunnya tingkat konsumsi ransum sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan pada ayam broiler serta perlu dicoba melakukan fermentasi ransum dengan menggunakan bakteri lignoselulolitik pada konsentrasi atau total populasi bakteri yang berbeda agar dapat menyempurnakan dari hasil penelitian ini.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara. M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Ibu Dr. Ir. Ni Luh Sriyani, S.Pt.,MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Aliyani, A. 2002. Persentase berat karkas dan organ dalam ayam broiler yang diberi tepung daun talas (Colocasia esculenta L. Schott) dalam ransumnya. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Astuti F.K., B. Woro dan O. Sjofjan. 2015. Pengaruh penambahan probiotik cair dalam pakan terhadap penampilan produksi pada ayam pedaging. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 6(2): 99-104.
Dewi, T.K., I G.N.G. Bidura dan D.P.M.A. Candrawati. 2014. Pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan bawang putih (Allium sativum) melalui air minum terhadap penampilan broiler 2-6 minggu. Journal of Tropical Animal Science. 2(3): 461– 475.
Dewi, M.P.L., N.N. Suryani dan I M. Mudita. 2015. Populasi mikroba inokulan yang diproduksi dari cairan rumen sapi bali dan rayap. Jurnal Peternakan Tropika. 3(1): 13-28. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18504/11999
Dewi, R.A.S., I.G. Mahardika dan I M. Mudita. 2020. Pengaruh pemberian probiotik bakteri bacillus subtilis strain br2cl atau bacillus sp.strain bt3cl terhadap penampilan ayam broiler. Jurnal Peternakan Tropika. 8 (1): 74-88.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/60467/35000
Fanani AF, N. Suthama dan B. Sukamto. 2015. Retensi nitrogen dan efisiensi protein ayam lokal persilangan dengan pemberian inulin dari umbi bunga dahlia (Dahlia variabillis). Jurnal Agromedia. 33(1):33-39.
Melo, N.V. 2013. Moringa oleifera L. – An underutilized tree with macronutrients for human health. J. Food Agric. 785-789.
Sigit, M. dan A. Nikmah. 2020. Pengaruh pemberian air minum dan herbal berbasis magnetic water treatment terhadap performa ayam pedaging. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia. 5(1): 30-35.
Miarsono, S. dan N. Ainun. 2020. Pengaruh pemberian air minum dan herbal berbasis magnetic water treatment terhadap performa ayam pedaging. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia. 5(1). 30-35.
Mudita, I M. 2019. Penapisan dan pemanfaatan bakteri lignoselulolitik cairan rumen sapi bali dan rayap sebagai inokulan dalam optimalisasi limbah pertanian sebagai pakan sapi bali. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Prabowo, F.D., I G.L.O. Cakra dan I M. Mudita. 2021. Populasi bakteri dan aktivitas enzim dari biokatalis bakteri lignoselulolitik. Jurnal Peternakan Tropika. 9(1): 211-226. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/71772/39022
Pranata, I.P.Y.A., I.P.A. Astawa dan I.G. Mahardika. 2019. Pengaruh pemberian bubuk kunyit (curcumalonga ) pada air minum terhadap performa ayam broiler. Journal of Tropical Animal Science. 7(2): 881-890.
Priyatno, M.A. 2000. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Cetakan ke-3 Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 2011. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta.
Risnajati, D. 2011. Pengaruh pengaturan waktu pemberian air minum yang berbeda temperatur terhadap performa ayam petelur periode grower. Sains Peternakan 9 (2): 77-81.
Standar Nasional Indonesia. 2006. Kumpulan SNI Bidang Pakan Direktorat Budidaya Ternak Non-Ruminansia. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
Soeharsono. 2010. Probiotik Basis Ilmiah, Aplikasi, dan Aspek Praktis. Widya Padjadjaran, Bandung
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama, Jakarta.
Suprijatna, E. U. Atmomarsono. R. Kartasudjana. 2005. Imu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahju J. 2004. Ilmu nutrisi unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winarsih, W. 2005. Pengaruh Probiotik dalam Pengendalian Salmonellosis Subklinis pada Ayam: Gambaran patologis dan performan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Mario, A D. D., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 3 Th. 2022 : 699 – 713
Page 713
Discussion and feedback