RUMEN METABOLIT OF BALI CATTLE FED FERMENTED RATION BY BALI CATTLE COLON AND ORGANIC WASTE LIGNOCELLULOLYTIC BACTERIA INOCULLANT
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: October 18, 2021 Accepted Date: January 13, 2022
Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
METABOLIT RUMEN SAPI BALI YANG DIBERI RANSUM TERFERMENTASI INOKULAN BAKTERI LIGNOSELULOLITIK KOLON SAPI BALI DAN SAMPAH ORGANIK
Masadji, P., I G. L. O. Cakra, dan I M. Mudita
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: panji.masadji@student.unud.ac.id ,Telp: +6281803140741
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara in-vivo tingkat fermentasi rumen sapi bali yang diberi pakan terfermentasi 3 (tiga) jenis inokulan bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi Bali dan sampah organik yang telah diproduksi oleh Mudita et al. (2015) yaitu: inokulan BS12K12; BS12K1; dan BS1K12. Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan, Bukit Jimbaran, Badung, Bali dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 3 bulan, dengan 4 kali periode koleksi total. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan dan 4 periode pengamatan sebagai ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu sapi bali yang diberi ransum termentasi tanpa inokulan unggul (terfermentasi larutan molases/RB0), Pemberian ransum difermentasi inokulan BS12K12 (RB1), Pemberian ransum difermentasi inokulan BS12K1 (RB2), dan Pemberian ransum difermentasi inokulan BS1K12 (RB3). Peubah yang diamati dalam penilitian ini antara lain, yaitu: Derajat Keasaman (pH), Populasi Protozoa, Kadar Volatile Fatty Acids / VFA Total dan Parsial, serta Kadar N-NH3 cairan rumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Ransum terfermentasi bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi Bali dan sampah organik dapat meningkatkan produksi metabolit rumen sapi Bali khususnya kadar N-NH3, Asam propionat dan VFA total, tanpa mempengaruhi derajat keasaman (pH) dan populasi protozoa dalam cairan rumen.
Kata Kunci: Metabolit Rumen, Inokulan Bakteri Lignoselulolitik, Ransum Terfermentasi, Bakteri Kolon Sapi Bali, Bakteri asal Sampah Organik
RUMEN METABOLIT OF BALI CATTLE FED FERMENTED RATION BY BALI CATTLE COLON AND ORGANIC WASTE LIGNOCELLULOLYTIC BACTERIA INOCULLANT
ABSTRACT
This study aimed to in-vivo analyze the level of rumen fermentation of Bali cattle fed fermented rations by 3 types of lignocellulolytic bacterial inoculants from the Bali cattle colon

and organic waste produced by Mudita et al. (2015) namely: inoculants with code BS12K12; BS12K1; and BS1K12.The research held at The Research Station Education Farm, Bukit Jimbaran, Badung, Bali and Laboratory of Nutrition and Feed Animal, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University in 3 (three) months, with 4 (four) total collection periods. The research has been done by The Latin Square Design, with 4 (four) treatment and 4 periode researching as replicated. The treatments were: RB0 = bali cattle fed ration fermented without bacteria innoculant (fermented molasses solution as control), RB1=bali cattle fed ration fermented bacteri innoculant BS12K12, RB2=bali cattle fed ration fermented bacteri innoculant BS12K1, and RB3=bali cattle fed ration fermented bacteri innoculant BS1K12. The observation variables on this research are: pH, protozoa population, totally VFA and partial such as acetic acid, propionic acid, and butiric acid, and N-NH3 on the rumen fluid. The result of this research shows that the bali cattle fed ration fermented by inocullant of bali cattle colon and organic waste lignocellulolytic bacteria had increased (P<0,05) the rumen metabolism rate of bali cattle, especially N-NH3, propionatic acid and totally VFA, without effecting the pH and population of protozoa on the bali cattle rumen liquid.
Keywords: Rumen Metabolic, Lygnocellulolitic Bacteria Innoculant, Fermented Ration Bali Cattle Colon Bacteria Isolates, Organic Waste Bacteria Isolates
PENDAHULUAN
Pemanfaatan limbah pertanian khususnya jerami padi sebagai pakan ternak belum sepenuhnya dapat dilakukan dengan baik akibat adanya kendala tingginya kandungan senyawa lignoselulosa yang menghambat pemanfaatannya bagi ternak. Lignoselulosa merupakan komponen utama dari biomassa khususnya dinding sel, yang dihasilkan dalam proses fotosintesis (Howard et al., 2003). Lignoselulosa terdiri atas 3 (tiga) polimer, yaitu: Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin, yang terjalin secara kompak/kuat dan terikat secara kimiawi (Perez et al., 2002). Degradasi sempurna ketiga polimer tersebut baru akan dapat menyediakan semua potensi nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan asal limbah pertanian tersebut (Mudita, 2019).
Jerami padi merupakan salah satu jenis limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai alternatif pakan. Namun, kandungan lignoselulosa yang tinggi (selulosa 32-35%; hemiselulosa 24-25% dan lignin 12-18%) menyebabkan jerami padi menjadi sulit dicerna di dalam rumen, sehingga pemanfaatan jerami padi menjadi tidak optimal (Howard et al., 2003). Dalam pemanfaaatan limbah pertanian seperti jerami padi, sebagai bahan pakan, diperlukan pengolahan khusus untuk mendegradasikan kandungan lignoselulosa agar pemberian pakan menjadi optimal. Salah satu teknologi yang potensial diterapkan adalah teknologi fermentasi menggunakan bakteri lignoselulolitik (Mudita et al., 2012; 2019)
Fermentasi menggunakan bakteri lignoselulolitik akan meningkatkan kualitas dan efektivitas bahan pakan. Teknologi ini sangat diperlukan untuk meningkatkan degradasi senyawa lignoselulosa, yaitu lignin, selulosa, dan hemiselulosa menjadi komponen-komponen penyusunnya (komponen sederhana) Mengingat senyawa lignoselulosa merupakan senyawa kompleks, sehingga proses degradasi lignoselulosa tidak dapat dilakukan secara efektif oleh isolat tunggal, tetapi pemanfaatan konsorsium bakteri dan/atau bakteri yang mempunyai kemampuan lignolitik, selulolitik, dan hemiselulolitik merupakan langkah yang penting untuk diaplikasikan (Perez et al., 2002; Mudita et al., 2012; 2014).
Mudita et al. (2014) berhasil mengisolasi dan menyeleksi isolat bakteri lignoselulolitik unggul satu (1) dan dua (2) asal kolon sapi bali dan sampah organik TPA (Tempat pembuangan akhir Suwung-Denpasar) yaitu isolat bakteri unggul dengan kode BCC4LC dan BCC12.1LC (asal kolon sapi bali, diberi kode K1 dan K2), serta isolat bakteri unggul dengan kode BW1LC dan BW4LC (asal sampah organik TPA; diberi kode S1 dan S2) Pada penelitian tersebut juga tampak bahwa tiga (3) formula inokulan konsorsium bakteri yaitu BS12K12; BS12K1; dan BS1K12 merupakan 3 inokulan terbaik dengan kualitas dan efektivitas terbaik mampu menghasilkan biosuplemen dengan kandungan nutrien, produk metabolit serta kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in-vitro tertinggi. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat produk metabolit rumen yang dihasilkan oleh sapi bali, yang diberikan ransum berbahan dasar jerami padi yang difementasi menggunakan ketiga inokulan unggul tersebut.
MATERI DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran selama ±10 minggu yang dilanjutkan dengan kegiatan analisis sampel di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas, Udayana, Denpasar.
Sapi bali
Penelitian ini menggunakan 4 (empat) ekor sapi bali jantan, dengan bobot badan 112,515 ± 8,018 kg/ekor. Selama penelitian berlangsung, sapi ditempatkan pada kandang individu yang disediakan untuk penelitian. Ternak akan mendapatkan perlakuan yang
bergantian, dengan 1 minggu masa adaptasi pakan perlakuan yang diikuti oleh pengambilan sampel cairan rumen.
Inokulan
Inokulan konsorsium bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 inokulan unggul yang diproduksi oleh Mudita et al. (2015), yaitu: BS12K12; BS12K1; dan BS1K12.
Ransum
Ransum basal yang digunakan dalam penelitian disusun dari beberapa bahan antara lain: jerami padi, dedak padi, dedak jagung, tepung tapioka, kedelai, minyak kelapa, molasses, urea, garam dapur, kapur, dan pignox.
Fermentasi ransum dilakukan dengan mencampurkan 1 liter inokulan unggul (sesuai perlakuan) ditambah 1 liter molasses dan 50 liter air untuk tiap 100 kg ransum basal (Tabel 1). Proses fermentasi ransum memanfaatkan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan sampah organik dilakukan secara anaerob selama 1 minggu menggunakan kantong plastik hitam sebagai silo.
Tabel 1. Formulasi Ransum Penelitian (Fermentasi Ransum Penelitian)
Perlakuan 1) |
Ransum Basal(kg) |
Inokulan (1 liter) |
Molasses(liter) |
Air(liter) |
RB1 |
100 |
BS12K12 |
1 |
50 |
RB2 |
100 |
BS12K1 |
1 |
50 |
RB3 |
100 |
BS1K12 |
1 |
50 |
RB0 |
100 |
- |
1 |
51 |
Keterangan:
1) Perlakuan:
RB0 = Ransum terfermentasi tanpa menggunakan inokulan
RB1 = Ransum terfementasi inokulan BS12K12
RB2 = Ransum terfementasi inokulan BS12K1
RB3 = Ransum terfementasi inokulan BS1K12
Alat penunjang
Alat penunjang yang akan dibutuhkan dalam penelitian ini, antara lain adalah: Timbangan, kantong besar, ember, tali kekang, harness, pompa vakum yang dimodifikasi, selang air, botol untuk sampel,dan peralatan laboratorium.
Rancangan percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan pada ternak dalam penelitian ini adalah: RB0 (Pemberian ransum difermentasi tanpa inokulan unggul); RB1 (Pemberian ransum difermentasi inokulan terbaik 1 (BS12K12)); RB2 (Pemberian ransum difermentasi inokulan terbaik 2 (BS12K1)); dan RB3 (Pemberian ransum difermentasi
inokulan terbaik 3 (BS1K12)).
Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 periode, dengan alokasi waktu 7 (tujuh) hari masa adaptasi pakan dan 7 (tujuh) hari masa koleksi (pengambilan sampel-data penelitian). Dalam penelitian ini akan dilakukan 4 perlakuan yang berbeda (RB0, RB1, RB2, dan RB3) secara bersamaan terhadap 4 ekor sapi bali jantan, dengan 4 kali ulangan menggunakan rancangan penelitian bujur sangkar latin (RSBL), sehingga semua sapi akan mendapat perlakuan yang sama secara bergiliran.
Pemberian ransum
Pemberian ransum akan dilakukan secara ad libitum dan tingkat konsumsi ransum dihitung setiap kali pemberian. Pemberian ransum dilakukan dengan meletakan ransum pada tempat pakan yang tersedia di kandang.
Pengambilan sampel cairan rumen
Pengambilan sampel berupa cairan rumen akan dilakukan pada setiap fase koleksi, setelah ternak sapi mendapatkan perlakuan pakan selama ± 7 hari. Pengambilan sampel cairan rumen dilaksanakan dengan menggunakan pompa dan selang yang telah dimodifikasi sehingga memungkinkan untuk mengambil cairan rumen melalui mulut sapi, (Cakra, 2015). Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: Derajat keasaman (pH) cairan rumen, jumlah populasi protozoa, kadar VFA Total dan Parsial (Asetat, Propionat, dan Butirat), serta kadar N-NH3
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil berbeda nyata (P≤0,05), analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Sastrosupadi, 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Derajat keasaman (pH)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH) cairan rumen sapi bali yang diberi ransum yang difermentasi menggunakan inokulan unggul 1, 2 dan 3 yakni RB1, RB2 dan RB3 memiliki rataan secara kuantitatif lebih tinggi masing-masing 0,94%, 1,56% dan 4,32% daripada perlakuan yang tidak menggunakan inokulan/RB0 yang mempunyai nilai pH 7,04, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Tabel 2 menunjukan bahwa pH cairan rumen sapi bali yang diberi keempat jenis ransum (perlakuan RB1, RB2, RB3, dan RB0) memiliki nilai secara statistik yang berbeda tidak nyata (P>0,05), namun secara kuantitatif, pemberian ransum terfermentasi inokulan unggul RB1, RB2, RB3 malah mengakibatkan terjadinya peningkatan pH rumen sapi bali masing-masing sebesar 0,94%, 1,56% dan 4,32%. Hal ini menunjukkan tingginya kemampuan buffering capacity dari sapi bali walaupun diberikan ransum dengan kandungan pH yang rendah (silase ransum) namun tidak mengakibatkan terjadinya penurunan pH malah mengakibatkan pH yang sedikit mengalami peningkatan walaupun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Dihasilkannya pH cairan rumen dalam kisaran 7,04 – 7,34 yang sedikit di atas normal (pH normal: 6,0 – 7,2) menunjukan kemampuan buffering capacity yang baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Putra et al., (2009) yang mengungkapkan sapi bali mempunyai kemampuan buffering capacity yang tinggi dalam menormalisasi derajat keasaman rumennya.
Populasi protozoa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi protozoa cairan rumen sapi Bali yang diberi ransum terfermentasi tanpa menggunakan inokulan (RB0) adalah 2,04 x 104 CFU/ml. Pemberian ransum terfermentasi inokulan unggul bakteri lignoselulolitik asal sampah organik dan kolon sapi bali 1, 2, dan 3 (RB1, RB2, RB3) mengakibatkan secara kuantitatif terjadinya penurunan populasi protozoa masing-masing sebesar 37,09%, 4,23% dan 10,72%, namun secara statistik keempat perlakuan mempunyai populasi protozoa yang berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 2).
Terhadap populasi protozoa, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum terfermentasi inokulan bakteri lignoselulolitik unggul tidak mengakibatkan terjadinya perbedaan populasi protozoa rumen. Keempat perlakuan memiliki jumlah populasi protozoa
yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan kisaran 1,28 – 2,04 x 104 sel/ml (Tabel 4.1) Populasi protozoa yang relatif sama ini juga kemungkinan disebabkan karena jenis bahan penyusun pakan yang relatif sama serta pasokan nutrien pada keempat perlakuan yang sama, sehingga ketersediaan nutrien yang akan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi protozoa akan relatif sama juga sehingga populasinya juga relatif sama.
Tabel 2. Metabolit Rumen Sapi Bali yang Diberi Ransum Terfermentasi Inokulan Unggul Bakteri Lignoselulolitik Sampah Organik dan Kolon Sapi Bali
Variabel Pengamatan Perlakuan SEM2
RB0 RB1 RB2 RB3
pH |
7,04a3 |
7,11a |
7,15a |
7,34a |
0,09 |
Populasi Protozoa(x104CFU/ml) |
2,04a |
1,28a |
1,95a |
1,82a |
0,23 |
VFA Total (mM) |
94,70a |
106,85b |
104,30b |
101,87b |
1,32 |
VFA Parsial | |||||
Asetat (mM) |
53,56a |
53,62a |
53,51a |
52,58a |
0,84 |
Propionat (mM) |
28,13a |
40,38c |
37,13bc |
34,66b |
1,05 |
Butirat (mM) |
13,01a |
12,85a |
13,66a |
14,63a |
0,47 |
N-NH3(mM) |
9,82a |
12,50b |
12,36b |
11,85b |
0,35 |
Keterangan:
1. Perlakuan:
RB0 = Ransum terfermentasi tanpa menggunakan inokulan
RB1 = Ransum terfementasi inokulan BS12K12
RB2 = Ransum terfementasi inokulan BS12K1
RB3 = Ransum terfementasi inokulan BS1K12
2. SEM = Standard Error of The Treatment Means
3. Notasi dengan huruf sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
Kadar Volatile Fatty Acids/VFA total dan parsial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar Volatile Fatty Acids / VFA Total terkandung dalam cairan rumen sapi bali yang diberi ransum perlakuan RB1, RB2 dan RB3 memiliki rataan secara kuantitatif lebih tinggi masing-masing 12,83%, 10,14% dan 7,57% dari Kadar VFA total dalam cairan rumen sapi bali yang diberi ransum perlakuan RB0 yang memiliki Kadar VFA total 94,70,dan menunjukan hasil yang signifikan atau berbeda nyata (P<0,05) secara statistik (Tabel 2)
Pemberian ransum perlakuan RB1 mampu menghasilkan kadar VFA total tertinggi, yaitu 106,85 mM; diikuti kadar VFA total sapi yang diberikan ransum perlakuan RB2, yaitu 104,30 mM; dan ransum perlakuan RB3 yaitu 101,87 mM (Tabel 2). Hal ini menunjukkan
penggunaan bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan sampah organik sebagai bakteri starter ransum perlakuan mampu meningkatkan aktivitas bakteri rumen yang ditunjukan dengan peningkatan produksi VFA. Terdapatnya bakteri pendegradasi serat dalam rumen yang ditambah dengan bakteri lignoselulolitik yang hidup dan terbawa dalam ransum terfermentasi akan meningkatkan laju perombakan serat pakan dalam rumen yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah serat kasar terdegradasi dalam rumen khususnya pada pemberian ransum RB1 yang akan meningkatkan produksi VFA dalam rumen.
Kadar asetat
Hasil penelitian sebagaimana tersaji pada Tabel 4.1 di atas, keempat perlakuan menghasilkan kadar asam asetat antara 52,58 - 53,62 mM (Tabel 4.1). Kadar Asetat pada perlakuan RB1, RB2 dan RB3 memiliki selisih kadar Asetat yakni masing-masing 0,11%; -0,09%; dan -1,83%, dibandingkan terhadap kadar Asetat yang dihasilkan pada perlakuan RB0 dengan jumlah sebesar 53,56 mM. Hasil penelitian ini diuji secara statistik dan menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) kadar asetat pada keempat perlakukan.
Proporsi asetat yang dihasilkan dari penelitian dengan perlakuan RB1, RB2 dan RB3 menunjukkan proporsi asetat masing-masing sebesar 53,62 mM; 53,51 mM; dan 52,58 mM, apabila dibandingkan dengan kadar butirat yang dihasilkan dari perlakuan RB0 yakni sebesar 53,56 mM, yang berbeda tidak nyata (P>0,05) setelah dianalisis secara statistik.
Angka proporsi asetat yang dihasilkan tersebut merupakan indikasi bahwa asam asetat sebagai bagian dari VFA parsial telah mengalami penyerapan atau proses absorbsi, yang menjadikan kadar asetat pada Sapi Bali yang diberi perlakuan RB1, RB2, dan RB3 menurun. Sehingga, kadar asetat yang terkandung di dalam rumen merupakan sisa dari kadar asetat yang dihasilkan setelah terjadinya proses absorbsi. Arora (1995), Leng dan Preston (1987), dan Tillman et al. (1989) mengungkapkan VFA yang terbentuk dalam rumen akan segera diserap melalui dinding rumen dan diedarkan ke seluruh tubuh. Hal ini didukung oleh pernyataan Russel et al. (2009) yang mengungkapkan pemberian ransum yang bersifat mudah terfermentasi dapat mengakibatkan produksi dan penyerapan VFA berlangsung dalam waktu yang lebih singkat. Sehingga pemberian ransum RB1, RB2, dan RB3 yang mempunyai tingkat kecernaan tinggi, mengakibatkan kecepatan penyerapan kadar asetat berlangsung lebih cepat. Kadar propionat
Penelitian kadar propionat pada perlakuan RB1, RB2 dan RB3 menghasilkan rataan masing-masing 43,55%; 32%; dan 23,21% lebih tinggi dari perlakuan RB0 yang menunjukan jumlah kadar propionatnya sebesar 28,13 mM. Temuan ini diuji secara statistik dan hasilnya
menunjukan perbedaan yang signifikan atau berbeda nyata (P<0,05) dari setiap kadar propionat yang terdapat dalam cairan rumen sapi yang diteliti.
Pemberian perlakuan RB1, RB2, dan RB3 mampu meningkatkan 6,53 – 12,25 mM (23,21 – 43,55%) produksi asam propionat dibandingkan dengan pemberian ransum terfermentasi molasses (RB0), dan hasilnya menunjukan perbedaan yang signifikan atau berbeda nyata (P<0,05) secara statistik.
Pemberian ransum perlakuan RB1 mampu menghasilkan asam propionat tertinggi, yaitu dan 40,38 mM; diikuti kadar asam propionat sapi yang diberikan ransum perlakuan RB2, yaitu 37,13 mM; dan ransum perlakuan RB3 yaitu 34,66 mM (Tabel 3.1). Hal ini menunjukkan penggunaan bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan sampah organik sebagai bakteri starter ransum perlakuan mampu meningkatkan produksi asam propionat. Hal ini merupakan hal yang sangat baik, karena asam propionat merupakan VFA yang bersifat glukogenik sehingga akan lebih mudah dimetabolisme dalam tubuh (Leng,1997).
Kadar butirat
Proporsi butirat yang dihasilkan dari penelitian dengan perlakuan RB1, RB2 dan RB3 menunjukkan selisih proporsi butirat masing-masing sebesar -1,23%; 5%; dan 12,45%, apabila dibandingkan dengan kadar butirat yang dihasilkan dari perlakuan RB0 yakni sebesar 13,01 mM. Secara statistik pengujian untuk keempat perlakuan menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05).
Sama halnya dengan yang terjadi dengan kadar asetat yang terkandung dalam cairan rumen, terjadinya proses absorbsi VFA yang lebih singkat akibat pemberian ransum yang mudah terfermentasi (Russel et al., 2009) dan kemampuan tubuh Sapi Bali dalam kecepatan penyerapan dan pengedaran VFA yang terbentuk dalam rumen ke seluruh tubuh, mengakibatkan kadar asam butirat yang terdapat dalam cairan rumen merupakan sisa produksi asam butirat setelah proses absorbsi. Hal ini lah yang mengakibatkan kadar asam butirat sebagai salah satu kandungan VFA parsial berbeda tidak nyata (P>0,05) secara statistik bila dibandingkan dengan kadar butirat yang dihasilkan dari perlakuan RB0.
Kadar N-NH3
Tabel 2. menunjukan kadar N-NH3 cairan rumen pada perlakuan RB1, RB2 dan RB3 memiliki rataan yang lebih tinggi masing-masing 27,29%; 25,86%; dan 20,67% lebih tinggi dari kadar N-NH3 yang dihasilkan dari perlakuan RB0 kadar N-NH3 cairan rumen sebesar 9,82 mM, dan menunjukan hasil yang signifikan atau berbeda nyata (P<0,05) secara statistik.
Pemberian ransum perlakuan RB1 mampu menghasilkan kadar N-NH3 tertinggi, yaitu 12,50 mM, diikuti kadar N-NH3 sapi yang diberikan ransum perlakuan RB2, yaitu 12,36 mM, dan ransum perlakuan RB3 yaitu 11,85 mM (Tabel 4.1). Peningkatan kadar N-NH3 dari sapi yang diberikan ransum RB1, RB2, dan RB3 ini diakibatkan oleh semakin rendahnya kandungan serat kasar ransum, sehingga komponen protein ransum akan semakin mudah dirombak oleh bakteri proteolitik rumen yang beraktivitas memecah/mendegradasi protein pakan menjadi NH3, sehingga pemberian ransum terfermentasi dapat meningkatkan suplai N-NH3 dalam rumen.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum terfermentasi inokulan bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi Bali dan sampah organik dapat meningkatkan metabolisme rumen khususnya produksi N-NH3, VFA total dan asam propionate serta tanpa mempengaruhi tingkat derajat keasaman (pH) dan jumlah populasi protozoa dalam cairan rumen. Inokulan BS12K12 merupakan inokulan yang memiliki tingkat sinergisitas terbaik serta saling melengkapi dalam bekerja sama mendegradasikan senyawa lignoselulosa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan untuk memanfaatkan inokulan bakteri lignoselulolitik asal sampah organik dan kolon sapi bali dalam fermentasi ransum berbasis limbah pertanian untuk meningkatkan metabolisme rumen sapi bali. Perlu penelitian lebih lanjut untuk optimalisasi pengembangan inokulan bakteri lignoselulolitik dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak berbasis limbah pertanian.
UCAPAN TERIMA KASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng,. IPU, Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gajah Mada University Press. D.I. Yogyakarta.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan dari Microbial Digestion In Ruminants oleh Retno Murwani. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Leng, R. A. 1997. Tree Foliage in Ruminant Nutrition. Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome. Rome, Italy.
Leng, R. A. & Preston, T. R. 1987. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in The Tropics and Subtropics. Armidale, Australia.
Mudita, I M., I W. Wirawan Dan AA. P.P. Wibawa. 2010. Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi Dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud. Denpasar, Bali.
Mudita I M., A. A. P. Putra Wibawa, I Wayan Wirawan. 2014. Isolasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama. Bali.
Mudita I M., I G. N. Kayana, dan I Wayan Wirawan. 2015. Isolasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Penelitian Hibah Bersaing Tahun Kedua. Bali.
Mudita I M., I G. N. Kayana, dan I Wayan Wirawan. 2016. Isolasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Penelitian Hibah Bersaing Tahun Ketiga. Bali.
Mudita I M., I G. Mahardika , I. B. G. Partama , I N. Sujaya , N. N. Suryani , I W. Suarna. 2019. Screening and Identification of Superior Lignocellulose Degrading Bacteria from Termites. 2019 Jan – Feb RJLBPCS 5(1) Page No.162. Bali.
Russel, J. B., R. E. Muck, & P. L. Weimer. 2009. Quantitative Analysis of Cellulose Degradation and Growth of Cellulolytic Bacteria in Rumen. Minireview. FEMS Microbiol Ecol .67: 183-197. http://dx.doi.org/10.1111/j.1574-6941.2008.00633.x
Sastrosupadi, A.. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius, D.I. Yogyakarta.
Tillman, A.D., Hartadi, S. Reksodiprodjo, S. Prwawirokusomo Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah University Press. Yogyakarta.
danS. Mada
Masadji, P., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 :177-188
Page 188
Discussion and feedback