EVALUATION PHYSICAL QUALITY AND TENDERNESS OF BALI DUCK (Anas sp) FROM MARINATE ROSELLA FLOWER EXTRACT (Hibiscus sabdariffa Linn)
on
ISSN 2722-7286
Ju rnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: April 11, 2022
Accepted Date: May 16, 2022
Editor-Reviewer Article : I Made Mudita & Eny Puspani
EVALUASI SIFAT FISIK DAN KEEMPUKAN DAGING ITIK BALI (Anas sp) HASIL MARINASI MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn)
Bani, Y.C., A.T. Umiarti, dan I.A. Okarini
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected], Tlp. 0895600089399
ABSTRAK
Itik merupakan salah satu ternak penghasil daging yang menjadi sumber protein hewani yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas fisik dan keempukan daging itik Bali jantan (Anas sp) hasil marinasi menggunakan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn). Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2021 bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Rancangan Percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Keempat perlakuan tersebut meliputi: (P0) daging itik Bali jantan tanpa dimarinasi ekstrak bunga rosella sebagai kontrol, (P1) daging itik Bali jantan dimarinasi ekstrak bunga rosella 5%, (P2) daging itik Bali jantan dimarinasi ekstrak bunga rosella 10%, (P3) daging itik Bali jantan dimarinasi ekstrak bunga rosella 15% dan waktu marinasi selama 60 menit. Variabel yang diamati meliputi derajat keasaman (pH), persentase susut masak, warna, dan keempukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa marinasi ekstrak bunga rosella sampai 15% diperoleh nilai rataan derajat keasaman (pH) 6,02-4,27, persentase susut masak 38,7441,34%, warna kecerahan (L*) 22,24-25,65, warna kemerahan (a*) 8,36-11,54, warna
kekuningan (b*) 12,67-15,70, dan penerimaan keempukan 4,93-7,33. Kesimpulan penelitian ini bahwa marinasi ekstrak bunga rosella sampai 15% berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat keasaman (pH), persentase susut masak, warna kekuningan (b*), dan penerimaan keempukan sedangkan pada warna kecerahan (L*) dan warna kemerahan (a*) menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daging itik Bali jantan (Anas sp).
Kata kunci: bunga rosella, daging itik, marinasi
EVALUATION PHYSICAL QUALITY AND TENDERNESS OF BALI DUCK (Anas sp) FROM MARINATE ROSELLA FLOWER EXTRACT (Hibiscus sabdariffa Linn)
ABSTRACT
Duck is one of the livestock that produces meat which is a source of animal protein that can be utilized by the community. This study aimed to evaluate the physical quality and
tenderness the meat of male Bali duck (Anas sp) marinate used rosella flower extract (Hibiscus sabdariffa Linn). This research was conducted in November-December 2021 at the Laboratory of Animal Product Technology and Microbiology, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. The exeperimental design used was a Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments and 5 replications. The four treatments included: (P0) male Bali duck meat without rosella flower extract as a control, (P1) male Bali duck meat marinated with 5% rosella flower extract, (P2) male Bali duck meat marinated with 10% rosella flower extract, (P3) male Bali duck meat was marinated with 15% and the marination time was 60 minutes. The variables observed included the degree of acidity (pH), the percentage of cooking loss, color, and tenderness. The results of this study indicate that the marination of rosella flower extract to 15% obtained an average value of acidity (pH) 4,27-6,02, cooking loss percentage 38,74-41,34%, color brigthness (L*) 22,24-25,65, reddish color (a*) 8,3611,54, yellowish color (b*) 12,67-15,70, and acceptance of tenderness 4,93-7,33. The conclusion of this study that the marination of rosella flower extract up to 15% had a significant effects (P<0,05) on the degree of acidity (pH), the cooking loss percentage, the yellowish color (b*), and the acceptance of tenderness, while the brightness (L*) and the reddish color (a*) showed non-significant effect (P>0,05) on male Bali duck meat (Anas sp).
Keywords: rosella flowers, duck meat, marinate
PENDAHULUAN
Itik merupakan salah satu ternak penghasil daging yang menjadi sumber protein hewani yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Produksi daging itik yaitu berasal dari itik betina afkir dan itik jantan lokal. Sebagai sumber protein hewani, itik dapat dipanen dalam waktu yang singkat dan memiliki harga yang terjangkau. Pada itik yang mengalami pertumbuhan cepat sering diikuti perlemakan daging yang tinggi (Trisnadewi et al., 2015).
Menurut Matitaputty dan Suryana (2010), penerimaan daging itik di masyarakat
masih relatif rendah karena bau daging itik yang khas. Faktor lainnya yang berpengaruh yaitu perbedaan kandungan pigmen daging (mioglobin) sehingga warna daging itik lebih merah. Kandungan kolagen jaringan otot yang tinggi pada jaringan ikat menghasilkan tekstur daging itik yang alot. Kandungan lemak yang tinggi menyebabkan bau amis pada daging itik karena adanya asam–asam lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi. Arik et al. (2013) menambahkan bahwa lemak volatil yang terdapat pada lemak subkutan dan intramuskular menyebabkan adanya bau amis.
Okarini et al. (2013) menyatakan bahwa daging segar dapat mengalami perubahan fisikokimia setelah post-mortem dalam kondisi oksigen yang tidak terbatas. Salah satu cara yang dapat dimanfaatkan yaitu melalui proses pengawetan dengan teknik marinasi untuk mencegah perubahan fisikokimia daging. Marinasi merupakan proses pengawetan daging
sebelum pengolahan lebih lanjut dengan cara perendaman dalam bahan marinade (Smith and Young, 2007). Marinade merupakan bahan berbumbu sebagai perendam daging yang dimanfaatkan dalam meningkatkan keempukan, kesan jus, dan cita rasa daging (Brooks, 2011). Marinasi daging bertujuan dalam memperpanjang masa simpan, memperbaiki citarasa, dan memperbaiki sifat fisik daging.
Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) merupakan tanaman tropis yang termasuk dalam famili Malvaceae yang tumbuh tersebar di Indonesia. Kelopak bunga rosella dapat dimanfaatkan dalam pengobatan batuk, menurunkan tekanan darah, gangguan pencernaan, berpengaruh dalam mengeluarkan cairan tubuh yang berlebih, dan merangsang gerak peristaltik tubuh (Suzery et al., 2010). Kelopak bunga rosella dapat digunakan sebagai bahan marinasi karena memiliki bahan aktif seperti gosssypetin, antosianin, dan glukosida hibisci. Antosianin mempunyai fungsi sebagai antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas. Sifat antioksidan pada bunga rosella dapat melonggarkan struktur otot daging itik menjadi lebih empuk setelah melalui proses termal. Total aktivitas antioksidan bagian bunga rosella yang diekstrak dengan air memiliki kandungan antioksidan tertinggi dibandingkan dengan bagian tanaman rosella lainnya. Hasil penelitian Suzery et al. (2010) menyatakan bahwa ekstraksi kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) pada suhu 25oC dengan metode maserasi selama 24 jam menghasilkan total antosianin sebesar 128,76 mg/ 100 g. Hasil penelitian dari Barus et al. (2022), perlakuan konsentrasi ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) 9% dengan lama perendaman selama 30 menit mampu menurunkan nilai pH daging ayam broiler. Kandungan asam lemak tak jenuh pada daging itik dapat menyebabkan adanya bau amis, sehingga perlu dilakukan marinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn).
Berdasarkan kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) dan hasil penelitian kandungan antosianin maupun hasil marinasi ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn), maka dilakukan penelitian ini dengan memperhatikan konsentrasi dan lama marinasi.
MATERI DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana Jl. P.B Sudirman, Denpasar pada bulan November-Desember 2021.
Materi
Daging itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging itik Bali jantan (Anas sp) berumur 8 minggu dengan memilih bagian dada (Musculus pectoralis) yang didapatkan dari Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jalan Raya Sesetan, Denpasar. Bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) yang sudah dikeringkan dan dibeli dalam bentuk kemasan Teh Bunga Rosella pada toko swalayan Nirmala. Bahan yang digunakan yaitu aquades, larutan buffer 4 dan 7. Peralatan yang digunakan yaitu pisau dan talenan, waterbath, timbangan analitik, plastik dan tissue, gelas beaker dan pH meter, piring plastik, wadah sampel, kompor, panci, spatula, alat Colorimeter PCE-CSM, kertas panelis, alat tulis.
Rancangan percobaan
Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap perlakuan dimarinasi selama 60 menit dengan konsentrasi berbeda. Perlakuan tersebut meliputi:
P0: Daging itik Bali jantan (Anas sp) tanpa dimarinasi ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) 0% (control).
P1: Daging itik Bali jantan (Anas sp) dimarinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa Linn) 5%.
P2: Daging itik Bali jantan (Anas sp) dimarinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa Linn) 10%.
P3: Daging itik Bali jantan (Anas sp) dimarinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa Linn) 15%.
Pembuatan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)
Memotong bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) yang telah kering dengan ukuran kecil – kecil, menimbang bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) sesuai dengan perlakuan dan menempatkannya pada gelas kaca untuk membuat ekstrak, panaskan aquades hingga mendidih, menaruh aquades mendidih 100 ml pada gelas kaca yang sudah berisi potongan bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) sesuai dengan konsentrasi, ekstrak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa Linn) sesuai dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 15%, menyaring ekstrak bunga rosella agar ampas atau endapan tertahan pada saringan, menuang ekstrak bunga rosella pada wadah yang sudah berisi fillet daging itisk Bali jantan (Anas sp), marinasi daging itik Bali jantan (Anas sp) menggunakan ekstrak bunga rosella selama 60 menit.
Prosedur penelitian
Penelitian ini diawali dengan pembuatan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) lalu dilanjutkan dengan menyiapkan sampel daging itik. Daging itik Bali jantan (Anas sp) terlebih dahulu di fillet (tanpa kulit dan tulang) dengan memilih recahan dada (Musculus Pectoralis Superficialis) sesuai dengan kebutuhan kemudian tempatkan dalam termos yang sudah diisi dengan es kering (dry ice) dan dibawa ke laboratorium. Sampel fillet daging itik Bali jantan (Anas sp) dipotong dengan ukuran 2 x 3 x 1 cm lalu dicuci bersih dengan air dan dimarinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) dengan lama marinasi yang sama yaitu 60 menit dan konsentrasi yang berbeda yaitu P0 (0%), P1 (5%), P2 (10%), dan P3 (15%).
Variabel diamati
Variabel yang diamati meliputi derajat keasaman (pH), warna dengan uji metode CIE LAB (L*, a*, b*) (Kaewthong dan Wattanachant, 2018). Persentase susut masak (Yusop et al., 2010) dan keempukan dengan skor penilaian 1-9 (9 = amat sangat empuk, 8 = sangat empuk, 7 = empuk, 6 = agak empuk, 5 = netral, 4 = agak alot, 3 = alot, 2 = sangat alot, 1 = amat sangat alot).
Analisis data
Data derajat keasaman (pH), persentase susut masak, warna, dan keempukan yang didapatkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji statistik derajat keasaman (pH), persentase susut masak, warna, dan keempukan daging itik Bali jantan (Anas sp) dapat dilihat pada (Tabel 1) dan hubungan antar variabel dengan uji pearson dapat dilihat pada (Tabel 2).
Tabel 1. Nilai rataan variabel yang diuji pada daging itik Bali jantan (Anas sp) umur 8
minggu hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn).
Variabel |
Persentase rosella (1) |
SEM (2) | |||
0 |
5 |
10 |
15 | ||
Derajat Keasaman (pH) |
6,02 ± 0,05d |
4,93 ± 0,02c |
4,45 ± 0,03b |
4,27 ± 0,02a |
0,014 |
Susut Masak (%) Warna (5) |
38,74 ± 0,36a (3) |
39,71 ± 0,77b |
40,58 ± 0,66bc |
41,34 ± 0,74c |
0,303 |
L* |
24,73 ± 3,79a (4) |
25,65 ± 3,04a |
22,24 ± 2,88a |
24,15 ± 2,97a |
1,427 |
a* |
11,15 ± 3,75a |
11.54 ± 3,08a |
8,36 ± 1,92a |
10,82 ± 3,15a |
1,363 |
b* |
13,69 ± 2,04a |
12,67 ± 1,25a |
14,00 ± 1,21ab |
15,70 ± 0,52b |
0,610 |
Keempukan(6) |
4,93 ± 1,67a |
5,93 ± 0,96b |
7,13 ± 0,64c |
7,33 ± 0,98c |
0,190 |
Keterangan:
-
1) 0: perlakuan (control) tanpa marinasi ekstrak bunga rosella.
-
5: perlakuan marinasi dengan ekstrak bunga rosella 5%.
-
10: perlakuan marinasi dengan ekstrak bunga rosella 10%.
-
15: perlakuan marinasi dengan ekstrak bunga rosella 15%.
-
2) SEM: Standard error of the treatment means.
-
3) Nilai yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
-
4) Nilai yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
-
5) Notasi L* menunjukkan nilai berkisar 0–100 dari warna hitam sampai putih sehingga semakin tinggi nilai L* maka semakin tinggi derajat keputihannya/kecerahannya.
Notasi a* menandakan warna kromatik dari campuran merah hijau dengan nilai a+ (positif) dari 0 sampai 127 untuk intensitas warna merah, sedangkan nilai a- (negatif) dari 0 sampai -127 untuk intensitas warna hijau.
Notasi b* menandakan warna kromatik dari campuran kuning dan biru dengan nilai b+ (positif) dari 0 sampai 127 untuk intensitas warna kuning, sedangkan nilai b- (negatif) dari 0 sampai -127 untuk intensitas warna biru.
-
6) Nilai penerimaan keempukan (1 = amat sangat alot, 2 = sangat alot, 3 = agak alot, 4 = alot, 5 = netral, 6 = agak empuk, 7 = empuk, 8 = sangat empuk, 9 = amat sangat empuk).
Tabel 2 Hubungan antara variabel nilai pH, susut masak, warna, dan keempukan berdasarkan hasil uji analisis pearson (r)
Variabel |
Nilai pH Susut masak Warna (L*) Warna (a*) Warna (b*) Keempukan |
Nilai pH Susut masak Warna (L*) Warna (a*) Warna (b*) Keempukan |
1
0.181 -0.235 1.000 0.185 -0.207 ,966** 1.000 -0.343 ,472* -0.175 -0.121 1.000
|
Keterangan: * = Berbeda nyata (P<0,05), ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01)
Derajat keasaman (pH)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai pH. Nilai pH pada perlakuan 5%, 10%, dan 15% ekstrak bunga rosella (Tabel 3.1) diperoleh nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol daging itik Bali jantan. Nilai pH menjadi salah satu indikator penting
yang mempengaruhi kualitas suatu daging karena berdampak langsung terhadap terjadinya denaturasi protein, daya ikat air, warna, dan keempukan daging (Hamoen et al., 2013). Hasil analisis statistik pada pengukuran nilai pH diperoleh nilai rataan pada perlakuan 0%, 5%, 10%, dan 15% (Tabel 3.1) berbeda nyata (P<0,05). Pada penelitian Smith et al. (1993), bahwa nilai pH otot dada itik setelah pemotongan 25 menit mencapai 6,25 dan setelah pemotongan 24 jam mencapai 5,66. Pada penelitian ini menunjukkan hasil derajat keasaman (pH) setelah pemotongan 6,02 dan setelah dilakukan proses marinasi dengan ekstrak bunga rosella sampai 15% mengalami penurunan hingga 4,27. Hal ini menunjukkan bahwa hasil marinasi daging itik Bali jantan (Anas sp) dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) mampu menurunkan nilai pH dengan hasil yang signifikan. Penelitian ini memanfaatkan ekstrak bunga rosella sebagai bahan marinasi karena termasuk dalam marinasi asam. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga rosella maka semakin tinggi kandungan asam yang dihasilkan sehingga mempengaruhi penurunan nilai pH. Didukung oleh pendapat Rahayu (2007), bahwa pH akan menurun jika kandungan asam suatu bahan meningkat. Hal ini dikarenakan dalam ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) terdapat asam–asam organik yang berdifusi ke dalam miofibril daging itik Bali jantan (Anas sp) selama proses marinasi sehingga terjadi penurunan nilai pH. Jabeur et al. (2017) melaporkan bahwa dalam ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) terdapat asam-asam organik yang didominasi oleh asam malat.
Persentase susut masak
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase susut masak. Persentase susut masak pada perlakuan 5%, 10%, dan 15% ekstrak bunga rosella (Tabel 3.1) diperoleh nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol daging itik Bali jantan. Susut masak adalah proses hilangnya persentase berat dan nilai nutrisi daging selama proses pemasakan. Semakin rendah kandungan persentase susut masak yang dihasilkan maka kualitas daging semakin baik (Soeparno, 2005). Hasil analisis statistik pada pengukuran nilai susut masak yaitu nilai rataan pada perlakuan 5%, 10%, dan 15% (Tabel 3.1) berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan 0%. Pada penelitian Lee et al. (2015) menyatakan bahwa persentase susut masak dari daging Korea Native Duck yaitu 32,65 dan persentase susut masak daging Comercial Duck yaitu 37,04. Pada penelitian ini menunjukkan hasil persentase susut masak yaitu 38,74 dan persentase susut masak daging itik Bali jantan setelah dilakukan marinasi dengan ekstrak
bunga rosella sampai 15% mencapai 41,34. Hasil ini menunjukkan bahwa marinasi daging itik Bali jantan (Anas sp) dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) meningkatkan persentase susut masak daging. Daging itik memiliki sebagian kecil serabut putih sebesar 16% dan sebagian besar serabut merah sebesar 84% (Smith et al., 1993) sehingga mempengaruhi panjang diameter penampang melintang otot itik. Susut masak meningkat juga disebabkan oleh kandungan senyawa flavonoid sebagai antioksidan dalam bunga rosella belum mampu menahan terjadinya denaturasi protein dan keluarnya protein daging selama proses pemasakan. Menurut Soeparno (2009), susut masak meningkat diakibatkan oleh meningkatnya perpindahan air keluar dari daging dan terjadinya proses denaturasi protein karena temperatur tinggi. Alvarado dan Sams (2000) menyatakan bahwa pada waktu deboning, daging bagian dada itik memiliki susut masak lebih tinggi dibandingkan daging dada ayam. Shanks et al. (2002) menambahkan bahwa banyaknya air yang keluar dari daging, degradasi protein, dan kemampuan daging mengikat air juga dapat mempengaruhi besarnya nilai susut masak. Nilai susut masak yang dihasilkan dalam penelitian ini masih termasuk dalam persentase normal sesuai dengan pendapat Lawrie (2006), bahwa daging memiliki nilai susut masak yang bervariasi antara 15–54,5%.
Warna
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hasil marinasi dengan 5–15% ekstrak bunga rosella tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai kecerahan (L*) daging itik Bali jantan. Warna (L*) daging itik Bali jantan pada perlakuan 0%, 5%, 10%, dan 15% (Tabel 1) tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai warna kemerahan (a*) daging itik Bali jantan. Warna (a*) daging pada perlakuan 0%, 5%, 10%, dan 15% (Tabel 1) tidak berbeda nyata (P<0,05). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai warna kekuningan (b*) daging itik Bali jantan. Warna (b*) daging pada perlakuan 10% dan 15% berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan 0%. Sedangkan, perlakuan 5% menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan 0%.
Warna merupakan salah satu faktor penentu daya terima konsumen terhadap suatu daging. Aberle et al. (2001), kandungan jumlah mioglobin sangat mempengaruhi warna suatu daging sehingga semakin tinggi jumlah kandungan mioglobinnya maka daging semakin berwarna merah. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan marinasi dengan
ekstrak bunga rosella berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna kekuningan (b*) daging itik Bali jantan sedangkan pada warna kecerahan (L*) dan warna kemerahan (a*) tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Pada penelitian yang dilakukan Lee et al. (2015) menunjukkan hasil CIE (L*, a*, b*) daging Korean Native Duck masing–masing (42,86), (21,26), dan (7,28) serta pada daging Comercial Duck masing–masing (45,02), (20,43), dan (6,81). Sedangkan pada penelitian ini memanfaatkan daging itik Bali jantan berumur 8 minggu perlakuan kontrol menunjukkan warna CIE (L*, a*, b*) masing–masing (24,73), (11,15), dan (13,69). Warna kecerahan (L*) dipengaruhi oleh kapasitas menahan air yang rendah sehingga menyebabkan kehilangan mioglobin yang tinggi dan pantulan cahaya yang lebih besar pada permukaan daging (Joo et al., 2013). Warna kemerahan (a*) dipengaruhi oleh adanya kandungan mioglobin yang tinggi pada daging itik, selain itu juga daging itik memiliki kandungan serat merah yang lebih besar daripada serat putih dan memiliki ciri khas warna daging merah gelap (Smith et al., 1993). Warna kekuningan (b*) dipengaruhi oleh adanya kandungan lemak intraseluler dan kandungan asam–asam lemak daging sehingga selama proses pemasakan berlangsung terjadi peningkatan nilai warna (b*) (Sarries dan Beriain, 2006).
Keempukan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hasil marinasi dengan 5–15% ekstrak bunga rosella berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan penerimaan panelis terhadap keempukan daging itik Bali jantan dibandingkan perlakuan 0%. Perlakuan 10% dan 15% tidak berbeda nyata (P<0,05) dan keempukan daging yang paling disukai pada perlakuan 15% dengan rataan nilai 7,33 kemudian dilanjutkan perlakuan 10%, 5%, dan 0%. Keempukan suatu daging merupakan salah satu faktor yang menjadi penentu kualitas daging yang ditandai oleh penerimaan konsumen. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging meliputi faktor ante-mortem seperti jenis kelamin, umur, genetik, manajemen pemeliharaan, dan tingkat stress. Faktor post-mortem seperti refrigerasi, metode chiling, pelayuan, pembekuan, pemasakan, pengolahan, dan penambahan bahan pengempuk (Soeparno, 2005). Pada penelitian yang dilakukan Pratama et al. (Unpublished), hasil perendaman dengan ekstrak bunga rosella sampai 15% menunjukkan nilai dari 4,87 (netral) hingga 6,00 (agak lezat) yaitu tidak berpengaruh nyata terhadap rasa daging itik Bali jantan. Pada penelitian ini hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella sampai 15% menunjukkan nilai 4,93 (netral) hingga 7,33 (empuk) yaitu berpengaruh nyata terhadap keempukan daging itik Bali jantan. Hasil ini
menunjukkan bahwa marinasi dengan ekstrak bunga rosella dapat meningkatkan penerimaan panelis terhadap keempukan daging itik Bali jantan dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan 15% (Tabel 3.1). Hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi yang diberikan sehingga asam–asam organik yang terdapat dalam bunga rosella jumlahnya bertambah dan masuk dalam serat–serat daging itik Bali jantan selama proses marinasi. Pada penelitian ini juga dilakukan proses pemasakan dengan cara perebusan pada temperatur 80oC selama 1 jam. Perebusan daging menyebabkan perubahan struktur dan terjadinya kerusakan protein aktin dan miosin. Sesuai dengan pendapat Bouton et al. (1972), bahwa kerusakan aktin dan miosin dapat meningkatkan keempukan daging karena terjadi penurunan kemampuan protein otot pada daging. Istika (2009) menambahkan bahwa serat otot menjadi mudah terpisah karena protein daging yang terhidrolisis mengakibatkan hilangnya ikatan antar serat dan pemecahan serat sehingga daging menjadi lebih empuk.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil marinasi menggunakan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) sampai 15% berpengaruh nyata terhadap derajat keasaman (pH), persentase susut masak, warna kekuningan (b*), dan penerimaan keempukan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap warna kecerahan (L*) dan warna kemerahan (a*) daging itik Bali jantan (Anas sp).
Saran
Diharapkan kedepannya dapat melakukan penelitian lanjutan tentang hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) konsentrasi sampai 15% selama penyimpanan pada suhu dingin disertai dengan packaging dalam waktu tertentu (jam, hari, dan bulan) pada daging itik Bali (Anas sp).
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP., IPM., ASEAN Eng. atas fasilitas
pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E. D., Forrest, J. C., Hendrick, H. B., Judge, M. D., and R. A. Merkel. 2001. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co. San Fransisco.
Alvarado, C. Z., and A. R. Sams. 2000. The influence of post-mortem electrical stimulation on rigor mortis development, calpastatin activity, and tenderness in broiler and duck pectoralis. Poultry science. 79: 1364 – 1368.
Arik, A. A., Suparta, I. N., dan I. M. Suasta. 2013. Performa “itik cili” (persilangan itik peking x itik bali) umur 1-9 minggu yang diberi ransum komersial dan ransum buatan dibandingkan itik bali. Jurnal peternakan tropika. 1(1): 21-23.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/7923/6000
Barus, D. M., Umiarti, A. T., dan I. A. Okarini. 2022. Kualitis fisik dan organolpetik daging ayam broiler hasil marinasi dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn). Jurnal peternakan tropika. 10(1).
Bouton, P. E., Harris, P. V., and W. R. Shorthose. 1972. The effects of cooking temperature and time on some mechanical properties of meat. Journal food science. 97:140 – 144.
Brooks, C. 2011. Marinating of Beef for Enhancement. http://www.beefresearch.org/CM Docs. (16 February 2020).
Hamoen, J. R., Vollebregt, H. M., and R. GM. Van der Sman. 2013. Prediction of the time evolution of pH in meat. Food chemistry. 141: 2363 – 2372.
Istika, D. 2009. Pemanfaatan enzim bromelin pada limbah kulit nanas (Ananas comosus (L) Merr) dalam pengempukan daging. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Lingkungan Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Jabeur, I., Pereiraa, E., Barrosa, L., Ricardo, C., Soković, M. M., Beatriz, P., Oliveira, P., and I. C. F. R. Ferreira. 2017. Hibiscus sabdariffa L. as a source of nutrients, bioactive compounds and colouring agents. Food research international. 100: 717 – 723.
Joo, S. T., Kim, G. D., Hwang, Y. H., and Y. C. Ryu. 2013. Control of fresh meat quality through manipulation of muscle fiber characteristics. Meat science. 95: 828 – 836.
Kaewthong, P., and S. Wattanachant. 2018. Optimizing the electrical conductivity of marinade solution for waterholding capacity of broiler breast meat. Journal poultry science. 97:701–708.
Lawrie, R. A. 2006. Meat science. The 6th Ed. Terjemahan. A. Paraksi dan A. Yudha. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lee, H. J., Jayasena, D. D., Kim, S. H., Kim, H. J., Heo, K. N., Song, J. E., and C. Jo. 2015. Comparison of bioactive compounds and quality traits of breast meat from korean native ducks and comercial ducks. Korean journal food science. 35(1): 114 – 120.
Matitaputty, P. R., dan Suryana. 2010. Karakteristik Daging Itik dan Permasalahan serta Upaya Pencegahan off-Flavor Akibat Oksidasi Lipida. Wartazoa. 20(3): 130 – 138.
Mc. Williams, M. 1997. Food Fundamentals. New York: Jhon Wiley and Sons, inc.
Okarini, I. A., Purnomo, H., Aulanni am and L. E. Radiati. 2013. Proximate, total phenolic, antioxidant activity and amino acids profile of bali indigenous chicken, spent laying hen and broiler breast fillet. International journal of poultry science. 12 (7): 415-420.
Rahayu, T., dan T. Rahayu. 2007. Optimasi fermentasi cairan kopi dengan inokulum kultur kombuca (Kombucha coffe). Jurnal sains dan teknologi. 8(1): 15 – 29.
Sarries, M. V., and M. J. Beriain. 2006. Colour and texture characteristics in meat of male and female foals. Meat science. 74: 738 – 745.
Shanks, B. C., Wolf, D. M., and R. J. Maddock. 2002. Technical note: The effect of freezing on warner bratzler shear force values of beef longissimus steak across several postmortem aging periods. Journal animal science. 80: 2122-2125.
Smith, D. P., Fletcher, D. L., Burh, R. J., and R. S. Beyer. 1993. Pekin duckling and broiler chicken pectoralis muscle structure and composition. Poultry science. 72: 202 – 208.
Smith, D. P., and L. L. Young. 2007. Marination Pressure and Phosphate Effects on Broiler Breast Fillet Yield, Tenderness, and Color. Poultry science. 86(120): 2666 - 2670.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke-Empat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Steel, C. J. dan J. H. Torrie.1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia. Jakarta.
Suzery, M., Lestari, S., dan B. Cahyono. 2010. Penentuan Total Antosianin dari Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan Metode Maserasi dan Sokhletasi. Jurnal sains dan matematika. 18(1): 1 – 6.
Trisnadewi, A. A. A. S., Bidura, I. G. N. G., Umiarti, A. T., dan A. W. Puger. 2015. Pemanfaatan Ampas Tahu Terfermentasi Dalam Ransum Untuk Turunkan Akumulasi Lemak dan Kolesterol Tubuh Itik. Majalah ilmiah peternakan. 18(2): 55 – 60.
Yusop, S. M., O’Sullivan, M. G., Kerry, J. F., and J. P. Kerry. 2010. Effect of marinating time and low pH on marinade performance and sensory acceptability of poultry meat. Meat science. 85: 657 – 663.
Aryanti, N.P., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Th. 2022 : 502 – 514
Page 514
Discussion and feedback